• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Pengukuran Kinerja (Kasus Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Pengukuran Kinerja (Kasus Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta)"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN DISERTASI

PEMBERDAYAAN PUSKESMAS BERDASARKAN

PENGUKURAN KINERJA

(KASUS PUSKESMAS DI PROVINSI DKI-JAKARTA)

OLEH : AMY Y.S.RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah :

Nama : Amy Y.S.Rahayu NRP : P.016010061

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,

Dengan ini menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul “Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Pengukuran Kinerja (Kasus Puskesmas di Provinsi DKI-Jakarta), adalah memang benar hasil karya saya sendiri.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sejujurnya, agar dapat digunakan

sebagaimana seharusnya.

Bogor, September, 2006 Saya,

Amy Y.S.Rahayu.

(3)

RINGKASAN

AMY Y. S. RAHAYU. Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Pengukuran Kinerja. Dibimbing oleh BASITA GINTING, DJOKO SUSANTO, MARGONO SLAMET, DAN AZHAR KASIM.

Pelayanan publik di bidang kesehatan menjadi barometer tingkat kesejahteraan penduduk. Di Provinsi DKI-Jakarta, masih terjadi kesenjangan antara tingkat kesehatan penduduk yang diharapkan dengan kenyataannya.Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dan berada di tingkat Kecamatan memiliki peran penting dalam meningkatkan derajad dan status kesehatan penduduk.

Pemberdayaan Puskesmas dipandang tepat dengan mengukur kinerjanya terlebih dulu. Alat ukur yang dipandang mampu menganalisis kinerja Puskesmas secara sistemik dan dinamis adalah Balanced Scorecard (BSC) dikombinasikan dengan System Dynamic

(SD).

Pertanyaan penelitian dalam disertasi ini adalah : 1). Bagaimana tingkat kinerja dan pola kecenderungan kinerja BSC Puskesmas ?, 2). Bagaimana struktur sistem kinerja Puskesmas, 3) Bagaimana model pemberdayaan pelayanan kesehatan Puskesmas berdasarkan pada skenario-skenario yang dibuat ?

Populasi sampel dalam penelitian ini adalah Puskesmas elite, moderate, dan slum di Provinsi DKI-Jakarta minus Kepulauan Seribu. Paradigma yang digunakan adalah

positivist dan ’hard approach’. Adapun total sampel pelanggan setiap triwulan adalah 150 responden yang ditarik selama 4 triwulan secara time series, sedangkan sample pegawai adalah 30 responden pertriwulan selama 4 triwulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas elite memiliki kinerja lebih baik dari yang lain, sementara moderate lebih baik dari slum. Pola kecenderungan kinerja menunjukkan ke arah umpan balik Balancing yang artinya seluruh kinerja yang ditemukan masih memerlukan perbaikan atau koreksi. Pada struktur kinerja, ditemukan: 1) Mutu layanan elite, moderate dan slum sensitive terhadap peningkatan rasio pasien medis; 2) Kepuasan pelanggan pada ketiga Puskesmas sensitive terhadap rasio pasien medis ; 3) Pada elite kepuasan pegawai sensitive terhadap rasio insentif, sedangkan pada moderate kepuasan pegawai sensitive terhadap peningkatan potensi pasien, dan pada slum kepuasan pegawai sensitive terhadap rasio pasien medis. 4) Penerimaan swadana di ketiga Puskesmas sensitif terhadap potensi pasien.

Model pemberdayaan pada ketiga Puskesmas berbeda, pada Puskesmas elite model pemberdayaan tahun pertama diprioritaskan pada kombinasi perspektif proses intrenal-pembelajaran pertumbuhan, tahun kedua pada pelanggan-proses internal. Pada Puskesmas moderate, tahun pertama difokuskan pada kombinasi pemberdayaan perspektif keuangan-pelanggan, tahun kedua pada pelanggan-pembelajaran pertumbuhan. Sementara pada Puskesmas slum, arah pemberdayaan tahun pertama pada kombinasi perspektif proses intrenal, dan tahun kedua pada kombinasi pelanggan-pembelajaran pertumbuhan.

(4)

ABSTRACT

AMY Y.S. RAHAYU. The empowerment of the Puskesmas based on measuring of performance. Under direction of BASITA GINTING, DJOKO SUSANTO, MARGONO SLAMET, AND AZHAR KASIM.

Public services related to health have become a barometer for people’s welfare level. In DKI-Jakarta Province, there has been a gap between the expected people’s health and the real situation. Puskesmas, which serves as people’s health center and is located in districts, plays an important role in improving both the degree and the status of people’s health.

Empowerment is required to enable Puskesmas empower people, while the base for such an empowerment is by measuring the performance of Puskesmas first. The equipment thought to be able to analyze Puskesmas’s performance systematically and in a dynamic way is Balanced Scorecard (BSC) combined with Sytem Dynamic (SD) The questions in this research are: 1) How are the performance level and pattern of BSC Puskesmas performance ?; 2) How are the s tructure of Puskesmas’s performance ? ; and 3) How is the model of empowerment for health service in Puskesmas based on the scenarios made ?

The population samples in this study are elite, moderate and slump Puskesmas in DKI-Jakarta except for Kepulauan Seribu. The paradigms use are both ‘positivist’ and ‘hard approach’. The total sample of customers in every quarter is 150, obtained periodically for four quarters in time series; whereas the sample of employees is 30 persons obtained quarterly for 4 quarters consecutively.

The result shows that elite Puskesmas has a better performance compared to the others, while the moderate is better than the slump. The pattern of performance trend tends move to the direction to balancing feed back which means that all performances found still required improvement. The study of structure of performance, it was revealed that:1) service quality of elite, moderate, and slump is sensitive to the increase of medical patient ratio; 2) Customer satisfaction on the three Puskesmas is sensitive to medical patient ratio ; 3) In the elite, employee’s satisfaction is ensitive to incentive ratio, while in the moderate, it is sensitive to patient potential increase, and in the slump, it is sensitive to the medical patient ratio; 4) ‘Swadana’ income in the three Puskesmas is sensitive to patient potential.

The model for the empowerment of the three Puskesmas are different: The elite requires on combination of internal process- learning- growth perspective and customer-internal process; the moderate needs empowerment in the combination of financial-customer perspective, and financial-customer-learning and growth perspective; while the slump requires the one of combination of customer-internal process perspective and customers- lear ning and growth.

(5)

PEMBERDAYAAN PUSKESMAS BERDASARKAN

PENGUKURAN KINERJA

(KASUS PUSKESMAS DI PROVINSI DKI-JAKARTA)

OLEH :

AMY Y.S.RAHAYU NRP. 016010061

Disertasi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul : Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Pengukuran Kinerja (Kasus Puskesmas di Provinsi DKI-Jakarta)

Nama Mahasiswa : Amy Y.S.Rahayu NRP : P.016010061

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan.

Menyetujui : 1. Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Basita Ginting Sugih en, MA Ketua

Prof.Dr.Ign Djoko Susanto, SKM, APU Prof.Dr.H.R Margono Slamet,MSc Anggota Anggota

Prof Dr.Azhar Kasim, MPA Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu 3. Dekan Pascasarjana Penyuluhan Pembangunan

Dr.Ir. Amri Jahi ,MSc Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solo -Jawa Tengah pada 30 Januari 1955 sebagai putri tunggal dari pasangan Monica E.N.Siswosujanto dengan Joseph T.Siswosujanto. Menikah dengan Andreas Djoko Soeroso, dikaruniai 3 putra - Yohanes Andy Maury Suryo Wardhono, Daniel Aditya Apri Tjondro Wardhono, dan Laurentius Bramantyo Nugroho Wikastopo – dan 1 orang cucu Bonaventura Andika Putra Suryowardhono dari menantu Veronika Mayadewi.

Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Ilmu Sosial Politik – Universitas Indonesia, lulus pada tahun 1984. Pada tahun 1996 lulus dari Program Magister Pascasarjana Bidang Ilmu Administrasi FISIP-UI. Pada tahun 2002 diberikan kesempatan untuk belajar d i program doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1986 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Ilmu Administrasi FISIP -UI. Pada tahun 1990 aktif sebagai peneliti di lembaga Ilmu- ilmu Sosial FISIP-UI hingga tahun 1995. Pada tahun 1997 hingga 2005, diberikan kepercayaan menjabat sebagai Ketua Program Studi D-III Bidang Ilmu Administrasi di FISIP-UI.

Berbagai penelitian pernah dilakukan, terakhir adalah penelitian tentang Kinerja Pemerintah Kota (Studi Kasus Pelayanan Publik di Kota Jakarta, Suarabaya , dan Bandung) tahun 2001, hasil kerjasama Pascasarjana FISIP -UI dengan Ford Foundation. Berbagai artikel dan tulisan tentang Pelayanan Publik telah diterbitkan dalam jurnal Birokrasi dan Administrasi, dan Jurnal Administrasi Terapan. Tulisan kecil tentang keterkaitan Penyuluhan Pembangunan dengan sektor publik melengkapi bunga rampai sebuah buku yang telah dipublikasikan, berjudul ‘Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan’ yang didedikasikan pada Prof.Dr.H.R Margono Slamet, pada tahun 2003.

