Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2, 2017 1213
Produksi Glukosa Cair Dan Karakterisasi Tepung Jagung, Tepung Sagu dan
Tepung Tapioka
Erik Widiarto1, Andini1, dan Ambar Fidyasari2
1.2 Akademi Analis Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang jl. Barito No 5 Malang-56123
Penulis Korespondensi : email: erik@sasainti.co.id
Abstrak
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang semakin besar setiap tahunnya serta konsumsi produk-produk pangan berbasis tepung gandum (terigu) menyebabkan permintaan terhadap beras dan gandum terus meningkat dan semakin berat untuk memenuhinya, karena keterbatasan produksi dan ketergantungan akan impor produk tersebut. Untuk itu pemanfaatan produk pertanian lokal sumber karbohidrat berupa umbi-umbian, biji-bijian dan sagu berpotensi untuk diolah menjadi bentuk tepung dengan tujuan selain mendukung ketahanan pangan, untuk meningkatkan keanekaragaman jenis makanan, meningkatkan kadar gizi makanan serta yang terpenting adalah untuk memanfaatkan dan mendayagunakan produk pertanian lokal, sehingga tidak tergantung dengan produk impor.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kualitas glukosa tepung jagung, tepung sagu dan tepung tapioka, masing masing tepung tersebut kemudian diuji karakteristiknya berdasarkan sifat fisika dan kimia. Sedangkan untuk melihat kualitas glukosa cair dilakukan analisis karbohidrat menggunakan HPLC, antara lain yaitu monosakarida (DP1), disakarida (DP2), oligosakarida (DP3) dan polisakarida (DP4). Penelitian ini dirancang dalam 2 tahap penelitian yaitu Tahap I pengujian karakteristik fisika kimia dan uji kemurnian tepung. Tahap II pemutusan rantai polisakarida menjadi monosakarida dari masing masing tepung secara enzymatic, yaitu dengan enzymes liquifikasi dan enzymes saccharifikasi.
Hasil karakterisasi kadar pati tepung jagung dan tepung tapioka hampir sama, namun untuk tepung sagu sedikit dibawahnya. Hasil foto mikroskop didapatkan diameter tepung sagu lebih besar hampir 3x lipat dibanding tepung jagung dan tapioka. Tepung jagung, tepung sagu dan tepung tapioka dapat dihidrolisis menjadi glukosa (gula cair) secara enzimatis melalui proses liquifikasi dan saccharifikasi. Estimasi biaya produksi glukosa cair dari tepung jagung sebesar Rp 6.992/Kg, tepung sagu Rp 6.401/Kg dan tapioka Rp 5,762/Kg.
Kata Kunci : Glukosa cair, tepung jagung, tepung tapioka, tepung sagu
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan. Indonesia memiliki ketahanan pangan yang kurang stabil. Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras sangat tinggi, oleh karena itu perlu dikurangi ketergantungan tersebut melalui alternatif bahan pangan lainnya yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Salah satunya dengan mengeksplorasi potensi bahan pangan lokal. Indonesia adalah negara penghasil bahan pangan pokok dengan komoditas utama yaitu padi, jagung, singkong, sagu, kentang dan talas (Tirta, dkk., 2013). Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi, bahkan dibeberapa daerah seperti Madura dan Gorontalo, jagung merupakan makanan pokok. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri. Produksi jagung nasional cenderung meningkat yaitu sebesar 17.041.251 ton pada tahun 2009 hingga 19.387.022 ton pada tahun 2012. Meningkatnya produksi jagung memiliki potensi untuk dilakukan diversifikasi salah satunya yaitu menjadi tepung jagung. Laju produksi dari tepung jagung sebesar 186.000 ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2010).
