• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bagian ini secara berturut-turut akan diketengahkan paradigma penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel, data, teknik pengumpulan data, teknik analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan penelitian akan diuraikan secara bersamaan dan tidak terpisah pada bagian lain. Secara keseluruhan isi pada bagian ini mencakup jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penelitian, yakni : (1) hasil dan pemba hasan kinerja BSC Puskesmas yang terdiri dari kinerja dari perspektif pelanggan, proses internal, pembelajaran-pertumbuhan, dan keuangan. Selain itu juga diketengahkan tentang pola atau arah kecenderungan kinerja Puskesmas yang ditunjukkan dengan peta Causal Loop Diagram (CLD) yang berisi hubungan-hubungan variabel kinerja secara kausalitas, dan umpan balik yang dihasilkan dari hubungan-hubungan di sana, yang berguna untuk analisis kinerja BSC secara sistemik. ; (2) hasil dan pembahasan struktur atau bentuk kinerja Puskesmas dalam analisis Stock Flow Diagram (SFD) yang menggambarkan bentuk hubungan secara sistemik dan kuantitatif dan (3) model pemberdayaan Puskesmas (elite, moderate, dan slum) yang terlebih dulu akan didahului dengan hasil uji sensitivitas, dan skenario pemberdayaan.

Kinerja Puskesmas

Sebagaimana telah diketengahkan sebelumnya, kinerja Puskesmas diukur dengan menggunakan parameter-parameter generic pada konsep Balanced Scorecard (BSC) yang terdiri dari perspektif pelanggan, proses internal, keuangan, dan pembelajaran-pertumbuhan. Siklus BSC pada penelitian ini tidak diakhiri dengan perspektif keuangan sebagaimana konsep asli dari Kaplan dan Norton (1996), melainkan mengikuti anjuran Niven (2003), yang diakhiri dengan perspektif pelanggan. Hal ini dilakukan karena tujuan organisasi pelayanan publik (sebagaimana halnya Puskesmas) tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan pada kemanfaatan bagi masyarakat pengguna. Niven menggambarkan siklus tersebut sebagai berikut:

Gambar 8 Siklus BSC Pada Organisasi Publik dan Nirlaba (Sumber: Niven, 2003:32)

Kinerja Puskesmas dari Perspektif Pelanggan

Kinerja Puskesmas dari Perspektif Pelanggan diukur melalui parameter ‘Indeks Kepuasan Pelanggan’ terhadap 5 (lima) dimensi service quality (servqual) menurut Zaithaml, Parasuraman, Berry (1990). Adapun pengertian setiap dimensi dan pembobotan pelanggan terhadap indikator-indikator dimensi servqual adalah sebagai berikut :

1. Dimens i tangible : Kemampuan pelayanan yang terlihat pada aspek fisik Puskesmas. Diukur melalui 4 indikator dengan urutan bobot kepentingan menurut persepsi pelanggan, yakni (a) lokasi Puskesmas yang mudah dijangkau kendaraan umum (43 %) ; (b) keteraturan loket pendaftaran (28 %); (c) Kecukupan bangku di ruang tunggu (17 %) ; dan (d) kebersihan toilet (12%)

2. Dimensi responsiveness : Kemampuan Puskesmas memberikan pelayanan yang tanggap dan cepat, dengan indikator sesuai urutan bobot menurut kepentingan pelanggan, yakni (a) keberadaan dokter hingga jam kerja usai (46 %) ; (b) kecepatan pelayanan (21 %) ; (c) kerumitan prosedur pelayanan, (19 %) dan ( d) tanggap terhadap keluhan pasien (14 %).

MISSION INTERNAL PROCESSES To satisfy customer while meeting budgetary constraints, at which business processes must we excel ? FINANCIAL

How do we add value for customers while controlling cost ?

CUSTOMER

Whom do we define as our customer ? How do we create value for our customer ?

EMPLOYEE LEARNING AND

GROWTH

How do we enable ourselves to grow and change, meeting ongoing demands ?