(8)

PRAKATA

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan disertasi yang berjudul: “Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Pengukur an Kinerja (Kasus Puskesmas di Provinsi DKI-Jakarta, 2005)”

Pada kesempatan ini penulis mengucapan terima kasih kepada yang terhormat komisi pembimbing : Dr Ir Basita Ginting Sugih an, MA selaku Ketua Komisi, serta para anggota komisi, Prof Dr Ign. Djoko Susanto, SKM, APU, Prof Dr H.R.Margono Slamet, MSc, dan Prof Dr Azhar Kasim, MPA.

Penulis juga mengucapkan terima kasih pada jajaran pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS, selaku Dekan, Prof Dr Ir Hardinsyah selaku Dekan Fakultas Ekologi Manusia-IPB, Dr Gumilar Rusliwa Soemantri selaku Dekan FISIP-UI yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk belajar di IPB, dan pada Dr Ir Amri Jahi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan dukungan pimpinan dan staf Dinas Kesehatan serta Suku Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan staf d i wilayah Provinsi DKI-Jakarta, serta berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini.

Terakhir, ungkapan terima kasih pada ayah, ibu, suami, anak-anak, menantu dan cucu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September, 2006

Amy Y.S Rahayu

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……… .. xi

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ……… ... 1

Perumusan Masalah……….. 14

Tujuan Penelitian……….. 17

Kontribusi Penelitian……… ... 18

Definisi dan Operasionalisasi Konsep - Variabel……… ... 20

TINJAUAN PUSTAKA………... 35

Esensi dan Pentingnya Pelayanan Publik ... 35

Tinjauan Konsep Perubahan dalam Kaitannya dengan Pemberdayaan Pelayanan Publik ... 41

Tinjauan Konsep Pemberdayaan ... 52

Konsep dan Pengukuran Kinerja ... 58

Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard ... 65

Perspektif Berpikir Sistem ... 73

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ……… 81

Kerangka Berpikir ……… 81

Hipotesis ……… 84

METODE PENELITIAN ……… 86

Paradigma Penelitian... 86

Tipe Penelitian Dilihat dari Dimensi Tujuan dan Waktu... 88

Populasi Penelitian ... 89

Jenis dan Teknik Penarikan Sampel... 91

Analisis Data ... 93

Jenis Data yang digunakan ... 93

Sumber Data Primer dan Sekunder ... 94

Teknik Pengumpulan Data ... 95

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... . 95

Validit as dan Reliabilitas Instrumen ... 100

Validitas Model dan Uji Sensitifitas ... 101

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 105

Kinerja Puskesmas ... 105

Kinerja Puskesmas dari Perspektif Pelanggan ... 106

(10)

Kinerja Puskesmas dari Perspektif Proses Internal ... 117

Kinerja Puskesmas dari Perspektif Keuangan ... Kinerja Puskesmas dari Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 137 142 Pola Kecenderungan Hubungan Kinerja BSC Puskesmas ... 155

Hasil Validitas Model ... 157

Causal Loop Diagram Kinerja BSC Puskesmas ... 159

Struktur atau Bentuk Sistem Kinerja Puskesmas ... 166

Model Pemberdayaan Puskesmas di DKI-Jakarta ... 174

Uji Sensitivitas Model ... 175

Skenario Pemberdayaan ………... ……… 179

Skenario Puskesmas elite ………. 182

Model Pemberdayaan Puskesmas elite ... 192

Skenario Puskesmas moderate ... 193

Model Pemberdayaan Puskesmas Moderate ... 205

Skenario Puskesmas slum ... 206

Model Pemberdayaan Puskesmas Slum ... 220

SIMPULAN DAN SARAN ………... 227

DAFTAR PUSTAKA………. 231

LAMPIRAN ……….. 232

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jumlah Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan, serta Jumlah Penduduk dan

Penduduk Miskin Per-wilayah, Di DKI-Jakarta (2005) …………... 4

2. Operasionalisasi Konsep Kinerja BSC Puskesmas DKI-Jakarta ……… ... 25

3. Notasi dan Interpretasi Simbol-simbol CLD ... 29

4. Hard Versus Soft Approaches .... 88

5 Tipologi Puskesmas di DKI-Jakarta Berdasarkan Wilayah Kecamatan elite, moderate dan slum ... 90 6 Konversi Nilai Skala Likert Ke Nilai Mutu Layanan dan Kinerja Pelayanan Dengan Metode Normatif ... 98 7 Konversi Nilai Interval Ke Nilai Mutu dan Nilai Kinerja Pelayanan Dengan Metode Empirik ... 98 8 Pengembangan Alternatif Kebijakan Fungsional ... 99

9 Misi, Tujuan, Pengukuran, Target dan Indikator Kinerja Kepuasan Pelanggan Puskesmas ... 107 10 Nilai Indeks Kepuasan Pelanggan Terhadap Servqual Puskesmas ... 108

11 Mutu Pelayanan Servqual Puskesmas ... 109

12 Indeks Kepuasan Pelanggan dan Mutu Pelayanan Puskesmas (Metode Empirik) ... 110 13. Misi, Tujuan, Pengukuran, Target dan Indikator Kinerja Proses Internal Puskesmas ... 118 14 Target dan Penilaian Perkembangan Program Inovasi Puskesmas ... 119

15 Pedoman dan Pembanding Penilaian Kinerja Inovasi Per Triwula n ... 119

16 Mutu Kinerja Program Inovasi Puskesmas Elite ... 120

17 Mutu Kinerja Program Inovasi Puskesmas Moderate ... 121

18 Mutu Kinerja Program Inovasi Puskesmas Slum ... 122

19 Pedoman Penilaian Waktu Layanan ... 123

20 Waktu Layanan Aktual Puskesmas Elite ... 124

21 Waktu Layanan Aktual Puskesmas Moderate ... 125

22 Waktu Layanan Aktual Puskesmas Slum ... 126

(12)

23 Pedoman Penilaian Ketersediaan Obat ... 127

24 Kinerja Ketersediaan Obat Puskesmas elite, Per Triwulan (2005) ... 128

25 Kinerja Ketersediaan Obat Puskesmas Moderate Per Triwulan (2005) ... 130

26 Kinerja Ketersediaan Obat Puskesmas slum Per Triwulan (2005) ... 131

27 Pedoman Penilaian Frekuensi Penyuluhan ... 132

28 Pedoman Penilaian Kehadiran Sasaran Penyuluhan ... 133

29 Frekuensi Penyuluhan Pada Puskesmas elite ... 133

30 Persentase Kehadiran Sasaran Penyuluhan pada Puskesmas elite ... 133

31 Indeks Penilaian Pelanggan Terhadap Penyuluhan Puskesmas elite ... 134

32 Frekuensi Penyuluhan Pada Puskesmas Moderate ... 134

33 Persentase Kehadiran Sasaran Penyuluhan Pada Puskesmas Moderate ... 134

34 Indeks Penilaian Pelanggan Terhadap Penyuluhan Puskesmas Moderate... 135

35 Frekuensi Penyuluhan Pada Puskesmas Slum ... 135

36 Persentase Kehadiran Sasaran Penyuluhan Pada Puskesmas Slum ... 136

37 Indeks Penilaian Pelanggan Terhadap Penyuluhan Puskesmas slum ... 136

38 Misi, Tujuan, Pengukuran, Target dan Indikator Kinerja Keuangan Puskesmas ... 137 39 Efektivitas Biaya Subsidi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Elite(2005) ... 138

40 Pertumbuhan Pemasukan Swadana Per Triwulan Puskesmas Elite ... 139

41 Efektivitas Biaya Subsidi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Moderate (2005).. 140

42 Pertumbuhan Pemasukan Swadana Per Triwulan Puskesmas Moderate ... 141

43 Efektivitas Biaya Subsidi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Slum (2005) ... 142

44 Pertumbuhan Pemasukan Swadana Per Triwulan Puskesmas Slum ... 143

45 Mutu Kinerja Keuangan Puskesmas ... 144

46 Nilai Indeks Kinerja Dari Aspek Kepuasan Pegawai Puskesmas ... 145

47 Mutu Kinerja Puskesmas dari Aspek Kepuasan Pegawai (Metode Normatif).. 145

48 Nilai Konversi Mutu Kinerja Kepuasan Pegawai dengan Metode Empirik ... 146

(13)

49 Mutu Kinerja Puskesmas dari Aspek Kepuasan Pegawai (Metode Empirik) . 146 50 Nilai Indeks Kinerja Dari Aspek Kapabilitas Informasi Puskesmas ... 148 51 Mutu Kinerja Puskesmas dari Aspek Kapabilitas Informasi (Metode

Normatif) ... 149

52 Nilai Konversi Mutu Kinerja Kapabilitas Informasi dengan Metode Empirik ...

149

53 Mutu Kinerja Puskesmas dari Aspek Kapabilitas Informasi (Metode

Empirik) ... 150

54 Indeks dan Mutu Kinerja Kapabilitas Pegawai ... 152 55 Data Sekunder yang Menunjang Kapabilitas Pegawai ... 154 56 Rekapitulasi Hasil Kinerja BSC Puskesmas di DKI-Jakarta ... 155 57 Hasil Validasi Variabel- variabel Model Kinerja Puskesmas Elite,

Moderate dan Slum ... 159

58 Rekapitulasi Uji Sensitivitas ……….. 176 59 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien Medis terhadap Mutu Layanan elite ... 183 60 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien Medis terhadap Kepuasan Pasien

(elite) ... 184

61 Hasil Intervensi Variabel Rasio Insentif terhadap Kepuasan Pegawai (elite).... 185 62 Hasil Intervensi Variabel Potensi Pasien terhadap Penerimaan (elite) ... 186 63 Alternatif Skenario Pemberdayaan Puskesmas elite ... 193 64 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien-Medis Terhadap Mutu Layanan

(moderate) ... 191

65 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien-Medis Terhadap Kepuasan Pasien (moderate) ...

