• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Peranan sumber daya manusia dalam organisasi sebenarnya telah ada sejak dikenalnya organisasi sebagai wadah usaha bersama untuk mencapai suatu tujuan. Peranan sumber daya manusia ini kemudian berkembang mengikuti perkembangan organisasi ilmu pengetahuan dan organisasi.

Semakin meningkatnya kemajuan teknologi mengakibatkan semakin berkembangnya pemahaman manusia tentang pentingnya aspek sumber daya manusia di dalam suatu organisasi. Bagaimanapun canggihnya teknologi yang digunakan tanpa didukung oleh manusia sebagai pelayan operasionalnya, tidak akan mampu menghasilkan output yang sesuai dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Betapapun modernnya mesin – mesin yang digunakan, unsur manusia masih akan tetap memegang peranan yang sangat menentukan.

Manusia adalah sumber daya yang paling penting keberadaanya dalam perusahaan, karena ditangan manusialah segala aktivitas yang berhubungan dengan laju perusahaan diambil. Tidak selamanya pegawai selalu memberikan kontribusi yang positif seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa mengatur pegawai merupakan hal yang sangat sulit dan kompleks, karena pegawai mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan, dan latar belakang yang berbeda – beda dengan pegawai

(2)

yang lain. Perbedaan itu menjadi penting karena sifat sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan yang heterogen itu tentu saja dapat mempengaruhi kontribusinya terhadap kemajuan perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut, maka sumber daya manusia dalam organisasi atau perusahaan perlu dikelola dengan tepat, sehingga peran aktif manusia untuk dapat menghasilkan kinerja yang optimal dapat tercapai.

Menurut Rivai (2009:1), manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

Menurut Samsudin (2010:22), manajemen sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis.

Sedangkan menurut Simamora (2014:4), manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.

Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan ilmu dan seni yang didalamnya terkandung fungsi – fungsi manajerial dan operasional yang ditujukan agar sumber daya manusia dapat dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin untuk mencapai sasaran yang ditetapkan oleh organisasi.

(3)

B. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Rivai (2009:13) terdapat dua fungsi utama manajemen sumber daya manusia, yaitu :

1. Fungsi manajerial

a) Perencanaan ( Planning )

Segala sesuatu yang dilakukan untuk menentukan berbagai hal yang berhubungan dengan kejadian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan kebutuhan, pengadaan dan pemeliharaan sumber daya manusia. b) Pengorganisasian ( Organizing )

Proses menyusun dan mendesain struktur untuk mengetahui adanya hubungan tugas – tugas yang harus dikerjakan oleh karyawan

c) Pengarahan ( Directing )

Kegiatan memberikan petunjuk ahli pada semua karyawan agar mau bekerja sama seefektif mungkin dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin dengan kepemimpinannya memerintah bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

d) Pengendalian ( Controling )

Melakukan pengukuran – pengukuran antara kegiatan yang dilakukan dengan standar – standar yang telah ditetapkan khususnya di bidang tenaga kerja.

(4)

2. Fungsi operasional

a) Pengadaan ( procurement )

Merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi, untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. b) Pengembangan ( Development )

Melalui sarana pendidikan dan latihan, peningkatan dan kecakapan karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan untuk meningkatkan prestasi.

c) Kompensasi ( compensation )

Merupakan pemberian balas jasa atau penghargaan atas prestasi yang telah diberikan oleh seorang tenaga kerja.

d) Pengintegrasian ( Integration )

Merupakan kegiatan untuk mempersatukan kepentingan dan kebutuhan karyawan, agar terciptanya kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, pegawai dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam manajemen sumber daya manusia, karena merupakan kegiatan untuk mempersatukan dan kepentingan yang bertolak belakang.

e) Pemeliharaan ( Maintanance )

Merupakan kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan legalitas pegawai agar mereka tetap mau bekerja sama

(5)

sampai masa pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman pada internal dan eksternal konsistensi. f) Pemberhentian ( separation )

Merupakan putusnya hubungan kerja seseorang dengan perusahan yang disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan sebab – sebab lainnya.

C. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Simamora (2014:37) mengkategorikan empat tujuan manajemen sumber daya manusia, antara lain:

1. Tujuan kemasyarakatan/sosial

Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat seraya meminimalkan dampak negatif tuntutan itu terhadap organisasi.

2. Tujuan Organisasional

Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber daya manusia (MSDM) dalam memberikan kontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi. Walaupun secara formal suatu departemen sumber daya manusia diciptakan untuk dapat membantu para manajer, namun demikian para manajer tetap bertanggung jawab terhadap kinerja karyawan. Departemen sumber daya manusia membantu para manajer dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan sumber daya manusia.

(6)

3. Tujuan Fungsional

Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya manusia menjadi tidak berharga jika manajemen sumber daya manusia memiliki kriteria yang lebih rendah dari tingkat kebutuhan organisasi.

4. Tujuan Individual

Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi. Tujuan personal karyawan harus dipertimbangkan jika para karyawan harus dipertahankan,dipensiunkan, atau dimotivasi. Jika tujuan personal tidak dipertimbangkan, kinerja dan kepuasan karyawan dapat menurun dan karyawan dapat meninggalkan organisasi.

D. Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia

Samsudin (2010:33) mengemukakan terdapat delapan aktifitas manajemen sumber daya manusia antara lain :

1. Perencanaan sumber daya manusia, merupakan perencanaan yang harus berfokus pada cara organisasi atau perusahaan bergerak dan kondisi sumber daya manusia yang ada saat ini menuju kondisi sumber daya manusia harus mampu menciptakan hubungan antara seluruh strategi organisasi atau perusahaan dengan kebijakan sumber daya manusianya.

2. Rekrutmen merupakan perencanaan perusahaan akan mencari tenaga baru apabila terjadi kekurangan karyawan atau tenaga kerja yang diperlukan

(7)

oleh perusahaan, efektivitas sebuah perusahaan bergantung pada efektivitas dan produktivitas karyawannya.

3. Seleksi merupakan perencanaan dalam menyeleksi karyawan baru, departemen sumber daya manusia biasanya menyaring pelamar melalui wawancara, tes, dan menyelidiki latar belakang pelamar.

4. Pelatihan dan Pengembangan, perkembangan organisasi atau perusahaan terkait erat dengan kualitas sumber daya manusianya.

5. Penilaian Prestasi Kerja merupakan salah satu faktor kunci dalam mengembangkan suatu organisasi atau perusahaan secara efektif dan efisien.

6. Kompensasi, dalam suatu organisasi atau perusahaan, terutama perusahaan yang profit-making, maka pengaturan kompensasi merupakan faktor penting untuk memelihara dan mempertahankan prestasi kerja para karyawan.

7. Pemeliharaan Keselamatan Tenaga Kerja, setiap organisasi atau perusahaan diharapkan memiliki program keselamatan kerja guna mengurangi kecelakaan kerja dan kondisi kerja yang tidak sehat.

8. Hubungan karyawan, organisasi atau perusahaan tentu saja tidak semata-mata ingin memenuhi atau mencapai tujuan dengan mengorbankan kepentingan karyawan sebab manusia sebenarnya merupakan penentu akhir dari keberhasilan.

(8)

2.1.2 Kepemimpinan

A. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Fahmi (2013:68), Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan. Menurut Bangun (2012:340), kepemimpinan adalah suatu proses untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain agar mau melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk memahami definisi kepemimpinan secara lebih dalam, ada beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu :

a. Stephen P. Robbins dalam Fahmi (2013:68) mengatakan, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.

b. Richard L.Daft dalam Fahmi (2013:68) mengatakan, kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan mempengaruhi orang yang mengarah kepada pencapaian tujuan.

c. G.R.Terry dalam Fahmi (2013:68) memberikan definisi : leadership is the activity of influencing people to strive willingly for mutual objectives. d. Ricky W. Griffin dalam Fahmi (2013:68) mengatakan, pemimpin adalah individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan; pemimpin adalah individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.

(9)

Fahmi (2013:87) mengemukakan bahwa seorang pemimpin memiliki pengaruh besar dalam mendorong peningkatan kinerja para karyawan. Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan bawahannya untuk memiliki kompetensi dalam bekerja. Karena dalam kepemilikan kompetensi karyawan tersebut akan mampu mendorong peningkatan kualitas kinerja keuangan perusahaan. Kita bisa melihat perbedaan antara karyawan yang memiliki kompetensi dan yang rendah nilai kompetensinya, pada hasil kinerja yang mereka hasilkan. Untuk itu setiap pemimpin bukan hanya dituntut untuk mampu bekerja secara maksimal namun juga mengerti dimana permasalahan yang dimiliki oleh setiap karyawan selama ini. Termasuk permasalahan dalam mengembangkan bakat yang dimiliki oleh seorang karyawan.

House dalam Bangun (2012:352) berpendapat bahwa fungsi utama pemimpin adalah membantu para bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Model jalur-sasaran (goal path) yang dikembangkan oleh House didasarkan pada teori motivasi harapan, yang menyatakan bahwa untuk memotivasi seseorang ditentukan pada harapannya akan imbalan dan valensi, atau daya tarik dari imbalan tersebut. Disamping itu, faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam mengefektifkan pemimpin adalah faktor situasional yang mencakup karakteristik bawahan, seperti kebutuhannya, keyakinan atas diri sendiri, dan kemmapuannya, serta faktor lingkungan kerja, yang terdiri dari tugas, sistem ganjaran, dan hubungan dengan rekan

(10)

sekerja. House mengkategorikan perilaku pemimpin ke dalam empat tipe pemimpin, antara lain :

1. Kepemimpinan Direktif

Disini pemimpin memberikan pedoman yang memungkinkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, menetapkan standar kinerja bagi mereka, memberi pengarahan yang spesifik dalam menyelesaikan tugas. Sikap ini juga mencakup pengaturan jadwal, menciptakan norma-norma, serta menyediakan harapan bahwa bawahan akan menaati seluruh prosedur dan regulasi yang telah ditetapkan. 2. Kepemimpinan Supportif

Pemimpin dengan sikap ramah dan menunjukkan perhatian yang besar kepada para bawahannya

3. Kepemimpinan Partisipatif

Pemimpin berkonsultasi dan menggunakan saran dari bawahan sebelum mengambil keputusan.