1214 SENASPRO 2, 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Sagu merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara, produksi sagu terbesar berada di Papua. Potensi produksi maupun luas sagu di Indonesia sangat besar, tetapi hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan. Indonesia memiliki sekitar 21 juta hektar lahan yang potensial dan memungkinkan untuk tanaman sagu. Potensi sagu mencapai 27 juta ton per tahun. Namun hanya sekitar 300 – 500 ribu ton pati sagu yang digunakan setiap tahunnya. Salah satu pemanfaatan pati sagu yaitu digunakan sebagai tepung sagu dengan produksi sekitar 2.5 – 50 ton setiap hektarnya. Selain sagu bahan pangan yang dapat dilakukan diversifikasi yaitu singkong. Bahan pangan tersebut dapat dijadikan menjadi produk hasil olahan yaitu tepung tapioka. Tepung tersebut banyak digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong dalam beberapa produk pangan baik di rumah tangga maupun industri. Produksi singkong nasional pada tahun 2013 sebesar 23,92 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2015).
Kebutuhan gula industri pada tahun 2017 diprediksikan sebesar 3.5 juta ton. Sementara itu, kebutuhan gula konsumsi pada tahun 2017 di prediksikan mencapai 2.7 juta ton. Pemanfaatan glukosa di industri sangat diperlukan dalam proses produksi bahan makanan dan minuman, misalnya dalam pembuatan permen, biskuit, es krim, bumbu masak, sirup dan kecap. Glukosa juga digunakan sebagai substituen karena produk ini mengandung karbohidrat atau gula pereduksi, misalnya dalam industri fermentasi memproduksi etanol dan asam sitrat (Susila, 2005). Mengingat kebutuhan glukosa yang cukup tinggi dalam bidang industri, oleh karena itu dilakukan proses hidrolisa tepung jagung, tepung sagu dan tepung tapioka secara enzimatis sebagai penghasil glukosa untuk mengeksplorasi potensi ketiga sumber pangan tersebut. Hidrolisa tepung jagung, tepung sagu dan tepung tapioka dilakukan untuk mendapatkan gula cair, salah satunya sebagai bahan baku dalam industri pangan.
2. METODE
Alat dan Bahan
Neraca Analitik, pH meter, LOD Meter, magnetic stirer, HPLC, mikroskop + kamera, jetcooker, gelas ukur 2 L, gelas beaker, erlenmeyer 2 L, pipet ukur 5 mL, pipet tetes, pipet micro, corong, shifter # 200, neraca analitik resolusi 0.1 mg, beaker glass 100 mL, labu ukur 100 mL, pipet volume 10 mL Dan 5 mL, kompor listrik, microwave, digital buret 50 mL, erlenmeyer 250 mL, sentrifuge.
Tepung Jagung, tepung sagu, tepung tapioka, aquadest, H2SO4, enzim Liquifikasi, enzim
saccharifikasi, aquadest, fehling A (CuSO4) , fehling B (KNa-Tartat), Fe2(SO4)3, KMnO4 0.08N,
kerts saring whatman No 41, kertas saring Whatman no 1.
Tahap Penelitian
1. Pembuatan Larutan Tepung Jagung, Sagu, dan Tapioka
Ditimbang sebanyak 1011,65 gram tepung jagung, 494,66 gram tepung sagu dan 1971.33
gram tepung tapioka. Dilarutkan dengan aquades hingga volume ±2,5 L dalam gelas beaker plastik 5 L, kecuali tepung tapioka dibuat 5 L.Diaduk hingga homogen, Cek pH dengan menggunakan pH
meter digital, diatur pH hingga pH campuran menunjukkan 5,6 dengan penambahan H2SO4 10%
Disaring larutan tepung dengan menggunakan ayakan 200 mesh, Ditambahkan aquadest hingga volume tepat takaran. Ditambahkan enzim liquifikasi (α-amilase) dengan dosis enzim 0.33 g/KgDSB, 0,65 g/kg DSB dan 1.3 g/kg DSB untuk tepung jagung dan tepung sagu, serta 0,17 g/kg DSB untuk tepung tapioka, Diaduk campuran hingga merata.
2. Proses Liquifikasi
Larutan tepung dimasukan dalam reaktor jetcooker. Kemudian pasang agigator
dengan kecepatan ± 200 rpm. Diproses dengan suhu 105℃ selama 4-5 menit dengan laju
alir 400 mL/menit. Hasil liquifikasi primer dimasukkan dalam reaktor dalam
water bath
.