195

66 Hasil Intervensi Variabel Rasio Potensi Pasien Terhadap Kepuasan Pegawai (moderate) ...

196

67 Hasil Intervensi Variabel Rasio Potensi Pasien Terhadap Penerimaan

(moderate) ... 197

68 Alternatif Skenario Pemberdayaan Puskesmas moderate ... 204 69 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien-MedisTerhadap Mutu Layanan (slum) 207 70 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien-MedisTerhadap Kepuasan Pasien

(slum) ... 208

71 Hasil Intervensi Variabel Rasio Pasien-MedisTerhadap Kepuasan Pegawai (slum) ... ...

209

72 Hasil Intervensi Variabel Potensi Pasien Terhadap Penerimaan (slum) ... 210

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perspektif Balanced Scorecard ……….. 11

2. Notasi Diagram Stock Flow (SFD) ... 30

3. Grafik Perilaku dan Struktur System ……… ………. 31

4. Diagram Skenario Model Star ... 33

5. Kerangka Pemikiran Disertasi ... 83

6 Skema Tehnik Penarikan Sampel Responden Pelanggan ... 92

7 Proses Validasi Model ... ... 103

8 Siklus BSC Pada Organisasi Publik dan Non Profit ... 105

9 Grafik Kecenderungan Tangible Puskesmas Elite,Moderate, dan Slum ... 111

10 Grafik Kecenderungan Responsiveness Puskesmas Elite,Moderate, dan slum.. 112

11 Grafik kecenderungan Reliability Puskesmas Elite,Moderate dan slum …….. 113

12 Grafik kecenderungan Assurance Puskesmas Elit e,Moderate, dan slum ……… 114

13 Grafik Kecenderungan Empathy Puskesmas Elite,Moderate, dan Slum ……… 115

14 Grafik Kecenderungan Kepuasan PegawaiPuskesmas elite moderate, dan slum ... 147 15 Grafik Kecenderungan Kapabilitas InformasiPuskesmas Elite,Moderate, dan Slum ... 150 16 CLD Dinamika Sistem Kinerja BS C Puskemas ... 160

17 Stock-Flow Diagram (SFD) Kinerja Perspektif Pelanggan Puskesmas elite... 167

18 Stock-Flow Diagram (SFD) Kinerja Perspektif Proses Internal Puskesmas elite 169 19 Stock-Flow Diagram (SFD) Kinerja Perspektif Pembelajaran-Pertumbuhan Puskesmas elite ... 172 20 Stock-Flow Diagram (SFD) Kinerja Perspektif Keuangan Puskesmas elite. ... 174

21 Kontinum Interpretasi Nilai Sensitivitas Puskesmas Elite ... 178

22 Kontinum Interpretasi Nilai Sensitivitas Puskesmas Moderate ... 178

23 Kontinum Interpretasi Nilai Sensitivitas Puskesmas Slum ... 179

24 Penempatan Variabel Kinerja BSC Menurut Kuadran Star ... 181 25 Grafik Perkembangan Mutu Layanan setelah di Intervensi Rasio Pasien-Medis

(elite) ... 183

(15)

26 Grafik Perkembangan Kepuasan pasien setelah di Intervensi Rasio Pasien-Medis (elite) ...

184

27 Grafik Perkembangan Kepuasan Pegawai setelah di Intervensi Rasio Insentif (elite) ...

185

28 Grafik Perkembangan Penerimaan setelah di Intervensi Potensi Pasien (elite) 186 29 Penempatan Variabel Kinerja BSC dan Variabel Sensitif Puskesmas elite

Menurut Kuadran Star.

187

30 Model Pemberdayaan Puskesmas elite ………... 192 31 Grafik Perkembangan Mutu Layanan setelah di Intervensi Rasio Pasien Medis

(moderate) ... 194

32 Grafik Perkembangan Kepuasan Pasien setelah di Intervensi Rasio Pasien Medis (moderate) ...

192

33 Grafik Perkembangan Kepuasan Pegawai setelah di Intervensi Rasio Potensi Pasien (moderate) ...

194

34 Grafik Perkembangan Penerimaan setelah di Intervensi Rasio Potensi Pasien (moderate) ...

195

35 Penempatan Variabel Kinerja BSC dan Variabel Sensitif Puskesmas moderate Menurut Kuadran Star.

198

36 Model Pemberdayaan Puskesmas moderate ……… 205 37 Grafik Perkembangan Mutu Layanan setelah di Intervensi Rasio Pasien-Medis

(slum) ...

207

38 Grafik Perkembangan Kepuasan Pasien setelah di Intervensi Rasio Pasien-Medis (slum) ...

208

39 Grafik Perkembangan Kepuasan Pegawai setelah di Intervensi Rasio Pasien-Medis (slum) ...

209

40 Grafik Perkembangan Penerimaan setelah di Intervensi Potensi Pasien (slum) ...

210

41 Penempatan Variabel Kinerja BSC dan Variabel Sensitif Puskesmas slum Menurut Kuadran Star.

211

42 Model Pemberdayaan Puskesmas Slum ………. 221

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar CLD dan Umpan Balik R1 -R4 dan B1-B8... 232

2 Persamaan Simulasi Komputer (Powersim) ... 233

3 Data Inisial Stock Flow ... 234

4 Data Validitas Instrumen ………. 235

5 Validasi Statistik model ………... 236

6 Kuisioner ………. 237

7 Data Pendukung Tipologi Puskesmas ... 238

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu pelayanan publik yang memiliki tingkat urgensi yang tinggi pada kesejahteraan rakyat adalah pelayanan kesehatan. Menurut McKevitt (1998:1) pelayanan kesehatan adalah salah satu dari inti pelayanan publik atau core of public services yang mencakup 4 (empat) bidang yang diberinya akronim ‘HEWS’ yakni bidang kesehatan (Health), pendidikan (Education), kesejahteraan sosial (Welfare), dan pertahanan-keamanan (Security).

Tingkat kesejahteraan penduduk antara lain ditentukan oleh tingkat kesehatannya. Sedangkan tingkat kesehatan penduduk ditentukan oleh beberapa indikator, antara lain adalah : Pertama, kualitas fisik penduduk yang meliputi derajat kesehatan, serta status kesehatan. Kedua, ketersediaan sarana kesehatan serta jenis pengobatan yang dilakukan. Derajat kesehatan penduduk dapat diamati melalui indikator angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Data yang tercatat di BPS (Badan Pusat Statistik, 2002: 9), memberikan gambaran bahwa angka kematian bayi mengalami penurunan dari 71 % pada tahun 1990, menjadi 47 % pada tahun 2000, sementara angka harapan hidup mengalami peningkatan yakni dari 59.8 tahun pada tahun 1990 menjadi 65.4 tahun pada tahun 2000.

Adapun status kesehatan penduduk merupakan gambaran tentang kondisi kesehatan penduduk yang dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan (persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan) dan angka lama sakit yang mengganggu aktivitas sehari- hari.

(18)

Sedangkan pada indikator angka lama sakit juga menunjukkan adanya peningkatan baik di perkotaan maupun di pedesaa n. Di perkotaan, tercatat angka lama sakit pada tahun 2001 adalah 5.4 hari, sedangkan pada tahun 2002 meningkat menjadi 5.6 hari. Sementara di pedesaan pada tahun 2001 angka lama sakit adalah 5.8 hari, dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 6.0 hari.

Indikator berikutnya yang mempenga ruhi kesehatan penduduk adalah ketersediaan berbagai sarana kesehatan. Data yang tercatat di BPS (2002:12) menggambarkan bahwa jumlah dokter pada tahun 2000 hingga 2002 tidak mengalami kenaikan yakni masih tetap 26.917 orang, begitu pula jumlah dokter per 100.000 penduduk tidak mengalami peningkatan, yakni tahun 2001 adalah 13.8 %, dan pada tahun 2002 masih tetap 13.8 %. Sementara itu jumlah rumah sakit juga tidak mengalami kenaikan yakni tetap 1.145 pada 2001 dan pada tahun 2002. Sedangkan jumlah tempat tidur rumah sakit mengalami penurunan dari 126.017 tempat tidur pada tahun 2001 menjadi 124.834 tempat tidur pada tahun 2002.

Sarana kesehatan berupa Puskesmas mengalami penurunan jumlah, pada tahun 2001 tercatat 7.237 Puskesmas tingkat Kecamatan, dan pada tahun 2002 jumlahnya menurun menjadi 7.217. Namun jumlah Puskesmas pembantu mengalami peningkatan dari 21.267 pada tahun 2001, meningkat menjadi 21.587 pada tahun 2002, sebaliknya jumlah Puskesmas keliling mengalami penurunan, dari 6.392 pada tahun 2001 menjadi 5.800 pada tahun 2002.

Dari data tentang indikator kesehatan penduduk tersebut dapat disimpulkan bahwa di satu sisi derajat kesehatan penduduk meningkat, namun di sisi lain status kesehatan penduduk masih rendah baik di perkotaan maupun di pedesaan, bahkan bila diperhatikan, angka kesakitan dan angka lama sakit baik di perkotaan maupun di pedesaan tidak memiliki perbedaan yang jauh, artinya walaupun secara geografi dan demografi kota dan desa berbeda, namun keduanya memiliki kesamaan masalah yakni status kesehatan yang masih rendah. Sementara itu ketersediaan berbagai sarana kesehatan seperti jumlah dokter tidak mengalami peningkatan, sedangkan jumlah tempat tidur di rumah sakit mengalami penurunan, begitu pula dengan jumlah Puskesmas.