4. Kepemimpinan Berorientasi pada Prestasi

Pemimpin menetapkan serangkaian sasaran yang menantang dan mengharapkan mereka bisa mengerjakannya dengan hasil yang baik. Berdasarkan pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong, dan mengendalikan orang lain atau bawahan dalam melakukan suatu pekerjaan dengan hasil kinerja yang baik dalam mencapai tujuan suatu organisasi. Dalam hal ini kepemimpinan diukur dari

(11)

empat tipe kepemimpinan, yaitu kepemimpinan direktif, kepemimpinan supportif, kepemimpinan partisipatif, dan kepemimpinan berorientasi pada prestasi.

B. Ciri-Ciri Pemimpin

Untuk mewujudkan seseorang menjadi pemimpin yang ideal dibutuhkan syarat-syarat yang tergambarkan dalam bentuk ciri-ciri yang termiliki. Terry dalam Fahmi (2013:75) mengemukakan delapan ciri dari pemimpin, yaitu :

1. Energi : mempunyai kekuatan mental dan fisik.

2. Stabilitas Emosi : seorang pemimpin tidak boleh berprasangka jelek terhadap bawahannya, ia tidak boleh cepat marah dan percaya pada diri sendiri harus cukup besar.

3. Human Relationship : mempunyai pengetahuan tentang hubungan manusia.

4. Personal Motivation : keinginan untuk menjadi pemimpin harus besar dan dapat memotivasi diri sendiri.

5. Communication Skill : mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi. 6. Teaching Skill : mempunyai kecakapan untuk mengajarkan,

menjelaskan, dan mengembangkan bawahannya.

7. Social Skill : mempunyai keahlian dibidang sosial, supaya terjamin kepercayaan dan kesetiaan bawahannya maju, peramah serta luwes dalam pergaulan.

(12)

8. Technical Competent : mempunyai kecakapan menganalisis, merencanakan, mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan dan mampu menyusun konsep.

C. Nilai – Nilai Kepemimpinan

Menurut Brantas dalam Fahmi (2013:78), kepemimpinan tidak dapat terlepas dari nilai-nilai yang dimiliki oleh pemimpin seperti diungkapkan oleh Guth dan Taguiri, yaitu :

1. Teoritik, yaitu nilai-nilai yang berhubungan dengan usaha mencari kebenaran dan mencari pembenaran secara rasional.

2. Ekonomis, yaitu yang tertarik pada aspek-aspek kehidupan yang penuh keindahan, menikmati setiap peristiwa untuk kepentingan sendiri.

3. Sosial, yaitu menaruh belas kasihan pada orang lain, simpati, tidak mementingkan diri sendiri.

4. Politis, yaitu berorientasi pada kekuasaan dan melihat kompetisi sebagai faktor yang sangat vital dalam kehidupannya.

5. Religius, yaitu selalu menghubungkan setiap aktivitas dengan kekuasaan Sang Pencipta.

2.1.3 Pelatihan Kerja

A. Pengertian Pelatihan Kerja

Menurut Bangun (2012:202), pelatihan (training) adalah suatu proses memperbaiki keterampilan kerja karyawan untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Simamora (2014:273) pelatihan (training) merupakan

(13)

proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dan menurut Pasal 1 ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.

Pelatihan merupakan tanggung jawab manajer untuk mengembangkan karyawan dalam sebuah perusahaan. Seorang manajer yang tidak peduli terhadap kegiatan pelatihan akan menerima resiko yang dapat membahayakan kegiatan operasional perusahaan. Hal ini dapat dilihat bahwa perkembangan teknologi yang semakin melejit dewasa ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan yang semakin dahsyat pada berbagai aspek yang dialami suatu perusahaan.

Persaingan di pasar domestik maupun ditingkat international menuntut suatu peusahaan harus memiliki daya saing lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya. Keadaan ini mengharuskan seorang manajer akan memperbaiki kinerja para karyawannya melalui pemberian pelatihan kerja. Disamping meningkatkan keterampilan kerja, pemberian pelatihan dapat membantu karyawan untuk tanggung jawab yang lebih besar terhadap pekerjaannya. Secara umum, pelatihan akan bermanfaat untuk meningkatkan hasil kerja karyawan. Manfaat lain dari pelatihan karyawan, dengan semakin terampilnya karyawan akan mengurangi penggunaan biaya pada pekerjaannya.

(14)

Dengan demikian akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan produktivitas.

B. Tujuan pelatihan

Menurut pasal 9 undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003, pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan. Tujuan – tujuan pelatihan pada intinya dapat dikelompokkan ke dalam tujuh bidang, antara lain “

1. Memperbaiki kinerja

2. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi

3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan

4. Membantu memecahkan masalah operasional 5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi 6. Mengorientasi karyawan terhadap organisasi 7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi C. Manfaat Pelatihan

Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektivitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang dapat diambil dari program pelatihan menurut Simamora (2014:278), antara lain :

1. Meningkatkan kuantitas dan kualiatas produktivitas

(15)

3. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia 4. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja

5. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka

Manfaat diatas membantu baik individu maupun organisasi. Program pelatihan yang efektif adalah bantuan yang berharga dalam perencanaan karir dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit organisasional.

D. Metode-Metode Pelatihan

Begitu pentingnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan, sehingga perlu perhatian yang serius dari perusahaan. Pelatihan sumber daya manusia akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atas pekerjaan yang mereka kerjakan. Ada beberapa metode dalam pelatihan tenaga kerja yang dikemukakan oleh Bangun (2012:210), antara lain metode on the job training dan off the job training. 1. Metode On The Job Training

Metode on the job training merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam melatih tenaga kerjanya. Para karyawan mempelajari pekerjaannya sambil mengerjakannya secara langsung. Kebanyakan perusahaan menggunakan orang dalam perusahaan yang melakukan pelatihan terhadap sumber daya manusianya, biasanya dilakukan oleh atasan langsung. Dengan menggunakan metode ini lebih efektif dan efisien pelaksanaan latihan karena disamping biaya pelatihan yang lebih murah, tenaga kerja yang dilatih lebih mengenal dengan baik pelatihnya. Adapun

(16)

empat metode yang digunakan antara lain, rotasi pekerjaan, penugasan yang direncanakan, pembimbingan dan pelatihan posisi.

a. Rotasi Pekerjaan (Job Rotation)

Merupakan pemindahan pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya dalam organisasi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tenaga kerja.

b. Penugasan Yang Direncanakan

Menugaskan tenaga kerja untuk mengembangkan kemampuan dan pengalamannya tentang pekerjaannya.

c. Pembimbingan

Pelatihan tenaga kerja langsung oleh atasannya. Metode ini sangat efektif dilakukan karena atasan langsung sangat mengetahui bagaimana keterampilan bawahannya, sehingga lebih tahu menerapkan metode yang digunakan.

d. Pelatihan Posisi

Tenaga kerja yang dilatih untuk dapat menduduki suatu posisi tertentu. Pelatihan seperti ini diberikan kepada tenaga kerja yang mengalami perpindahan pekerjaan. Sebelum dipindahkan kepekerjaan baru terlebih dahulu diberikan pelatihan agar mereka dapat mengenal lebih dalam tentang pekerjaannya.

2. Metode Off The Job Training

Dalam metode off the job training, pelatihan dilaksanakan dimana karyawan dalam keadaan tidak bekerja dengan tujuan agar terpusat pada

(17)

kegiatan pelatihan saja. Pelatih didatangkan dari luar organisasi atau para peserta mengikuti pelatihan di luar organisasi. Hal ini dilakukan karena kurang atau tidak tersedianya pelatih dalam perusahaan. Keuntungan dengan metode ini, para peserta latihan tidak merasa jenuh dilatih oleh atasannya langsung, metode yang diajarkan pelatih berbeda sehingga memperluas pengetahuan. Kelemahannya adalah biaya yang dikeluarkan relatif besar dan pelatih belum mengenal secara lebih mendalam para peserta latihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pelatihan. Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain :

a. Business Games

Peserta dilatih dengan memecahkan suatu masalah, sehingga para peserta dapat belajar dari masalah yang sudah pernah terjadi pada suatu perusahaan tertentu. Metode ini bertujuan agar para peserta latihan dapat dengan lebih baik dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasional perusahaan dengan baik.

b. Vestibule School

Tenaga kerja dilatih dengan menggunakan peralatan yang sebenarnya dan sistem pengaturan sesuai dengan yang sebenarnya tetapi dilaksanakan di luar perusahaan. Tujuannya adalah untuk menghindari tekanan dan pengaruh kondisi dalam perusahaan.

c. Case Study

Dimana peserta dilatih untuk mencari penyebab timbulnya suatu masalah, kemudian dapat memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah

(18)

dapat dilakukan secara individual atau kelompok atas masalah-masalah yang ditentukan.

E. Evaluasi Pelatihan

Menurut Simamora (2014:330), pengukuran efektivitas pelatihan dapat diukur melalui empat tingkat penilaian atas pelatihan, antara lain, reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil pelatihan.

1. Reaksi

Pada tingkat ini, penilaian atas pelatihan dilakukan untuk melihat reaksi peserta latihan, apakah para peserta menyukai program, pelatih, dan fasilitas pelatihannya, apakah mereka menganggap bahwa pelatihan tersebut berfaedah bagi mereka. Tipe penilaian reaksi penting karena menyediakan estimasi awal tentang efektivitas program pelatihan.

2. Pembelajaran

Ukuran pembelajaran menilai sejauh mana partisipan menguasai konsep, informasi, dan keahlian yang coba ditanamkan selama proses pelatihan. Pengetahuan dan keahlian yang diperoleh atau sikap yang berubah akibat program pelatihan haruslah dievaluasi dengan menggunakan tes tertulis atau observasi.

3. Perilaku

Evaluasi perilaku dari program pelatihan memeriksa apakah para partisipan mengidikasikan adanya perubahan perilaku dalam pekerjaan mereka. Mengukur perubahan perilaku pada pekerjaan lebih sulit dari pada mengukur reaksi atau pembelajaran karena faktor selain program pelatihan

(19)

dapat pula mempengaruhi peningkatan kinerja (misalnya, pengalaman kerja yang lebih panjang, kejadian ekonomik, di luar, dan perubahan supervise atau insentif kinerja). Penilaian perubahan perilaku pada pekerjaan sebagai hasil pelatihan sering terjadi melalui evaluasi penyelia atas kinerja bawahannya. Analisis pelatihan kinerja sebelum dan sesudah pelatihan dapat menunjukkan kepada penilai karyawan mana yang memerlukan pelatihan dan pelatihan ulang, tipe pelatihan apa yang mereka butuhkan, dan apakah program pelatihan yang diselesaikan itu sukses.

4. Hasil

Hasil yang paling sulit untuk dihubungkan dengan pelatihan dan pengembangan adalah peningkatan efektivitas organisasional. Ada beberapa penjelasan alternatif atas hasil baru. Karena kesulitan dalam mengidentifikasi penyebab hasil baru ini, banyak anggota organisasi membenarkan pelatihan dengan menganggap bahwa pelatihan dan pengembangan mempunyai dampak terhadap efektivitas organisasional. Yang lainnya mencoba melaksanakan eksperimen pengendalian untuk menunjukkan dampaknya. Dan yang lainnya lagi mencoba menilai biaya manfaat pelatihan. Data yang dikumpulkan untuk mengevaluasi program pelatihan dapat meliputi penghematan biaya, keuntungan actual dan prediksian, lonjakan penjualan, penurunan kecelakaan kerja, perbaikan moral kerja karyawan, penurunan tingkat putaran karyawan, dan ketidakhadiran, serta kenaikan produksi.

(20)

2.1.4 Disiplin Kerja

A. Pengertian Disiplin Kerja

Salah satu aspek kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) dapat tercermin pada sikap dan perilaku disiplin, sebab disiplin mempunyai dampak yang kuat terhadap suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan dalam mengejar tujuan yang direncanakan. Segala macam kebijaksanaan tidak mempunyai arti jika tidak didukung oleh para pelaksananya. Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2011:129), “Dicipline is management action to enforce organization standards, yaitu sebagai pelaksanaan manajemen yang digunakan untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi”.

Menurut Rivai (2005:444), disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yangberlaku.

Sedangkan Menurut Hasibuan (2010:193), disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu usaha dari manajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.

(21)

B. Komponen Disiplin Kerja

Menurut Rivai (2005:444), disiplin kerja memiliki beberapa komponen, yaitu antara lain :

a. Kehadiran

Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, dan biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk terlambat dalam bekerja.

b. Ketaatan pada peraturan kerja

Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.

c. Ketaatan pada standar kerja

Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas yang diamanahkan kepadanya.

d. Bekerja etis

Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan ke pelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Hal ini merupakan salah satu bentuk indispliner, sehingga bekerja etis sebagai salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan.

C. Jenis-Jenis Disiplin Kerja

Menurut Simamora (2014:750), terdapat empat jenis-jenis disiplin, antara lain:

(22)

1. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri diantara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa oleh manajemen.

2. Disiplin Progresif

Perusahaan bisa menerapkan suatu kebijaksanaan disiplin progresif, yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahan.

3. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisplinan. Sebagai contoh, tindakan pendisplinan bisa berupa peringatan atau skorsing. Berbagai sasaran tindakan pendisplinan, secara ringkas adalah sebagai berikut : a. Untuk memperbaiki pelanggar

(23)

b. Untuk menghalangi para karyawan lain melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa

c. Untuk menjaga berbagai standar kelompok konsisten dan efektif 4. Aturan Kompor Panas

Suatu pedoman yang sangat berguna untuk disiplin korektif adalah aturan kompor panas. Aturan ini pada hakekatnya menyatakan bahwa tindakan pendisiplinan hendaknya mempunyai ciri-ciri yang sama dengan hukuman yang diterima seseorang karena menyentuh sebuah kompor panas. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah bahwa disiplin hendaknya dilakukan dengan peringatan, segera, konsisten, dan tidak bersifat pribadi. D. Tujuan Disiplin Kerja

Tujuan disiplin kerja menurut Sutrisno (2009:126) adalah sebagai berikut : 1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawaan untuk

melaksanakan pekerjaan

3. Besarnya rasa tanggung jawab pada karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya

4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan karyawan

5. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja pada karyawaan

Berdasarkan tujuan disiplin kerja maka disiplin kerja pegawai harus ditegakkan dalam suatu organisasi. Tanpa dukungan organisasi pegawai yang baik, sulit bagi organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan

(24)

adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Hasibuan (2010:194) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi, di antaranya : 1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

2. Teladanan Pimpinan

Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan keteladanan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik.

3. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi atau pekerjaannya.

(25)

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptannya kedisiplinan pegawai yang baik.

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai organisasi. Dengan pengawasan melekat berarti atasan langsung harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelasaikan tugasnya.

6. Sanksi Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memeihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, sikap, dan prilaku indisipliner pegawai akan berkurang. Berat atau ringan saksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai.

(26)

7. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum setiap pegawai yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi pegawai indisipliner akan akan disegani dan diakui kepemimpinanya oleh bawahan.

2.1.5 Kinerja Karyawan A. Pengertian Kinerja

Kinerja organisasi atau perusahaan sangat dipengaruhi dan bahkan tergantung pada kualitas dan kemampuan kompetitif sumber daya manusia yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disipin, dan kemampuan profesional sangat mungkin mempunyai prestasi dalam melaksanakan tugas, sehingga berdaya guna dan berhasil guna.

Adapun pengertian kinerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain, menurut Mangkunegara (2011:67), pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya, Bangun (2012:231) mengemukakan bahwa kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirement).

(27)

Menurut Fahmi (2013:127), kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu. Secara lebih tegas Amstrong & Baron dalam Fahmi (2013:127) mengatakan kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Simamora (2014:339) bahwa kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan, kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan.

Dari beberapa definisi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja merupakan output atau hasil kerja yang dihasilkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas pekerjaannya dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan perannya di dalam organisasi atau perusahaan yang disertai dengan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan dalam menyelesaikan pekerjaanya.

B. Langkah-langkah dalam Peningkatan Kinerja

Peningkatan kinerja merupakan hal yang diinginkan baik dari pihak pemberi kerja maupun para pekerja. Pemberi pekerja menginginkan kinerja karyawannya baik untuk kepentingan peningkatan hasil kerja dan keuntungan perusahaan. Disisi lain, para pekerja berkepentingan untuk pengembangan diri dan promosi pekerjaan. Secara umum, dapat dikatakan

(28)

bahwa kinerja karyawan yang baik bertujuan untuk meningkatkan produktivitas.

Dalam upaya peningkatan kinerja suatu organisasi, dibutuhkan upaya-upaya konkrit yang harus dilakukan pihak manajemen. Langkah – langkah dalam peningkatan kinerja menurut Mangkunegara (2010 : 22 ) sebagai berikut :

1. Mengetahui adanya kekirangan dalam kinerja. Dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu :

a. Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus menerus melalui fungsi – fungsi bisnis.

b. Mengidentifikasi masalah melalui pegawai. c. Memperhatikan masalah yang ada.

2. Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan. Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi , antara lain :

a. Mengidentifikasi masalah setepat mungkin

b. Menentukan tingkat keseriusan masalah dengan

mempertimbangkan :

1) Harga yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan.

2) Harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang diperoleh apabila ada penutupan kekurangan kinerja.

(29)

3) Mengidentifikasikan hal – hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan karyawan itu sendiri.

4) Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mangkunegara (2011:67) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:

1. Faktor kemampuan, secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlianya.

2. Faktor motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.

D. Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dikenal dengan “performance rating atau performance appraisal”. Menurut Bangun (2012:231) penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Seorang karyawan

(30)

yang bekerja di suatu oranisasi perlu dilakukan penilaian dengan tujuan dapat diketahui sejauh mana karyawan tersebut telah menjalankan tugasnya, dan sejauh mana kelemahan yang dimiliki untuk diberi kesempatan memperbaikinya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai karyawan dengan standar pekerjaan. Bila hasil kerja yang diperoleh sampai atau melebihi standar pekerjaan dapat dikatakan kinerja seseorang karyawan termasuk pada kategori baik. Demikian sebaliknya, seorang karyawan yang hasil pekerjaannya tidak mencapai standar pekerjaan termasuk pada kinerja yang tidak baik atau berkinerja rendah.

Bagi pihak manajemen perusahaan ada banyak manfaat dengan dilakukannya penilaian kinerja. Menurut Fahmi (2013:137) penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk :

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimal.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti : promosi, transfer, dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

(31)

Manfaat yang diperoleh dari penilaian kinerja ini terutama menjadi pedoman dalam melakukan tindakan evaluasi bagi pembentukan organisasi sesuai dengan pengharapan dari berbagai pihak, yaitu baik pihak manajemen serta komisaris perusahaan.

E. Mengukur Kinerja Karyawan

Standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan. Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Menurut Bangun (2012:233), suatu pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran, kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu.

1. Jumlah Pekerjaan

Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan.

(32)

Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.

3. Ketepatan Waktu

Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Pada dimensi ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

4. Kehadiran

Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.

(33)

Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerja sama dengan rekan sekerja lainnya.

F. Metode Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja sebaiknya dilakukan secara berkala, ini sebagaimana dikatakan oleh Griffin dalam Fahmi (2013:138) bahwa, “kinerja karyawan seharusnya dievaluasi secara berkala karena berbagai alasan. Salah satu alasan adalah bahwa penilaian kinerja diperlukan untuk memvalidasi alat pemilihan atau mengukur dampak dari program pelatihan. Alasan kedua bersifat administrative untuk membantu dalam membuat keputusan mengenai kenaikan gaji, promosi, dan pelatihan. Alasan yang lain adalah untuk menyediakan timbal balik bagi karyawan untuk membantu mereka meningkatkan kinerja mereka saat ini dan merencanakan karir di masa mendatang”.

Agar penilaian kinerja karyawan dapat dilakukan secara maksimal maka diperlukan pengumpulan data, yaitu salah satunya dengan melakukan observasi. Ini sebagaimana dikatakan oleh Wirawan dalam Fahmi (2013:138) bahwa, “Dalam rangka mengobservsi, penilai mengumpulkan data kinerja ternilai dan melakukan dokumentasi yang akurat, yaitu mencatat dalam buku kerjanya atau dalam instrument khusus untuk mencatat hasil observasi.”

(34)

Untuk melakukan suatu penilaian kinerja dibutuhkan metode penilaian yang dimiliki tingkat dan analisa yang representative. Menurut Griffin dalam Fahmi (2013:139) bahwa, dua kategori dasar dari metode penilaian yang sering digunakan dalam organisasi adalah metode objektif dan metode pertimbangan.

1. Metode Objektif (objective methods), menyangkut sejauh mana seseorang bisa bekerja dan menunjukkan bukti kemampuan ia bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi banyak pihak metode objektif bisa memberikan hasil yang tidak begitu akurat atau mengandung bias karena bisa seseorang karyawan memiliki kesempatan yang bagus maka ia terlihat mampu bekerja dengan sangat baik dan penuh semangat, sedangkan ada karyawan yang tidak memiliki kesempatan dan ia tidak bisa menunjukkan kemampuannya secara maksimal.

2. Metode pertimbangan (judgement methods), adalah metode penilaian berdasarkan nilai ranking yang dimiliki oleh seorang karyawan, jika ia memiliki nilai ranking yang tinggi maka artinya ia memiliki kualitas kinerja yang bagus, dan begitu pula sebaliknya. Sistem penilaian ranking ini dianggap memiliki kelemahan jika seorang karyawan ditempatkan dalam kelompok kerja yang memiliki ranking yang bagus maka penilaiannya akan mempengaruhi posisinya sebagai salah satu karyawan yang dianggap baik, begitu pula sebaiknya jika seseorang

(35)

ditempatkan dalam kelompok dengan ranking buruk maka otomatis rankingnya juga tidak bagus.

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun hasil dari penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut : Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Bangun Prajadi Cipto Utomo (2014)

Pengaruh kepemimpinan, motivasi kerja, disiplin kerja, dan lingkungan terhadap kinerja karyawan dan dosen STMIK Duta Bangsa Surakarta

Variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

Variabel motivasi

mempunyai pengaruh negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja

Variabel lingkungan

mempunyai pengaruh yang paling dominan diantara variabel lainnya terhadap kinerja.

2. Fachrudy Asj’ari dan I Made Bagus Dwiarta (2013)

Pengaruh motivasi dan pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan CV.Obech Pesona Nusantara Pacet

Secara Parsial sub variabel motivasi (X1) dan pelatihan (X2) berpengaruh secara signifikan atau nyata terhadap kinerja karyawan CV.Obech Pesona Nusantara Pacet

Secara simultan sub variabel motivasi (X1) dan pelatihan (X2) berpengaruh secara signifikan atau nyata terhadap kinerja karyawan CV.Obech Pesona Nusantara Pacet

Variabel kinerja di pengaruhi oleh variabel motivasi dan pelatihan kerja, sedangkan terhadap variabel lain diluar variabel bebas yang ikut berpengaruh

(36)

Lanjutan

No. Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian

3. Aris Baharuddin, Taher Alhabsyi, Hamidah Nayati Utami (2013)

Pengaruh pelatihan kompensasi, dan disiplin kerja terhadap prestasi kerja karyawan (Studi Pada Kantor PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan Malang)

Pelatihan, kompensasi dan disiplin kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada kantor PT. PLN (Persero) APJ Malang. Pelatihan, kompensasi dan disiplin kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan pada kantor PT. PLN (Persero) APJ Malang. Seluruh variabel bebas memiliki pengaruh dengan arah positif dan kontribusi terbesar bersumber dari pelatihan

4. Leonando

Agusta dan Eddy Madiono Sutanto (2013)

Pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan CV.Haragon Surabaya

Pelatihan (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

(Y) pada CV Haragon

Surabaya.

Motivasi kerja (X2)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) pada CV Haragon Surabaya.

Pelatihan (X1) dan motivasi kerja (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

(Y) pada CV Haragon

Surabaya.

5. Arief Chaidir

Abdillah dan

Farid Wajdi

(2011)

Pengaruh kepemimpinan, stress kerja, disiplin kerja, dan kompensasi dengan kinerja pegawai KPP Pratama Boyolali

Ada pengaruh yang positif &

signifikan antara

kepemimpinan, disiplin kerja, dan kompensasi terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Boyolali

Ada pengaruh negative antara stress kerja terhadap kinerja

pegawai KPP Pratama

Boyolali

Variabel kepemimpinan

mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama Boyolali

(37)

2.3 Kerangka Pemikiran

Kinerja karyawan merupakan hal penting dalam meningkatkan produktivitas karyawan dalam rangka untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi. Berdasarkan identifikasi masalah dan kajian teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka disusunlah kerangka pemikiran sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut : kinerja sebagai variabel terikat dan variabel bebasnya adalah kepemimpinan, pelatihan kerja, dan disiplin kerja. Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran Kepemimpinan (X1) a. Kepemimpinan Direktif b. Kepemimpinan Suportif c. Kepemimpinan Partisipatif d. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi Pelatihan Kerja (X2) a. Reaksi b. Pembelajaran c. Perilaku d. Hasil Disiplin Kerja (X3) a. Kehadiran

b. Ketaatan pada Peraturan Kerja c. Ketaatan pada Standar Kerja d. Bekerja Etis

Kinerja Karyawan (Y)

a. Jumlah Pekerjaan b. Kualitas Pekerjaan c. Ketepatan Waktu

d. Kemampuan Kerja Sama

Kepemimpinan (X1) a. Kepemimpinan Direktif b. Kepemimpinan Suportif c. Kepemimpinan Partisipatif d. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi Pelatihan Kerja (X2) a. Reaksi b. Pembelajaran c. Perilaku d. Hasil Disiplin Kerja (X3) a. Kehadiran

b. Ketaatan pada Peraturan Kerja c. Ketaatan pada Standar Kerja d. Bekerja Etis

Kinerja Karyawan (Y)

a. Jumlah Pekerjaan b. Kualitas Pekerjaan c. Ketepatan Waktu

(38)

Dalam meningkatkan kinerja karyawan perusahaan harus dapat mengetahui faktor faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi kinerja karyawan tersebut diantaranya adalah kepemimpinan, pelatihan, dan disiplin kerja.

Faktor pertama yang diduga mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan adalah kepemimpinan. Kepemimpinan seseorang ditunjukkan dengan kewibaan pimpinan di mata karyawan, kekuasaan pemimpin untuk mengambil suatu keputusan, melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan, sikap tanggung jawab pimpinan terhadap semua karyawan dan pimpinan bisa menjadi panutan bagi bawahannya. Kepemimpinan yang baik akan mendorong atau memotivasi semua pekerja untuk lebih giat dalam bekerja dan mereka akan merasa dihargai sehingga akan bekerja secara optimal dengan kinerja yang tinggi. Penelitian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebelumnya sudah diuji dalam penelitian yang dilakukan oleh Bangun Prajadi Cipto Utomo (2014), Arief Chaidir Abdillah dan Farid Wajdi (2011).

Faktor kedua yang diduga mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan adalah pelatihan kerja. Persaingan di pasar domestik maupun di tingkat internasional menuntut suatu perusahaan harus memiliki daya saing lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya. Keadaan inilah yang mengharuskan seorang manajer untuk memperbaiki kinerja para karyawannya melalui pemberian pelatihan kerja. Pelatihan dan kinerja memiliki hubungan yang sangat erat, karena untuk mencapai kinerja yang

(39)

tinggi sangat ditentukan oleh adanya kemampuan, keterampilan serta pengetahuan karyawan. Untuk memperoleh kinerja yang baik maka kemampuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan harus baik pula, dan hal ini akan terjadi jika suatu organisasi mengadakan pelatihan yang ditujukan untuk karyawannya. Pelatihan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang akan menunjang pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Disamping meningkatkan keterampilan kerja, pemberian pelatihan dapat membantu karyawan untuk tanggung jawab yang lebih besar terhadap pekerjaannya sehingga akan mengurangi penggunaan biaya pada pekerjaannya, dengan demikian akan berpengaruh secara langsung pada peningkatan produktivitas. Penelitian tentang pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan sebelumnya sudah diuji dalam penelitian yang dilakukan oleh Fachrudy Asj’ari dan I Made Bagus Dwiarta (2013), Aris Baharuddin, Taher Alhabsyi dan Hamidah Nayati Utami (2013), Leonando Agusta dan Eddy Madiono Sutanto (2013).

Disiplin kerja merupakan faktor ketiga yang diduga mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan. Kedisiplinan kerja adalah salah satu indikator pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan kedisiplinan dalam bekerja seorang pegawai akan merasa nyaman tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan pekerjaan, tertib dalam administrasi dan pekerjaan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang diprogramkan. Jika karyawan tersebut sadar akan tugas dan tanggung jawabnya serta melakukan apa yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan tata tertib yang berlaku, maka akan

(40)

sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang bersangkutan. Semakin tinggi kesadaran akan tugas dan tanggung jawab dan semakin patuh terhadap tata tertib yang berlaku, maka diharapkan akan menumbuhkan semangat kerja serta gairah kerja, sehingga akan menciptakan kinerja yang lebih baik juga. Penelitian tentang pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan sebelumnya sudah diuji dalam penelitian yang dilakukan oleh Bangun Prajadi Cipto Utomo (2014), Aris Baharuddin, Taher Alhabsyi dan Hamidah Nayati Utami (2013), Arief Chaidir Abdillah dan Farid Wajdi (2011).

2.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka penelitian yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : Ha1 : kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

pada Departemen Tehnik PT.Printech Prakarsa Mandiri.

Ha2 : pelatihan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan pada Departemen Tehnik PT.Printech Prakarsa Mandiri.

Ha3 : disiplin kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan pada Departemen Tehnik PT.Printech Prakarsa Mandiri.

Ha4 : kepemimpinan, pelatihan kerja, dan disiplin kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan pada Departemen Tehnik PT.Printech Prakarsa Mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penelitian di Gamefield Hongkons Limited terdapat 2 variabel, yaitu komunikasi pemasaran dan juga Loyalitas Pelanggan.Untuk variabel Komunikasi Pemasaran dengan

Prav tako lahko potrdimo drugo trditev, da bodo anketirani zaposleni svoje strinjanje s trditvijo glede spodbude pri svojem delu ocenili z več kot 3, saj so jo v povprečju ocenili

Masalahnya begini, menurut mitos dan lagi-lagi menurut konon, siapa yang masuk ke kampung itu, atau masuk ke pulau itu, maka otaknya akan tercuci dan akan jadi pengemis juga?.

berkaitan dengan banyak orang, perlu dirumuskan secara bersama, sehingga hasilnya akan maksimal pula. Dengan demikian, maka pembelajaran pendidikan agama Islam adalah sebagai

Untuk melihat lebih dalam mengenai apa yang terjadi pada proses tersebut maka peneliti mengajukan pertanyaan penelitian kedua, yakni: “Bagaimana peta hubungan/

Tuhan pasti telah memperhitungkan Amal dan dosa yang telah kita perbuat Kemanakah lagi kita kan sembunyi Hanya kepadaNya kita kembali Tak ada yang bakal bisa menjawab Mari,

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kesesuaian antara penerapan akuntansi pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri Tbk Cabang Malang dengan PSAK No 105. 105

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh metode token economy terhadap aktifitas perawatan diri pada pasien defisit perawatan diri di ruang