3. Dimensi reliability : Kemampuan Puskesmas memberikan layanan yang handal dan akurat, dengan indikator sesuai urutan bobot menurut kepentingan pelanggan, yakni (a) kemampuan dokter dalam pengobatan (42 %) ; (b) ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan (32 %) ; (c) petugas medis yang dapat diandalkan (26 %) 4. Dimensi assurance :Kemampuan Puskesmas untuk meyakinkan pelanggan dalam

layanannya, dengan indikator sesuai bobot menurut kepentingan pelanggan, yakni (a) Jaminan bahwa setiap keluhan pelanggan akan diperhatikan (48%) ; (b) jaminan bahwa setiap permintaan keringanan biaya pengobatan akan diperhatikan (31%);(c) jaminan bahwa tidak ada pembedaan perlakuan terhadap pasien (21 %). 5. Dimensi empathy : kemampuan Puskesmas memberikan perhatian secara individual pada pelanggan, dengan indikator sesuai urutan bobot menurut kepentingan pelanggan, yakni (a) empathy dokter (51 %) ; (b) empathy petugas paramedis (37 %) ; dan (c) empathy petugas pendaftaran (12 %)

Pengukuran Kepuasan Pelanggan sesungguhnya merupakan penjabaran dari misi dan tujuan Puskesmas yang pada hakekatnya memang bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kebutuhan pelanggan, yakni memberikan pelayanan yang simpel dalam prosedur, terjangkau dalam tarif, profesional dan bermutu, sebagaimana tercermin dalam strategi Puskesmas yang dapat disimak melalui Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Misi, Tujuan, Pengukuran, Target dan Indikator Kinerja Kepuasan Pelanggan Puskesmas

PELANGGAN

MISI TUJUAN STRATEGIS PENGUKURAN TARGET INDIKATOR

Mengembang kan pelayanan Kesehatan yang berkualitas dan paripurna Memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada masyarakat, simple dalam prosedur, terjangkau, professional, dan berkualitas

Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) Pada skala Likert (1-5) IKP = 5 5 dimensi servqual -tangible -responsiveness - reliability - assurance, dan - empathy

Hasil pengukuran kepuasan pelanggan selanjutnya akan ditampilkan dalam 3 (tiga) macam tabel, Tabel 10 menunjukkan ‘Nilai Indeks Kepuasan’ atau IKP pelanggan berdasarkan bobot kepentingan pelanggan yang belum dikonversikan, tujuannya adalah untuk melihat rentang nilai rating scor kepuasan pelanggan terendah 1 (sangat tidak puas) dan tertinggi 5 (sangat puas). Sementara Tabel 11 berikutnya, menggambarkan nilai ‘Mutu layanan’ Puskesmas berdasarkan pada IKP yang telah dikonversikan secara normatif menurut ketentuan SK Kep.MENPAN No 25/2004, ke dalam data ordinal A : sangat baik, B : Baik, C : sedang, D : Buruk, dan E : sangat buruk. Sedangkan pada Tabel 12 membandingkan mutu layanan Puskesmas berdasarkan pada IKP yang telah dikonversikan secara empirik atau aktual. Aplikasi kedua metode tersebut akan menghasilkan nilai mutu kinerja layanan yang berbeda. Adapun maksud dari pembandingan ini adala h untuk bahan pertimbangan Puskesmas dalam memilih kebijakan penentuan metode konversi pada nilai mutu kinerja, apakah mengikuti normatif yang dianjurkan pemerintah saat ini atau mengikuti cara-cara empirik sesuai kenyataannya walaup un hasilnya akan lebih rendah.

Tabel 10 Nilai Indeks Kepuasan Pelanggan Terhadap Servqual Puskesmas

ELITE MODERATE SLUM

Triwulan Triwulan Triwulan

PKC SERVQUAL 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Tangible 2.62 2.67 2.73 2.78 3.84 3.85 3.87 3.92 3.64 3.77 3.89 3.91 Responsiveness 3.45 3.49 3.49 3.56 3.51 3.51 3.58 3.59 3.92 3.90 3.97 3.97 Reliablity 4.02 4.20 4.40 4.57 3.16 3.18 3.20 3.23 3.92 4.00 4.02 4.03 Assurance 4.12 4.26 4.63 4.68 3.41 3.47 3.52 3.56 3.11 3.22 3.38 3.45 Empathy 3.90 3.98 3.99 4.09 3.30 3.36 3.47 4.59 3.83 3.96 3.97 4.02