(19)

Sementara itu permasalahan kesehatan di kota-kota besar nampak semakin berat karena berhadapan dengan masalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk yang semakin meningkat, serta krisis ekonomi yang tidak segera membaik.

Propinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara memiliki permasalahan kesehatan yang terkait dengan jumlah dan kepadatan penduduk. Pada tahun 2003 Jakarta dihuni oleh 1.892.093 Kepala Keluarga (KK) atau 7.456.931 jiwa, yang tersebar di 267 kelurahan, 2.663 RW, dan 29.551 RT. Dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 11.272 /Km2, maka menjadikan propinsi ini sebagai wilayah terpadat penduduknya di Indonesia. Jumlah dan kepadatan penduduk yang besar menuntut penyediaan sarana dan prasarana berbagai fasilitas umum antara lain adalah pelayanan kesehatan (Sumber:Jakarta dalam Angka, 2003).

Salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama dan menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat di DKI-Jakarta dan juga wilayah-wilayah lainnya di Indonesia, adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (selanjutnya ditulis Puskesmas). Di Propinsi DKI-Jakarta, jumlah Puskesmas tidak mengalami peningkatan sejak tahun 1999 hingga 2005 yakni Puskesmas Kecamatan 44, sedangkan Puskesmas Kelurahan berjumlah 313. Adapun Puskesmas keliling mengalami penurunan dari 60 menjadi 54 (Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2004 )

Dari total penduduk DKI-Jakarta, 3.90 % merupakan penduduk miskin, di mana kebutuhan akan pelayanan kesehatan mereka masih tergantung pada pelayanan Puskesmas. Tabel 1 menggambarkan bahwa peran Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dasar masih sangat diperlukan. Persentase jumlah pendud uk miskin yang berkisar antara 1.87 % hingga 12.3 % dari ratarata jumlah penduduk di kotamadya -kotamadya di DKI-Jakarta (Jakarta Dalam Angka,2004) diperkirakan menjadi pelanggan Puskesmas. Akses dan tarif Puskesmas yang terjangkau, menjadi pilihan utama bagi penduduk miskin di DKI-Jakarta.

(20)

Tabel 1 Jumlah Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan, serta Jumlah Penduduk dan Penduduk Miskin Per-wilayah, Di DKI-Jakarta (2005)

No Wilayah Pusk

Kec

Pusk Kel

Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk Miskin dan % dari Jumlah

Penduduk

1 Jakarta Pusat 8 33 897.941 35.872 (3.99 %)

2 Jakarta Timur 10 85 2.094.586 59.356 (2.83 %)

3 Jakarta Barat 8 66 1.567.571 59.794 (3.81 %)

4 Jakarta Selatan 10 75 1.701.555 31.887 (1.87 %)

5 Jakarta Utara 6 50 1.176.355 102.118 (8.68 %)

6 Kabupaten

Kepulauan Seribu

2 4 18.923 2.297 (12.13 %)

T o t a l 44 313 7.456.931 291.324 (3.90 %)

Sumber : Diolah berdasarkan data dari Suku Dinas Kesehatan dan BPS -Prop.DKI-Jakarta, 2005

Dari data jumlah penduduk miskin tersebut, pada saat ini rata-rata setiap Puskesmas Kecamatan melayani 1.148 orang hingga 17.019 orang penduduk miskin (BPS Provinsi DKI-Jakarta, 2005).

Era otonomi daerah saat ini, semakin menempatkan posisi Puskesmas pada peran yang lebih berat sejalan dengan pemberdayaan daerah menuju pada kekuatan internal daerah. Jika sebelumnya pemerintah pusat sepenuhnya masih mengendalikan masalah kesehatan di daerah, maka dengan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mengandalkan kekuatan sendiri dalam menangani kesehatan penduduknya di daerah, Puskesmas dalam hal ini menjadi ujung tombak pelaksana teknis di daerah yang bertanggung jawab terhadap kesehatan penduduk di wilayahnya.

Secara garis besar fungsi Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat dapat dipahami melalui batasan atau pengertian Puskesmas sebagaimana diketengahkan oleh Azwar berikut ini :

“Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyelu ruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu” (Azwar, 1996 : 119)

(21)

Secara lebih jauh Azwar mengungkapkan bahwa Puskesmas berkewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (basic health services) yakni suatu pelayanan kesehatan yang bersifat pokok dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat serta memiliki nilai strategis dalam meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama bersifat rawat jalan (out patient services), sementara itu pelayanan kesehatan tingkat kedua bersifat layanan rawat inap (in patient services), sedangkan pelayanan kesehatan tingkat ketiga bersifat lebih kompleks dan dilengkapi dengan tenaga-tenaga sub-spesialis. (Azwar,1996:41-42).

Tidak jauh berbeda dengan konsep Puskesmas yang diketengahkan oleh Azwar tersebut, di Provinsi DKI-Jakarta, pengertian Puskesmas yang tercantum dalam ‘Standarisasi Pelayanan Kesehatan Puskesmas’ di DKI-Jakarta (1999:2) adalah :

“Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya”

Dalam kedua batasan Puskesmas yang diketengahkan tersebut, wewenang dan tanggung jawab Puskesmas terhadap pemeliharaan kesehatan masyarakat yang ada di dalam wilayah kerjanya menempatkan peran Puskesmas secara proaktif dari pada reaktif. Artinya Puskesmas bukan hanya menunggu pasien seperti halnya yang dilakukan oleh rumah sakit-rumah sakit biasa, melainkan dituntut untuk dapat bekerja dengan cara ‘menjemput bola’ yakni melakukan tindakan preventif atau pencegahan, melakukan penyuluhan dan promosi tentang kesehatan dan berbagai aspek yang berkaitan, serta melakukan tindakan pengobatan terhadap masyarakat yang menderita sakit melalui tindakan kuratif dan tindakan rehabilitatif.

(22)

(YanKes), yakni merupakan bentuk pelayanan pengobatan dalam berbagai macam poliklinik , yang disediakan untuk masyarakat dengan tarif retribusi yang terjangkau dan diatur melalui Peraturan Daerah. Karena kedua bentuk layanan tersebut memiliki aspek kajian yang berbeda dan bersifat luas dan kompleks, maka dalam disertasi ini dibatasi dan difokuskan pada kajian pelayanan kesehatan (YanKes) yang terdapat di dalam gedung atau pelayanan pengobatan.

Terkait dengan wewenang dan tanggung jawab Puskesmas, pada dasarnya tugas pokok Puskesmas mencakup 3 (tiga) aspek utama yakni: Pertama, memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau, dan memiliki cakupan yang luas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, membina peran serta masyarakat dalam berbaga i upaya kesehatan. Ketiga, mengembangkan usaha-usaha inovatif agar terjamin pemerataan pelayanan kesehatan dan tergalinya potensi masyarakat. (Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, 1996:3).

Ketiga tugas pokok Puskesmas tersebut mengandung makna bahwa di satu sisi Puskesmas harus memberdayakan kesehatan masyarakat dan lingkungannya, di sisi lain Puskesmas juga harus memberdayakan dirinya sendiri untuk menjadi layanan kesehatan yang bermutu, terjangkau sesuai dengan harapan masyarakat, serta inovatif. Dalam makna tersebut tersirat suatu pandangan bahwa sebagai institusi pelayanan masyarakat, Puskesmas diarahkan untuk memiliki kepekaan terhadap berbagai perubahan lingkungan yang dihadapinya saat ini, termasuk perubahan pada aspek kesehatan masyarakat.

(23)

lingkungan. Puskesmas sebagai salah satu layanan kesehatan diharapkan mampu menangkap fenomena ini secara sigap tanggap, dan bertanggung jawab.

Terkait dengan hal tersebut, maka peran Puskesmas saat ini sangat diperlukan, artinya sejauh mana Puskesmas mampu merespon perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Puskesmas dapat merespon perubaha n-perubahan yang terjadi bila kinerja Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Pemberdayaan Puskesmas dengan demikian memiliki makna yang terkait dengan sejauh mana kinerja Puskesmas saat ini, dan apa yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas agar mampu memberdayakan dirinya dan masyarakat di wilayah kerjanya.

Secara konseptual pemberdayaan berhubungan dengan perubahan-perubahan lingkungan yang secara cepat bergerak. Organisasi yang responsif tentunya harus segera merespon dengan baik setiap jengkal perubahan dengan pemberdayaan yang sesuai, baik secara kelembagaan maupun individual. Pemberdayaan sesungguhnya merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus, karena perubahan lingkungan juga berjalan secara terus menerus (Obaldeston, dalam Clutterbuck dan Kernaghan, 2003:15)

Dalam ‘World Development Report’ (2001:99) dinyatakan bahwa sebaiknya pemberdayaan institusi pelayanan publik di negara-negara berkembang diarahkan pada kepedulian dan reponsiveness lembaga - lembaga tersebut pada masyarakat tidak mampu. (making State Institution more responsive to poor people), sebab kemiskinan bukan hanya hasil dari proses ekonomi, sosial, dan politik semata, melainkan juga hasil dari tanggung jawab dan responsib ilitas dari lembaga- lembaga pelayanan publik itu sendiri. Untuk mengubah agar pelayanan publik menjadi responsif, langkah pertama adalah membangun dan meningkatkan kapasitas mereka secara lebih baik (building the capacity of public services)

(24)

Secara ideal penilaian kinerja yang obyektif seharusnya dilakukan melalui sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal, perlu diketahui kinerja pemberi layanan dalam hal ini adalah Puskesmas, sedangkan dari sisi eksternal perlu diketahui penilaian atau kepuasan penerima layanan, dalam hal ini adalah masyarakat pelanggan Puskesmas.

