• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN

PENAMBAHAN KITOSAN

SKRIPSI

OLEH:

SUDARWATI 030305026/THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

▸ Baca selengkapnya: proposal usaha bakso sapi

(2)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Judul Skripsi : Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan

Nma : Sudarwati

NIM : 030305026

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil Ir. Ismed Suhaidi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen

(3)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN

PENAMBAHAN KITOSAN

SKRIPSI

OLEH:

SUDARWATI 030305026/THP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,

Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil Ir. Ismed Suhaidi, MSi Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

ABSTRACT

THE PRODUCTION OF BEEF BALLS ADDED WITH CHITOSAN

The aim of this research was to know the effect of percentage of tapioca and sagu flours mixture, and percentage of chitosan on the quality of beef balls. The research had been perfomed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e: tapioca and sagu flour percentage in mixture (T) : (17,5%, 20,0%, 22,5%, and 25,0%) and chitosan percentage (K) : (0,05%, 0,10%, 0,15%, and 0,20%). Parameters analyzed were protein content, fat content, moisture content, ash content, and organoleptic values (colour, taste, and texture).

The result showed that the percentage of tapioca and sagu flour in mixture had highly significant effect on the protein content, fat content, moisture content, ash content, and organoleptic values (colour, taste, and texture). The percentage of chitosan had highly significant effect on the protein content, fat content, moisture content, ash content, and organoleptic value (colour, taste, and texture). The interaction of percentage of tapioca and sagu flour in mixture with percentage of chitosan had highly significant effect on the protein content and organoleptic values (colour, taste, and texture).

The 25% percentage of tapioca and sagu flour in mixture and 0,20% percentage of chitosan produced better and more acceptable quality of beef balls.

Keyword : Beef balls, Tapioca flour, Sagu flour, Chitosan.

ABSTRAK

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu, dan persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (T) : (17,5%, 20,0%, 22,5%, dan 25,0%) dan persentase kitosan (K) : (0,05%, 0,10%, 0,15%, dan 0,20%). Parameter yang dianalisa adalah kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan tekstur).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa, tekstur). Persentase kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan tekstur). Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu dengan persentase kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan tekstur).

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu 25% dengan persentase kitosan 0,20% menghasilkan bakso daging sapi yang lebih baik dan dapat diterima.

(5)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

RINGKASAN

SUDARWATI “Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan

Kitosan”, dibimbing oleh Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu serta persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi.

Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua (2) faktor. Faktor I : persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dari berat daging (T) yaitu T1 = 17,5%, T2 = 20,0%, T3 = 22,5%, dan T4 = 25,0%. Faktor II : persentase kitosan (K), yaitu K1 = 0,05%, K2 = 0,10%, K3 = 0,15%, dan K4 = 0,20%. Dengan parameter analisis kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar air (%), kadar abu (%), dan nilai organoleptik (numerik).

1. Kadar Protein (%)

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 14,25% dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 5,42%.

(6)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T1K4 sebesar 21,73% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K1 sebesar 3,16%.

2. Kadar Lemak

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 5,13% dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 3,73%.

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 4,93% dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 3,69%.

Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1K4 sebesar 5,60% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K1 sebesar 3,25%.

3. Kadar Air (%)

(7)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 65,13% dan terendah terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 62,98%.

Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1K1 sebesar 66,7% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K4 sebesar 61,8%

4. Kadar Abu (%)

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 2,44% dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 1,94%.

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 2,68% dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 1,71%. Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1K4 sebesar 2,90% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K1 sebesar 1,45%.

5. Nilai Organoleptik (Numerik)

(8)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 2,90 dan terendah terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 2,39.

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan. Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 2,79 dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 2,62.

(9)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

RIWAYAT HIDUP

SUDARWATI, lahir di Blitar pada tanggal 29 Maret 1984. Anak ke-2 dari 2

bersaudara dari ayahanda Sutoyo (Almarhum) dan ibunda Sunarlin.

Pada tahun 1991, penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri II Wlingi dan lulus pada tahun 1997. Kemudian memasuki jenjang pendidikan SLTP Negeri I Wlingi dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis memasuki jenjang pendidikan SLTA Negeri I Talun dan lulus pada tahun 2003. Penulis memasuki Departemen Teknologi Pertanian dengan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB pada tahun 2003.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian (IMTHP) pada tahun 2003 – 2007. Penulis juga

aktif dalam kegiatan Organisasi Agriculture Technology Moeslem (ATM) tahun 2004 – 2005. Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

(10)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan

Kitosan”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

Disamping itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang tersayang almarhum ayahanda Sutoyo, ibunda Sunarlin, Kakanda Sudarto, serta seluruh keluarga yang ada di Jawa dan di Medan atas doa, motivasi, dan perhatiannya. Terima kasih atas bantuan dan motivasi kawan-kawan seperjuangan khususnya stambuk 2003 (Ranzy, Miskah, Maya, Resma, Tina, Farida, Titin, Fero, Risma dan Yoswarti) selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua asisten Laboratorium Teknologi Pangan yang telah membantu kelancaran selama penelitian.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2007

(11)
(12)
(13)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(14)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007.

7. Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Parameter ... 28

8. Pengaruh Persentase Kitosan terhdap Parameter ... 29

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung sagu (2:1) terhadap Kadar protein ... 31

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein ... 32

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein ... 34

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Lemak ... 37

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Lemak ... 38

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Air ... 40

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Air ... 42

(15)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap

Kadar Abu ... 45 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung

Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Nilai Organoleptik ... 47 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap

Nilai Organoleptik ... 49 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Persentase Campuran

Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan

(16)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan ... 27 2. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Protein ... 32 3. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan kadar Protein ... 33 4. Grafik Hubungan Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan dengan Kadar Protein ... 36 5. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Pengaruh Persentase Kitosan dengan Kadar Lemak ... 38 6. Grafik Hubungan Persentase Kitosan (%) dengan Kadar Lemak (%) .... 39 7. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Air ... 41 8. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan Kadar Air ... 43 9. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Abu ... 45 10. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan kadar Abu ... 46 11. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Nilai Organoleptik ... 49 12. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan Nilai organoleptik ... 50 13. Grafik Hubungan Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka

dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan dengan Nilai

(17)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Data Pengamatan Analisis Kadar Protein (%) ... 58

2. Data Pengamatan Analisis Kadar Lemak (%) ... 59

3. Data Pengamatan Analisis Kadar Air (%) ... 60

4. Data Pengamatan Analisis Kadar Abu (%) ... 61

(18)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer. Banyak orang yang menyukainya, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak hanya dalam sajian seperti mie bakso atau mie ayam. Tetapi bakso juga dapat disajikan sebagai bahan campuran dalam beragam masakan lainnya, misalnya seperti dalam nasi goreng, mie goreng, capcay, dan aneka sup.

Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

(19)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dapat dikonsumsi secara langsung atau digunakan dalam industri pangan. Tepung sagu mempunyai komponen yang paling dominan seperti tepung tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Dalam pembuatan bakso tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan menambahkan tepung sagu dalam adonan bakso akan menghasilkan bakso dengan tekstur lebih kenyal dan padat.

Bakso tanpa pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu kamar dan dua hari pada suhu dingin. Menurut Damiyati (2007), bakso merupakan bahan pangan yang mudah rusak karena bakso mengandung protein yang tinggi, memiliki kadar air tinggi, dan pH netral.

Disetiap daerah selalu kita jumpai pengusaha bakso, baik dalam bentuk usaha kecil maupun usaha besar. Misalnya saja di daerah sekitar Universitas Sumatera Utara cukup banyak pengusaha bakso mendirikan usahanya. Dari beberapa pengusaha bakso disekitar Universitas Sumatera Utara mempunyai metode yang berbeda antara satu dengan lainnya. Terutama pada jenis bahan tambahan seperti tepung dan bumbu serta persentase bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan bakso berbeda antara pengusaha bakso yang satu dengan yang lainnya.

(20)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

bahan pengawet pada baksonya. Bakso yang mereka hasilkan hanya mempunyai masa simpan 2 hari saja pada suhu rendah.

Meskipun bakso sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Buktinya, bakso yang mengandung boraks atau formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Menurut Damiyati (2007), formalin dapat memperpanjang daya awet bakso, sedangkan boraks dapat mengenyalkan bakso. Tetapi formalin dan boraks sangat membahayakan kesehatan.

Bakso yang mengandung boraks teksturnya lebih kenyal, bila digigit akan kembali ke bentuk semula dan warnanya akan tampak lebih putih. Ini berbeda dengan bakso yang baik, yang biasanya berwarna abu-abu segar merata pada semua bagian, baik dipinggir maupun ditengah. Bakso dengan warna abu-abu tua menandakan bakso tersebut dibuat dengan tambahan obat bakso yang berlebihan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bakso yang mengandung formalin daya awetnya lebih lama, namun akan membuat aroma khas dari bakso tidak akan tercium. Cara paling mudah mendeteksi bakso yang menggunakan formalin adalah bila bakso yang dipajang di etalase penjual bakso lebih dari enam jam tidak didatangi lalat dan tidak mengeluarkan aroma khas bakso (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

(21)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

lainnya seperti tepung tapioka dan bumbu-bumbu seperti bawang putih, garam, dan merica. Bakso akan semakin baik bila komponen daging lebih banyak dari tepung tapioka (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Heboh formalin sebagai bahan pengawet makanan menyadarkan kita khususnya masyarakat konsumen akan perlunya kehati-hatian mengkonsumsi setiap gram makanan yang masuk ke mulut dan perut kita. Dari berbagai penelitian para ahli, terbukti bahwa bahan-bahan pengawet makanan alami yang bisa menggantikan formalin tersedia di alam. Misalnya kitosan, ternyata mampu digunakan sebagai bahan pengawet (Syarifah, 2006).

Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, dan tidak berbau. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain : merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam. Selain itu kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya (Rismana, 2001).

(22)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Penambahan Kitosan”. Dalam penelitian ini bakso yang digunakan berdasarkan

campuran metode dari beberapa pengusaha bakso disekitar Universitas Sumatera Utara dengan menambahkan kitosan untuk memperpanjang masa simpan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu serta persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi pada pembuatan bakso daging sapi.

- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Hipotesa Penelitian

- Ada pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu terhadap mutu bakso daging sapi.

- Ada pengaruh persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi.

(23)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tentang Bakso

Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur, tepung tapioka, dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 g per butir. Setelah dimasak bakso memiliki tekstur yang kenyal sebagai ciri spesifiknya. Kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bakso daging digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Penggolongan bakso itu dilakukan berdasarkan perbandingan atas jumlah daging dengan perbandingan jumlah tepung yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan bahan dasar tepung pati dan daging dengan jumlah yang lebih besar. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging yang banyak mengandung jaringan ikat dalam jumlah lebih besar dibanding dengan jumlah pati (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).

(24)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Bakso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun (Departemen Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2007).

Kriteria dan diskripsi mutu sensoris bakso ditampilkan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso

(25)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caranya gampang saja, adonan diambil dengan sendok makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi mereka yang mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Wibowo, 2006).

Adapun komposisi kimia bakso daging sapi ditampilkan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Bakso Daging Sapi

Komposisi Jumlah

Air (%) 77,85

Protein (%) 6,95

Lemak (%) 0,31

Karbohidrat (%) 0,00

Abu (%) 1,75

Garam (%) 0,00

Sumber : Wibowo, (2006).

Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang mudah dibentuk. Sedikit-sedikit tambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% dari berat daging (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).

Tinjauan Umum Tentang Daging Sapi

(26)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

dihubungkan dengan tulang. Komposisi serat otot daging mengandung campuran kompleks dari protein, lemak, karbohidrat, dan garam mineral. Protein yang terdapat dalam serat otot daging terdiri dari aktin dan miosin. Karbohidrat yang ada dalam bentuk glikogen (Syarief dan Irawati, 1988).

Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorganisme, dan juga karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Sampai saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk memperlambat kecepatan berkembangnya pencemaran permukaan dari tingkat awal sampai ke tingkat akhir dimana terjadi kerusakan. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan mikroorganisme semacam itu merupakan ukuran ketahanan penyimpanan (Buckle,

et al., 1987).

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan

gizi. Selain mutu protein yang tinggi, pada daging terdapat kandungan asam amino yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna daripada protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik yaitu ternak harus dalam keadaan sehat, bebas dari berbagai penyakit, ternak harus cukup istiharat, tidak diperlakukan kasar, serta tidak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal (Astawan, 2007).

(27)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

menggunakan daging yang telah layu, tekstur bakso yang dihasilkan kurang kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan. Selain itu daging hendaknya tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat yang terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso urat justru digunakan daging yang banyak urat atau seratnya, sedangkan lemak tetap dipisahkan (Wibowo, 2006).

Komposisi Kimia Daging Sapi

Di dalam daging juga terdapat mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, fosfor, khlor, besi, belerang, tembaga, dan mangan. Vitamin yang terdapat pada daging terutama golongan vitamin B (B1, B12, B6, dan B2), vitamin C, A, E, D, dan K. Selain itu daging mengandung pigmen pemberi warna merah (mioglobin). Perubahan warna daging dari karkas menjadi merah cerah karena pembentukan oksimioglobin dan ketika berubah menjadi coklat karena mioglobin menjadi metmioglobin (Syarief dan Irawati, 1988).

(28)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Daging sapi mengandung berbagai zat gizi dan beberapa senyawa kimia lain. Komposisi kimia daging sapi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi (dalam 100 g bahan)

Komposisi Jumlah

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).

Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin, riboflavin, dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C. Hati yang lebih dikenal sebagai jeroan, mengandung kadar vitamin A dan zat besi yang sangat tinggi. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna cokelat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak (Astawan, 2007).

Kitosan

(29)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

lembaran tipis, tidak berbau, berwarna putih, dan terdiri dari dua jenis polimer yaitu poli (2-deoksi-2-asetilamin-2-glukosa) dan poli (2-deoksi-2-aminoglukosa) yang berikatan secara beta (1,4) (Rismana, 2003).

Secara kimiawi kitin merupakan polimer [(1-4)-2-asetamido-2-deoksi-B-D-glukosamin] yang dapat dicerna oleh mamalia,

sedangkan kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin dan mampu berikatan dengan protein (Krissetiana).

Kitin memenuhi kriteria serat pangan dan memiliki sifat yang sangat mirip dengan pangan nabati. Tidak tercernakannya pada bagian atas pencernaan, sifat polimerik dan kemampuan yang tinggi untuk mengikat air menjurus ke viskositas yang tinggi bertanggung jawab terhadap potensi hipokolesterolemik dari kitin dan kitosan. Karena kemampuannya membentuk ikatan ionik pada pH rendah, kitin dan kitosan dapat mengikat berbagai ion in vitro, misalnya asam empedu dan asam lemak (Taranathan dan Kittur, 2003).

Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan bahan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, dan tidak berbau. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain; merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam. Selain itu kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spon, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya (Rismana, 2001).

(30)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

dicerna, dan mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable). Kitosan berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, serta mampu meningkatkan pembentukan tulang. Kitosan juga Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolestrol bersifat sebagai depresan pada sistem syaraf pusat (Rismana, 2001).

Banyak manfaat yang dapat diambil dari pengawetan kitosan ini. Selain harganya lebih murah ternyata efek yang ditimbulkan oleh kitosan lebih kecil bahkan hampir tidak ada apabila dibandingkan formalin. Hal ini dapat dilakukan dengan uji organoleptik yang meliputi penampakan, rasa, bau, dan tekstur. Pada konsentrasi kitosan 1,5% dapat mengurangi jumlah lalat secara signifikan pada ikan asin. Ikan asin yang dilapisi kitosan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang dilapisi dengan formalin. Dengan menggunakan kitosan ikan asin akan bertahan hingga tiga bulan sama dengan menggunakan formalin.Tetapi kelebihan kitosan dibandingkan dengan formalin yaitu kitosan merupakan pengawet yang aman, food safety, dan tidak mengandung karsinogenik. Sedangkan efek penggunaan formalin dalam jangka waktu 10-20 tahun dapat menyebabkan kanker (Sulhanudin, 2007).

Daya simpan pengawet kitosan ini tidak kalah dengan formalin. Sementara itu ditinjau dari segi harga, kitosan lebih ekonomis dibanding dengan formalin. Dengan menggunakan kitosan untuk mengawetkan 100 kg ikan asin cukup dengan biaya Rp.12.000,-. Sedangkan dengan menggunakan formalin untuk mengawetkan 100 kg ikan asin dapat mencapai biaya sebesar Rp.16.000,- (Sulhanudin, 2007).

(31)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

seperti kandungan kolestrolnya rendah bahkan sama sekali tidak mengandung kolestrol, teksturnya disenangi, sebagai pengemulsi, dapat membentuk gel, dapat memfilter mikroba yang merugikan, serta memiliki warna dan aroma yang disenangi (Hawab, 2004).

Kitosan memberikan karakteristik yang unik seperti biokampatible,

biodegradable, bersifat anti bakteri, dan memiliki afinitas yang luar biasa terhadap

protein. Selain itu kitosan inert secara biologi, aman untuk manusia, dan lingkungan. Karena kitosan dapat digunakan untuk aplikasi biomedikal dan farmasetika, kosmetik, pertanian, dan pengawet makanan serta tekstil (Synowiecki dan Al-Kahateb, 2003).

Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran, dan ekstrak kopi. Bahkan terakhir diketahui dapat digunakan sebagai penjernih jus apel yang hasilnya lebih baik dari pada penggunaan bentonite dan gelatin. Kitin dan kitosan tidak beracun sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan manusia (Krissetiana, 2004).

Bahan Yang Ditambahkan pada Pembuatan Bakso Daging Sapi

Tepung Tapioka

(32)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

cenil, klanthing, opak atau semprong, wadah es krim, kacang shanghai, pilus, dan ladu; bahan baku produk biji mutiara, sirup cair, dekstrin, alkohol, dan lem. Selain itu, tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat dan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan juga sebagai bahan penguat benang (warp seizing) pada industri tekstil (Suprapti, 2005).

Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, tetapi pada umumnya berbentuk bola atau elips (Brautlecht, 1953).

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu gelatinisasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam pati tersebut dan pati akan membengkak atau mengembang. Granula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut gelatinisasi (Winarno, 1997).

Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka (dalam 100 gram)

(33)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Besi (mg) 0,0

Bdd (%) 100,0

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).

Tepung tapioka yang dibuat dari pati singkong, nyaris tidak mengandung protein dan gluten. Tepung tapioka sering digunakan untuk pengental pada tumisan karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tidak cocok untuk gorengan karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain pengental, juga dipakai untuk mengenyalkan bakso, pengganti sagu pada empek-empek dan juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga membuat cendol berbahan tepung tapioka. Pada skala industri, tepung tapioka termodifikasi dipakai untuk mengentalkan atau sebagai penstabil pada aneka saos (Lia, 2006).

Tepung Sagu

Di wilayah Indonesia bagian timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya. Diperkirakan hampir 30 % penduduk Maluku dan 20 % penduduk Irian Jaya mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok (Wahyuntari dan Zein, 1983).

(34)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Komposisi kimia tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 5 : Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Sagu (dalam 100 g bahan)

Komposisi Kimia Jumlah

Protein (g) 0,7

Lemak (g) 0,2

Karbohidrat (g) 84,7

Air (g) 14,0

Fosfor (mg) 13,0

Kalsium (mg) 11,0

Besi (mg) 1,5

Kalori (kal) 353,0

Bdd (%) 100,0

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).

Batang sagu merupakan bagian terpenting karena di dalamnya terdapat pati yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai kegiatan industri. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986).

Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi suspensi pati, semakin tinggi konsentrasi suspensi pati, suhu gelatinisasi makin lambat tercapai. Selain itu suhu gelatinisasi tiap jenis pati berbeda-beda, antara 52oCsampai 78oC. Menurut Knight (1986), suhu gelatinisasi pati sagu sekitar 60-72oC. Adanya amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi daya larut pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa tinggi, maka pati sagu akan bersifat kering, kurang lekat dan kecenderungan higroskopis lebih kuat (Haryanto dan Pangloli, 1992).

(35)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Selain bahan yang telah disebutkan, digunakan juga bumbu-bumbu. Bumbunya cukup garam dapur halus dan bumbu penyedap yang dibuat dari campuran bawang putih dan merica.

Bawang putih mempunyai jenis yang cukup banyak tetapi tidak ada perbedaan yang menyolok kecuali pada bentuk umbinya. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih penting untuk mencegah atherosklerosis dan penyakit jantung. Bawang putih mengandung yodium yang tinggi dan banyak mengandung sulfur (Wirakusumah, 2000).

Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Hal ini banyak tergantung pada faktor-faktor luar, dalam lingkungan, pH, dan suhu. Garam menjadi efektif pada suhu rendah dan kondisi yang lebih asam (Buckle,

et al., 1987). Garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging,

sedangkan bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging. Sebaiknya jangan menggunakan penyedap masakan monosodium glutamat atau yang dikenal vetsin. Sejauh ini penggunaan penyedap ini masih diperdebatkan dan dicurigai menjadi penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai sebagai timbulnya penyakit kanker (Wibowo, 2006).

(36)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Es atau Air Es

Penggunaan es atau air es ini sangat penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga dapat meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Wibowo,2006).

Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi

Daging segar yang telah dipilih dihilangkan lemak dan uratnya kemudian dipotong-potong kecil untuk memudahkan proses penggilingan. Es batu dimasukkan pada waktu penggilingan untuk menjaga elastisitas daging, sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal. Daging yang telah lumat dicampur dengan tapioka dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu digiling kembali sehingga daging, tapioka, dan bumbu dapat tercampur homogen membentuk adonan yang halus (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

(37)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

(38)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging segar yang diperoleh dari Pajak Pagi, Padang Bulan, Medan. Dan bahan tambahan berupa tepung tapioka, tepung sagu, es serut, kitosan, dan bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, garam, dan merica.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Reagensia

- Aquadest - NaOH (P) 15% - Phenolphtalein 1% - HCl 0,01 N - H2SO4 (P) - Hexan

Alat Penelitian

- Oven - Gelas Ukur - Timbangan - Desikator

- Alumunium foil - Erlenmeyer - Beaker glass - Soxhlet

(39)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, yang terdiri dari :

Faktor I : Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dari berat daging yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :

T1 = 17,5 % T2 = 20,0 % T3= 22,5 % T4= 25,0 %

Faktor II : Persentase Kitosan dari berat daging yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : K1= 0,05 %

K2= 0,10 % K3 = 0,15 % K4 = 0,20 %

Kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan perlakuan (n) adalah sebagai berikut :

Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n – 16 ≥ 15 16 n ≥ 31

n ≥ 1,93.... dibulatkan menjadi n = 2

(40)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor dengan model sebagai berikut :

ijk = + i + j +( )ij + ijk Dimana :

ijk : Hasil ulangan pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

: Efek nilai tengah

i : Efek faktor T pada taraf ke-i

j : Efek faktor K pada taraf ke-j

( )ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j

ijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

Pelaksanaan Penelitian

(41)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

daging. Dicampur sampai homogen dan dibentuk menjadi bola-bola bakso dengan menggunakan tangan. Bola-bola bakso tersebut direbus dalam air mendidih selama 20 menit atau sampai bakso mengapung diatas permukaan air. Kemudian diangkat, ditiriskan, dan didinginkan, lalu disimpan dalam suhu dingin selama 5 hari dan dilakukan analisa kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa dan kekenyalan).

Parameter Penelitian

Penentuan Kadar Protein (AOAC, 1970)

Kadar protein contoh dihitung dengan menentukan N Nitrogen yang dikali dengan faktor konversi 6,25% dan protein ditetapkan secara semi mikro kjeldahl. Contoh 2,0-2,5g dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 2 g campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2O (1:1) dan 5 ml H2SO4 pekat lalu didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml aquadest dan dipindahkan ke dalam labu suling. Ditambahkan 10 ml NaOH pekat (40%) sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml asam borak 2% dan 4 tetes indikator mengsel (425 mg metil red dan 500 mg metilen blue yang dilarutkan dengan 100 ml alkohol 96%). Hasil sulingan dititrasi dengan larutan 0,1 HCl dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko.

(c-b) x N x 0,014 x 6,25

Kadar Protein (%) = x 100% a

Keterangan : a = bobot contoh (g) b = titrasi blanko (ml HCl) c = titrasi contoh (ml HCl)

(42)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Penenuan Kadar Lemak ( Soedarmadji, et al., 1984).

Kadar lemak ditetapkan dengan cara ekstraksi soxhlet. Contoh yang telah dihaluskan diambil sebanyak 10g dan dimasukkan dalam selongsong. Dilakukan ekstraksi dalam soxhlet selama 3 jam dengan menggunakan pelarut lemak hexan sebanyak 125 ml. Setelah ekstraksi kemudian pelarut lemak dimasukkan dalam erlenmeyer yang telah ditimbang sebelumnya dan diuapkan dalam waterbath sampai semua pelarut lemak menguap. Dimasukkan dalam oven selama 30 menit dan ditimbang minyak dalam erlenmeyer. Dihitung kadar lemak sebagai berikut :

a

Kadar lemak = x 100% b Keterangan : a = berat minyak (g) b = berat contoh (g)

Penentuan Kadar Air (AOAC, 1970)

Bahan sebanyak 2 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Lalu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105o C selama 4 jam lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini dilakukan sampai didapat berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Berat awal – Berat akhir

(43)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Penentuan Kadar Abu (Soedarmadji, et al., 1984).

Kadar abu ditetapkan dengan cara membakar bahan dalam muffle. Contoh yang telah dikeringkan diambil sebanyak 5 g dan dimasukkan dalam muffle dibakar dengan suhu 100oC selama 1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 300oC selama 2 jam. Didinginkan kemudian ditimbang dan dihitung kadar abu dengan rumus sebagai berikut :

a

Kadar abu (%) = x 100% b

Keterangan : a = berat akhir (g) b = berat contoh (g)

Penentuan Uji Organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) (Soekarto, 1985)

Penentuan uji organoleptik terhadap warna, rasa, dan kekenyalan dilakukan dengan uji kesukaan terhadap 10 panelis dengan ketentuan sebagai berikut :

Proporsi nilai organoleptik : warna = 30% rasa = 30% kekenyalan = 40%

Tabel 6. Skala Uji Hedonik

(44)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Gambar 1. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi

Dibersihkan dari darah dan kotoran dengan air dan dipisahkan lemak, urat dan daging

Daging dipotong kecil-kecil dan digiling sampai halus

Daging giling

Penambahan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, dan merica 10 % serta air es sebanyak 15% dari berat daging

Penambahan garam dapur 2,5% dari berat daging

Dicampur sampai homogen dan rata

Dianalisa 1. Kadar air

2. Kadar lemak 3. Kadar Protein

4. Organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) Penambahan

Dibentuk bola-bola bakso dan direbus dalam air mendidih selama 20 menit

Ditiriskan dan didinginkan

(45)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di bawah ini.

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) memberikan pengaruh terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (numerik) bakso daging sapi. Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Parameter yang Diamati

(46)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) sebesar 3,73%. Sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) sebesar 64,88% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 62,63%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 2,44% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 1,94%. Nilai organoleptik (numerik) tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 2,90 dan terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T3) yaitu sebesar 2,39.

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kitosan memberikan pengaruh terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (numerik) bakso daging sapi. Pengaruh persentase kitosan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Parameter yang Diamati

Persentase

(47)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 5,91%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 4,93% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 3,69%. Sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 65,13% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 62,98%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 2,68% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 1,71%. Nilai organoleptik (numerik) tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 2,79 dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0.05% (K1) dan pada perlakuan persentase kitosan 0,10% (K2) yaitu sebesar 2,62.

Kadar Protein (%)

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1)terhadap Kadar Protein (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi.

Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar protein dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Protein (%)

Jarak LSR Campuran Rataan Notasi

(48)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T2, T3, dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T3 dan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T4. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 14,25% dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 5,42%.

Semakin tinggi persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) maka kadar protein semakin menurun. Penurunan kadar protein ini disebabkan karena jumlah protein dalam daging sapi yang digunakan per massa tepung yang dicampurkan dalam adonan bakso akan semakin kecil. Pada tepung tapioka dan tepung sagu kandungan proteinnya sangat rendah yaitu sekitar 0,5g dalam 100g tepung tapioka dan 0,7g dalam 100g tepung sagu.

Hubungan antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Protein (%)

(49)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi.

Pengaruh persentase kitosan terhadap kadar protein dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan Terhadap Kadar Protein (%)

Jarak LSR Persentase Rataan Notasi

0,05 0,01 Kitosan (%) 0,05 0,01

- - - K1 = 0,05 5,91 d D

2 0,459 0,632 K2 = 0,10 8,03 c C

3 0,482 0,664 K3 = 0,15 10,33 b B

4 0,494 0,680 K4 = 0,20 14,00 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K2, K3, dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K4. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 14% dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 5,91%.

(50)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

terkandung dalam bakso akan diikat oleh kitosan. Jadi semakin tinggi persentase kitosan maka kadar protein bakso akan semakin tinggi.

Hubungan antara persentase kitosan terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hubungan Persentase Kitosan (%) dengan Kadar Protein (%)

Pengaruh Interaksi antara Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein (%)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar protein bakso daging sapi.

Hasil pengujian LSR pengaruh interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 11.

= 53,173K + 2,9194

r = 0,9813

4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20

(51)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein (%) Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 11 dapat dilihat kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% dan persentase kitosan 0,20% (T1K4) (17,5% dan 0,20%) yaitu sebesar 21,73% dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% dan persentase kitosan 0,05% (T4K1) (25,0% dan 0,05%) yaitu sebesar 3,16%.

(52)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Ini disebabkan karena jumlah protein dalam daging sapi per massa tepung yang digunakan akan semakin kecil karena protein yang tertinggi hanya terdapat pada daging sapi dan pada tepung tapioka dan tepung sagu kadar proteinnya sangat kecil. Sedangkan semakin meningkatnya kadar protein dengan penambahan kitosan ini disebabkan karena kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin dan berikatan dengan protein (Krissetiana , 2004). Protein yang terdapat dalam bakso daging sapi akan diikat oleh kitosan, sehingga semakin tinggi persentase kitosan yang ditambahkan maka kadar protein bakso daging sapi akan semakin meningkat.

Perubahan kadar protein pada masing-masing perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dengan persentase kitosan mengikuti garis regresi linear seperti terlihat pada Gambar 4.

(53)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Kadar Lemak (%)

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Lemak (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi.

Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) Terhadap Kadar Lemak (%)

Jarak LSR

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T3 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T4. Perlakuan T3 berbeda nyata terhadap perlakuan T4. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 5,13% dan yang terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 3,73%.

(54)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

semakin kecil dan pada tepung tapioka dan tepung sagu kandungan lemaknya sangat rendah yaitu sekitar 0,3 dalam 100g tepung tapioka dan 0,2g dalam 100g tepung sagu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut :

Gambar 5. Grafik Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Lemak (%)

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Lemak (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi. Pengaruh persentase kitosan terhadap kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar lemak (%).

Jarak LSR Campuran Tepung Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - K1 = 0,05 3,69 c C

2 0,318 0,438 K2 = 0,10 4,08 b B

3 0,334 0,460 K3 = 0,15 4,36 b B

4 0,343 0,472 K4 = 0,20 4,93 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

(55)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K2, K3, K4. Perlakuan K2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan K3 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K4. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K4. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 4,93% dan yang terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 3,69%.

Semakin tinggi persentase kitosan maka semakin meningkat kadar lemak pada bakso daging sapi. Menurut Taranathan dan Kittur (2003), kemampuan kitin dan kitosan membentuk ikatan ionik pada pH rendah, maka kitin dan kitosan dapat mengikat berbagai ion in vitro, misalnya asam empedu dan asam lemak. Jadi semakin tinggi persentase kitosan maka semakin tinggi kadar lemaknya. Peningkatan ini mengikuti garis regresi linier seperti pada Gambar 6.

(56)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pengaruh Interaksi antara Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Lemak (%)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak bakso daging sapi, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1K4 (17,5% dan 0,20%) yaitu sebesar 5,60% dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan T4K1 (25,0% dan 0,05%) yaitu sebesar 3,25%.

Kadar Air (%)

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Air (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air (%) bakso daging sapi.

Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) Terhadap Kadar Air (%)

Jarak LSR Campuran Tepung Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - T1 = 17,5 64,88 a A

2 0,580 0,798 T2 = 20,0 64,48 ab AB

3 0,609 0,839 T3 = 22,5 63,85 c BC

4 0,624 0,860 T4 = 25,0 62,63 d D

(57)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T2 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda nyata terhadap perlakuan T3 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T4. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 64,88% dan yang terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 62,63%.

Semakin tinggi persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu maka kadar air bakso daging sapi semakin menurun. Penurunan ini disebabkan karena air yang terdapat dalam daging akan terikat oleh karbohidrat. Sehingga semakin tinggi persentase tepung yang ditambahkan maka kadar karbohidratnya akan semakin tinggi, sehingga kemampuan mengikat air akan semakin meningkat dan kadar airnya akan semakin rendah. Hubungan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

(58)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Air (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi. Pengaruh persentase kitosan terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Air (%)

Jarak LSR Kitosan Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - K1 = 0.05 65,13 a A

2 0,580 0,798 K2 = 0.10 64,20 b B

3 0,609 0,839 K3 = 0.15 63,53 c BC

4 0,624 0,860 K4 = 0.20 62,98 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K2, K3 dan K4. Perlakuan K2 berbeda nyata terhadap perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan K4. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 65,13% dan yang terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 62,98%.

(59)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Gambar 8. Grafik Hubungan Persentase Kitosan (%) dengan Kadar Air (%)

Pengaruh Interaksi antara Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung sagu (2:1) dengan Persentase Kitosan terhadap Kadar Air (%)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1K1 (17,5% dan 0,05%) yaitu sebesar 66,70% dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan T4K4 (25% dan 0,20%) yaitu sebesar 61,80%.

.

Kadar Abu (%)

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Abu (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi.

(60)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) Terhadap Kadar Abu (%)

Jarak LSR

Campuran

Tepung Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - T1 = 17,5 2,44 a A

2 0,106 0,146 T2 = 20,0 2,20 b B

3 0,111 0,153 T3 = 22,5 2,08 c BC

4 0,114 0,157 T4 = 25,0 1,94 d C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 16. dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T2, T3 dan T4. Perlakuan T2 berbeda nyata terhadap perlakuan T3 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T4. Perlakuan T3 berberbeda nyata terhadap T4. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 2,44% dan yang terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 1,94%.

(61)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Gambar 9. Grafik Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) (%) dengan Kadar Abu (%)

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Abu (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi.

Pengaruh persentase kitosan terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Abu (%)

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K2, K3, dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap

(62)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 juga berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K4. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 2,68% dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 1,71%. Semakin tinggi persentase kitosan maka kadar abu pada bakso daging sapi akan semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan karena kitosan mampu mengikat mineral yang terdapat pada daging. Synoweiecki dan Al-Katheeb (2003), menyebutkan bahwa kitosan memiliki sifat anti mikroba yang lebih baik daripada kitin. Mekanisme kitosan sebagai anti mikroba memungkinkan terjadinya permeabilisasi dari sel mikroba dan pengikatan mineral renik, air, serta aktivasi dari beberapa proses pertahanan dalam jaringan makhluk inang oleh kitosan yang akan menghambat pertumbuhan mikroba.

Hubungan antara persentase kitosan dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan Kadar Abu (%)

Gambar

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Bakso Daging Sapi
Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi (dalam 100 g bahan)  Komposisi                                                                                   Jumlah
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka (dalam 100 gram)
Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Sagu (dalam 100 g bahan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

421.6 Kegiatan Sekolahan,Dies Natalis,Lustrum 421.61 Perguruan tinggi (PT) 421.7 Kegiatan Pelajar 421.71 Reuni Darmawisata 421.72 Pelajar Teladan 421.73 Resimen

From the rock-fall risk analysis based on the slope, we could ascertain that the protruding rocks detected by the proposed algorithm and also confirmed by

Berikut ini adalah kasus untuk menguji perangkat lunak yang sudah dibangun menggunakan metode BlackBox berdasarkan gambar rencana pengujian yang telah dibuat sebelumnya. Gambar

Kekhawatiran kedua istri ini sebenarnya tidak perlu ada, karena aturan hukum yang berlaku di Indonesia sudah menjelaskan bahwa “bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang,

Perlu kami informasikan bahwa biaya perjalanan (pp) kelas ekonomi, akomodasi dan konsumsi peserta akan ditanggung oleh Ditjen Sumber Daya IPTEK dan Pendidikan

Penelitian ini membahas tentang kesalahan penulisan transliterasi Arab-Latin dalam skripsi mahasiswa prodi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penelitian

Hasil yang dicapai oleh aplikasi Bluetooth Chat ini adalah aplikasi dapat membuat room , aplikasi dapat menutup room , aplikasi dapat melihat siapa yang terhubung pada

Jika banyak yang membudidayakan tomat maka akan semakin mudah untuk memperoleh tomatB. Makna istilah hidroponik