DAMPAK PENGEMBANGAN KOMODITI TERNAK SAPI
TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAN
PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN
HAMPARAN PERAK KABUPATEN
DELI SERDANG
TESIS
WIRA OKRIADI LUBIS 087003039/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
S
E K O L AH
P A
S C
DAMPAK PENGEMBANGAN KOMODITI TERNAK SAPI
TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAN
PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN
HAMPARAN PERAK KABUPATEN
DELI SERDANG
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
(PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
WIRA OKRIADI LUBIS 087003039/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis :
Nama Mahasiswa : Wira Okriadi Lubis Nomor Pokok : 087003039
Program Studi :
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D) Ketua
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Kasyful Mahalli, SE. MSi) Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal lulus : 6 April 2010
DAMPAK PENGEMBANGAN KOMODITI TERNAK SAPI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI SERDANG
Telah diuji pada
Tanggal 6 April 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
ABSTRAK
Wira Okriadi Lubis (087003039/PWD) dengan judul “Dampak Pengembangan Komoditi Ternak Sapi Terhadap Pengembangan Wilayah di
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Di bawah bimbingan Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D Sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, MSi selaku Anggota
Komisi Pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ternak sapi; menganalisis dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap keuntungan peternak; menganalisis dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah terutama pada : peningkatan pendapatan masyarakat, pemanfaatan tenaga kerja dan pemasaran ternak di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Populasi penelitian ini meliputi seluruh kepala keluarga yang memelihara ternak sapi yang ada di daerah penelitian sebanyak 1.424 peternak. Besar sampel yang diambil sebanyak 142 responden. Untuk menguji hipotesis (1) digunakan analisis deskriptif dan uji beda rata-rata (t-test), untuk menguji hipotesis (2) digunakan analisis ekonomi usaha ternak dan untuk menguji hipotesis (3) digunakan metode regresi linier berganda.
Hasil penelitian yang diperoleh antara lain : Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan komoditi ternak sapi yang paling dominan adalah ketersediaan modal produksi, selanjutnya adalah curahan tenaga kerja dan luas lahan. Usaha yang timbul dan berkembang akibat pengembangan komoditi ternak sapi seperti : supplier sarana produksi (poultry shop), jasa transportasi, telekomunikasi dan terjadinya pasar. Pengembangan komoditi ternak sapi memberikan dampak terhadap pengembangan wilayah. Indikator yang digunakan adalah : (a). Pertambahan jumlah populasi ternak sapi sebesar 54 ekor/tahun, (b). Besarnya curahan tenaga kerja keluarga yang dimanfaatkan untuk mengelola ternak sapi sebesar 43,5 jam/tahun, (c). Besarnya dana yang berputar sebanyak Rp. 438.487.875,-/tahun. Keadaan ini akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah serta dapat menurunkan angka pengangguran yang pada akhirnya akan memperbaiki struktur sosial masyarakat.
ABSTRACT
Wira Okriadi Lubis, 087003039/PWD, “The Impact of Cow Breeding on the Regional Development of Hamparan Perak Sub-district, Deli Serdang District”,
under the supervision of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, PhD (Chair), Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Member) and Kasyful Mahalli, SE, MSi (Member).
The purpose of this study was to analyze the factors which have influenced cow breeding production, the impact of cow breeding development on breeders’ profit, and the impact of cow breeding development on regional development, especially on the increase of community’s income, the use of manpower, and the cow marketing in Hamparan Perak Sub-district, Deli Serdang District. The population of this study was all of the 1,424 heads of the families who were breeding cows in research location, and 142 of them were selected to be the samples for this study. Hypothesis 1 was tested through descriptive analysis and t-test, hypothesis 2 was tested through cow breeding economic analysis, and hypothesis 3 was tested through multiple linear regression method.
The result of this study showed that The most dominant factors which influenced the cow breeding development were the availability of production capital, the number of manpower, and the of area cow breeding location. The other businesses resulted from the cow breeding are development poultry shop, transportation and telecommunication services, and market. the cow breeding development has brought several impacts on regional development based on the indicators that (a) the cow breeding population increased for 54 cows/year, (b) the number of work hours spent by the family to run this cow breeding was 43.5 hours/year, and (c the amount of money used was Rp.438,487,875.00/year. This condition will increase the economic bargaining power of this area and can minimize the unemployment rate which in the end it can improve the community social structure.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kepada Allah SWT, atas rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul
tesis ini adalah “DAMPAK PENGEMBANGAN KOMODITI TERNAK SAPI
TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAN PENGEMBANGAN
WILAYAH DI KECAMATAAN HAMPARAN PERAK KABUPATEN DELI
SERDANG”, yang membahas tentang dampak pengembangan komoditi ternak sapi
terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan pengembangan wilayah di
Kecamatan Hamparan Perak.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih khususnya kepada Bapak
Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing, juga
kepada Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing dan juga
kepada Bapak Kasyful Mahalli, SE. MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. MSc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku ketua dan Bapak
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, Medan.
3. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, MSi dan Bapak Drs. Rujiman, MA sebagai Dosen
Pembanding.
4. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang
tidak terhingga khususnya kepada kedua orang tua saya yaitu Ayahanda
Ridwan Lubis dan Ibunda Masnuri Harahap yang telah banyak memberikan
dukungan moril maupun materil, kepada saya dan tak lupa kepada Bou Ropiah
Lubis dan Adikku Indra Akbar Sanjani Lubis yang saya sayangi.
5. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih seluruh civitas akademik
SPs-USU yang telah membantu dalam kelancaran kegiatan akademik, khususnya
kepada teman-teman PWD 2008 yang banyak membantu dalam penyelesaian tesis
ini.
Akhirnya kepada seluruh pihak yang banyak membantu yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini
dikemudiyan hari. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
memerlukannya.
Medan, April 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Oktober 1983. Anak dari
Ridwan Lubis dan Masnuri Harahap, yang merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Pada tahun 1990 penulis lulus dari TK Darmawanita, tahun 1996 penulis lulus
dari SD Percobaan Negeri Medan, tahun 1999 lulus dari SLTP Negeri 10 Medan,
tahun 2002 lulus dari SMU Negeri 13 Medan. Pada tahun 2002 melanjutkan
pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis memilih
minat Studi Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman, Juruan Ilmu Tanah dan lulus
tahun 2006, pada tahun 2008 penulis ikut ujian masuk Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara (USU) dan lulus pada Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, dengan Konsentrasi Perencanaan Perkotaan.
Pada tahun 2007 diterima sebagai pegawai honor di Dinas Peternakan dan Kesehatan
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Sumatera Utara dan
Nasional Tahun 2008 (Kg/Kpt/thn) ...