Dalam praktik, penilaian kinerja Puskesmas banyak dilakukan dari sisi internal yakni oleh atasan langsung Puskesmas yakni Pemerintah Daerah Provinsi DKI-Jakarta melalui Dinas Kesehatan Kota DKI-Jakarta. Mekanisme dan peraturan penilaian kinerja yang digunakan adalah berpedoman pada Instruksi Presiden nomor 7 tahun 1999, tentang ‘Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah’.

Sementara itu penilaian kinerja dari sisi eksternal Puskesmas yakni penilaian pelanggan belum atau jarang dilakukan oleh Puskesmas sendiri. Pada umumnya penilaian kinerja dari sisi eksternal diprakarsai oleh lembaga-lembaga di luar Puskesmas, seperti Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan berbagai mitra kerja pemerintah.

(25)

Dalam konsep sektor publik, fenomena pengukuran kinerja pelayanan publik dipandang masih belum optimal dilaksanakan. Sebagian besar organisasi pelayanan publik tidak cukup memiliki kreativitas untuk menciptakan standar kinerja yang memungkinkan bisa diukur secara jelas dan lengkap. Faktor-faktor yang mempenga ruhi hal tersebut antara lain adalah cakupan bidang layanan yang terlalu luas, baik cakupan wilayah layanan maupun masyarakat yang dilayani sangat heterogen sehingga sulit dilakukan standarisasi pengukuran secara tepat. Kedua, cakupan yang luas tersebut menyebabkan tujuan menjadi kurang dapat didefinisikan secara jelas. Ketiga, adalah terkait dengan hasil pengukuran kinerja yang sering tidak berdampak apapun bagi para pegawai, sehingga para pegawai memandang bahwa pengukuran kinerja hanya melelahkan dan membuang waktu, serta tidak memberikan motivasi. (Hughes 1994, McKevitt, 1998, Farnham dan Horton, 1993).

Salah satu alat ukur kinerja organisasi yang selama bertahun-tahun sukses diterapkan di berbagai organisasi, menawarkan suatu konsep pengukuran secara berimbang baik dilihat dari sisi internal-eksternal, maupun dari sisi pengukuran kinerja keuangan-bukan keuangan. Alat ukur tersebut diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton (1996:10) sebagai Balanced Scorecard (selanjutnya ditulis BSC), yang secara berimbang mengukur kinerja dari sisi internal seperti keuangan, proses internal, dan pembelajaran-pertumbuhan, serta dari sisi eksternal yakni kepuasan pelanggan.

Parameter-parameter generik yang disediakan dalam BSC, dipandang dapat mengakomodasikan kebutuhan pengukuran kinerja Puskesmas. Pada perspektif keuangan misalnya, indikator- indikator keberhasilan keuangan tidak selalu dihubungkan dengan keuntungan. Dalam organisasi pelayanan publik seperti halnya Puskesmas, kinerja keuangan dapat dilihat pada efektifitas penggunaan dana baik subsidi maupun swadana untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Pada perspektif pelanggan, indikator keberhasilan adalah terletak pada kemampuan Puskesmas dalam memberikan kepuasan pelanggan.

(26)

mengembangkan sumber daya manusia atau para pegawainya, dalam hal ini mencakup kapabilitas, kepuasan, dan penyediaan informasi yang mendukung para pegawai dalam bekerja.

Syarat utama dalam praktik BSC adalah penekanan pada analisis hubungan secara kausalitas pada variabel-variabel kinerja, sehingga tidak bersifat parsial atau berdiri send iri-sendiri. Artinya, bila variabel yang satu menjadi indikator hasil (lag indicator), maka variabel lainnya akan menjadi indikator pengungkit (lead indicator), sekecil apapun indikator pengungkit diyakini dapat mendongkrak atau meningkatkan kinerja. Sebagai contoh indikator peningkatan kepuasan pelanggan disebabkan karena meningkatnya kinerja proses internal, sedangkan kinerja proses internal sendiri sangat dipengaruhi oleh peningkatan kemampuan pegawai dari hasil pembelajaran dan pertumbuhan pegawai yang ditingkatkan, sementara itu pembelajaran dan pertumbuhan pegawai meningkat karena dana dan kapabilitas organisasi mencukupi, dana dan kapabilitas mencukupi karena ada pemasukan dari pelanggan yang setia dan puas. Demikian seterusnya, variabel- variabel kinerja BSC akan membentuk suatu hubungan sistemik yang dinamis sesuai dengan dunia nyata.

Salah satu metode untuk menggali hubungan sistemik pada keempat kinerja BSC tersebut adalah metode System Dynamic (SD) yang didasari oleh cara berpikir sistem (System Thinking) yang diketengahkan oleh Senge (1999) . Fasilitas perangkat lunak untuk mengetahui pola kecenderungan kinerja dan model hubungan kausalitas variabel-variabel kinerja BSC Puskesmas terdapat dalam SD. Penggunaan SD membantu memahami kompleksitas hubungan dan struktur kinerja (gambaran hubungan kinerja secara kuantitatif), serta memungkinkan untuk mengetahui varaibel-variabel kinerja yang dapat menjadi pengungkit dalam pemberdayaan Puskesmas.

(27)

Gambar 1 Pengukuran Kinerja dalam Perspektif Balanced Scorecard

(Sumber: Di adopsi dari “The Balanced Scorecard Provides framework to a Strategy into Operational Terms” , oleh Kaplan dan Norton, 1996: hal. 9).

Awalnya BSC memang ditujukan dan dipraktikkan dalam organisasi bisnis, namun dalam perkembangannya, BSC juga dipraktikkan dalam organisasi publik dan organisasi non-profit. Negara-negara yang telah mempraktikkan BSC di organisasi pemerintah antara lain adalah Australia, Belanda, Kanada, dan Amerika Serikat (Kaplan dan Norton, 1996, Akkermans dan Oorschot, 2003, Hepworth,1998, Malmi, 2001, Wisniewski dan Dickson,2001, Niven, 2003).

Di Indonesia, indikator- indikator BSC direkomendasikan untuk dijadikan sebagai acuan dalam menilai keberhasilan organisasi pelayanan publik sesuai dengan kondisi yang sedang dan akan dialami oleh pemerintah. Indikator- indikator tersebut adalah, (a) kemampuan aparatur pemerintah dalam berinovasi dan melakukan perubahan, (b) kinerja proses internal pemerintah, (c) kinerja pelayanan pada masyarakat, dan (d) kemampuan pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas anggaran (Maarif, 2002:70).

Dari hasil pengamatan awal yang dilakukan terhadap sebagian besar Puskesmas di DKI-Jakarta, diduga lingkungan dan demografi sosial ekonomi penduduk turut mempengaruhi kinerja Puskesmas. Rasio jumlah penduduk dengan jumlah penduduk miskin diduga turut mempengaruhi potensi penduduk untuk menjadi pelanggan

VISI, MISI DAN STRATEGI

PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN Bagaimana

meningkatkan kapabilitas dan kepuasan pegawai, serta kapabilitas inform ? PELANGGAN

Bagaimana caranya memuaskan

pelanggan?

PROSES INTERNAL

Bagaimana menciptakan Mutu layanan yang baik ? KEUANGAN

(28)

Puskesmas, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pendapatan swadana dan mutu layanan Puskesmas. Sebagaimana diketahui bahwa sejak Maret 2001 seluruh Puskesmas Kecamatan di Jakarta telah menjadi Puskesmas Swadana (SK Gubernur DKI-Jakarta, Nomor 15 Tahun 2001). Kewenangan sebagai Puskesmas Swadana pada dasarnya adalah Puskesmas berhak untuk mengelola secara otonom sumber pendapatan yang berasal dari retribusi. Selanjutnya dari sumber dana retribusi, Puskesmas memiliki peluang yang cukup besar untuk mengembangkan diri, antara lain keleluasaan untuk menentukan sebagian kebutuhan operasional pelayanan kesehatan seperti penambahan obat-obatan, kontrak dokter, dan layanan inovasi lainnya.

Berdasarkan pada pengamatan tersebut, tidak berlebihan kiranya bila dalam penelitian ini Puskesmas Kecamatan dikelompokan ke dalam tipologi Puskesmas yang terletak di wilayah elite, moderate dan slum atau kumuh (selanj utnya disingkat dengan E, M, dan S). Tujuan pengelompokan dalam tipologi adalah selain untuk memetakan Puskesmas pada kondisi yang lebih homogen, juga untuk keperluan analisis dalam melihat kausalitas variabel-variabel kinerja. Tipologi Puskesmas dalam bentuk aslinya adalah mencakup Puskesmas Kecamatan (pembina), Kelurahan (pembantu), dan Puskesmas Keliling. Selanjutnya dalam penelitian ini yang dimaksud denga n Puskesmas adalah Puskesmas Kecamatan (Pembina) yang dibedakan dalam tipologi E, M, dan S

(29)

manajemen Puskesmas yang belum terlaksana secara optimal. Kelima, sosialisasi dan promosi kesehatan yang belum optimal. Keenam, motivasi pegawai yang rendah.