Dipanaskan dengan suhu 95℃ selama 3 jam.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2, 2017 1215
Hasil liquifikasi didinginkan hingga suhu 55℃, Diatur pH hingga pH 4,3 dengan
penambahan H2SO4, Ditambah enzim saccharifikasi dengan dosis 0,33 g/kg DSB (untuk tepung
jagung dan sagu) dosis 0,27 g/KgDSB untuk tepung tapioka, dimasukkan dalam erlenmeyer 2 L sebanyak 800 mL, Ditutup mulut Erlenmeyer dengan menggunakan plastik dan dilubangi.
Diproses dalam shaker incubator pada suhu 60℃ selama 75 jam.
4. Analisis Hasil Liquifikasi dan Saccharifikasi
Hasil liquifikasi dilakukan analisa yang meliputi analisis DS (Direct Sugar), Analisis solid,
Analisis DE (Dextrose Eqiuvalent). Hasil saccharifikasi dilakukan analisa yang meliputi Pengujian
DP dengan HPLC, Analisis Sg (Specific Gravity), Analisis Sv (Slutge Volume), analisis DS (Direct
Sugar).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada hasil karakterisasi, kadar pati tepung jagung dan tapioka hampir sama yaitu berkisar
83%, namun untuk tepung sagu sedikit dibawahnya berkisar 81%. Hal ini disebakan Loss on dying
pada tepung sagu lebih tinggi dibanding tepung jagung dan tapioka. Menurut Nur dkk. (2004), jumlah air dalam suatu bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun serangga. Oleh karena itu perlu dibuat tempat penyimpanan yang ideal untuk menampung tepung sagu, agar tidak mudah rusak.
Sementara pada hasil analisa loss on drying pada tepung jagung diperoleh nilai sebesar
11.60% dan tapioka 12.63% masih sesuai dengan persyaratan, karena menurut Fardiaz, (1989)
apabila Loss on drying pada tepung lebih dari 14% akan mudah rusak disebabkan oleh aktifitas
mikroba ataupun serangga.
Kadar pati yang tinggi menandakan kadar glukosa yang tinggi. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan Fairus, dkk. (2010) bahwa unit terkecil didalam rantai pati adalah glukosa, dimana susunan kimia pati adalah polimer dari glukosa atau maltosa. Pada tabel 1 dapat dilihat hasil karakterisasi tepung
Tabel 1 Hasil Karakterisasi Tepung Jagung, Tepung Sagu, dan Tepung Tapioka
No Parameter Unit Hasil Analisis
Tepung
Jagung Tepung Sagu
Tepung Tapioka 1 Loss on drying % 11,60 16,49 12,63 2 pH 33% ° 6,46 5,16 5,70 3 Serat Kasar % 0,02 0,06 0,09 4 Kadar Pati % 83,4 81,6 83,70 5 Bulk Density g/mL 0,78 0,66 0,67
Konsentrasi slurry untuk tepung jagung dan tepung tapioka pada proses liquifikasi sebesar 33% DSB, kecuali tepung sagu tidak dapat disaring ayakan 200 mesh. Oleh karena itu, konsentrasi
slurry sagu diturunkan menjadi 16,5% DSB agar dapat disaring untuk proses liquifikasi.
Proses
liquifikasi dilakukan secara enzimatis dengan bantuan enzim α-amilase pada pH ± 5.6 dan
temperatur 105°C untuk liquifikasi primer dengan menggunakan jet cooker dan 95°C
untuk liquifikasi sekunder. Kondisi tersebut adalah kondisi optimum enzim α-amilase.
Pada slurry jagung dan sagu menggunakan dosis enzim 0.33, 0.65 g/kg DSB dan 1.3 g/kg
DSB sebagai variasi untuk menentukan dosis optimum penggunaan enzim liquifikasi.
1216 SENASPRO 2, 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
NO Parameter Unit
Proses Liquifikasi
Tepung Jagung Tepung Sagu Tepung
Tapioka 0.17 g/Kg DSB (E) 0.65 g/Kg DSB (A) 1.30 g/Kg DSB (B) 0.65 g/Kg DSB (C) 1.30 g/Kg DSB (D) 1 pH ° 5,60 5,60 5,60 2 DS g/dL 9,69 10,48 4,52 4,39 5,6 3 Solid Content g/100g 29,28 28,3 15,48 12,58 33,0 4 DE % 33,09 37,03 29,19 34,86 17,0
Analisis DS (Direct Sugar) dilakukan untuk menentukan kandungan monosakarida,
sedangkan untuk analisis solid content menunjukkan jumlah materi padatan yang ada dalam
cuplikan. Analisis DE (Dextrose Eqiuvalent) menunjukkan jumlah kandungan gula yang terdapat
pada padatan hasil liquifikasi. DE yang semakin tinggi menunjukkan jumlah kandungan gula dalam padatan tersebut juga semakin banyak. Hal tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan metode yang digunakan dalam proses liquifikasi. Nilai DE akan meningkat sebanding dengan konsentrasi enzyme yang diberikan, seperti tabel 2 di atas.
Tabel 3. Analisis Hasil Proses Saccharifikasi
N No Parameter Unit Proses Saccarifikasi Tepung Jagung (0.33g/KgDSB) Tepung Sagu (0.33g/KgDSB) Tapioka (0.27 g/KgDSB) E A B C D 1 DP-1 5 jam % 59,20 55,30 87,90 75,60 - 15 jam % 76,90 72,70 98,10 97,00 - 20 jam % 84,40 80,30 97,40 96,70 83,1 25 jam % 89,90 86,60 98,30 97,20 - 30 jam % - - - - - 35 jam % - - - - - 40 jam % 95,60 96,60 98,70 98,70 90,1 60 jam % - - - - 93,9 70 jam % - - - - 94,3 75 jam % - - - - 95,6
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2, 2017 1217
Gambar 1. DP1 Glukosa Cair Hasil Proses Saccharifikasi
Target DP 1 pada glukosa cair hasil proses saccharifikasi minimal 94%, DP 1 sendiri merupakan karbohidrat jenis monosakarida (glukosa). Waktu yang diperlukan untuk mencapai persentase glukosa (DP 1) diatas 94% berbeda-beda pada masing-masing tepung. Tepung tapioka memerlukan dosis enzim liquifikasi sebesar 0,17 g/kg DSB dan dosis enzim saccharifikasi sebesar
0,27 g/KgDSB dengan temperatur aging 60oC selama 75 jam. Tepung jagung dan tepung sagu
memerlukan dosis enzim liquifikasi sebesar 0,65 g/kg DSB dan dosis enzim saccharifikasi sebesar
0.33 g/KgDSB dengan temperature aging 60oC selama 40 jam untuk tepung jagung, serta 15 jam
untuk tepung sagu. Menaikkan dosis enzim 2x lipat (1,3 g/kg DSB) tidak memberikan perbedaan hasil secara signifikan terhadap persentase glukosa. Hal ini disebabkan dosis enzim liquifikasi yang ditambahkan dapat berkerja secara maksimal pada dosis 0,65 g/Kg DSB. Selain itu dengan kenaikan dosis enzim liquifikasi dan enzim saccharifikasi pada proses hidrolisis tepung jagung dan sagu dapat memperpendek waktu pada proses saccharifikasi 30 – 35 jam bila dibandingkan dengan tepung tapioka.
Efisiensi hidrolisa tepung jagung sebesar 101.8% dan sagu sebesar 106.3% serta pada tepung tapioka sebesar 93.6%. Untuk biaya produksi glukosa lebih murah menggunakan bahan baku tepung tapioka yaitu Rp 5,762/Kg, estimasi biaya pembuatan 1 kg glukosa dari tepung jagung yaitu Rp 6,992, biaya tersebut lebih tinggi 21% atau lebih mahal Rp 1,631/Kg dibandingkan biaya produksi glukosa dari tapioka karena harga tepung jagung lebih mahal 37% dibanding tepung tapioka. Estimasi biaya pembuatan 1 kg glukosa dari sagu sebesar Rp 6,401/Kg, lebih tinggi 11% atau lebih mahal 1131 Rp/Kg bila dibandingkan biaya produksi glukosa dari tapioka karena harga tepung sagu lebih tinggi 26% dibanding tapioka.
4. KESIMPULAN
Dari hasil karakterisasi kadar pati pada tepung jagung dan tepung tapioka hampir sama namun untuk tepung sagu sedikit dibawahnya. Hasil foto mikroskop didapatkan diameter tepung sagu lebih besar hampir 3x lipat dibanding tepung jagung dan tapioka. Tepung jagung, tepung sagu dan tepung tapioka dapat dihidrolisis menjadi glukosa (gula cair) secara enzimatis melalui proses liquifikasi dan saccharifikasi. Kualitas gula cair yang dihasilkan dari proses hidrolisa tepung jagung, tepung sagu dan tepung tapioka hampir sama. Estimasi biaya produksi glukosa cair dari tepung jagung sebesar Rp 6.992/Kg, tepung sagu Rp 6.401/Kg dan tapioka Rp 5,762/Kg.
1218 SENASPRO 2, 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
DAFTAR PUSTAKA
[1] Fairus, Sirin., Haryono, Agrithia Miranti dan Aris Aprianto. 2010. Pengaruh Konsentrasi
HCl dan Waktu Hidrolisis Terhadap Perolehan Glukosa yang Dihasilkan dari Pati Biji Nangka. Prosiding Seminar Nasional Teknik kimia Kejuangan 1693-4393
[2] Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius : Yogyakarta.
[3] Irawan MA. 2007. Metabolisme energi. Polton Sports Science & Performance Lab. 1 (06)
hal 1-5
[4] Jose, Christine. 2003. Potensi Tanaman Sagu dan Pemanfaatannya untuk Ketahanan
Pangan Nasional. Universitas Riau : Pekanbaru.
[5] Novozyme. 2002. Liquozyme Supra 2,2x. Product sheet Starch/ 2002-24271-01.pdf
[6] Mangelings, D., Heyden, Y. V. 2010. Aplication of Monolithic Chromatography in
Pharmaceutical Analysis, in Wang P, W. (Ed.), Monolithic Chromatography and Modern Aplication., ILM Publication, USA, PP,, 177-202
[7] Maksum IP, Wahyuni Y, Mulyana Y. 2001. Pengujian kondisi likuifikasi dalam produksi
sirup glukosa dari pati sagu (Metroxylon sp.). J Bionatura. 3(1):57- 67.
[8] Pandey, A.; Nigam, P.; Soccol, C.R.; Soccol, V.T.; Singh, D.; Mohan, R. 2000. "Review:
advances in microbial amylases", Biotechnol. Appl. Biochem. 31. Page 135–152. Pergamon.
1988. “Handbook of amylases and related enzymes”, The Amylase Research Society of
Japan.
[9] Soemarno. 2007. Rancangan Teknologi Proses Pengolahan Tapioka dan Produk-produknya.
Kanisius. Jakarta.
[10] Susila, W. R., Bonar M. S., 2005. Analisis Kebijakan Industri Gula Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi. Vol. 23, No. 1, hlm. 30-53.
[11] Unger, K.K, Lamotte, S., Machtejevas, E. 2013. Column Technology in Liquid
Chromatography in Fanali, S., Haddad, P.R., Lioyd, D., Poole, C.F., et.al. (Eds.), Liquid Chromatography. Fundamentals and Instrumentation, Elsivier, Amsterdam, PP, 42-67
[12] Ruiz MI, Sanchez CI, Torres RG, Molina RI. 2011.Enzymatis hydrolysis of cassava starch
for production of bioethanol with a Colombian wild yeast strain. J Braz Chem Soc.
22(12):2337-2343.
[13] Yunianta, Tri S, Apriliastuti, Teti E., Siti N W. 2010. Hidrolisis Secara Sinergis Pati Garut
(Marantha arundinaceae L.) Oleh Enzim Α-Amilase, Glukoamilase, Dan Pullulanase Untuk Produksi Sirup Glukosa. J Teknologi Pertanian 11 (2): 78 – 86