PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM TRIPOLIFOSFAT
DENGAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU
TERHADAP MUTU BAKSO SAPI
SKRIPSI
OLEH :
EFFIN CHERNANDA 040305030/THP
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM TRIPOLIFOSFAT
DENGAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU
TERHADAP MUTU BAKSO SAPI
SKRIPSI
OLEH :
EFFIN CHERNADA 040305030/THP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi
Nama : Effin Chernanda
NIM : 040305030
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil Ir. Sentosa Ginting, M.P Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRACT
THE USE OF TAPIOCA AND SAGO FLOUR MIXTURE AND SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE IN PRODUCTION OF
BEEF BALLS
The aim of this research was to know the effect of the amount of tapioca and sago flour mixture and consentration of sodium tripolyphosphate on the quality of beef balls. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e; the amount of tapioca and sago flour mixture (T) : (22,5, 25, 27,5, 30 and 32,5%) and sodium tripolyphosphate consentration (N) : (0, 0,1 and 0,2%). Parameters analyzed were moisture content, protein content, ash content, fat content, and organoleptic values (colour, taste, and plialibility). The result showed that the amount of tapioca and sago flour mixture had highly significant effect on the protein content, ash content, and fat content, but only had significant effect on the moisture content. The concentration of sodium tripolyphosphate, had highly significant effect on the protein content, ash content, fat content, and organoleptic values of colour and taste. The interaction of the amount of tapioca and sago flour mixture and the concentration of sodium tripolyphosphate had highly significant effect on the protein content, ash content and fat content. The 22,5% amount of tapioca and sago flour mixture and 0,2% concentration of sodium tripolyphosphate produced the better and more acceptable quality of beef balls.
Keyword : Beef balls, Tapioca flour , Sagu flour , Sodium tripolyphosphate
ABSTRAK
PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU DAN NATRIUM TRIPOLIPOSFAT DALAM PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium tripoliposfat terhadap mutu bakso daging sapi. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (T) ; (22,5, 25, 27,5, 30 dan 32,5%) dan konsentrasi natrium nitrat (N) ; (0, 0,1 dan 0,2%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan kadar lemak. Tetapi berbeda nyata dengan kadar air. Konsentrasi natrium tripoliposfat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan nilai organoleptik warna dan rasa. Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium nitrat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan lemak. Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu 22,5% dan konsentrasi natrium tripoliposfat 0,2 % menghasilkan bakso daging sapi yang lebih baik dan dapat diterima.
RINGKASAN
EFFIN CHERNANDA “Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi”, dibimbing oleh Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, M.P selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium tripolifosfat dengan campuran tepung tapioka dan tepung sagu terhadap mutu bakso sapi.
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor. Faktor I : jumlah tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2:1) dari berat total campuran, (T) yaitu T1 = 22,5%, T2 = 25%,
T3 = 27,5%, T4 =30% dan T5 = 32,5% . Faktor II : konsentrasi natrium
tripolifosfat (N), yaitu N1 = 0%, N2 = 0,1%, dan N3 = 0,2%. Dengan parameter
analisis kadar air (%), kadar protein (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), dan nilai organoleptik (numerik).
1. Kadar Air
Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2:1) (T) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran
tepung 22,5%) yaitu 71,71 % dan terendah terdapat pada perlakuan T5 (jumlah
campuran tepung 32,5%) yaitu 53,97 %.
pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar 64,09 %
dan yang terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat
0,2%) yaitu sebesar 60,93 %.
Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh tidak nyata
(P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5% dan 0%) yaitu 73,66 % dan kadar air
terendah terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%) yaitu sebesar 52,60 %. 2. Kadar Protein
Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein yang tertinggi terdapat pada perlakuan T5 (jumlah
campuran tepung 32,5%) yaitu 9,46 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 22,5%) yaitu 7,70 %.
Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu sebesar
9,35 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium
tripolifosfat 0%) yaitu 8,09 %.
Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat
9,87 % dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5% dan 0%)
yaitu 7,06 %. 3. Kadar Abu
Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T5 (jumlah campuran
tepung 32,5%) yaitu 1,92 % dan yang terendah pada perlakuan T1 (jumlah
campuran tepung 22,5%) yaitu 1,11 %.
Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi
natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu 1,95 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 1,21 %.
Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%) yaitu sebesar 2,60 %
dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5 % dan 0 %) yaitu
0,98 %.
4. Kadar Lemak
Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah
Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar
6.84 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium
tripolifosfat 0,2%) yaitu 4,87 %.
Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat
nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5% dan 0%) yaitu sebesar
9,72 % dan kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%)
yaitu 3,89 %.
5. Nilai Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan
Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai uji organoleptik warna, rasa dan kekenyalan bakso daging sapi yang dihasilkan.
Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan. Nilai uji organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium
tripolifosfat 0,2%) yaitu 2,08 dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1
(konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar 1,94.
DAFTAR ISI
Bahan-bahan Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 12
Pelaksanaan Penelitian ... 24
Uji Organoleptik (Warna, Rasa, dan Kekenyalan) ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Parameter yang Diamati ... 30
Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati ... 31
Kadar Air Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi ... 33
Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar air Bakso Daging Sapi ... 34
Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Air ... 35
Kadar Protein Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 35
Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 37
Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein ... 39
Kadar Abu Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 41
Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 43
Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Abu ... 45
Kadar Lemak Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 47
Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium
Tripolifosfat terhadap Kadar Lemak ... 50
Uji Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Uji Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan Bakso Daging Sapi ... 52
Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Uji Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan Bakso Daging Sapi .. 53
Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi... 54
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56
Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Komposisi Kimia Aneka Bakso ... 8
2. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan ... 9
3. Mutu Sensoris Bakso Daging ... 11
4. Komposisi Kimiawi Bakso Daging Sapi ... 13
5. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan ... 14
6. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan ... 16
7. Skala Hedonik Warna dan Rasa ... 28
8. Skala Hedonik Kekenyalan ... 28
9. Hasil Analisis Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Parameter yang Diamati ... 30
10. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati ... 31
11. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Air Bakso Sapi... 33
12. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 35
13. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 37
14. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 40
15. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 42
17. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium
Tripolifosfat terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 45 18. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi .... 47 19. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar
Lemak Bakso Daging Sapi ... 49 20. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka
dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium
Tripolifosfat terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 51 21. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Uji
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman 1. Rumus Kimia Tripolifosfat ... 20 2. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 29 3. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Air Bakso Daging Sapi ... 34 4. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 37 5. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Kadar
Protein Bakso Daging Sapi ... 38 6. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) dengan Natrium Tripolifosfat Terhadap
Kadar Proein Bakso Daging Sapi ... 41 7. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 43 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Kadar
Abu Bakso Daging Sapi ... 44 9. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) dengan Natrium Tripolifosfat Terhadap
Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 46 10. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 48 11. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Kadar
Protein Bakso Daging Sapi ... 50 12. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung
Sagu (perbandingan 2:1) dengan Natrium Tripolifosfat Terhadap
Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 52 13. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Terhadap Uji
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Hasil Analisis Kadar Air (%) ... 54
2. Hasil Analisis Kadar Lemak (%) ... 56
3. Hasil Analisis Kadar Protein (%) ... 57
4. Hasil Analisis Kadar Abu (%) ... 58
5. Hasil Analisis Uji Organoleptik (Skor) ... 59
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu
Bakso Sapi“ yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, M.P selaku anggota komisi pembimbing, atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
Terima kasih yang teramat besar penulis ucapkan kepada yang tersayang Ayahanda Cherfani Effendi, Ibunda Arlina dan juga Abang-abang tersayang
nya terutama buat bang mbos, bang vj , kak nur, edwin dan ewad. Untuk yang tidak tetuliskan penulis mohon maaf tapi kalian tetap akan selalu diingat. Dan untuk seseorang yang jauh dimata dekat dihati terimakasih atas semangatnya ya
‘you are my motivator’ .
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
ABSTRACT
THE USE OF TAPIOCA AND SAGO FLOUR MIXTURE AND SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE IN PRODUCTION OF
BEEF BALLS
The aim of this research was to know the effect of the amount of tapioca and sago flour mixture and consentration of sodium tripolyphosphate on the quality of beef balls. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e; the amount of tapioca and sago flour mixture (T) : (22,5, 25, 27,5, 30 and 32,5%) and sodium tripolyphosphate consentration (N) : (0, 0,1 and 0,2%). Parameters analyzed were moisture content, protein content, ash content, fat content, and organoleptic values (colour, taste, and plialibility). The result showed that the amount of tapioca and sago flour mixture had highly significant effect on the protein content, ash content, and fat content, but only had significant effect on the moisture content. The concentration of sodium tripolyphosphate, had highly significant effect on the protein content, ash content, fat content, and organoleptic values of colour and taste. The interaction of the amount of tapioca and sago flour mixture and the concentration of sodium tripolyphosphate had highly significant effect on the protein content, ash content and fat content. The 22,5% amount of tapioca and sago flour mixture and 0,2% concentration of sodium tripolyphosphate produced the better and more acceptable quality of beef balls.
Keyword : Beef balls, Tapioca flour , Sagu flour , Sodium tripolyphosphate
ABSTRAK
PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU DAN NATRIUM TRIPOLIPOSFAT DALAM PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium tripoliposfat terhadap mutu bakso daging sapi. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (T) ; (22,5, 25, 27,5, 30 dan 32,5%) dan konsentrasi natrium nitrat (N) ; (0, 0,1 dan 0,2%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan kadar lemak. Tetapi berbeda nyata dengan kadar air. Konsentrasi natrium tripoliposfat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan nilai organoleptik warna dan rasa. Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium nitrat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan lemak. Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu 22,5% dan konsentrasi natrium tripoliposfat 0,2 % menghasilkan bakso daging sapi yang lebih baik dan dapat diterima.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata
sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama
bagi masyarakat yang mempunyai golongan ekonomi yang masih lemah atau
rendah (miskin). Hal ini terjadi karena pada masyarakat yang berada digolongan
ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan
protein bagi tubuh mereka terutama kebutuhan protein yang berasal dari hewan
yang memiliki harga yang masih relatif mahal dan susah dijangkau oleh
masyarakat pada umumnya. Hal tersebut lah yang dapat menyebabkan masyarakat
Indonesia mengalamai kekurangan gizi karena kurangnya asupan seperti
daging-dagingan yang kaya akan proteinnya. Pola konsumsi masyarakat kita pada
umumnya masih sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
Salah satu cara yang dapat kita tingkatkan dalam mengkonsumsi protein
yang berasal dari hewan ternak adalah dengan mengolahnya menjadi dendeng,
telur asin, bakso, abon dan lain-lain. Produk olahan daging yang sangat populer
sampai saat ini adalah bakso, karena dari segi ekonomis bakso masih bisa
dijangkau oleh semua kalangan, hal ini dapat terjadi karena bila dilihat dari segi
pembuatannya yang menggunakan penambahan tepung yang lebih banyak dari
pada jumlah daging yang digunakan.
Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah di
haluskan dan di campurkan dengan bumbu-bumbu, tepung dan dibentuk menjadi
seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pembuatan bakso ini tergolong sangat
mudah karena dapat dilakukan siapa saja. Secara nilai gizi bakso
dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan sangat disukai
(Widyaningsih dan Murtini, 2007).
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan
tepung yang mengandung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar
kelereng atau bisa juga lebih besar dan direbus di dalam air mendidih terlebih
dahulu apabila akan dikonsumsi atau diolah lebih lanjut (Purnomo, 1990).
Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangat
mempengaruhi mutu dari bakso daging tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis
daging yang benar-benar cocok dan bermutu tinggi. Sebaiknya dipilih jenis daging
yang benar-benar masih segar, berdaging tebal dan tidak banyak lemaknya,
sehingga rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu, cara pengolahan dari bakso
juga dapat mempengaruhi mutu bakso, misalnya jika lemak atau urat-uratnya
terikut maka warna bakso yang dihasilkannya akan kotor atau agak abu-abu
(Wibowo, 2006).
Untuk menghasil produk bakso yang berkualitas tinggi maka diperlukan
cara pengolahan yang benar dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian
mutu yang benar. Misalnya dalam menggunakan bahan-bahan tambahan kimia
yang berfungsi untuk meningkatkan mutu dari bakso tersebut. Misalnya dalam
menggunakan bahan kimia seperti natrium tripolifosfat yang berfungsi untuk
memperbaiki tekstur dan meningkatkan daya cengkram terhadap air
Selain dari daging yang menjadi bahan utama dalam pembuatan bakso ini
adalah tepung, yang dapat meningkatkan nilai gizi. Oleh karena itu tepung yang
digunakan haruslah yang mengandung pati. Supaya hasil bakso menjadi lebih baik
maka penggunaan tepungnya dapat dicampur dengan tepung lainnya, seperti
penggunaan tepung tapioka dapat di campur dengan tepung sagu.
Tepung tapioka juga diperlukan dalam pembuatan bakso, untuk
menghasilkan bakso daging sapi yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung
yang digunakan sebaiknya paling banyak adalah 15% dari berat daging. Idealnya
tepung tapioka yang ditambahkan adalah 10% dari berat daging. Sering kita
jumpai bakso yang mutunya tidak bagus, hal tersebut terjadi karena jumlah
tepungnya mencapai 40 – 50% dari berat daging (Wibowo, 2006).
Tepung sagu mempunyai komponen yang lebih dominan seperti tepung
tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi. Dalam pembuatan bakso
tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan menambahkan
tepung sagu ke dalam adonan bakso akan dapat menghasilkan bakso yang
memiliki tekstur yang lebih kenyal dan padat, tekstur tersebut adalah tekstur yang
menjadi ciri khas dari bakso (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Bakso tanpa bahan pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari
pada suhu kamar dan dua hari pada suhu dingin. Menurut Damayanti (2007),
bakso merupakan bahan pangan yang mudah rusak karena bakso memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi, kadar air yang tinggi dan pH yang netral.
Hal tersebutlah yang menyebabkan bakso tanpa bahan kimia tidak dapat disimpan
Hebohnya penggunaan formalin sebagai bahan pengawet dalam
pembuatan bakso menyadarkan kita khususnya masyarakat konsumen akan
perlunya kehati-hatian dalam mengkonsumsi setiap makanan yang akan dicerna
oleh tubuh kita. Dari penelitian para ahli, terbukti bahwa bahan-bahan pengawet
makanan alami yang bisa menggantikan formalin telah tersedia di alam
(Syarifah, 2007).
Bahan kimia yang termasuk aman dan dapat menggantikan peranan
formalin sebagai bahan pengawet dalam pembuatan bakso ini adalah natrium
tripolifosfat. Natrium tripolifosfat dapat meningkatkan daya hidrasi air,
memperbaiki tekstur, meningkatkan kapasitas emulsi lemak dari miofibril protein
pada pembuatan bakso yang dihasilkan teksturnya akan semakin kenyal, selain itu
juga dapat digunakan sebagai pengawet (konsentrasinya kecil). Dengan alasan
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh
Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Dengan Campuran Tepung Tapioka dan
Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi”.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium tripolifosfat dengan
Kegunaan Penelitian
- Sebagai sumber informasi pada pembuatan bakso sapi
- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di progam studi
Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hipotesa Penelitian
- Diduga ada pengaruh jumlah natrium tripolifosfat terhadap mutu bakso
daging sapi.
- Diduga ada pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung
sagu terhadap mutu bakso daging sapi.
- Diduga ada interaksi antara jumlah campuran tepung tapioka dan tepung
TINJAUAN PUSTAKA
Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah
dihaluskan dan dicampurkan dengan bumbu-bumbu, tepung dan dibentuk
menjadi bola-bola kecil lalu direbus dalam air mendidih. Bakso ini telah dikenal
oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pembuatan bakso ini tergolong
sangat mudah karena dapat dilakukan siapa saja. Secara nilai gizi bakso dapat
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan sangat disukai
(Widyaningsih dan Murtini, 2007).
Pada umumnya bakso terbuat dari daging sapi, tetapi dapat juga dibuat
dari daging jenis lain termasuk dari daging ikan. Selain daging sapi dapat juga
digunakan daging kelinci, daging ayam, atau daging ternak darat yang lainnya.
Bakso daging dapat dibuat bervariasi, misalnya dengan menambahkan telur
didalamnya atau juga menambah jeroan seperti urat sapi dan cara pembuatannya
pun tidak berbeda-beda (Wibowo, 2006).
Seperti pada produk olahan daging lainnya, bakso mempunyai masa
simpan yang relatif singkat pada suhu kamar. Salah satu usaha untuk
memperpanjang masa simpan bakso adalah dengan penambahan bahan pengawet.
Dengan penambahan bahan pengawet seperti boraks selain dapat meningkatkan
daya simpan juga dapat memperbaiki sifat fisik dari produk yang dihasilkan
Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangat
mempengaruhi mutu dari bakso daging tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis
daging yang benar-benar cocok dan bermutu tinggi. Sebaiknya dipilih jenis daging
yang benar-benar masih segar, berdaging tebal dan tidak banyak lemaknya,
sehingga rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu, cara pengolahan dari bakso
juga dapat mempengaruhi mutu bakso, misalnya jika lemak atau urat-uratnya
terikut maka warna bakso yang dihasilkannya akan kotor atau agak abu-abu
(Wibowo, 2006).
Bakso merupakan campuran yang homogen dari daging, tepung pati dan
juga bumbu-bumbu yang telah mengalami ekstruksi dan pemasakan maka cara
dari pembuatan bakso pun tidak sulit. Daging digiling halus dicampur dengan
tepung dan bumbu hingga menjadi berbentuk pasta yang halus lalu dibentuk bulat
dan di rebus hingga matang, agar hasil bakso lebih baik maka perlu ditambahkan
bahan kimia yang aman seperti natrium tripolifosfat (Riyadi, 2007).
Penggunaan boraks dalam produk makanan telah dilarang, karena dapat
membahayakan kesehatan, sehingga perlu diupayakan bahan pengawet lain
sebagai pengganti boraks. Usaha peningkatan masa simpan bakso dapat dilakukan
juga dengan memperbaiki kemasan dan penggunaan suhu penyimpanan yang
lebih rendah dari suhu kamar. Salah satu pengawet yang dapat dikatakan aman
yaitu natrium tripolifosfat. Makanan yang menggunakan pengawet ini biasanya
hanya tahan sekitar 2 - 3 hari (pada suhu kamar), bakso merupakan makanan
yang menggunakan pengawet yang awet / tahan lama bila disimpan di dalam
Menurut Gartini (2008) formalin dan boraks sudah sering
digunakan dalam pembuatan bakso, saat ini sudah diawasi ketat dan dibatasi
distribusinya. Selain itu Badan POM dan instansi terkait terus melakukan KIE
(Komunikasi Informasi dan Edukasi) kepada masyarakat, baik produsen maupun
konsumen. ''Agar mereka tidak memproduksi dan atau mengkonsumsi pangan
yang mengandung bahan berbahaya''. Adapun bahan pengawet lainnya yang dapat
digunakan sebagai pengganti formalin dan boraks adalah natrium tripolifosfat
yang dapat berfungsi sebagai pengemulsi, pemantap dalam pembuatan bakso
(Gartini, 2008).
Karena bakso dapat dibuat dengan berbagai jenis daging, maka komposisi
kimia dari masing-masing bakso berbeda-beda. Seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Aneka Bakso
Jenis Bakso Air Bakso sapi bermutu tinggi
Bakso sapi biasa
Komposisi Kimia Daging Sapi
Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah
daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak
mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari
tulang atau kerangkanya. Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan
setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi
pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stress
(Karo-karo, 2008).
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain,
protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin
(Karo-karo, 2008).
Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung
protein, vitamin dan mineral khususnya besi. Komposisi kimia daging sapi 100g
bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 g Bahan
Komponen Satuan Jumlah
Kalori Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., (1996).
Daging sapi yang merupakan bahan dasar pembuatan bakso sapi haruslah
merupakan daging yang segar yaitu daging yang diperoleh segera setelah
pemotongan dengan kata lain daging tersebut belum mengalami proses
penyimpanan. Jenis daging tersebut akan dapat menghasilkan mutu bakso yang
Kadar air daging pada hewan muda lebih besar daripada hewan tua. Kadar
air cenderung berkurang bila daging telah mengalami pemasakan atau
proses-proses perlakuan lainnya. Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein
terkonjugasi dengan radikal dan non protein. Berdasarkan asalnya protein daging
dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein
miofibril, dan protein jaringan ikat (Muchtadi, 2000).
Standart Mutu dan Nilai Gizi Bakso Sapi
Dalam pembuatan bakso diperlukan daging. Daging tersebut haruslah
memiliki komponen gizi yang baik sehingga bakso tersebut memiliki nilai gizi
yang tinggi. Komposisi daging relatif mirip satu sama lain, terutama kandungan
proteinnya yang berkisar 15-20 % dari berat bahan. Protein daging lebih mudah
dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati. Nilai
protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensialnya
yang lengkap dan seimbang. Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu
yang digunakan, bakso memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan daging
segarnya. Bakso dapat juga digunakan sebagai alternatif sumber protein hewani
(Karo-karo, 2008)
Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso adalah dengan menilai
mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat
diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja
memerlukan teknik, peralatan dan tenaga khusus (Purnomo, 1990).
Kadar lemak pada daging berkisar antara 20-30%, tergantung pada jenis
kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin, riboflavin dan
tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C (Karo-karo, 2008).
Paling tidak ada 5 parameter sensoris dalam penentuan mutu bakso, yaitu
penampakan warna, bau, rasa dan tekstur. Mutu sensoris dari bakso daging dapat
kita lihat pada Tabel 3.
Table 3. Mutu Sensoris Bakso Daging
Parameter Bakso Daging
Penampakan
Warna
Bau
Rasa
Tekstur
Bentuknya bulat, halus berukuran seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam, sedikitpun tidak berjamur dan berlendir.
Cokelat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata.
Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk. Bau bumbu cukup tajam.
Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu menonjol tapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu.
Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh.
Bahan-bahan Pembuatan Bakso
Daging Sapi
Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang akan dihasilkan.
Selain itu daging hendaknya tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat.
Lemak dan urat yang terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun
untuk membuat bakso urat justru digunakan daging yang banyak uratnya atau
seratnya dan lemaknya tetap dipisahkan. Bahkan pada bakso urat biasanya
di dalamnya diisi urat-urat daging sapi tersebut (Wibowo, 2006).
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah
genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif
(hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan
yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan,
tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk
daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan,
macam otot daging, serta lokasi otot (Karo-karo, 2008).
Jenis daging juga dapat dibedakan berdasarkan umur sapi yang
disembelih. Daging sapi yang dipotong pada umur sangat muda (3-14 minggu)
disebut veal, yang berwarna sangat terang. Daging yang berasal dari sapi muda
umur 14-52 minggu disebut calf (pedet), sedangkan yang berumur lebih dari satu
tahun disebut beef (Karo-karo, 2008).
Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini
disebabkan karena komposisi gizinya yang baik bagi manusia maupun bagi
mikroorganisme perusak. Sampai saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk
memperlambat kecepatan berkembangnya pencemaran mikroba perusak pada
permukaan bahan dari tingkat awal sampai ketingkat akhir dimana terjadinya
kerusakan (Buckle, et al., 1987).
Komposisi kimiawi dari produk olahan daging sapi yaitu bakso adalah
seperti pada Tabel 4 berikut ini :
Table 4. Komposisi Kimiawi Bakso Daging Sapi
Komponen Jumlah
Tepung tapioka juga diperlukan dalam pembuatan bakso, untuk
menghasilkan bakso daging sapi yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung
yang digunakan sebaiknya paling banyak adalah 15% dari berat daging. Idealnya
tepung tapioka yang ditambahkan adalah 10% dari berat daging. Sering kita
jumpai bakso yang tepungnya mencapai kira-kira 40 – 50% dari berat daging.
Bakso yang tersebut diduga rasa dan mutunya kurang bagus (Wibowo, 2006).
Tepung tapioka merupakan pati yang berasal dari umbi singkong yang
dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka dibuat secara langsung dari singkong
yang masih segar. Tepung ini biasanya berwarna putih agak kekuning-kuningan
dan mempunyai tekstur yang licin. Kandungan pati yang terdapat pada tepung
tapioka ini adalah sekitar 85% dan amilosanya adalah sekitar 30% dengan suhu
berbagai pangan olahan, seperti kerupuk, kue kering, jajanan tradisional (kue-kue
basah). Selain itu tepung tapioka juga digunakan sebagai pengental, bahan
pemadat dan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan
(Suprapti, 2005).
Tepung tapioka dapat digunakan sebagai bahan pengikat karena memenuhi
syarat-syarat berikut ini :
1. Memiliki rasa yang enak
2. Memiliki daya serap yang baik terhadap air
3. Warna yang dihasilkan baik
4. Harganya relatif murah
(Rust, et al., 1973)
Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati
memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana
campuran ganula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang
telah berubah menjadi gel bersifat irreversible dimana molekul-molekul pati
saling melekat dan membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya akan
semakin meningkat (Anderson, 1997).
Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100g
Tepung Sagu
Tepung sagu mempunyai komponen yang lebih dominan seperti tepung
tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi. Dalam pembuatan bakso
tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan menambahkan
tepung sagu ke dalam adonan bakso akan dapat menghasilkan bakso yang
memiliki tekstur yang lebih kenyal dan padat, tekstur tersebut adalah tekstur yang
menjadi ciri khas dari bakso (Haryanto dan Pangloli, 1992)
Tepung sagu adalah pati yang telah diekstrak dari batang sagu. Biasanya
tepung ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri
kimia, dan juga untuk pengolahan kayu. Batang sagu ini dapat diolah menjadi
tepung sagu yaitu dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa kita
pakai di dapur rumah tangga. Tapi untuk penggunaan di industri biasanya
pengolahannya telah menggunakan alat-alat mekanis untuk mengefisienkan waktu
dan biaya (Habib, 2008).
Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dikonsumsi secara langsung
atau digunakan untuk industri pangan, dan juga dapat berperan sebagai produk
perantara, yaitu dalam industri gula cair yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
industri pengolahan pangan (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Tepung sagu mengandung amilosa dan amilopektin yang akan dapat
mempengaruhi daya larut dari pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa
pada pati tinggi maka pati sagu tersebut akan bersifat kering, cenderung
higoskopis lebih kuat dan kurang lengket karena amilosa bersifat mengikat.
dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas yang tinggi
dibandingkan dengan pati-pati serealia yang lain (Habib, 2008).
Adapun komposisi kimia dari tepung sagu yang akan digunakan untuk
pembuatan bakso ini sebaiknya seperti pada Tabel 6. sebagai berikut :
Table 6. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 g Bahan
Komposisi Jumlah
Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) suhu gelatinisasi tergantung dari
suspensi pati, semakin tinggi konsentrasi suspensi patinya maka suhu
gelatinisasinya akan semakin lambat tercapai. Selain itu suhu gelatinisasi dari tiap
jenis pati berbeda-beda, antara 52º
C sampai 78º
C adapun menurut Knight (1989),
suhu gelatinisasi dari tepung sagu adalah sekitar 60º
C - 72º
C.
Bumbu-bumbu
Seperti kita ketahui penggunaan bumbu-bumbu di dalam memasak yaitu
berfungsi untuk dapat memberikan rasa, aroma, dan ciri khas pada masakan
tersebut. Tapi di dalam teorinya bumbu masakan tidak hanya berfungsi sebagai
hal tersebut tetapi juga berfungsi sebagai pengawet makanan alami. tetapi
konsentarsinya sebagai pengawet tidak dapat dikatakan sebagai pengawet yang
bumbu masakan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu, bumbu basah atau
bumbu segar dan juga bumbu kering (Tarwotjo, 1998).
Rempah-rempah apapun dapat digunakan sebagai bumbu, tetapi biasanya
dalam pembuatan bakso digunakan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang
putih, merica bubuk, garam dan biasanya ditambah sedikit MSG ( Riyadi, 2007).
Dalam pembuatan makanan yang menggunakan garam, biasanya garam
memegang peranan penting sebagai pemberi cita rasa dan juga sebagai pengawet,
adapun mekanisme garam sebagai pengawet yaitu :
- Garam bersifat higoskopis dimana garam akan menyerap kandungan air
pada bahan sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya.
- Garam bersifat osmotik dimana garam akan menyerap air pada dinding sel
bakteri sehingga terjadi plasmolisis (pemecahan dinding sel).
- NaCl Na+ + Cl- dimana Cl- akan bersifat toksin bagi
mikroba.
(Syarief dan Irawati, 1988).
Menurut Wibowo, (2006), garam dapur yang digunakan biasanya 2,5%
dari berat daging, sedangkan bumbu penyedap lainnya sekitar 2% dari berat
daging.
Bawang merah termasuk suatu sayuran umbi yang multi guna dan yang
paling penting digunakan sebagai bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai
makanan. Keuntungan dari mengkonsumsi bawang merah adalah selain sebagai
penyedap bahan pangan, bergizi dan berkhasiat sebagai obat, juga sangat baik
Bawang putih mempunyai jenis yang cukup banyak tetapi tidak ada
perbedaan yang mencolok kecuali pada bentuk umbinya. Senyawa allicin pada
bawang putih merupakan penyebab utama timbulnya bau yang sangat tajam.
Bawang putih penting untuk dapat mencegah atherosklerosis dan penyakit
jantung. Bawang putih mengandung yodium yang tinggi dan banyak mengandung
sulfur ( Wirakusumah, 2000).
Es atau Air Es
Es dapat berfungsi terhadap adonan yaitu menambah air ke adonan
sehingga adonan tidak kering selama pembentukannya (agar adonan dapat mudah
di bentuk ) maupun pada saat perebusan. Penambahan es atau air es ini juga dapat
meningkatkan jumlah rendemennya. Untuk itu dapat digunakan es sekitar 10 % -
15 % dari berat daging bahkan sampai 30 % dari berat daging (Wibowo, 2005).
Menurut Elviera (1998). Jumlah pengguaan es meningkat dengan
meningkatnya jumlah penggunaan tepung pati. Dan menurut
Syarief dan Irawati (1988) es adalah air yang membeku pada suhu titik beku atau
di bawah titik beku yaitu sekitar -2ºC – (-24ºC).
Temperatur pencincangan di atas 16oC akan menyebabkan ketidak stabilan
emulsi yang terbentuk sehingga tidak diperbolehkan jika emulsi tersebut akan
disimpan selama waktu yang agak lama sebelum diproses dibawah kondisi yang
memungkinkan pertumbuhan bakteri, oleh karena itu maka di gunakan
penambahan es untuk dapat menurunkan suhu dari daging tersebut, sehingga
pertumbuhan dari bakteri akan terhambat ( Willson, 2001).
Dalam pembuatan bakso ini digunakan es yang bertujuan agar aroma dan
membekukan atau mendinginkan daging sehingga daging tersebut tetap terjaga
kestabilan suhunya (tetap segar), maka aroma dan rasa dari bakso yang terbentuk
adalah menjadi gurih ( Riyadi, 2007).
Peranan Natrium Tripolifosfat
Pemakaian boraks sebagai bahan pengenyal bakso tidak kalah
mengkhawatirkan dibanding dengan penggunaan formalin. Padahal, ada bahan
lain yang dapat ditambahkan pada bakso. Bahan kimia yang boleh ditambahkan
itu bernama natrium tripolifosfat dengan konsentrasi maksimum 0,4%. Tetapi dari
berbagai penelitian yng telah dilakukan oleh beberapa ahli, pemakaian natrium
tripolifosfat sebesar 0,2% sudah efektif untuk mengenyalkan bakso.
( Legowo, 2006).
Natrium tripolifosfat merupakan alkali yang dapat berfungsi menjadi
bahan tambahan makanan, kegunaan alkali fosfat termasuk natrium tripolifosfat
pada umumnya adalah untuk meningkatkan pH daging. Natrium tripolifosfat dan
NaCl memiliki sifat yang sinergisme sehingga selain pH daging dapat meningkat
juga dapat meningkatkan daya ikat air, sehingga dapat mengurangi penyusutan
produk. Adapun manfaat lainnya adalah untuk meningkatkan keempukan,
kekenyalan, serta menstabilkan warna. Selain itu natrium tripolifosfat juga bisa
sebagai anti oksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan
( Sunarlim, 1992).
Menurut Rust, et al., (1973) natrium tripolifosfat selain dapat mengikat air,
ia juga dapat meningkatkan daya ikat protein. Semakin lama terjadi kontak antara
natrium tripolifosfat dengan garam dan daging pada suhu rendah maka akan
setelah pemasakan (merebusnya di dalam air mendidih). Hal tersebut terjadi
karena daya hidrasi daging sebagai bahan dasar pembuatan bakso dikembalikan
seperti semula, berdasarkan absorpsi air oleh protein.
Alkali fosfat berfungsi untuk memperbaiki tekstur bakso pada khususnya
dan produk daging pada umumnya, tapi semua ini tergantung dari jenis fosfatnya.
Efektifitas alkali fosfat akan menurun secara linier dengan semakin panjangnya
rantai molekul. Jenis alkali fosfat yang paling efektif dengan rantai molekul
pendek adalah pirofosfat dan berturut-turut tripolifosfat, tetrapolifosfat dan
hexapolifosfat (Sunarlim, 1992).
Adapun rumus kimia dari tripolifosfat adalah pada Gambar 1, yaitu :
HO P O P O P OH
Gambar 1. Rumus Kimia Tripolifosfat
Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi
Daging sapi dibersihkan dan dipisahkan dari lemak dan uratnya lalu
dipotong-potong kecil (dicincang) baru di lakukan penggilingan hingga halus
(lumat), penggilingan ini bertujuan untuk mempermudah pembentukan adonan.
Daging yang sudah benar-benar halus (lumat) dan bersih siap untuk dicampurkan
dengan bahan lain (Bapeda-pemda, 2008).
Daging yang telah lumat dicampur dengan tepung tapioka dan
bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu digiling kembali, sehingga dihasilkan
OH OH OH
adonan bakso yang benar-benar telah homogen dan benar-benar sudah halus.
Adonan yang telah dibentuk dituang ke dalam wadah dan siap untuk dibentuk
bola-bola kecil. Pencetakan dilakukan dengan tangan, dengan cara
mengepal-ngepal adonan dan kemudian ditekan sehingga adonan yang telah memadat akan
keluar berupa bulatan. Dapat juga digunakan sendok untuk membentuknya.
Adonan yang telah dibentuk langsung direbus dalam air yang mendidih.
Perebusan dilakukan sampai bakso matang, matangnya bakso ditandai dengan
mengapungnya bakso di atas permukaan air perebusan, kemudian ditiriskan bakso
dan setelah dingin dapat dikemas dan dipasarkan
BAHAN DAN METODA
Bahan Penelitian
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging segar yang
diperoleh dari Pajak Sore, Padang Bulan, Medan. Dan bahan tambahan berupa
tepung tapioka, tepung sagu, es serut, natrium tripolifosfat, dan bumbu-bumbu
yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, merica bubuk dan garam.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei di Laboratorium Teknologi Pangan
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Reagensia
- Aquadest - Indikator mengsel
- HCl 0,1 N - Alkohol 96%
- NaOH pekat 40% - H2SO4 pekat
- K2SO4 - CuSO4
Alat Penelitian
- Oven - Desikator
- Timbangan - Pipet tetes
- Alumunium foil - Alat Destilasi
- Beaker glass - Erlenmeyer
- Labu Kjeldahl - Soxhlet
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda Rancangan Acak
Lengkap (RAL), dengan dua faktor yang terdiri dari :
Faktor I : Jumlah Tepung Tapioka dan Tepung Sagu dengan perbandingan (2:1),
yang terdiri dari 5 taraf, yaitu :
T1 = 22,5%
T2 = 25%
T3 = 27,5%
T4 = 30%
T5 = 32,5%
Faktor II : Jumlah Natrium tripoliphosfat, yang terdiri dari 3 taraf , yaitu :
N1 = 0%
N2 = 0,1%
N3 = 0,2%
Kombinasi perlakuan (Tc) = 5 x 3 = 15, dengan jumlah ulangan minimum
perlakuan (n) adalah :
Tc (n-1) > 15
15 (n-1) > 15
15n > 30
n > 2
Model Rancangan (Bangun, 1991).
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua
faktorial dengan model sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan dari faktor T pada huruf ke-I dan faktor S pada
taraf ke-j dengan ulangan K.
µ = Efek Nilai Tengah.
αi = Efek dari faktor T pada taraf ke-i.
βj = Efek dari faktor S pada taraf ke-j.
(αβ)ij = Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf
ke-j.
εijk = Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j
dalam ulangan K.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Bakso Daging Sapi
- Daging sapi dibersihkan dan dipisahkan antara lemak, urat dan
dagingnya
- Dipotong kecil-kecil lalu di giling halus
- Ditambahkan es serut sebanyak 15 % dari berat daging lalu
dicampurkan dengan tepung tapioka dan tepung sagu sesuai dengan
perlakuan (22,5%, 25%, 27,5%, 30% dan 32,5%) hingga adonan
- Dicampurkan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan seperti bawang
merah, bawang putih dan merica 1% serta garam 2,5% dari berat
daging, di campur hingga homogen
- Setelah homogen ditambahkan Natrium tripoliphosfat sesuai perlakuan
(kontrol (0%), 0,1% dan 0,2%) lalu diaduk lagi hingga homogen
kembali.
- Setelah homogen dibentuk bulat-bulat adonan dengan menggunakan
bantuan sendok
- Kemudian direbus bakso didalam air mendidih sampai bakso terapung
diatas permukaan air perebusan.
- Diangkat dan di tiriskan lalu di dinginkan.
- Dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar protein, kadar abu dan uji
organoleptik terhadap warna, rasa dan kekenyalan pada waktu 0 hari.
- Disimpan pada suhu rendah (suhu freezer) selama 5 hari dan dilakukan
analisa terhadap kadar air, kadar protein, kadar abu dan uji
organoleptik terhadap warna, rasa dan kekenyalan.
Parameter Penelitian
Kadar Air (AOAC, 1970).
Ditimbang contoh sebanyak 2 g dalam alumunium yang telah ditimbang
beratnya terlebih dahulu. Dikeringkan dalam oven selama 4 jam dengan suhu
105°C dan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
Pengurangan berat ini adalah jumlah banyaknya air yang diuapkan dari
bahan dengan perhitungan sebagai berikut :
Kadar Air (%) x 100%
Kadar Protein (AOAC, 1984)
Contoh di hitung dengan menentukan N Nitrogen yang dikali dengan
faktor konversi 6,25% dan dapat ditetapkan secara semi mikro kjeldahl. 2 g
contoh dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 2 g
campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2 (1:1) dan 5 ml H2SO4 pekat lalu di destruksi
sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin di
tambahkan 10 ml aquadest dan dipindahkan kedalam labu suling. Ditambahkan
10ml NaOH pekat (40%) sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi.
Hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer lalu ditetesi dengan indikator
mengsel 3-4 tetes (425 mg metil red dan 500 mg metil blue yang dilarutkan
dengan 100 ml alkohol 96%). Hasil dari penyulingan dititrasi dengan larutan
0,1 N HCl juga dengan menggunakan cara yang sama pada blanko.
Kadar Protein (%) x 100%
b = Volume titrasi blanko (ml HCl)
c = Volume titrasi contoh (ml HCl)
N = Normalitas larutan HCl yang digunakan.
Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989).
Ditimbang contoh sebanyak 5 g di dalam kurs porselin, dimasukkan dalam
muffle dengan suhu 600°C sampai diperoleh abu yang berwarna keputih-putihan.
Lalu dimasukkan krus porselin ke desikator selama 15 menit dan ditimbang
setelah dingin.
a = Berat kurs porselin dan bahan sebelum pengabuan (g)
b = Berat kurs porselin dan bahan setelah pengabuan (g)
c = Berat awal bahan (g)
Kadar Lemak (Sudarmadji, et al., 1989).
Ditimbang contoh sebanyak 3 g dan dimasukkan kedalam selongsong,
dimasukkan contoh tersebut kedalam soxhlet kemudian air pendingin balik
dialirkan melalui kondensor. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet
dengan pelarut benzene. Diekstraksi selama 5 jam. Dilakukan penimbangan yang
sebelumnya dilakukan pengeringan selongsong dalam oven pada suhu 100oC
selama 1 jam. Dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit. Penimbangan
dilakukan sampai berat konstan. Perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah
ekstraksi merupakan persentase dari lemak yang terekstraksi.
Kadar lemak x 100%
Berat awal = berat sebelum dilakukan ekstraksi
Uji Organoleptik (warna, rasa dan kekenyalan) (Soekarto, 1985).
Uji organoleptik terhadap warna, rasa dan kekenyalan dilakukan dengan
uji kesukaan oleh 10 panelis dengan ketentuannya sebagai berikut :
Proporsi nilai organoleptik : Warna = 30%
Rasa = 30%
Kekenyalan = 40%
Tabel 7. Skala Hedonik Warna dan Rasa
Skala hedonik Skala numerik Sangat suka
Suka Agak suka Tidak suka
4 3 2 1
Tabel 8. Skala Hedonik Kekenyalan
Skala hedonik Skala numerik Sangat kenyal
Kenyal Agak kenyal Tidak kenyal
SKEMA PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI
Gambar 2. Skema Pembuatan Bakso Daging Daging Sapi Segar
Dibersihkan dan dipisahkan lemak dengan uratnya
Dipotong dan digiling halus
Ditambah es serut 15% dan dicampur tepung tapioka dan tepung sagu
Tepung tapioka : bawang merah, bawang putih dan
merica 1 % serta garam 2,5 %
Direbus dalam air mendidih hingga bakso terapung dan ditiriskan lalu didinginkan
Dilakukan analisa 0 hari • Kadar air
Disimpan dalam freezer dengan suhu -10OC selama 5 hari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan campuran tepung
tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2:1) dalam pembuatan bakso daging
sapi berpengaruh terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan
uji organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) seperti terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Analisis Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Parameter yang Diamati
Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu
(Perbandingan 2:1)
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung memberikan
pengaruh terhadap parameter yang diuji. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 22,5%)
yaitu sebesar 71,71 % dan yang terendah pada perlakuan T5 (jumlah campuran
tepung 32,5%) yaitu sebesar 53,97 %. Kadar protein terendah terdapat pada
perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 22,5%) yaitu sebesar 7,70 % dan yang
1,92 % dan yang terendah pada T1 (jumlah campuran tepung 32,5%) yaitu 1,11 %.
Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung
22,5%) yaitu 6,75 % dan yang terendah pada perlakuan T5 (jumlah campuran
tepung 32,5%) yaitu sebesar 4,52 %. Nilai uji organoleptik warna, rasa dan
kekenyalan terendah terdapat pada perlakuan T2 (jumlah campuran tepung 25%)
yaitu sebesar 1,93 % dan yang tertinggi pada T3 (jumlah campuran tepung 27,5%)
yaitu sebesar 2,05 %.
Semakin besar jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu
(perbandingan 2 : 1) dalam pembuatan bakso daging sapi maka kadar air akan
menurun tetapi tidak terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar abu, uji
organoleptik warna, rasa dan kekenyalan.
Pengaruh Konsentrasi Natrium tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi natrium tripolifosfat
dalam pembuatan bakso daging sapi berpengaruh terhadap kadar air, kadar lemak,
kadar protein, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan)
Tabel 10. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati
Konsentrasi
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium tripolifosfat
memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air tertinggi terdapat
pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar 64,09 %
dan yang terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat
0,2%) yaitu sebesar 60,93 %. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N3
(konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2 %) yaitu 9,35% dan yang terendah terdapat
pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 8,09 %.
Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium
tripolifosfat 0,2%) yaitu 1,95 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1
(konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 1,21. Kadar lemak tertinggi terdapat
pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 6,93 % dan yang
terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu
4,12 %. Nilai uji organoleptik warna, rasa dan kekenyalan tertinggi terdapat pada
perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu 2,08 dan yang
terendah terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0 %) yaitu
Nilai uji organoleptik kekenyalan tertinggi terdapat pada perlakuan N3
(konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu sebesar 1,35 dan yang terendah pada
N2 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,1%) yaitu sebesar 1,31. Semakin tinggi
konsentrasi natrium tripolifosfat digunakan dalam pembuatan bakso daging sapi
maka kadar air dan kadar lemak akan semakin menurun, sedangkan pada kadar
protein dan kadar abu meningkat, pada uji organoleptik warna, rasa dan
kekenyalan adalah acak menurut garis liniernya.
Kadar Air
Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 :1) Terhadap Kadar Air Bakso Sapi
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa jumlah
campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso sapi.
Dari hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh jumlah campuran
tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 :1) terhadap kadar air bakso
sapi seperti terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan tepung Sagu ( perbandingan 2 : 1 ) terhadap Kadar Air Bakso Sapi.
Jarak LSR Perlakuan Rataan (%) Notasi
P 0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T1 71.71 a A
2 2.89 3.89 T2 65.91 b B
3 3.04 4.06 T3 62.60 c BC
4 3.12 4.16 T4 59.17 d C
5 3.2 4.22 T5 53.97 e D
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata
dengan T2, T3, T4 dan T5, T2 berbeda nyata dengan T3 dan berbeda sangat nyata
dengan T4 dan T5, T3 berbeda nyata dengan T4 dan berbeda sangat nyata dengan T5
dan T4 berbeda sangat nyata dengan T5. Kadar air tertinggi didapat pada perlakuan
T1 yaitu sebesar 71.71 dan yang terendah pada T5 yaitu 53,97%.
Penurunan kadar air bakso sapi yang dihasilkan oleh sejumlah campuran
tepung dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa dengan semakin meningkatnya
jumlah tepung campuran yang digunakan maka kadar air bakso akan semakin
menurun.
Penurunan ini disebabkan karena pada daging terdapat kandungan protein
yang dapat mengikat air sehingga meningkatkan WHC (Water Holding Capacity)
apabila ditambah tepung maka sebagian air yang terikat pada daging tersebut akan
terikat dengan tepung sehingga kadar air menjadi turun(Aberly, et al., 1996).
Hubungan antara jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu
(perbandingan 2 : 1) dengan kadar air mengikuti garis regresi linier seperti terlihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) Terhadap Kadar Air Bakso
ŷ = -1.6892x + 109.12
Jumlah Campuran Tepung (%)
Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap kadar Air Bakso Daging Sapi
Dari hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa
konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar
air bakso daging sapi sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi Natrium Tripolifosfat Terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jumlah
campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan
konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar
air bakso daging sapi sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Protein
Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 :1) Terhadap Kadar Protein Bakso Sapi
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jumlah
campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 :1) berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi. Hasil uji LSR
pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu
(perbandingan 2 : 1) terhadap kadar protein bakso daging sapi seperti terlihat pada
Tabel 12. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi.
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
P 0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T1 7.70 a A
2 0.27 0.36 T2 8.45 a AB
3 0.28 0.38 T3 9.00 ab AB
4 0.29 0.39 T4 9.16 bc BC
5 0.30 0.39 T5 9.46 c C
Keterangan : Notasi Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji LSR
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata
terhadap T2, T3, dan berbeda sangat nyata dengan T4 dan T5, perlakuan T2 berbeda
tidak nyata dengan T3, berbeda nyata dengan T4 dan berbeda sangat nyata
dengan T5. Perlakuan T3 berbeda tidaknyata dengan T4 dan berbeda sangat nyata
dengan T5, perlakuan T4 berbeda tidak nyata dengan T5. Kadar protein tertinggi
terdapat pada perlakuan T5 (jumlah campuran tepung 32,5%) yaitu sebesar 9,46%
dan terendah pada T1 (jumlah campuran tepung 22,5%) yaitu sebesar 7,70%.
Hubungan antara jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu
(perbandingan 2 : 1) terhadap kadar protein mengikuti garis linier seperti terlihat
pada Gambar 4.
Hal ini disebabkan karena jumlah kadar protein yang semakin meningkat
selama penyimpanan beku pada tingkat penambahan tepung, air yang awalnya
terikat dengan protein sebagian akan terikat dengan tepung, maka kadar air bahan
semakin menurun dan total bahan kering meningkat, akibatnya proteinnya
semakin meningkat.
Menurut Buckle, et al., (1987) walaupun kadar protein bahan tinggi tapi
sampai batas minimum dan dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup
lama.
Gambar 4. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) Terhadap Kadar Protein Baso Daging Sapi
Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi
Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa
konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
kadar protein bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium
tripolifosfat terhadap kadar protein bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
P 0.05 0.01 0.05 0.01
- - - N1 8.09 a A
2 0.21 0.28 N2 8.82 b B
3 0.22 0.29 N3 9.35 c C
Keterangan : Notasi Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji LSR