(30)

Perumusan M asalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka dapat ditarik benang merah yakni, pertama, eksistensi Puskesmas Kecamatan di DKI-Jakarta pada dasarnya memiliki peran penting sebagai pelayanan publik inti di bidang kesehatan dan menjadi barometer kesehatan penduduk di tingkat ujung tombak. Terlebih bila mengingat DKI-Jakarta sebagai wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, maka kebutuhan akan sarana kesehatan yang mudah di akses serta murah seperti halnya Puskesmas masih sangat diperlukan.

Kedua, dari berbagai tugas yang diemban Puskesmas, dapat disimpulkan bahwa tugas pokok Puskesmas pada dasarnya bersifat memberdayakan masyarakat di wilayah kerjanya agar memiliki kesadaran terhadap kesehatan diri dan lingkungannya. Karena itu sebelum memberdayakan masyarakat, sangat penting jika Puskesmas sendiri menjadi berdaya, yakni mampu melaksanakan tugas-tugasnya tersebut dengan baik.

Ketiga, lingkungan Puskesmas yang bergerak de ngan cepat, seperti perubahan gaya hidup, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang menurun, krisis ekonomi yang menimbulkan kemiskinan baru, serta pertambahan penduduk yang sulit dikendalikan, mengharuskan Puskesmas untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya secara terus menerus, agar dapat mengantisipasi semua perubahan lingkungan dengan baik.

Keempat, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sisi eksternal atau dari sisi penilaian pelanggan, Puskesmas belum dapat memenuhi harapan pelanggan. Kepuasan pelanggan memang tidak mempengaruhi kinerja Puskesmas secara langsung, namun pengaruhnya terasa untuk jangka panjang. Ke depan masyarakat semakin menyadari bagaimana mutu suatu pelayanan publik yang baik, dan hal ini merupakan suatu kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

(31)

bersifat kompleks, sebagai contoh, keterbatasan dana akan menghambat upaya Puskesmas untuk memberdayakan pegawai dan menyediakan mutu layanan yang diharapkan. Bila tidak tersaji kapabilitas pegawai dan mutu layanan yang baik maka akan mengurangi minat dan kepercayaan masyarakat untuk berobat ke Puskesmas, potensi jumlah pasien yang datang akan semakin berkurang, dan pada akhirnya akan menurunkan jumlah pemasukan retribusi.

Inti sari dari latar belakang permasalahan Puskesmas di DKI-Jakarta tersebut menggambarkan perlunya pemberdayaan Puskesmas secara lebih terarah dengan terlebih dahulu melihat kinerja Puskesmas, dalam hal ini adalah kinerja dari aspek Pelayanan Kesehatan (YanKes). Untuk melihat kinerja Puskesmas, alat ukur yang dipandang komprehensif dan mampu mengkaji secara sistemik hubungan variabel- variabel kinerja Puskesmas adalah Balanced Scorecard (BSC) yang mencakup pengukuran kinerja dari perspektif keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran-pertumbuhan. Hubungan kausalitas variabel- variabel kinerja BSC akan lebih sempurna bila analisis dibantu dengan metode System Dynamic (SD).

Penggunaan alat ukur kinerja BSC dan metode SD melalui beberapa pertimbangan, yakni: Pertama, BSC mengkomunikasikan antara kinerja dengan visi, misi, dan tujuan strategis organisasi. Kinerja yang diukur bertitik tolak dari hal tersebut.

Kedua, BSC menjembatani pengukuran dari aspek keuangan dan yang bukan keuangan. Dari aspek kinerja masa lalu (keuangan), kinerja masa kini (proses internal), dan kinerja masa depan (pelanggan dan pembelajaran-pertumbuhan) dalam suatu hubungan yang bersifat non linier atau secara sistemik. Pola hubungan sistemik ini sesuai dengan apa yang terdapat di dunia nyata, di mana variabel-variabel dalam organisasi pada kenyataannya saling mempengaruhi dan membentuk suatu komponen yang disebut sistem. Pemahaman berpikir sistemik selanjutnya akan digunakan dalam menganalisis hubungan kausalitas antara variabel- variabel kinerja BSC Puskesmas.

(32)

sensitivitas variabel- variabel kinerja. Hasil uji sensitivitas dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan dalam pemberdayaan Puskesmas lebih lanjut. Memberikan peluang untuk melakukan eksperimen-eksperimen simulasi sedemikian rupa secara efisien dan murah karena tidak perlu dilakukan di dunia nyata, melainkan cukup di komputer.

Keempat, indikator- indikator generik yang dianjurkan pada umumnya sesuai dengan kondisi organisasi yang diukur, serta berjumlah tidak terlalu banyak yakni antara 3 hingga 5 indikator untuk mengantisipasi keterbatasan-keterbatasan pemahaman dalam praktiknya.(Kaplan dan Norton, 1996).

Kelima, pengukuran kinerja BSC juga memberikan ‘the whole of story’ organisasi yang selama ini jarang diungkapkan. Maksudnya karena pengukuran yang digunakan mencakup dan memperhatikan berbagai perspektif, yang dapat mengungkapkan kinerja organisasi secara komprehensif (Niven, 2003)

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka rumusan permasalahan dalam disertasi ini adalah : “Bagaimana model pemberdayaan Puskesmas dari aspek pelayanan kesehatan, berdasarkan pada hubungan sistemik kinerja BSC Puskesmas ?”

Secara lebih terinci, rumusan permasalahan tersebut dituangkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat kinerja dan pola kecenderungan atau arah hubungan kinerja BSC Puskesmas (E, M, dan S), pada perspektif pelanggan, proses internal, keuangan, dan pembelajaran-pertumbuhan ?

2. Bagaimana struktur atau bentuk hubungan kinerja BSC Puskesmas secara sistemik ?

(33)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji sejauh mana tingkat kinerja dan pola atau arah hubungan yang

mencerminkan kecenderungan kinerja Puskesmas (E, M, dan S) di DKI-Jakarta, ditinjau dari perspektif pelanggan, proses internal, keuangan, dan pembelajaran-pertumbuhan.

2. Mengkaji struktur atau bentuk hubungan kinerja BSC Puskesmas secara sistemik. 3. Mengkaji model pemberdayaan Puskesmas yang sesuai berdasarkan skenario

(34)

Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dari segi teoritis maupun dari segi praktis.

1. Kontribusi dari segi teoritis.

Dari segi pengembangan teori penelitian ini penting dilakukan, sebab, pertama,

dalam penelitian ini model pemberdayaan organisasi pelayanan publik didasarkan pada hasil evaluasi kinerja yang dilakukan sebelumnya. Kedua, evaluasi kinerja dilakukan dengan mengimplementasikan suatu metode pengukuran BSC, yang dipandang mampu mengungkap dan menggambarkan ‘the whole of story’ kinerja Puskesmas dari keempat perspektif BSC. Berdasarkan hal tersebut, secara tidak berlebihan, alat atau metode pengukuran kinerja BSC ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan dikembangkan lebih lanjut ke dalam suatu proses studi pemberdayaan pelayanan publik lainnya. Ketiga, analisis kinerja yang didasarkan pada konsep berpikir sistem (System Thinking) mengembangkan suatu proses pembelajaran dalam memandang setiap fenomena perubahan dalam organisasi sebagai suatu sistem sebagaimana dalam dunia nyata. (Senge, et al 1999) Implementasi cara berpikir sistem diwujudkan dalam kombinasi pengukuran BSC dengan pendekatan SD, yang menghasilkan gambaran pola atau arah kecenderungan perilaku dan struktur atau bentuk sistem dari kinerja Puskesmas.

Keempat, penelitian ini juga memberikan kontribusi pada pengembangan konsep-konsep Penyuluhan Pembangunan, khususnya pengembangan konsep-konsep perubahan perilaku baik sistem maupun individu serta konsep-konsep pemberdayaan. Model pemberdayaan yang diawali dengan evaluasi kinerja secara khusus, merupakan pengayaan konsep pemberdayaan yang selama ini telah digunakan dalam studi Penyuluhan Pembangunan Kelima, dengan digunakannya pendekatan non-linier

(35)

2. Kontribusi dari segi praktis

(36)

Definisi dan Operasionalisasi Variabel

Terdapat 4 (empat) konsep utama sebagai dasar dalam kerangka berpikir dan analisis, yakni konsep pemberdayaan, konsep pelayanan publik, konsep kinerja, dan konsep sistem. Konsep pelayanan publik dan konsep pemberdayaan menjadi dasar dan arah dalam menghubungkan analisis kinerja pelayanan Puskesmas sebagai pelayanan publik dengan model pemberdayaan yang diinginkan. Sedangkan konsep kinerja menjadi dasar dari kerangka operasionalisasi variabel- variabel kinerja yang akan diukur dalam penelitian ini. Sementara itu konsep sistem melalui metode System Dynamic, menjembatani temuan kinerja dan pola atau arah kecenderungan hubungan kinerja Puskesmas dan model pemberdayaan yang diinginkan .

Berikut ini adalah pengertian atau definisi-definisi dari ko nsep utama yang menjadi dasar kerangka berpikir.