4
1.2. Populasi Ternak sapi di Kecamatan Hamparan Perak ... 5
3.1. Sampel Penelitian ... 30
4.1. Luas Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang ... 35
4.2. Distribusi Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang ... 36
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 37
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 38
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 39
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 39
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Beternak ... 40
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan ... 41
4.9. Harga Sarana Produksi Peternakan di Kecamatan Hamparan Perak Tahun 2005 dan Tahun 2009 ... 42
4.11. Sub Sektor Industri yang Berperan dalam Pengembangan Komoditi
Ternak Sapi di Kecamatan Hamparan Perak ... 47
4.12. Hasil Analisis Ujibeda Rata-Rata Curahan Tenaga Kerja ... 49
4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Curahan Tenaga Kerja ... 50
4.14. Hasil Analisis Ujibeda Rata-Rata Peningkatan Produksi Ternak ... 51
4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Produksi Ternak ... 52
4.16. Hasil Analisis Ujibeda Rata-Rata Peningkatan Modal ... 53
4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Modal Produksi ... 54
4.18. Hasil Analisis Ujibeda Rata-Rata Peningkatan Pendapatan ... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Skema Kerangka Berpikir ... 25
4.2. Sistem Agribisnis Ternak Sapi ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 65
2. Karakteristik Responden ... 67
3. Total Modal Produksi Tahun 2005 dan 2009 ... 71
4. Pendapatan Peternak Tahun 2005 dan 2009 ... 76
5. Data Curahan Tenaga Kerja dalam Usaha Ternak Sapi ... 80
6. Data Produksi, Modal, Luas Lahan dan Curahan Tenaga Kerja ... 84
7. Jumlah Ternak Sapi Tahun 2005 dan 2009 ... 90
8. Analisis Curahan Tenaga Kerja ... 92
9. Analisis Peningkatan Produksi Ternak ... 93
10. Analisis Modal Produksi ... 94
11. Analisis Peningkatan Pendapatan Peternak ... 95
12. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ... 96
ABSTRAK
Wira Okriadi Lubis (087003039/PWD) dengan judul “Dampak Pengembangan Komoditi Ternak Sapi Terhadap Pengembangan Wilayah di
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Di bawah bimbingan Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D Sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, MSi selaku Anggota
Komisi Pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ternak sapi; menganalisis dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap keuntungan peternak; menganalisis dampak pengembangan komoditi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah terutama pada : peningkatan pendapatan masyarakat, pemanfaatan tenaga kerja dan pemasaran ternak di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Populasi penelitian ini meliputi seluruh kepala keluarga yang memelihara ternak sapi yang ada di daerah penelitian sebanyak 1.424 peternak. Besar sampel yang diambil sebanyak 142 responden. Untuk menguji hipotesis (1) digunakan analisis deskriptif dan uji beda rata-rata (t-test), untuk menguji hipotesis (2) digunakan analisis ekonomi usaha ternak dan untuk menguji hipotesis (3) digunakan metode regresi linier berganda.
Hasil penelitian yang diperoleh antara lain : Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan komoditi ternak sapi yang paling dominan adalah ketersediaan modal produksi, selanjutnya adalah curahan tenaga kerja dan luas lahan. Usaha yang timbul dan berkembang akibat pengembangan komoditi ternak sapi seperti : supplier sarana produksi (poultry shop), jasa transportasi, telekomunikasi dan terjadinya pasar. Pengembangan komoditi ternak sapi memberikan dampak terhadap pengembangan wilayah. Indikator yang digunakan adalah : (a). Pertambahan jumlah populasi ternak sapi sebesar 54 ekor/tahun, (b). Besarnya curahan tenaga kerja keluarga yang dimanfaatkan untuk mengelola ternak sapi sebesar 43,5 jam/tahun, (c). Besarnya dana yang berputar sebanyak Rp. 438.487.875,-/tahun. Keadaan ini akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah serta dapat menurunkan angka pengangguran yang pada akhirnya akan memperbaiki struktur sosial masyarakat.
ABSTRACT
Wira Okriadi Lubis, 087003039/PWD, “The Impact of Cow Breeding on the Regional Development of Hamparan Perak Sub-district, Deli Serdang District”,
under the supervision of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, PhD (Chair), Dr. Ir. Tavi Supriana, MS (Member) and Kasyful Mahalli, SE, MSi (Member).
The purpose of this study was to analyze the factors which have influenced cow breeding production, the impact of cow breeding development on breeders’ profit, and the impact of cow breeding development on regional development, especially on the increase of community’s income, the use of manpower, and the cow marketing in Hamparan Perak Sub-district, Deli Serdang District. The population of this study was all of the 1,424 heads of the families who were breeding cows in research location, and 142 of them were selected to be the samples for this study. Hypothesis 1 was tested through descriptive analysis and t-test, hypothesis 2 was tested through cow breeding economic analysis, and hypothesis 3 was tested through multiple linear regression method.
The result of this study showed that The most dominant factors which influenced the cow breeding development were the availability of production capital, the number of manpower, and the of area cow breeding location. The other businesses resulted from the cow breeding are development poultry shop, transportation and telecommunication services, and market. the cow breeding development has brought several impacts on regional development based on the indicators that (a) the cow breeding population increased for 54 cows/year, (b) the number of work hours spent by the family to run this cow breeding was 43.5 hours/year, and (c the amount of money used was Rp.438,487,875.00/year. This condition will increase the economic bargaining power of this area and can minimize the unemployment rate which in the end it can improve the community social structure.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun
peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.
Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada tahun 2007
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan
sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005; Santi 2008)
sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran
(Setiyono et al. 2007). Pada tahun 2006, tingkat konsumsi daging sapi diperkirakan
399.660 ton, atau setara dengan 1,70−2 juta ekor sapi potong (Koran Tempo 2008),
sementara produksi hanya 288.430 ton. Pemerintah memproyeksikan tingkat
konsumsi daging pada tahun 2010 sebesar 2,72 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhan
daging dalam negeri mencapai 654.400 ton dan rata-rata tingkat pertumbuhan
konsumsi 1,49%/tahun (Badan Pusat Statistik, 2005).
Salah satu amanat Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang
dicanangkan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005 yaitu
pentingnya penataan dan perhatian yang menyeluruh dibeberapa komoditas pertanian,
sapi yang perlu mendapat perhatian, karena sampai saat ini import daging dan sapi
bakalan jumlahnya masih cukup besar.
Pelaksanaan Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS)
secara efektif dimulai tahun 2008 dan diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 59/Permentan/HK 060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaiaan
Swasembada daging sapi dan dalam pelaksanaan operasionalnya berdasarkan
pedoman teknis Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS).
Pemerintah pusat telah menetapkan 18 Provinsi sebagai daerah fokus
pengembangan sapi potong dalam upaya percepatan pencapaiaan swasembada daging
sapi 2010, yang terbagi dalam tiga (3) prioritas yaitu :
1. Daerah prioritas inseminasi buatan IB yaitu Provinsi Jawa barat, Jawa Tengah,
DI. Yokyakarta, Jawa Timur dan Bali
2. Daerah campuran IB dan kawin alam yaitu Nanggreo Aceh Darus Salam, Sumut,
Sumbar, Sumsel dan Lampung.
3. Daerah prioritas kawin alam yaitu Propinsi NTT, Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Tenggara.
Pada 18 Provinsi tersebut ditargetkan penyediaan daging sapi sebanyak 373,7
ribu ton pada tahun 2010 berarti harus ada peningkatan pengadaan sebesar 114,5 ribu
ton. Sumatera Utara yang sudah ditetapkan Pemerintah pusat sebagai derah campuran
IB (Inseminasi Buatan) dan KA (Kawin Alam) telah menetapkan 11 Kabupaten
Kabupaten dimaksud adalah Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Padang
Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu, Asahan, Batu Bara, Simalungun, Sergei,
Deli Serdang dan Langkat (Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara).
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 225,64 juta jiwa, sementara
penduduk Sumatera Utara sebesar 12,83 juta jiwa, seiring dengan itu akan terjadi
peningkatan permintaan pangan hewan termasuk daging sapi cukup besar.
Penyediaan daging Provinsi Sumatera Utara sebesar 126.065.420 Kg/tahun (termasuk
import 2007), sementara kebutuhan untuk mencapai standart konsumsi nasional
Widiya Karya Nasional Pangan Gizi (WKNPG) sebesar 128.728.740 Kg/tahun
sehingga masih ada kekurangan 2.663.520 Kg/tahun (± 15.000 ekor sapi/tahun).
Apabila ditambah import 2007 sebanyak 25.000 ekor/tahun dengan kekurangan
15.000 ekor/tahun maka total kekurangan 40.000 ekor sapi/tahun.
Dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan masyarakat maka
semakin tinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan yang sehat dan
bergizi bagi kesehatan. Faktor penunjang lainnya yaitu semakin digalakkannya
subsektor pariwisata yang memang pada kenyataannya telah menentukan
ketersediaan daging berkuwalitas tinggi. Hal ini mengakibatkan permintaan akan
protein asal hewani (daging, susu dan telur) dari tahun ketahun terus meningkat.
Sayangnya tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Sumatera Utara masih jauh
dibawah standar nasional. Konsumsi daging, telur dan susu masyarakat Sumatera
Tabel 1.1. Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Sumatera Utara dan Nasional Tahun 2008 (Kg/Kpt/Tahun)
No. Jenis Komoditi Sumatera Utara Nasional
1. Daging 8.95 20.3
2. Telur 6.67 6.5
3. Susu 0.13 7.2
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008
Produksi ternak sapi di Sumatera Utara sangat beragam yang disebabkan
adanya perkembangan kenaikan jumlah populasi yang semakin meningkat setiap
tahun. Pada tahun 2004, populasi ternak sapi sebesar 248.971 ekor dan pada tahun
2008, populasi ternak sapi sebesar 388.240 ekor dengan persentase kenaikan rata-rata
sebesar 13,98%. Sampai tahun 2008 Provinsi Sumatera Utara memproduksi daging
sapi sebesar 12.957 ton. Konstribusi bagi peternakan nasional sebesar 4,14%. Sektor
peternakan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 35.290 orang dengan besar
persentase adalah 1,48% dari 2.373.843 orang tenaga kerja yang bergerak di bidang
pertanian (Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Sementara dari sisi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) pada tahun
2007, sektor peternakan memberikan konstribusi sebesar 3.723 miliar rupiah bagi
perekonomian Sumatera Utara (Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Pemerintah Sumatera Utara saat ini sedang mengembangkan enam jenis ternak
sebagai komoditi unggulan sektor peternakan yakni sapi potong, domba, babi, ayam
buras dan sapi perah.
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang melakukan berbagai upaya untuk
budidaya ternak dengan pendistribusian bantuan paket bibit ternak dengan sistem
gaduhan (full inkind) berupa ternak sapi, domba dan kambing; menerapkan teknologi
peternakan untuk memperbaiki mutu genetik ternak melalui Inseminasi Buatan (IB)
pada ternak sapi, kerbau, domba dan kambing; pencegahan dan penanggulangan
penyakit menular dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak dengan
pembinaan dan penyuluhan kepada peternak.
Populasi ternak sapi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang,
tertera pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Populasi Ternak Sapi di Kecamatan Hamparan Perak
Sumber : Kecamatan Hamparan Perak Dalam Angka 2007 dan 2008
Tabel 1.2. menunjukkan perkembangan ternak sapi di Kecamatan Hamparan
Perak meningkat dari 3.478 ekor pada tahun 2007, menjadi 10.044 ekor pada tahun
2008.
Kontribusi agribisnis peternakan terhadap perekonomian sangat potensial,
baik terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja,
penyediaan pangan dan penghasil devisa negara. Hal ini disebabkan karena agribisnis
peternakan memiliki beberapa keunggulan : kegiatan peternakan pada sub sistem
budidaya relatif tidak tergantung pada ketersediaan lahan dan tidak terlalu menuntut
kualitas sumber daya tenaga kerja yang tinggi; kegiatan budidaya peternakan
memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas, dalam hal ini disebabkan bahwa
ternak yang dipelihara dapat dijual pada umur beberapa saja dan pasarnya tetap
tersedia; produk yang dihasilkan dari usaha agribisnis peternakan merupakan produk
memiliki nilai elastisitas permintaan terhadap perubahan pendapatan yang tinggi,
artinya konsumsi produksi meningkat apabila pendapatan semakin bertambah; dan
mampu menciptakan kesempatan kerja dan berusaha serta peningkatan pendapatan,
mulai dari agribisnis hulu, budidaya hingga hilir.
Pertumbuhan permintaan daging sapi di pasar terus meningkat tahun demi
tahun. Hal ini merupakan peluang yang sangat menjanjikan, disaat kesulitan ekonomi
untuk berwiraswasta dengan menekuni bisnis ternak sapi. Salah satu potensi yang
peternakan dengan usaha tani lainnya. Usaha tani terpadu memiliki prospek yang
tinggi dalam pengembangan peternakan. Salah satu usaha tani terpadu yang dilakukan
integrasi dengan perkebunan. Pengembangan ternak di lahan perkebunan dikatakan
memiliki prosepek yang cukup tinggi karena luas areal perkebunan dapat
dimanfaatkan untuk areal pengembangan ternak dan merupakan sumber pakan ternak
sapi.
Dengan ketersediyaan itu ternak sapi perlu dikembangkan lagi, serta
dibutuhkan suatu penelitian tentang sejauh mana dampak pengembangan ternak sapi
sebagai komoditi unggulan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan
pengembangan wilayah di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang di atas maka pokok permasalahan
penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi produksi ternak sapi di Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang?
2. Bagaimana dampak pengembangan ternak sapi terhadap pengembangan wilayah
terutama pada peningkatan pendapatan masyarakat dan pemanfaatan tenaga kerja
di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ternak sapi di
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
2. Menganalisis dampak pengembangan ternak sapi terhadap keuntungan peternak
di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
3. Menganalisis dampak pengembangan ternak sapi terhadap pengembangan
wilayah terutama peningkatan masyarakat, pemanfatan tenaga kerja dan
pemasaran ternak di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini digunakan untuk :
1. Penelitian ini sebagai masukan/bahan referensi untuk pembaca, pelaku dan
peminat untuk mengetahui dampak pengembangan ternak sapi terhadap
pengembangan wilayah.
2. Sebagai bahan referensi/rujukan bagi masyarakat dalam mengusahakan usaha
peternakan sapi.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komoditi Unggulan
Komoditi unggulan adalah salah satu komoditas andalan yang dianggap paling
menguntungkan untuk diusahakan/dikembangkan disuatu wilayah. Komoditas
pertanian harus mempunyai daya saing yang cukup tinggi, yang ditentukan oleh
produktivitas tanaman/ternak/ikan, produktifitas tenaga kerja, potensi pasar dan
efesiensi pemasaran. Dengan demikian komoditas unggulan dapat tumbuh dan
berkembang di wilayah sentra produksi dan dapat memberikan pendapatan yang
cukup bagi pelaku yang terkait seperti produsen, pengolah, pedagang ekseptor dan
lain-lain (Simanjuntak, dkk, 1997).
Menurut Simanjuntak, dkk (1997), sentra pengembangan agribisnis adalah
lokasi produksi komoditas unggulan bersekala ekonomi yang cukup besar disuatu
ekosistem. Wilayah sentra pengembangan agribisnis dilengkapi sarana dan prasarana
yang dibutuhkan, kelembagaan dan seluruh sub sitem agribisnis.
Perinsip dasar pelaksanaan sentra pengembangan agribisnis adalah
pendayagunaan sumber daya secara optimal. Pendayagunaan sumber daya secara
optimal dapat dilakukan melalui pengembangan komoditas unggulan yang
mempunyai keterkaitan erat dengan hulu dan hilir yang didukung oleh pendukung
selengkap mungkin (Laporan Tahunan Dinas Peternakan Sumatera Utara).
Dalam perencanaan pengembangan peternakan berbasis sumber daya lokal,
pemerintah daerah bersama masyarakat mengidentifikasikan potensi dan peluang
pengembangan peternakan, menganalisis alternatif dan menentukan peran
masing-masing dengan keriteria yang disepakati bersama. Hal ini dilakukan agar dapat
mengakomodasikan aspirasi lokal secara transparan dan tetap memperhitungkan
keunggulan sumber daya lokal dengan perhitungan ekonomi yang rasional
(Saragih, 2001).
Komoditas peternakan yang berbasis sumber daya lokal adalah sapi potong,
kambing, domba, ayam buras dan itik. Jenis ternak ini merupakan komoditas ternak
asli Indonesia yang sangat berpotensi sebagai sumber tumpuan kehidupan masyarakat
pedesaan. Bukti empiris menunjukkan bahwa jenis ternak-ternak ini menjadi
penyelamat selama krisis moneter berlangsung (Saragih, 2001).
2.2. Ternak Sapi
Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada
babak Palaeoceen. Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India.
Sapi Bali yang banyak dijadikan komoditi daging/sapi potong pada awalnya
dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah seperti : Nusa
Tenggara Barat (NTB), Sulawesi dan seluruh nusantara (Proyek Pengembangan
Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok
ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi
untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Sapi potong telah lama
dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk
mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola usaha
ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit atau
penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman pangan maupun
tanaman perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis
dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
keuntungan peternak (Suryana, 2009).
2.3. Prospek Komoditi Unggulan Ternak Sapi
Untuk meningkatkan pengembangan ternak sapi potong di Sumatera Utara
selain melaksanakan kemitraan juga dilaksanakan sutu kegiatan penggemukan
dengan tujuan selain menambah populasi juga memenuhi kebutuhan akan daging sapi
Sumatera Utara sekaligus meningkatkan keterampilan peternak, dalam memelihara
ternak sapi sehingga meningkatkan kesejahteraan peternak (Laporan Tahunan Dinas
Peternakan Sumatera Utara).
Pemeliharaan ternak sapi disesuaikan dengan tujuan usaha peternakan yang
akan dilaksanakan. Tipe ternak yang akan dipelihara untuk tujuan penghasilan
daging, misalnya dipilih ternak sapi tipe perah; untuk tujuan tenaga kerja dipilih sapi
maka dipilih ternak sapi tipe dwiguna. Sebagai contoh, untuk mengkombinasikan
sumber protein hewani maka tujuan mengasilkan susu dan daging sekaligus dapat
diperoleh melalui pemeliharaan sapi tipe dwiguna (Santosa, 2006).
Sumber daya peternakan, khususnya sapi potong merupakan salah satu
sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk
dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi. Menurut Saragih dalam
Mersyah (2005), ada beberapa pertimbangan perlunya mengembangkan usaha ternak
sapi potong, yaitu: 1) budi daya sapi potong relatif tidak bergantung pada
ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang berkualitas tinggi, 2) memiliki kelenturan
bisnis dan teknologi yang luas dan luwes, 3) produk sapi potong memiliki nilai
elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, dan 4) dapat membuka
lapangan pekerjaan.
Dalam tata laksana suatu perusahaan peternakan, ternak yang mempunyai
nilai genetis tinggi akan muncul dan dapat dinikmati hasilnya dengan kuwalitas tinggi
apabila dikelola secara terampil dengan dasar pemahaman teori ilmiah peraktis.
Pemeliharaan ternak tanpa disertai dengan keterampilan yang memadai tidak akan
menghasilkan ternak yang baik, bahkan mungkin ternak yang baik akan terapkir
sedangkan ternak yang jelek akan terambil. Tanpa bekal keterampilan cara
menangani ternak, maka ternak yang dipelihara kemungkinan tidak dapat
diperlakukan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, ternak akan kembali
sedangkan produksi yang diharapkan tidak dapat diambil dan dinikmati dengan baik
dan sempurna. Oleh karena itu kerugian eknomis akan timbul (Santosa, 2006).
Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.
Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan
karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah (Isbandi 2004; Rosida 2006;
Direktorat Jenderal Peternakan 2007; Syadzali 2007; Nurfitri 2008; Santi 2008).
Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak
dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa
2005; Mersyah 2005; Suwandi 2005) (Suryana, 2009).
2.4. Teori Produksi
Persaratan terjadinya produksi adalah faktor. Faktor produksi terdiri dari
empat komponen, yaitu : tanah, modal, tenaga kerja dan skill atau manejemen
(pengelolaan). Dalam beberapa literatur, sebagian para ahli hanya mencantumkan tiga
faktor produksi, yaitu : tanah (lahan), modal dan tenaga kerja.
Soekartawi (2002), mengatakan kegiatan berproduksi merupakan produksi
merupakan kegiatan dalam lingkup yang agak sempit karena banyak membahas aspek
mikro. Peranan input bukan saja dapat dilihat dari segi macamnya atau tersedianya
dalam waktu yang tepat; tetapi ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi
tersebut. Faktor-faktor inilah maka terjadi adanya senjang produktivitas “yield gap”
antara produktivitas seharusnya dan produktivitas yang dihasilkan oleh peternak.
produktivitas yang diperoleh peternak akan tinggi, namun bagaimana peternak
melakukan usahanya secara efesien adanya upaya yang sangat penting.
Input yang digunakan dalam pemeliharaan ternak di pulau Jawa relatif kecil
31.48% dan komponen biaya produksi yang paling besar adalah kebutuhan pakan
26.05%, merupakan nilai konversi harga rumput (pakan hijauan), komponen biaya)
ini dapat ditekan khususnya di pulau Jawa, dengan memanfaatkan rumput di areal
perkebunan (Sembiring, 1999).
Menurut Mubyarto (1987), bentuk sederhana fungsi produksi ini dituliskan
sebagai :
Dimana :
Y = adalah hasil produksi
xi ... xn = faktor-faktor produksi
Faktor-faktor produksi tersebut biasanya dapat diklasifikaskan menjadi lahan, modal,
tenaga kerja dan manajemen. Pengukuran terhadap faktor manajemen relatif sulit dan
karenanya sering tidak dipakai pada fungsi produksi.
2.4.1 Faktor Produksi Lahan
Bagi usaha pertanian termasuk di dalamnya usaha peternakan seperti sapi,
kerbau, domba dan kambing faktor lahan merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap terhadap tingkat pengembangan ternak sapi, kerbau, domba dan
kambing. Ternak sapi, kerbau, domba dan kambing memerlukan luas lahan yang
Tricahyono (1992), menegaskan bahwa disamping modal dan tenaga kerja,
faktor lahan merupakan faktor produksi yang paling dalam usaha pertanian termasuk
peternakan. Lahan atau tanah mempunyai produktivitas untuk menghasilkan bahan
nabati, dan bahan nabati tersebut dikonsumsi oleh ternak. Sebagai faktor produksi
dalam pengembangan usaha pertanian, tingkat konstribusi lahan sangat dipengaruhi
oleh kondisi topografi, kebururan dan tingkat pengelolaannya. Di samping itu jumlah
penduduk juga sangat berpengaruh terhadap penggunaan lahan karena semakin
banyaknya jumlah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti : untuk lahan
persawahan, perkebunan, perkantoran, pemukiman dan lain sebagainya. Dari semua
jenis peruntukannya, dengan tidak memperhatikan peruntukan tata guna lahan yang
sesuai dengan tata ruang dan pengembangan wilayah, inilah yang banyak
mengganggu pengembangan usaha pertanian termasuk pengembangan peternakan.
Menurut Direktorat Penyebaran dan Pengembangan Peternakan (1995),
pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada proporsi bahwa : lahan
merupakan sumber pakan ternak; semunya jenis lahan cocok sebagai sumber pakan;
pemanfatan lahan untuk peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian antara
peruntukan lahan dengan sistem produksi pertanian; hubungan antara lahan dan
ternak bersifat dinamis. Selanjutnya Eniza (1988), berpendapat interaksi antara ternak
dengan lahan mempunyai tiga aspek, yaitu : adaptasi ternak secara biologis;
kemampuan lahan menghasilkan hijauan pakan ternak; pola pemeliharaan dan daya
2.4.2 Faktor Produksi Modal
Secara umum bahwa modal pertanian mengambil bentuk lain dalam bibit,
alat-alat mesin pertanian, pupuk, pestisida, ternak dan lain sebagainya. Modal dalam
bentuk ini adalah modal fisik atau modal materill (Mubyarto, 1987). Di samping itu
modal manusia (human capital) juga sangat penting dalam meningkatkan
produktivitas pertanian.
Heady dan Dilon (1961) dalam Soekartawi (1986), mengklasifikasikan
beberapa variabel yang dapat digolongkan sebagai modal, yaitu :
1. Modal untuk perbaikan usaha tani, terdiri dari biaya penyusutan bangunan,
kekayaan yang mudah diuangkan (ternak, makanan ternak, bibit, pupuk, dll);
kekayaan yang terdiri dari alat-alat pertanian (mesin, alat untuk pemeliharaan
ternak, dll) dan biaya yang dipergunakan untuk pemeliharaan (merawat atau
menggantikan alat-alat, bensin dan oli).
2. Modal yang terdiri dari biaya seperti bensin dan oli penyusutan mesin-mesin,
pembelian makanan ternak, pupuk dan lain-lain.
3. Modal yang terdiri dari mesin dan peralatan pertanian (termasuk penyusutan,
perawatan atau penggantikan bila ada yang rusak); biaya pemeliharaan ternak;
makanan ternak dan lain-lain.
Dalam usaha tani, sebagian tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri
terdiri darai ayah, istri dan anak. Anak berumur 12 tahun misalnya sudah merupakan
tenaga kerja yang produktif bagi usaha tani. Petani dalam usaha tani tidak hanya
menyumbangkan tenaga saja, tetapi ada pemimpin usaha tani yang mengatur
organisasi produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1989).
Dalam analisa ketenaga kerjaan di bidang pertanian penggunaan tenaga kerja
dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai
adalah besarnya kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar
kecilnya beberapa tenaga kerja yang dibutuhkan dari menentukan pula macam tenaga
kerja bagaimana yang diperlukan. Biasanya usaha peternakan skala kecil akan
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga tidak perlu menggunakan tenaga kerja
ahli. Sebaliknya dalam usaha peternakan yang bersekala besar, lebih banyak
mempergunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara sewa tenaga kerja yang ahli.
2.4.4. Faktor Manajemen (Pengelolaan Ternak Sapi)
Manajemen adalah hal-hal yang berkaitan dengan terlaksana perkandangan,
pemberian pakan, perawatan ternak, pencegahan/pemberantasan penyakit dan
pemasaran. Rendahnya produktivitas ternak, selain jumlah ternak yang dipelihara,
juga disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai kurangnya pemanfaatan sumber daya,
rendahnya kualitas bibit, rendahnya kualitas pakan ternak, rendahnya keterampilan
peternak, serta kecil modal usaha. Petani pelaku produksi merupakan sumber yang
Pemeliharaan ternak tanpa disertai pemahaman keterampilan yang memadai
tidak akan mengahasilkan ternak kwalitas baik, bahkan mungkin ternak yang baik
akan terafkir sedang ternak yang jelek akan termpil sehingga tujuan pemeliharaan
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pengetahuan peternak tentang teknologi peternakan masih sangat kurang hal
ini erat kaitannya dengan sikap peternak itu sendiri terhadap usahanya. Alih teknologi
kepada peternak dapat dilakukan melalui megang, pelatihan dan studi banding
(Karo-karo dan Batubara, 1998).
2.5. Pendapatan Petani
Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan perkapita merupakan suatu
indikator yang laizim dipergunakan pengukur pertumbuhan ekonomi (Asmara, 1986).
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat di pedesaan
adalah terbatasnya jumlah dan jenis lapangan pekerjaan yang tersedia. Pada
umumnya pekerjaan masyarakat di pedesaan hanya terpusat pada sektor pertanian
dengan pengelolaan secara tradisional (Jinghan, 1999).
Salah satu cara untuk menduga tingkat perkembangan perekonomian suatu
wilayah adalah dengan mengukur tingkat pendapatan rumah tangga di wilayah adalah
dengan mengukur tingkat pendapatan rumah tangga di wilayah tersebut. Suatu
wilayah yang rata-rata rumah tangganya mempunyai pendapatan yang tinggi maka
lebih baik. Sebaliknya suatu wilayah yang perkembangan ekonominya lebih baik,
maka mendukung upaya peningkatan pendapatan rumah tangga.
Nasution (1993), berpendapat bahwa sumber pendapatan petani adalah dari
kegiatan usaha taninya. Aktivitas usaha tani petani memperoleh pendapatan dari hasil
lahan dan hasil peternakannya. Dari hasil lahan diperoleh hasil sewa dan kebun,
sedangkan pendapatan dari hasil peternakan diperoleh dari hasil penjualan ternak,
pupuk kandang dan penggunaan tenaga kerja hewan.
2.6. Analisa Usaha Tani
Dalam suatu usaha agribisnis peternakan komersial diperlukan peningkatan
pola fikir dari pola berproduksi untuk keluarga dan juga dijual ke pasar menjadi
berproduksi untuk memperoleh keuntungan atau laba yang lebih besar. Dengan
demikian, arah pemikirannya sudah jelas, yaitu akan menerapkan prinsip ekonomi
yang bertujuan untuk memperoleh hasil dengan laba yang besar.
Suatu usaha dikatakan untuk apabila jumlah pendapatan lebih besar dari pada
total pengeluaran. Apabila perolehan pendapatan lebih rendah dari pengeluaran
berarti usaha tersebut mengalami kerugian sehingga usaha tersebut tidak layang
dipertahankan. Untuk dapat menyimpulkan suatu usaha tersebut tidak layak
dipertahankan. Untuk dapat menyimpulkan usaha peternakan untung atau rugi,
peternak harus mempunyai data tertulis tentang arus perputaran uang masuk maupun
Pada prinsipnya, perhitungan rugi-laba memperlihatkan aliran kas masuk
(“cash inflow”) dan aliran kas keluar (“cash outflow”). Adapun komponen
perhitungan rugi laba meliputi : pendapatan dan pengeluaran/biaya (tetap dan
variabel). Contoh perhitungan rugi-laba usaha ternak (sebagai ilustrasi) adalah
sebagai berikut (Myer, 1979 dan Bowlin et al., 1980; ):
1. Pendapatan Tunai Usaha Ternak, yang meliputi penjualan ternak sapi, dan
penjualan kotoran sapi.
2. Pengeluaran Tunai (“Variable Cost”), yang meliputi pembelian bibit sapi, pecan
ternak, obat-obatan, biaya angkutan, dan upah tenaga kerja.
3. Pendapatan (Laba Kotor = I – II)
4. Pengeluaran Tunai Tetap (“Fixed Cost”), yang meliputi pajak atas kepemilikan,
penyusutan kandang dan peralatan, bunga pinjaman, asuransi, dan gaji pemimpin
perusahaan.
5. Pendapatan Usaha Bersih (III – IV)
Keterangan :
Menurut Emery et al. (1962) Penyusutan kandang dan peralatan diperhitungkan
dengan menggunakan metode garis lurus :
Nilai awal investasi – nilai residu Penyusutan = –––––––––––––––––––––––––––––
Umur Ekonomis
Menurut Abdurrachman, (1963) ; Johannes et al. (1980) “Break Even Point” (BEP)
BEP = ––––––––––––––––––––––––––––– 1 – Biaya variabel tetap Total Penjualan
(G. P. Bagus Sastina dan I. G. Ngurah Kayana).
2.7. Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk
mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan
menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional,
meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan
melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang
berkelanjutan dalam wadah NKRI (Negara Kesatuan Repoblik Indonesia) (Direktorat
Jenderal Penataan Ruang).
Pembahasan mengenai wilayah, tidak terlepas dari unsur wilayah itu sendiri.
Wilayah umumnya diartikan sebagai areal, daerah tertentu dengan batasn-batasan
yang jelas. Menurut Wibowo (2004), Pengertian wilayah (region) adalah suatu unit
geogerafi yang membentuk suatu kesatuan. Unit geogerafi adalah ruang yang
meliputi aspek fisik tanah, biologi, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya.
Tujuan pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat
yang berada disuatu daerah untuk memanfaatkan teknologi yang relevan dengan
kebutuhan dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Penelitian terdahulu dengan ternak sapi, antara lain Suryana (2009). Sapi
potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap
produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan
sebagai usaha yang menguntungkan. Sapi potong telah lama dipelihara oleh sebagian
masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan
manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola usaha ternak sapi potong sebagian
besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit atau penggemukan, dan
pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman pangan maupun tanaman
perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan
pola kemitraan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keuntungan
peternak. Kemitraan adalah kerja sama antar pelaku agribisnis mulai dari proses
praproduksi, produksi hingga pemasaran yang dilandasi oleh azas saling
membutuhkan dan menguntungkan bagi pihak yang bermitra. Pemeliharaan sapi
potong dengan pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi daging
sapi nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
terus meningkat. Di sisi lain, permintaan daging sapi yang tinggi merupakan peluang
bagi usaha pengembangan sapi potong lokal sehingga upaya untuk meningkatkan
produktivitasnya perlu terus dilakukan.
Oleh I.G.P. Bagus Sastina dan I.G. Ngurah Kayana (2005) dalam analisis
finansial usaha agribisnis peternakan sapi daging. Dalam suatu usaha agribisnis
atau laba yang lebih besar. Dengan demikian, arah pemikirannya sudah jelas, yaitu
akan menerapkan prinsip ekonomi yang bertujuan untuk memperoleh hasil dengan
laba yang besar.
Menurut hasil penelitian Rosmeri (2009), dengn bertambahnya jumlah ternak
yang dipelihra, maka bertambah pula curahan tenaga kerja yang dipergunakan untuk
kegiatan pengembalaan, merawat ternak, membersihkan kandang, mengarit rumput
dan kegiatan lainnya. Tenaga kerja yang digunakan dalam mengelola usaha ternak
berasal dari tenaga kerja keluarga (anak, istri dan suami).
2.9. Konseptual Penelitian
Dalam pengembangan komoditi unggulan (ternak sapi), kegiatan yang terkait
adalah : kegiatan budidaya sebagai kegiatan usaha; sub sektor industri hulu yaitu
pengadaan sarana produksi seperti bibit, pakan, kandang, peralatan kandang,
obat-obatan dan vitamin; proses produksi yaitu memadukan faktor produksi yang tersedia
yaitu input produksi (modal, tenaga kerja, dan lahan) untuk menghasilkan sejumlah
output (produk utama dan sampingan); sub sektor industri hilir yaitu pemasaran,
sarana dan prasarana.
Modal kerja terdiri modal tetap (fixed) berupa peralatan, dan bangunan; modal
tidak tetap (variabel cost) berupa pakan, bibit, obat-obatan dan vitamin. Tenaga kerja
untuk kegiatan pemeliharaan ternak sapi berasal dari dalam keluarga. Areal
perkebunan dan lahan masyarakat digunakan untuk kegiatan pemeliharaan,
aktivitas sub sektor akan berdampak terhadap pengembangan komoditi unggulan
(ternak sapi) dan berdampak juga pada komponen pengembangan wilayah di
Kecamatan Hamparan Perak.
Komponen pengembangan wilayah yaitu peningkatan pendapatan masyarakat,
pemanfaatan tenaga keraja, pertumbuhan usaha dan adanya kas daerah yang
berakumulasi terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Hamparan Perak.
2.10. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka hipotesis
penelitian ini adalah :
1. Faktor ketersediaan modal, curahan tenaga kerja dan luas lahan berpengaruh
positif terhadap peningkatan produksi ternak sapi di Kecamatan Hamparan Perak.
2. Pengembangan ternak sapi memberi keuntungan bagi peternak di Kecamatan
Hamparan Perak.
3. Pengembangan ternak sapi meningkatkan pengembangan wilayah di Kecamatan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Sapi telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan
tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara
tradisional. Pola usaha ternak sapi sebagian besar berupa usaha rakyat untuk
menghasilkan bibit atau penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan
tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi
berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif untuk
meningkatkan keuntungan peternak. Kemitraan adalah kerja sama antarpelaku
agribisnis mulai dari proses praproduksi, produksi hingga pemasaran yang dilandasi
oleh azas saling membutuhkan dan menguntungkan bagi pihak yang bermitra.
Pemeliharaan sapi dengan pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan
produksi daging sapi nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terus meningkat. Di sisi lain, permintaan daging sapi yang tinggi
merupakan peluang bagi usaha pengembangan sapi lokal sehingga upaya untuk
meningkatkan produktivitasnya perlu terus dilakukan.
Pemerintah juga telah membuat suatu program yang disebut dengan
Pelaksanaan Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) secara
efektif dimulai tahun 2008 dan diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor
Swasembada daging sapi dan dalam pelaksanaan operasionalnya berdasarkan
pedoman teknis Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS).
Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu : tanah, modal, tenaga
kerja dan skill atau manejemen (pengelolaan). Dengan dikuasainnya faktor-faktor ini
akan berpengaruh besar terhadap produksi sehingga dapat meningkatkan pendapatan
peternak.
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Hamparan Perak. Kecamatan
Hamparan Perak dipilih karena peternakan merupakan sumber penghasilan (lapangan
kerja) kedua terbesar setelah pekerjaan pokok di sektor industri. Pekerjaan
memeliharan ternak sudah dilakukan secara turun menurun.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan
Hamparan Perak dipilih karena peternakan merupakan sumber penghasilan kedua
terbesar setelah pekerjaan pokok di sektor industri. Pekerjaan memelihara ternak
sudah dilakukan secara turun menurun, ternak yang biasa dipelihara adalah ternak
sapi. Kecamatan Hamparan Perak merupakan salah satu Kecamatan yang terbesar dan
merupakan produsen ternak sapi dengan potensi wilayah yang sangat menunjang
untuk pengembangan ternak sapi karena memiliki areal perkebunan yang luas, baik
perkebunan PTPN-II maupun kebun rakyat dengan luas 2415.4 Ha
Waktu penelitian ini dilaksanakan 2 (dua) bulan, dimulai sejak bulan
Desember 2009 sampai dengan bulan Februari 2010.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data
primer. Data primer diproleh langsung dari responden peternak sapi dan petugas
lapangan di Kecamatan Hamparan Perak. Data sekunder diperoleh dari instansi
terkait seperti Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Deli
Serdang, BPS Deli Serdang dan Kantor Camat Hamparan Perak.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Hamparan Perak yang
memelihara ternak sapi. Teknik pengembilan sampel digunakan adalah “purposive
sempel“ purposive dilakukan berdasarkan jumlah desa yang peternaknya paling
bayak, karena jumlah respondennya yang homogen maka digunakan teknik purposive
sempel. Langkah awal dilakukan inventarisasi ternak sapi yang dipelihara oleh
peternak di Kecamatan Hamparan Perak.
Jadi setiap peternak sebagai pemilik ternak mempunyai peluang yang sama
untuk dipilih sebagai sampel. Hal ini dilakukan agar responden yang terpilih tidak
hanya memiliki ternak yang jumlahnya sedikit. Banyaknya sampel dari setiap
klasifikasi ditentukan secara proporsional. Sedangkan dalam penentuan sampel dari
Kecamatan diambil 10% dari dua puluh desa sehingga terdapat dua desa yang
sesuai dengan pendapat Arikunto (1997), penentuan sampel dilakukan sebesar 10%
dari populasi.
Tabel 3.1. Sampel Penelitian
No. Desa Jumlah peternak (orang) Jumlah Sampel (orang)
1. Klambir V Kebun 820 82
2. Buluh Cina 604 60
Jumlah 1.424 142
Sumber Data : PPL Kecamatan Hamparan Perak 2008
3.5. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui dampak pengembangan ternak sapi terhadap peningkatan
pendapatan dan pengembangan wilayah di Kecamatan Hamparan Perak dilakukan uji
t (t-test) yaitu uji beda rata-rata dua sapel dengan persamaan sebagai berikut :
t hitung =
dimana :
X1 = Rata-rata sampel ke-1
X2 = Rata-rata sampel ke-2
S1 = Standart devisiasi sampel ke-1
S2 = Standart devisiasi sampel ke-2
n1 = Jumlah sampel ke-1
n2 = Jumlah sampel ke-2
Dengan kriteria uji : H0 diterima, H1 ditolak jika t hit < t tabel (0,005)
H1 diterima, H0 ditolak jika t hit > t tabel (0,005)
Untuk pengujian hipotesis 1 dilakukan analisis deskriftif. Untuk mengetahui
pengembangan ternak sapi memberikan keuntungan bagi peternak, digunakan analisis
ekonomi usaha ternak sapi dengan menghitung :
1. Total modal produksi (modal tetap + modal variabel)
2. Total pendapatan (total penerimaan – total modal produksi)
Untuk menguji adanya faktor-faktor produksi terhadap peningkatan produksi
komoditi unggulan (ternak sapi) digunakan multiple regresi linier, persamaan sebagai
berikut :
Y = b0 + b1X1 + b2X2+ b3X3+ ε
Dimana :
Y = Produksi ternak (ekor/tahun)
b0 = Intersep (konstanta)
b1-b3 = Koefisien regresi
x1 = Luas lahan (ha)
x2 = Modal (Rp.)
x3 = Jumlah tenaga kerja (orang)
ε = Error term/galad
Untuk mengetahui apakah keseluruhan variabel bebas (x1, x2, x3) nyata dan
signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat (Y) dapat dilakukan uji statistik
Hipotesa = H0 : b1 = b2 = b3 = 0
H1 : b1≠ b2≠ b3≠ 0
Kriteria = H0 diterima apabila F* < F tabel pada α = 0,005
H1 diterima apabila F* > F tabel pada α = 0,005
Untuk mengetahui secara parsial apakah variabel bebas (x1, x2, x3) nyata dan
signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat (Y) dapat dilakukan uji statistik t
(uji t) pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan hipotesis sebagai berikut :
a. Untuk variabel bebas x1 (luas lahan)
Hipotesa = H0 : b1 = 0
H1 : b1 ≠ 0
Kriteria = H0 diterima apabila t* < t tabel pada α = 0,005
H1 diterima apabila t* > t tabel pada α = 0,005
b. Untuk variabel bebas x1 (modal)
Hipotesa = H0 : b2 = 0
H1 : b2 ≠ 0
Kriteria = H0 diterima apabila t* < t tabel pada α = 0,005
H1 diterima apabila t* > t tabel pada α = 0,005
c. Untuk variabel bebas x1 (curahan tenaga kerja)
Hipotesa = H0 : b3 = 0
H1 : b3 ≠ 0
Kriteria = H0 diterima apabila t* < t tabel pada α = 0,005
3.6. Defenisi Operasional Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel penelitian :
1. Peternak sapi adalah kepala keluarga yang memelihara ternak sapi dengan cara
budidaya (orang).
2. Luas lahan adalah lahan yang dipergunakan untuk memelihara ternak sapi (ha).
3. Tenaga kerja adalah curahan tenaga kerja efektif yang digunakan dalam
pemeliharaan ternak sapi (jam/hari).
4. Modal produksi adalah biaya yang dikeluarkan peternak dalam kegiatan
budidaya. Modal produksi terdiri dari modal tetap (berupa kandang dan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Hamparan Perak memiliki luas 263,00 Km2 (26.300 hektar) atau
9.21% dari luas Kabupaten Deli Serdang, yang terdiri dari 20 desa dan 218 dusun.
Dengan topografi ketinggian 0-15 m dpl, yang berarti merupakan daerah rendah.
Kecamatan Hamparan Perak terletak diantara Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten
Langkat dan Selat Malaka. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
1. Sebelah utara : berbatasan dengan Kec. Labuhan Deli dan Selat Malaka
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Sunggal dan Kota Medan
3. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kota Medan dan Kec. Labuhan Deli
4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kota Binjai dan Kabupaten Langkat
Sedangkan iklim musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu antara
180 s.d. 350 celcius. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan
Desember setiap tahunnya dengan curah hujan terbanyak pada bulan September dan
Oktober.
4.1.1. Penduduk
Penduduk Kecamatan Hamparan Perak paling padat berada di Desa Kelambir
V Kampung, dengan luas wilayah 1 Km2, jumlah penduduk 4.500 jiwa dan kepadatan
Cina dengan luas wilayah 36,86 Km2, jumlah penduduk 14.013 jiwa dan kepadatan
penduduk adalah sebesar 380 jiwa/Km2. Komposisi luas desa, jumlah penduduk dan
kepadatan penduduk menurut desa tahun 2008 seperti tertera pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Luas Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang
4.1.2. Tata Guna Lahan
Areal yang tersedia dipergunakan untuk kawasan ladang/huma, tegal/kebun,
kolam tambak, perkebunan negara, kebun rakyat dan hutan bakau/nipah.
Tabel 4.2. Distribusi Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang
No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)
1. Ladang/huma 1.181,70 7,52
2. Tegal/kebun 1.190,40 7,58
3. Kolam tambak 195 1,24
4. Perkebunan negara 10.849 69,07
5. Perkebunan rakyat 1.330,50 8,47
6. Hutan bakau/nipah 960 6,11
Jumlah 15.706,60 100,00
Sumber : Hamparan Perak dalam angka 2008
Tabel 4.2. menunjukkan penggunaan lahan yang tebesar adalah areal
perkebunan negara sebesar 10.849 Ha (69,07%), diikuti perkebunan rakyat 1.330,50
Ha (8,47%), tegal/kebun sebesar 1.190,40 Ha (7,58%), ladang/huma sebesar 1.181,70
Ha (7,52%), hutan bakau/nipah sebesar 960 Ha (6,11%) dan yang terkecil kolam
tambak sebesar 195 Ha (1,24%). Areal perkebunan adalah milik PTPN-II dengan
komoditi sawit dan tebu. Selain areal perkebunan, penggunaan lainnya adalah areal
perkebunan rakyat.
Dengan kondisi lahan daerah Hamparan Perak maka daya dukung untuk
pengembangan komoditi peternakan sapi sangat besar diantara hamparan perkebunan
sebagai pakan hijauan makanan ternak dan limbah hasil peternakan sebagai pupuk
4.2. Gambaran Umum Responden
Responden penelitian terdiri dari 142 orang, yang berasal dari masyarakat
yang memelihara ternak sapi di daerah penelitian. Gambaran karakteristik umum
responden ini meliputi : umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,
pekerjaan utama, kepemilikan ternak, pengalaman beternak dan kepemilikan lahan.
4.2.1. Umur
Komposisi responden berdasarkan umur, secara umum berkisar antara ≤ 30
tahun sampai ≥ 60 tahun, umur < 30 tahun sebanyak 13 responden (9,15%). Umur
responden yang paling dominan berkisar 41 – 50 tahun sebanyak 67 responden
(47,18%), umur 31 – 40 tahun sebanyak 41 responden (28,87%). Pada penelitian ini
juga dijumpai responden dengan usia > 60 tahun sebayak 12 responden (8,45%),
distribusi umur responden tertera pada Tabel 4.3.
Tabel. 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No. Tingkat umur Jumlah Persentase
(thn) (jiwa) (%)
1. ≤ 30 13 9,15
2. 31 - 40 41 28,87
3. 41 - 50 67 47,18
4. 51 - 60 9 6,34
5. ≥ 60 12 8,45
Jumlah 142 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009
Dilihat dari umur, secara umum responden sebagian besar masih berusia
produktif. Usia produktif ditandai dengan cukup matang dalam mengerjakan sesuatu,
usia juga akan memberi pengaruh terhadap kemampuan untuk mengadopsi
perubahan-perubahan seperti mengadopsi teknologi dan sebagainya.
4.2.2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal sangat mempengaruhi tingkat adopsi teknologi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik dalam menerima suatu informasi.
Pendidikan formal responden adalah : Sekolah Dasar (SD)/sederajat sebanyak 35
responden (24,65%), responden berpendidikan SLTP/sederajat sebanyak 51
responden (35,92%) dan yang berpendidikan SMA/sederajat sebanyak 56 responden
(39,44%) distribusi pendidikan responden tertera pada Tabel 4.4.
Tabel. 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Responden Persentase
(jiwa) (%)
1. SD/Sederajat 35 24,65
2. SLTP/Sederajat 51 35,92
3. SMA/Sederajat 56 39,44
Jumlah 142 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009
Secara umum responden dapat membaca dan menulis, sehingga dapat
mendukung dalam kegiatan berkelompok, berdiskusi maupun mengikuti
pelatihan-pelatihan.
4.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan adalah anggota keluarga inti (anak dan istri) ditambah
sanak famili yang secara ekonomi menjadi beban ekonomi responden. Jumlah
jiwa sebanyak 81 responden (57,04%) dan yang 5 – 6 jiwa seanyak 20 responden
(14,08%). Distribusi jumlah tanggungan responden tertera pada Tabel 4.5.
Tabel. 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
No. Jumlah tanggungan Responden Persentase
(jiwa) (jiwa) (%)
1. 1 - 2 41 28,87
2. 3 - 4 81 57,04
3. 5 - 6 20 14,08
Jumlah 142 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009
Dalam kegiatan usaha ternak sapi, tanggungan keluarga ini dimanfaatkan
sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pengembalaan, mencari/mengarit rumput,
membersihkan kandang, merawat ternak dan kegiatan lainnya.
4.2.4. Pekerjaan
Pekerjaan utama responden yang paling dominan adalah sebagai karyawan
sebanyak 82 responden (57,75%), swasta sebanyak 36 responden (25,35%),
petani/buruh sebayak 18 responden (12,68%) dan PNS sebanyak 6 responden
(4,23%). Distribusi pekerjaan responden tertera pada Tabel 4.6.
Tabel. 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
No. Pekerjaan utama Jumlah Persentase
(jiwa) (%)
1. Swasta 36 25,35
2. PNS 6 4,23
3. Karyawan 82 57,75
4. Petani/buruh 18 12,68
Jumlah 142 100,00
Pekerjaan utama responden sebagai karyawan, swasta, petani/buruh dan PNS
tidak hanya mengandalkan pendapatan dari pekerjaan utama saja, melainkan adanya
penambahan dari usaha berternak sapi.
4.2.5. Pengalaman Beternak
Makin lama beternak, semakin tinggi pengelolaan yang diperoleh peternak
yang tentunya akan penting dalam mengelola usaha ternaknya, pengalaman beternak
responden yang paling dominan adalah 7 tahun sebanyak 45 responden (31,69%),
pengalaman beternak 6 tahun sebanyak 44 responden (30,99%), pengalaman beternak
5 tahun sebanyak 29 responden (20,42%) dan yang 8 tahun sebanyak 24 responden
(16,90%). Responden berdasarkan lama beternak tertera pada Tabel 4.7.
Tabel. 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Beternak
No. Lama beternak Responden Persentase
(thn) (jiwa) (%)
1. 5 29 20,42
2. 6 44 30,99
3. 7 45 31,69
4. 8 24 16,90
Jumlah 142 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009
Dalam usaha pemeliharaan ternak sapi, peternak mengelola usahanya masih
bersifat sampingan dan dalam skala usaha peternakan rakyat dengan kepemilikan
4.2.6. Kepemilikan Lahan
Karakteristik responden berdasarkan kepemilikan lahan, memiliki karakteristik
yang berbeda. Variasi ini memungkinkan dilakukan terhadap produksi ternak sapi.
Kepemilikan lahan yang paling dominan dari responden adalah 0,5 Ha sebanyak 54
responden (38,03%), 0,6 Ha sebanyak 47 responden (33,10%) dan 0,4 Ha sebanyak
41 responden (28,87%). Distribusi luas lahan responden tertera pada Tabel 4.8.
Tabel. 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan
No. Luas lahan Responden Persentase
(Ha) (jiwa) (%)
1. 0,4 41 28,87
2. 0,5 54 38,03
3. 0,6 47 33,10
Jumlah 142 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009
Lahan yang dimiliki responden dipergunakan untuk pembuatan kandang dan
tempat tinggal responden. Sedangkan untuk kebutuhan pakan hijauan makanan
ternak, responden memperolehnya dari areal perkebunan PTPN-II dan sisa tanaman
pertanian seperti jerami padi dan jagung.
4.3. Sarana Produksi
Sarana produksi yang dibutuhkan untuk memelihara ternak sapi meliputi : bibit,
pakan hijauan makanan ternak dan kandang dan peralatan kandang. Berdasarkan hasil
kuesioner responden diproleh adanya perbedaan harga sarana produksi peternakan
Tabel 4.9. Harga Sarana Produksi Peternakan di Kecamatan Hamparan Perak
Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Tabel 4.9. menunjukkan harga bibit mengalami kenaikan rata-rata untuk
pejantan Rp. 1.500.000,-/ekor, betina sebesar Rp. 1.300.000,-/ekor. Hal ini
disebabkan kebutuhan akan daging dan bibit di pasar meningkat, sesuai dengan
hukum ekonomi jika permintaan meningkat, maka harga akan naik. Harga akan pakan
hijauan juga mengalami kenaikan, rata-rata Rp. 250,-/Kg. Pembuatan kandang juga
mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan material untuk
pembuatan kandang juga mengalami kenaikan Rp.1.250.000,-/unit. Peralatan
kandang yang digunakan juga mengalami kenaikan yang diakibatkan besarnya
permintaan akan peralatan tersebut. Rata-rata harga sekop naik sebesar
Rp.15.000,-/unit, ember Rp. 5.000,-Rp.15.000,-/unit, beko Rp.40.000,-Rp.15.000,-/unit, sapu lidi Rp. 1.500,-/unit dan tali