Sumber : Hasil pengolahan data primer penelitian (2006)

Terlihat dalam tabel di atas bahwa Nilai Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) terhadap dimensi tangible Puskesmas elite nampak lebih rendah bila dibandingkan dengan Puskesmas moderate, dan slum. Nilai IKP berada pada kisaran 2.62 hingga 2.78, sedang pada moderate berada pada kisara n 3.84 – 3.92 dan pada slum berada pada

kisaran 3.64-3.91. Secara keseluruhan IKP menunjukkan kecenderungan nilai yang meningkat sejak triwulan 1 hingga 4, walaupun tidak begitu tajam.

Selanjutnya IKP dikonversikan melalui metode penghitungan normatif menurut IKM pada Kep.MENPAN No. 25/2004, maka terlihat pada tabel 11 bahwa mutu kinerja layanan Puskesmas elite pada dimensi tangible adalah ‘sedang’ dengan nilai ‘C’, sedangkan pada Puskesmas moderate (Kalideres) dan slum (Kemayoran), mutu kinerja layanan tergolong ‘Baik’ atau ‘B’.

Tabel 11 Mutu Pelayanan Servqual Puskesmas (Metode Normatif)

ELITE MODERATE SLUM

Triwulan Triwulan Triwulan

PKC SERVQUAL 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Tangible C C C C B B B B B B B B Responsiveness B B B B B B B B B B B B Reliablity B B A A B B B B B B B B Assurance B B A A B B B B B B B B Empathy B B B B B B B B B B B B

Sumber : Hasil pengolahan data primer penelitian (2006)

Apabila penghitungan konversi menggunakan metode empirik dengan cara berdasarkan peringkat nilai interval, maka diperoleh hasil yang sangat berbeda dengan penghitungan sebelumnya. Secara keseluruhan hasil konversi dapat disimak pada Tabel 12 berikut ini. Nampak dalam Tabel 12 bahwa nilai mutu kinerja pelayanan setiap dimensi berbeda dengan nilai pada Tabel 11 sebelumnya. Sebagai contoh pada dimensi

tangible, Puskesmas elite Kebayoran Baru sebelumnya berada pada nilai mutu pelayanan ‘sedang’ dengan nilai ‘C’, pada Tabel 12, tangible berada pada nilai mutu ‘sangat kurang’ dengan nilai ‘E’. Begitu pula dengan nilai kinerja yang lainnya, nampak setingkat di bawah nilai mutu normatif.

Hasil metode empirik sering dipandang tidak nyaman, namun sebenarnya hasil tersebut menunjukkan nilai aktual apa adanya dan justru menjadi masukan yang berguna untuk menetapkan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.

Tabel 12 Indeks Kepuasan Pelanggan dan Mutu Pelayanan Puskesmas (Metode Empirik)

ELITE MODERATE SLUM

Triwulan Triwulan Triwulan

PKC SERVQUAL 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Tangible 2.62 E 2.67 E 2.73 E 2.78 E 3.84 C 3.85 C 3.87 B 3.92 B 3.64 C 3.77 C 3.89 C 3.91 C Responsiveness 3.45 C 3.49 C 3.49 C 3.56 C 3.51 C 3.51 C 3.58 C 3.59 C 3.92 B 3.90 B 3.97 B 3.97 B Reliablity 4.02 B 4.20 B 4.40 A 4.57 A 3.16 D 3.18 D 3.20 D 3.23 D 3.92 B 4.00 B 4.02 B 4.03 B Assurance 4.12 B 4.26 B 4.63 A 4.68 A 3.41 D 3.47 C 3.52 C 3.56 C 3.11 D 3.22 D 3.38 D 3.45 C Empathy 3.90 B 3.98 B 3.99 B 4.09 B 3.30 D 3.36 D 3.47 C 4.59 C 3.83 C 3.96 B 3.97 B 4.02 B

Sumber : Hasil pengolahan data primer penelitian (2005)

Rendahnya penilaian pelanggan terhadap tangible elite terutama karena sebagian besar pelanggan menilai bahwa ruang tunggu di Puskesmas tidak memadai terutama pada jam-jam sibuk . Untuk melayani jumlah pelanggan yang mencapai rata-rata 200 orang per hari, luas ruang tunggu dan ketersediaan bangku-bangku yang ada terlihat kurang memadai. Beberapa bangunan Puskesmas Kecamatan di wilayah DKI-Jakarta sebetulnya telah cukup bagus dan sesuai dengan standar yang ditetapkan kurang lebih 1500 m2 untuk luas tanah, dan 1200 m2 untuk luas bangunan, namun masih terdapat beberapa bangunan yang belum direnovasi dan masih terkesan tambal sulam dalam penataan ruang-ruang pelayanan kesehatan, terutama ruang tunggu. Menurut keterangan Kepala Puskesmas, renovasi hanya dapat dilakukan bila disetujui oleh Dinas Kesehatan terkait, dalam hal ini Puskesmas sebagai unit teknis tidak memiliki kewenangan untuk mengubah, membangun atau merenovasi atas inisitaif sendiri. Puskesmas hanya mengusulkan dalam biaya anggaran tahunan (subsidi). Krisis ekonomi yang berkepanjangan diduga akan meningkatkan potensi pasien dan jumlah pasien, yang harus diimbangi dengan penataan ruang layanan kesehatan yang memadai.

Selanjutnya dapat digambarkan perbandingan tangible elite, moderate dan slum sebagaimana nampak pada gambar grafik di bawah ini.

Pada grafik terlihat kinerja elite lebih rendah dari dua Puskesmas yang lain. Grafik juga mengindikasikan suatu kecenderungan perilaku kinerja ke arah model ‘goal seeking behaviour’ (Sterman, 2000: 111), perilaku yang mengacu pada pencarian keseimbangan sistem karena masih terdapat kesenjangan antara kinerja yang diharapkan dengan kenyataannya. Melalui perbaikan kesenjangan nilai tangible maka grafik akan tergambar meningkat namun peningkatannya tidak akan linier, melainkan terbatas pada titik tujuan yang diinginkan yakni skala penilaian 5. Selanjutnya bila titik tujuan tersebut telah tercapai, grafik akan tergambar mendatar. Bentuk ini sekaligus menandakan adanya perilaku non linier. Dapat dipastikan bahwa seluruh grafik dimensi-dimensi servqual lainnya juga membentuk kecenderungan yang sama yakni ‘goal seeking behaviour’

Pada dimensi responsiveness, bobot tertinggi yang diberikan pelanggan adalah indikator ‘keberadaan dokter hingga jam kerja Puskesmas usai’. Wajar kiranya jika indikator tersebut diberikan bobot tertinggi, karena harapan terbesar pelanggan Puskesmas adalah kesiapan dokter yang selalu berada di tempat ketika diperlukan. Adapun ‘kecepatan pelayanan Puskesmas’, dipandang oleh pelanggan sebagai unsur kedua terpenting, selanjutnya ‘kerumitan prosedur pelayanan’ dan ‘tanggapan dokter terhadap keluhan pasien’, menempati bobot ketiga dan keempat.

Nampak dalam Tabel 10 Puskesmas slum memiliki IKP tertinggi bila dibandingkan dengan elite maupun moderate. Secara keseluruhan IKP juga menunjukkan kecenderungan meningkat pada setiap triwulan. Adapun nilai mutu pelayanan normatif pada ketiga kelompok Puskesmas berada pada peringkat ‘B’ atau pada peringkat kinerja

Time Tangible_Elit 1 Tangible_Moderat 2 Tangible_Slum 3 1 2 3 4 2.8 3.0 3.3 3.5 3.8 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2

Gambar 9 Grafik Perilaku Kinerja Tangible Puskesmas Elite,Moderate, dan Slum

pelayanan ‘Baik’, sedangkan secara empiris, elite terendah dengan nilai mutu ‘C’, moderate berada pada peringkat kedua dengan nilai C, dan slum memiliki peringkat tertinggi dengan nilai B. Adapun grafik perilaku kinerja responsiveness dapat disimak pada gambar 10 berikut ini.

Faktor kunci penilaian responsifitas adalah kesiapsiagaan figur dokter dalam pelayanan sehari-hari. Masyarakat menghendaki para dokter tidak mewakilkan urusan pengobatan pada para perawat Dalam kenyataannya, para dokter dan petugas para medis memiliki tugas ganda, yakni sebagai profesional medis dan administratif sekaligus. Para dokter dan petugas paramedis tidak hanya bertanggung jawab di bidangnya, namun juga bertanggung jawab terhadap urusan- urusan yang bersifat administratif seperti membuat laporan rutin, bulanan dan tahunan, mengelola berbagai aktifitas yang bersifat administratif manajerial seperti kunjungan ke masyarakat, rapat lintas sektoral, penyuluhan, dan promosi, yang memakan waktu lebih besar dari pada fungsi utama pelayanan medis. Dari hasil pengamatan dapat dikemukakan bahwa pasien sering ditangani hanya oleh petugas paramedis atau bidan yang juga diberikan kuasa untuk menulis resep, bila dokter sedang berkeliling melakukan kunjungan atau rapat-rapat lintas sektoral, sedangkan dokter jaga tidak mampu menangani seluruh pasien terutama pada jam-jam sibuk. Keinginan pelanggan agar dokter senantiasa siaga bila dibutuhkan tidak

Time Responsiveness_elit 1 Responsiveness_moderat 2 Responsiveness_slum_ 3 1 2 3 4 3.0 3.2 3.4 3.6 3.8 4.0 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Gambar 10 Grafik Perilaku Kinerja Responsiveness Puskesmas Elite,Moderate, dan Slum

(Sumber : Hasil Kajian Penulis, 2006)

mungkin terwujud tanpa adanya penataan kembali tugas dan fungsi dokter dan para medis

Pada dimensi reliability, IKP tertinggi berada pada Puskesmas elite, yakni berkisar pada nilai 4.12 hingga 4.68. bahkan pada triwulan 3 dan 4 mutu kinerja adalah ‘A’. Kemudian peringkat kedua adalah Puskesmas slum dengan nilai kinerja normatif maupun empirik ‘B’, sedangkan Puskesmas moderate memiliki nilai mutu kinerja normatif ‘B’ namun pada nilai mutu kinerja empirik adalah ‘D’. Nampak pada tabel di atas, kecenderungan peningkatan IKP pelanggan dari triwulan I hingga IV, walaupun tidak begitu tajam, namun menunjukkan perbedaan yang cukup nyata.

Bobot paling tinggi yang diberikan pelanggan adalah pada indikator ‘kemampuan dokter mengobati’, hal tersebut menggambarkan bahwa keandalan Puskesmas di mata pelanggan adalah ‘kemampuan dokter’ dalam menyembuhkan pasien. Sedangkan ‘ketersediaan obat-obatan’ dan ‘kehandalan petugas medis’ me miliki peringkat penting kedua dan ketiga di mata pelanggan. Berikut ini adalah grafik kecenderungan perilaku

reliability pada ketiga Puskesmas.

Sekali lagi data menunjukkan bahwa dimensi reliability erat kaitannya dengan kehandalan SDM Puskesmas terutama dokter. Stigma yang melekat dan cenderung meragukan kemampuan dokter-dokter Puskesmas terlanjur membentuk opini masyarakat. Diduga penyebabnya adalah kurang seimbangnya jumlah pasien dengan jumlah dokter

Time Reliability_Elit 1 Reliability_Moderat 2 Reliability_Slum 3 1 2 3 4 3.5 4.0 4.5 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Gambar 11 Grafik Perilaku Kinerja Reliability Puskesmas Elite,Moderate, dan Slum

(Sumber : Hasil Kajian Penulis, 2006)

yang melayani, sehingga terjadi work load dan waktu pemeriksaan tidak optimal atau tidak sungguh-sungguh.

Pada dimensi assurance, IKP terendah nampak pada Puskesmas slum Sedangkan Puskesmas elite memiliki IKP tertinggi dan kinerja terbaik yang dicapai pada triwulan 3 dan 4 dengan nilai mutu kinerja ‘A’, sedangkan moderate pada peringkat kedua, dengan nilai mutu kinerja empirik ‘D’ pada triwulan pertama, dan meningkat ‘C’ pada triwulan 2, 3, dan 4. Peringkat ketiga adalah slum dengan nilai mutu kinerja empiris ‘D’. Secara keseluruhan pola kecenderungan sejak triwulan 1 hingga 4 nampak meningkat, kendati tidak tajam.

Indikator terpenting yang dinilai pelanggan adalah ‘keterjaminan bahwa setiap keluhan pelanggan diperhatikan Puskesmas’. Pada aspek ini yang diharapkan pelanggan adalah Puskesmas memperhatikan secara serius masukan- masukan pelanggan berupa saran, komplain dan sebagainya dengan tindak lanjut kongkrit. Pada indikator ‘keterjaminan bahwa permintaan keringanan biaya diperhatikan’, adalah berkaitan dengan biaya -biaya tindakan medis yang bervariasi besarannya. Sedangkan pada ‘keterjaminan bahwa Puskesmas tidak melakukan diskriminasi pelanggan’ dimaksudkan diskriminasi terhadap pelanggan ‘gratis’ atau yang tidak mampu membayar biaya tindakan, bahkan biaya karcis. Kecuali elite, moderate dan slum, berada pada peringkat mutu pelayanan ‘D’ atau ‘Kurang’. Berikut ini adalah grafik kecenderungan perilaku

assurance. Time Assurance_Elit 1 Assurance_Moderat 2 Assurance_Slum 3 1 2 3 4 3.5 4.0 4.5 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2

Gambar 12 Grafik Perilaku Assurance Puskesmas Elit,Moderat, dan Slum (Sumber : Hasil Kajian Penulis, 2006)

Dimensi terakhir adalah empathy yakni perhatian secara personal dari pihak Puskesmas. Grafik kecenderungan empathy nampak pada Gambar 13 berikut ini, di mana Puskesmas moderate memiliki kecenderungan peningkatan paling rendah bila dibandingkan dengan dua Puskesmas yang lain.

Empathy adalah perhatian secara personal dari para petugas Puskesmas. Pada umumnya pelanggan menginginkan ‘empathy dokter’ lebih penting dari pada petugas yang lain. Hal tersebut nampak pada pembobotan tertinggi yang diberikan oleh pelanggan pada indikator tersebut. IKP tertinggi adalah elite, sedangkan moderate menempati peringkat ketiga. Ketiga kelompok Puskesmas nampak rata-rata memiliki nilai mutu pelayanan normatif ‘B’ atau peringkat kinerja pelayanan ‘Baik’ , namun secara empiris, nilai mutu pelayanan ‘B’ hanya terdapat pada Puskesmas elite, sedangkan pada Puskesmas slum pada awalnya ‘C’ dan kemudian meningkat pada triwulan 2, 3, dan 4. menjadi ‘B’. Peringkat terendah adalah pada Puskesmas moderate

Dari hasil temuan dapat disimpulkan bahwa secara empiris, mutu layanan tangibel

pada Puskesmas elite lebih rendah dibandingkan dengan dua Puskesmas lainnya . Sedangkan pada mutu layanan responsiveness, yang terbaik adalah Puskesmas slum. Pada dimensi reliability, mutu layanan yang terbaik adalah Puskesmas elite, demikian pula mutu layanan pada dimensi assurance dan empathy. Secara keseluruhan fokus penilaian pelanggan mengacu pada ‘kemampuan dokter’ dalam melayani.

Time Empathy_Elit 1 Empathy_Moderat 2 Empathy_Slum 3 1 2 3 4 3.4 3.6 3.8 4.0 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2

Gambar 13 Grafik Perilaku Empathy Puskesmas Elit,Moderat, dan Slum (Sumber : Hasil Kajian Penulis, 2006)

Upaya peningkatan kepuasan pelanggan, tidak selalu dihubungkan dengan peningkatan keuntungan, namun lebih merupakan upaya untuk menciptakan ‘customer intimacy’ (membangun hubungan dengan pelanggan untuk jangka panjang), yang merupakan bagian dari konsep proposisi nilai pelanggan. Operasional yang baik, bermutu, dan efisien serta mengacu pada kebutuhan pelanggan adalah aplikasi dari konsep proposisi nilai pelanggan tersebut

Manfaat dari membangun hubungan yang baik dengan pelanggan adalah, Puskesmas dapat mempertahankan pelanggan lama yang telah sembuh, dan tetap berobat ke Puskesmas bila sakit, dan selanjutnya melalui promosi dari mulut ke mulut dari pelanggan yang sembuh, kepercayaan terhadap pelayanan Puskesmas diharapkan meningkat, artinya bahwa dengan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Puskesmas, maka persentase jumlah pelanggan dapat ditingkatkan lebih besar dari yang ada saat ini.

Karena sasaran Puskesmas adalah penduduk di wilayah Kecamatan di mana Puskesmas beroperasi, maka laju pertambahan penduduk juga mempengaruhi jumlah pelanggan Puskesmas. Bahkan penduduk di wilayah Kecamatan tersebut sekaligus menjadi ‘pasar’ bagi Puskesmas. Pada saat ini jumlah penduduk yang menjadi pelanggan Puskesmas kurang lebih baru 40 %, artinya masih sekitar kurang lebih 60 % yang dapat ditingkatkan potensinya sebagai pelanggan Puskesmas. (Sumber: data sekunder penelitian, 2005).

Variabel berikutnya yang juga diduga mempengaruhi total jumlah pasien adalah variabel ‘harga’ atau tarif yang terjangkau. Keterjangkauan tarif Puskesmas antara lain juga dapat dilihat melalui perbandingan jumlah pasien gratis dengan total pasien per hari yang tidak begitu mencolok, keadaan ini membuktikan bahwa daya beli masyarakat atas tarif layanan kesehatan di Puskesmas masih terjangkau atau sesuai dengan daya beli mereka. Semakin meningkat kualitas Puskesmas, maka diasumsikan bukan hanya orang miskin/tidak mampu yang akan berobat ke Puskesmas, namun juga sebagian besar masyarakat menengah, dari data diketahui bahwa lebih dari setengah jumlah pengunjung Puskesmas elite berpenghasilan rata-rata di atas Rp.1.500.000,- , sedangkan Puskesmas moderate dan slum rata-rata berpenghasilan di bawahnya. Fakta lain juga menunjukkan, bahwa Puskesmas elite dalam satu hari rata-rata dikunjungi oleh 3.55 % pasien gratis (8

orang) dari total kunjungan sebesar 100 hingga 150 orang pasien per hari. Sedangkan Puskesmas moderate, 8.5 % pasien gratis per hari (17 orang), dari total kunjungan rata-rata 130 hingga 200 orang perhari, adapun Puskesmas slum dikunjungi 17.6 % pasien gratis per hari (37 orang) dari rata-rata total kunjungan pasien 150 hingga 250 orang perhari (Sumber: diolah dari data sekunder penelitian, 2005).

Aspek tarif menjadi kekuatan atau daya tarik tersendiri bagi Puskesmas, sebab di wilayah Kecamatan di mana Puskesmas beroperasi, hampir tidak ada layanan kesehatan sejenis yang memasang tarif semurah Puskesmas yakni sekali kunjungan 2000 rupiah sudah termasuk pemeriksaan dan obat. Jika aspek tarif ini diimbangi dengan pelayanan yang bermutu, maka tidak mustahil hal ini dapat mengubah citra Puskesmas dan menjadi pelayanan kesehatan yang diminati oleh masyarakat.

Kinerja Puskesmas dari Perspektif Proses Internal

Perspektif kedua untuk mengukur kinerja Puskesmas adalah proses internal. penekanan utama perspektif ini yakni pada pentingnya mata rantai proses produksi yang diawali dengan proses inovasi – yakni bagaimana organisasi mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan saat ini maupun yang akan datang, kemudian mengembangkan identifikasi tersebut ke dalam rencana -rencana maupun tindakan kongkrit – kemudian pada proses operasi – yakni bagaimana organisasi menyampaikan produk atau jasanya kepada pelanggan saat ini – dan yang terakhir adalah pada proses layanan purna jual, yakni bagaimana organisasi menciptakan layanan setelah penjualan guna memberikan nilai tambah bagi kepuasan pelanggan (Kaplan dan Norton, 1996:92).

Pada penelitian ini karena proses purna jual belum menjadi kelaziman dan belum dilaksanakan di Puskesmas, maka ukuran proses internal hanya mengacu pada kinerja: (1) Inovasi, dan (2) Operasi,

Adapun misi, dan tujuan strategis yang menjadi basis parameter proses internal Puskesmas dapat disimak pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13 Misi, Tujuan, Pengukuran, Target dan Indikator Kinerja Proses Internal Puskesmas

PROSES INTERNAL

MISI TUJUAN STRATEGIS PENGUKURAN TARGET INDIKATOR

Mengembang kan pelayanan Kesehatan yang berkualitas dan paripurna Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Yankes ) terutama dalam pengembangan produk layanan jasa kesehatan dan peningkatan manajemen kesehatan yang handal. 1.Mutu Kinerja Inovasi 2.Mutu Kinerja Operasi

Realisasi 1 1. Target Realisasi Inovasi pelayanan baru 2. Lead Time Pelayanan 3. Ketersediaan Obat. 4. Penyuluhan

Sumber : Hasil Kajian Penelitian, 2006

1). Kinerja Inovasi

Hasil identifikasi pelayanan baru (inovasi) pada 3 (tiga) Puskesmas sampel adalah (1) perubahan tatacara pelayanan kesehatan yang mengarah pada efisiensi prosedur, (2) praktek sore hari, (3) kontrak dokter spesialis, (4) paket layanan persalinan, (5) Sistem Informasi Kesehatan (SIK), dan (6) International Standart Organization (ISO).

Selanjutnya kinerja inovasi diukur dari kemampuan Puskesmas dalam merealisasikan setiap target program-program inovasi yang telah dirancang. Adapun metode pengukurannya adalah sebagai berikut : Pertama, menetapkan nilai skor standar dari perkembangan proses pelaksanaan program-program inovasi di Puskesmas. Kecuali program SIK dan ISO, 4 program lainnya ditargetkan selesai akhir tahun 2005. Sedangkan SIK dan ISO ditargetkan selesai 2007. Target penyelesaian program kemudian diterjemahkan ke dalam nilai skor perkembangan program pada setiap triwulan. Kecuali SIK dan ISO, pada triwulan 1, program ditargetkan sampai pada tahap ‘rencana’, dan diberikan skor 0.25. Pada triwulan 2, target program adalah ‘pembahasan’ dengan nilai skor 0.50. Sementara pada triwulan 3, target program adalah ‘persiapan’ dengan nilai skor adalah 0.75, dan pada akhir tahun 2005 atau triwulan 4, target program adalah ‘realisasi’ dengan nilai skor 1.

Pada program SIK dan ISO karena program ditargetkan selesai setelah tahun 2007, maka target program pada triwulan 1 adalah ‘rencana’ dengan nilai skor 0.25, triwulan 2 adalah ‘pembahasan 1’ dengan nilai skor 0.50, pada triwulan 3 masih dalam ‘pembahasan

2’ dengan nilai skor 0.75, dan pada triwulan 4 program masih dalam tahap ‘pembahasan 3’ dengan nilai skor 0.75.

Tabel 14 Target dan Penilaian Perkembangan Program Inovasi Puskesmas

Target dan Penilaian Hingga th 2005

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 No. Program Inovasi

T P T P T P T P

1 Perubahan tata cara

pelayanan kesehatan Renc 0.25 Pemb 0.50 Pers 0.75 Real 1.0 2 Praktek sore hari Renc 0.25 Pemb 0.50 Pers 0.75 Real 1.0 3 Kontrak dokter

Dokumen terkait