1. Definisi Pelayanan Publik.

Pelayanan Publik secara luas didefinisikan sebagai organisasi-organisasi sektor publik yang pembiayaannya didasarkan pada pajak dari pada melalui penjualan jasa secara perseorangan maupun secara korporasi. Bentuk pelayanan publik antara lain adalah pelayanan bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan keamanan. (Farnham dan Horton, 1993, serta McKevitt, 1998) 2. Definisi Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun dirinya sendiri, mampu, berdaya, tahu, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi resiko, mampu mencari menangkap informasi, dan mampu bertindak sesuai situasi. (Slamet, 2003)

Pemberdayaan berarti mengarah pada perubahan perilaku, baik perilaku individu maupun sistem dalam organisasi (Jenkins, 1996)

3. Definisi Kinerja

(37)

perilaku atau cara-cara berpikir, bertindak orang-orang dalam organisasi (Stolovitch dan Keeps,1992). Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh organisasi dan dinilai dengan cara membandingkan antara hasil yang diinginkan dengan kenyataannya.(Gilley dan Maycunich, 2000)

Berikutnya adalah definisi dan operasionalisasi konsep, variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini, mencakup konsep kinerja BSC yang terdiri dari 4 (empat) perspektif utama yang menjadi parameter kinerja Puskesmas, yakni (1)

pelanggan dengan indikator 5 (lima) dimensi Service Quality (Servqual) yang terdiri dari kepuasan pelanggan terhadap aspek pelayanan tangibelity, responsiveness, reliability,

assurance, dan empathy, (2) proses internal dengan indikator kemampuan inovasi, dan operasi, (3) pembelajaran-pertumbuha n dengan indikator kepuasan pegawai, kapabilitas informasi, dan kapabilitas pegawai, dan (4) keuangan dengan indikator efektifitas pembiayaan per pelanggan, dan kontribusi pelanggan pada swadana.

Sementara konsep model pemberdayaan diawali dengan analisis hubungan kausalitas (non linier) kinerja BSC Puskesmas yang digambarkan melalui model Causal Loop Diagram (CLD) dan model Stock Flow Diagram (SFD), uji sensitivitas variabel-variabel kinerja, pembuatan skenario pemberdayaan dan pembuatan model pemberdayaan.

1. Perspektif pelanggan

Perspektif ini berpandangan bahwa pelanggan adalah masa depan organisasi, oleh karena itu organisasi yang memperhatikan masa depannya pasti akan memperhatikan kepuasan pelanggan. Dalam perspektif pelanggan, kinerja organisasi diukur dengan penilaian kepuasan pelanggan terhadap mutu pelayanan organisasi. (Kaplan dan Norton, 1996)

Adapun pelanggan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat atau penduduk yang berdiam di suatu wilayah Kecamatan yang mengunjungi dan terdaftar sebagai pasien Puskesmas untuk menikmati layanan pengobatan dalam poliklinik-poliklinik yang ada di dalam gedung Puskesmas.

2. Kepuasan Pelanggan

(38)

Konsep kepuasan pelanggan selanjutnya diukur dalam 5 (lima) dimensi Servqual

(Zaithaml, et al, 1990) di mana definisinya adalah sebagai berikut : a. Tangibelity

Bukti fisik kemampuan pelayanan jasa yang dapat ditunjukkan pada pelanggan. Parameternya antara lain, lokasi yang mudah dijangkau, keteraturan loket pendaftaran, kecukupan bangku di ruang tunggu, dan kebersihan toilet.

b. Reliability

Keandalan suatu layanan sesuai dengan yang dijanjikan. Parameternya antara lain adalah keberadaan dokter hingga jam kerja usai, kecepatan layanan secara wajar, kerumitan prosedur layanan, dan keterandalan petugas dalam melayani.

c. Responsiveness

Ketanggapan petugas untuk membantu pelanggan secara responsif, cepat, tepat dan dengan penyampaian informasi secara jelas. Parameternya antara lain adalah, kemampuan medis dokter dalam melayani pasien, ketersediaan obat-obatan, dan tanggap terhadap keluhan pasien.

d. Assurance

Jaminan suatu layanan yang telah dijanjikan pada pelanggan dan menumbuhkan rasa percaya pelanggan. Parameternya antara lain adalah, jaminan bahwa setiap keluhan pelanggan akan diperhatikan, jaminan bahwa setiap permintaan keringanan biaya tindakan medis bagi pelanggan tidak mampu akan diperhatikan, dan jaminan tidak ada perbedaan perlakuan terhadap pelanggan.

e. Empathy

Perhatian individual secara tulus terhadap pelanggan, sebagai upaya memahami keinginan pelanggan. Parameternya antara lain adalah, perhatian dan ketulusan dokter dalam melaya ni, perhatian dan ketulusan petugas para medis dalam melayani, serta perhatian dan ketulusan petugas pendaftaran dalam melayani pelanggan.

3. Perspektif Proses Internal

(39)

memenuhi harapan pelanggan. Terdapat 3 variabel generic yang ditawarkan BSC dalam pengukuran kinerja proses internal yakni, kemampuan inovasi, operasi, dan layanan purna jual (Kaplan dan Norton, 1996).

Selanjutnya dalam penelitian ini variabel purna jual tidak akan diukur karena Puskesmas saat ini belum melakukan layanan purna jual. Adapun definisi kedua variabel proses internal adalah sebagai berikut :

a. Kemampuan Inovasi

Kemampuan inovasi organisasi untuk menciptakan nilai-nilai baru yang sebelumnya tidak ada, dan memiliki rangkaian manfaat bagi peningkatan kebutuhan pelanggan. Pelayanan baru yang sedang direncanakan oleh Puskesmas pada saat penelitian ini dilakukan adalah perubahan tata cara pelayanan kesehatan yang mengarah pada efisiensi, praktek dokter sore hari, kontrak dokter spesialis, paket layanan persalinan, sistem informasi kesehatan (SIK) dan International Standart Organization (ISO)

b. Kemampuan Operasi

Pengertian operasi di sini adalah proses produksi yang menitik beratkan pada cara-cara penyampaian jasa pada pelanggan yang mencakup efisiensi, promosi, konsistensi, dan tepat waktu. Parameter dalam penelitian ini adalah aspek waktu layanan, ketersediaan obat, dan kemampuan penyuluhan.

4. Perspektif Pembelajaran-Pertumbuhan

Kemampuan organisasi untuk berubah, meningkatkan diri dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi dengan cara terus menerus memperbaiki sumber daya manusia/ pegawai, sistem dan prosedur, serta sarana dan prasarana termasuk informasi (Kaplan dan Norton, 1996)

Parameternya adalah kapabilitas pegawai, kepuasan pegawai dan kapabilitas informasi.

a. Kapabilitas Pegawai

(40)

b. Kepuasan Pegawai

Kepuasan pegawai yang mencakup kepuasan pada aspek penghargaan finansial dan bukan finansial, lingkungan dan suasana kerja, kepercayaan pimpinan, serta aspek keikut sertaan dalam pengambilan keputusan organisasi (Herzberg, et al, dalam Tyson dan Jackson, 2000)

c. Kapabilitas Informasi

Penilaian pegawai terhadap kemampuan organisasi dalam menyediakan informasi yang mendukung tugas-tugas pegawai secara cepat, akurat dan tersedia kapanpun informasi diperlukan (Kaplan dan Norton, 1996)

5. Perspektif Keuangan :

Aspek pendapatan dan pengeluaran yang memberikan kontribusi terhadap kelangsungan program dan peningkatan pendapatan organisasi (Kaplan dan Norton, 1996)

Dalam kasus Puskesmas, terdapat dua sumber pembiayaan pelayanan kesehatan, yakni dari subsidi dan dari retribusi (swadana). Dari subsidi, sulit untuk mengukur kinerja pendapatan dan pengeluaran subsidi, sebab sistem perencanaan anggaran dalam orga nisasi pemerintah lebih menekankan pada kemampuan organisasi untuk menyerap habis anggaran yang telah direncanakan. Karena itu pengukuran kinerja subsidi lebih ditekankan pada berapa besar rasio anggaran yang diperuntukkan bagi satu orang pasien. Dari swadana, parameter yang digunakan adalah rata-rata kontribusi per pelanggan pada pemasukan swadana.

Selanjutnya, diketengahkan operasionalisasi konsep-konsep kinerja BSC yang telah dijelaskan batasan – batasannya tersebut, mencakup variabel, sub-sub variabel, indikator- indikator, responden, serta metode pengukurannya, sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini.

(41)

Tabel 2 Operasionalisasi Konsep Kinerja BSC Puskesmas DKI-Jakarta

No Variabel dan Indikator Jenis Data, Responden dan

Pengukuran

1. Perspektif Pelanggan

1.Tangibelity

a. Lokasi yang mudah dijangkau b. Keteraturan Loket pendaftaran c. Kecukupan bangku di ruang tunggu d. Kehandalan Petugas dalam melayani

3. Responsiveness

b. Jaminan bahwa permintaan keringan biaya tindakan akan dipenuhi

c. Perhatian dan ketulusan petugas pendaftaran dalam melayani

Jenis Data : Primer

Sumber : Responden Pelanggan (Pasien) Pengukuran :

1. Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) pada skala Likert 1-5

2. Mutu Kinerja

Dihitung melalui nilai Konversi normatif dan empiris

Keterangan:

Konversi Normatif adalah Konversi Nilai Mutu Kinerja menurut pedoman IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) dalam SK MenPan No.25/2003 yang berlaku di Organisasi Pelayanan Publik saat ini.

Sedangkan konversi empiris adalah konversi Nilai Mutu Kinerja berdasarkan Perhitungan nilai interval pada data empiris

Kedua Nilai Mutu Kinerja (normatif dan empiris) digunakan sebagai perbandingan

2 Perspektif Proses Internal

1. Proses Inovasi

a. Perubahan tata cara pelayanan kesehatan yang mengarah pada efisiensi

b. Praktek dokter sore hari c. Kontrak dokter spesialis d. Paket Layanan Persalinan e. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) f. International Standart Organization (ISO)

Jenis Data : Sekunder Sumber : Puskesmas Pengukuran :

Penilaian kinerja Inovasi berdasarkan pada perbandingan antara standar nilai proses inovas i yang ditetapkan dan kenyataannya

Standar :

Tahap Rencana = 0.25 Tahap Pembahasan =0.50 Tahap Realisasi = 1.0

(42)

2. Proses Operasi (Produksi)

Perbandingan waktu layanan ideal (normatif 15-30 menit) dengan waktu layanan aktual.

Ketersediaan Obat

Perbandingan antara ketersediaan obat normatif dan aktual

Frekuensi Penyuluhan

Perbandingan antara frekuensi normatif (60 x) penyuluhan per triwulan dengan kenyataannya

Kehadiran sasaran penyuluhan Perbandingan antara kehadiran sasaran penyuluhan normatif (90 %) dengan kenyataannya.

1. Efektifitas Biaya Subsidi Pelayanan Kesehatan per satu orang pelanggan 2. Kontribusi swadana per pelanggan

Jenis Data : Sekunder Sumber : Puskesmas Pengukuran:

Efektifitas Pembiayaan

Rasio Jumlah Subsid i & Jumlah Pelanggan .

Kontribusi Swadana per pelanggan Rasio Jumlah pelanggan dan Total Pemasukan Swadana

a. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan b. Penghargaan terhadap prestasi

c. Lingkungan/suasana kerja

b. Kecepatan arus informasi yang mendukung pekerjaan pegawai

c. Keakuratan informasi yang mendukung pekerjaan pegawai

Jenis data : Primer

Sumber : Responden Pegawai Puskesmas Pengukuran :

Indeks Kepuasan Pegawai pada skala 1 -5

Jenis data : Primer

Sumber : Responden Pegawai Puskesmas Pengukuran :

(43)

3. Kapabilitas Pegawai

Dari Aspek General knowledge :

a. Pengetahuan ttg manajemen Puskesmas b. Pengetahuan thd kesesuaian 20 Upaya Pokok Puskesmas saat ini

c. Pengetahuan tentang Puskesmas Swadana Dari Aspek Attitude

d. Sikap thd perlunya pelatihan kualitas layanan

e. Ketertarikan thd pelatihan kualitas layanan f. Sikap thd manfaat ISO

Dari Aspek Skill

g. Kesesuian pengetahuan yang dimiliki dengan tugas yang dijalankan

h. Komitmen untuk komunikatif dengan Plg. i. Komitmen thd upaya mengetahui kep.plg k. Ketertarikan thd tugas yg berhub. dengan keluhan pelanggan

l. Ketersediaan menangani tugas yang berhubungan dengan keluhan pelanggan

m. Memilih tugas ‘di belakang meja’ atau melayani pelanggan secara langsung

Jenis data : Primer

Sumber : Responden Pegawai Puskesmas Pengukuran :

Indeks Kapabilitas Pegawai pada skala 1-5

Mutu Kinerja :

Dihitung melalui nilai Konversi normatif dan empiris

Sumber : Hasil Kajian Penulis, 2006

Selanjutnya, model pemberdayaan yang akan dibangun dalam disertasi ini didasarkan pada konsep dan metode SD. Berikut ini adalah batasan dan definisi dari konsep-konsep tersebut.

1. Konsep Model

Dalam SD, fungsi model adalah untuk menjelaskan berbagai area yang diukur seperti keuangan, sumber daya manusia, pelanggan, dan sebagainya. Model adalah representasi dari dunia nyata. Model dapat dibedakan dalam berbagai bentuk, antara lain fisik, analog, digital (komputer), dan matematikal.(Maani dan Cavana, 2000). Menurut Sterman (2000), setiap model adalah representasi dari suatu sistem, yakni kelompok dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara fungsional dan membentuk suatu keseluruhan yang kompleks.

2. System Dynamic (SD)

SD merupakan metode yang menjembatani konsep berpikir sistemik (System Thinking / ST) yang digunakan sebagai cara berpikir dalam menganalisis kinerja BSC Puskesmas. ST menurut Senge et al (1999) terdiri dari tahapan berpikir

(44)

fenomena), structures (bagaimana pola-pola tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi), dan mental models (mengapa pola-pola fenomena tersebut saling berhub ungan dan saling mempengaruhi).

Selanjutnya, sebagai metode SD dilengkapi dengan ‘bahasa, notasi, dan simbol-simbol’ yang secara keseluruhan terdapat di dalam perangkat lunak komputer yang disebut powersim. Berikut ini konsep-konsep penting dalam SD :

a. Model Causal Loop Diagram (CLD)

CLD adalah suatu alat berupa model yang memperlihatkan pola hubungan kausal diantara satu set variabel-variabel yang dioperasikan dalam sistem. Elemen dasar dalam CLD adalah ‘variabel- variabel’ dan ‘panah-panah’ yang menggambarkan hubungan variabel-variabel, baik hubungan searah (tanda ‘s’ atau ‘+’) maupun berlawanan arah (tanda ‘o’ atau ‘- ‘). Suatu variabel adalah suatu kondisi, situasi, tindakan, atau keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh variabel lainnya. Model CLD diciptakan dengan melalui proses yang panjang yang memadukan kerangka berpikir secara teoritik dan aspek-aspek empirik Hubungan kausalitas dalam CLD menghasilkan dua macam umpan balik, yakni positif dan negatif

b. Umpan Balik Positif (Reinforcing / R)

Umpan balik positif menggambarkan pola kecenderungan hubungan yang saling menguatkan (seluruhnya + ) atau meluruhkan (seluruhnya - ). Makna positif atau negatif bukan berarti baik atau buruk, melainkan hanya menggambarkan pola perubahan searah atau berlawanan arah. Contoh: Bila mutu layanan meningkat, maka kepuasan pelanggan juga meningkat, da n bila kepuasan pelanggan meningkat, jumlah pasien akan bertambah, bertambahnya jumlah pasien akan meningkatkan penerimaan retribusi, bertambahnya penerimaan akan meningkatkan mutu layanan. (variabel mutu layanan akan mengawali dan menutup sebuah loop atau pola umpan balik)

c. Umpan Balik Negatif (Balancing/ B)

(45)

tersebut, maka umpan balik B juga dikenal sebagai suatu sistem yang mencari stabilitas dan kontrol terhadap keseimbangan yang diinginkan. Contoh: Penerimaan retribusi akan meningkatkan pelatihan pegawai (+), sementara peningkatan pelatihan akan mengurangi (-) penerimaan. Pesan yang dibawa dalam hubungan ini adalah, bahwa penerimaan harus dijaga sedemikian rupa agar kebutuhan pelatihan terpenuhi dengan wajar.

Berikut ini notasi dan simbol-simbol yang digunakan dalam CLD.

Tabel 3 Notasi dan Interpretasi Simbol-simbol CLD

SIMBOL INTERPRETASI CONTOH feedback loop ) dapat berupa peningkatan ( + ) atau penurunan (- )

Penggambaran hubungan kausalitas melalui model CLD dipandang belum mencukupi karena model tersebut tidak mampu memberikan gambaran struktur (bentuk ) sistem secara quantifiable atau berisi nilai- nilai variabel yang dapat dihitung. Karena itu digunakan SFD yang dapat menutup i keterbatasan CLD tersebut. SFD digambarkan dalam notasi Stock-Flow yang merupakan konsep sentral dalam SD. Notasi ‘Stock’ menggambarkan sebuah

B

Gambar

Grafik Perilaku dan Struktur System ………………………………………………….
Tabel 1  Jumlah Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan, serta Jumlah Penduduk dan               Penduduk Miskin Per-wilayah, Di DKI-Jakarta (2005)
Gambar 1   Pengukuran Kinerja dalam Perspektif Balanced Scorecard
Tabel 2  Operasionalisasi Konsep Kinerja BSC Puskesmas DKI-Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Respon sosial yang dilakukan oleh sebagian besar klien isolasi sosial adalah dengan menghindari orang lain yaitu sebanyak 8 orang terdiri dari 4 orang klien

Keterampilan dalam penulisan karya ilmiah merupakan salah tuntutan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Hal ini sangat berkaitan dengan salah satu persyaratan bahwa

Dominasi dan perubahan penggunaan lahan pola agroforestri pada periode 1989-2009 di DAS Balantieng, masih mampu menjaga kondisi hidrologi DAS dengan masih tingginya

Ketiga, makna konjungsi yang terkandung dalam berita utama surat kabar Kompas ada 18 makna, yaitu makna penjumlahan, perturutan, pemilihan, perlawanan, lebih, waktu,

Penelitian ini akan dilakukan pengkajian mengenai bagaimana menentukan estimasi parameter pada model regresi linier berganda dengan satu variabel boneka

Parfum Laundry Mataram Beli di Surga Pewangi Laundry Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik.. BERIKUT INI JENIS

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 70 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif