GAMBARAN KONSUMSI KALSIUM DAN AKTIVITAS FISIK
SERTA KEPADATAN TULANG PADA KARYAWAN
PT. INDOSAT Tbk. TAHUN 2011
SKRIPSI
Oleh :
Maretta Artuti
NIM. 071000143
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN KONSUMSI KALSIUM DAN AKTIVITAS FISIK
SERTA KEPADATAN TULANG PADA KARYAWAN
PT. INDOSAT Tbk. TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Maretta Artuti
NIM. 071000143
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang dicirikan oleh massa rendah. Penyebab osteoporosis antara lain adalah rendahnya konsumsi kalsium dan aktivitas fisik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang pada karyawan PT. Indosat Tbk Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasinya adalah semua karyawan yang bekerja di PT. Indosat Tbk Medan. Sampel berjumlah 57 orang yang terdiri atas karyawan yang bekerja di dalam gedung sebanyak 30 orang dan karyawan yang bekerja di luar gedung sebanyak 27 orang. Kepadatan tulang karyawan diukur dengan menggunakan alat ukur kepadatan tulang densitometer.
Dari penelitian didapatkan bahwa sebagian besar karyawan (> 90%) memiliki tingkat konsumsi kalsium yang lebih rendah daripada AKG. Aktivitas fisik karyawan yang bekerja di luar gedung lebih tinggi daripada karyawan yang bekerja di dalam gedung. Karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis sedang (96,7%), sedangkan karyawan yang bekerja di luar gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis rendah (88,9%). Terdapat perbedaan rata-rata
risiko osteoporosis antara karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung p=0,000 (p<0,05). Itu berarti bahwa karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih
berisiko menderita osteoporosis daripada karyawan yang bekerja di luar gedung. Untuk mengurangi risiko osteoporosis, karyawan dianjurkan meningkatkan konsumsi makanan sumber kalsium dan lebih banyak beraktivitas.
ABSTRACT
Osteoporosis is a bone disease characterized by low bone mass. The risk factors for osteoporosis for example are low calcium intake and low physical activity. The purposive of this research is to know the description of calcium consumption, physical activity and bone density among employees of PT. Indosat Tbk Medan. This research is a descriptive study. The population is all employees working in PT. Indosat Tbk Medan. The sample amounted to 57 people consisting of employees working in the building as many as 30 people and employees working outside the building as many as 27 people. Employee’s bone density was measured by using bone densitometry.
This research showed that most employees (> 90%) had a calcium intake levels lower than RDA. Physical activity of employees working outside the building was higher than that of employees working in the building. Most of employees working in the building got the middle risk of osteoporosis (96,7%), while most of employees working outside the building got the low risk of osteoporosis (88,9%). There are differences in the average risk of osteoporosis among employees working both inside and outside the building p=0.000 (p<0.05). it means that employees working in the building at risk of suffering from osteoporosis more than employees working outside the building. To reduce the risk of osteoporosis, employees are recommended to increase consumption of calcium sourced food and be more active.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Maretta Artuti
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/07 Maret 1989
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Pondok Surya Blok : 4, No : 149 Keluharan Helvetia
Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Medan, 20214
Riwayat Pendidikan : 1. SD Pertiwi Medan
2. SD Al-Azhar Bandar Lampung
3. SLTP Negri 25 Bandar Lampung
4. SLTP Negri 1 Pekanbaru
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... ... i
Abstrak ... ii
Riwayat Hidup Penulis ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2. Tujuan Khusus ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium ... 5
2.1.1. Sumber Kalsium ... 7
2.1.2. Absorbsi Kalsium ... 9
2.1.3. Fungsi Kalsium ...11
2.1.4. Kekurangan Kalsium ...11
2.2. Aktivitas Fisik ...12
2.3. Tulang ...12
2.3.1. Mekanisme Pembentukan Tulang...12
2.3.2. Kepadatan Tulang ...15
2.3.3. Tes Kepadatan Tulang ...16
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ...17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ...19
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...19
3.3. Populasi dan Sampel ...19
3.3.1. Populasi ...19
3.3.2. Sampel ...19
3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...21
3.4.1. Data Primer...21
3.4.2. Data Sekunder ...21
3.5. Cara Pengumpulan Data ...21
3.7. Definisi Operasional ...22
3.8. Aspek Pengukuran ...23
3.9. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ...24
3.9.1. Tahap Persiapan ...24
3.9.2. Tahap Pelaksanaan ...24
3.9.3. Tahap Akhir ...24
4. Pengolahan dan Analisis Data ...25
4.1. Pengolahan Data ...25
4.2. Analisis Data ...25
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran PT. Indosat Tbk ...26
4.1.1. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk ...26
4.1.2. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk. Regional Sumatera Bagian Utara ....26
4.2. Gambaran Karakteristik Responden ...27
4.3. Gambaran Konsumsi Kalsium Responden ...28
4.3.1. Jenis dan Frekuensi Makanan yang Mengandung Kalsium ...28
4.3.2. Kecukupan Kalsium yang Di Konsumsi Responden ...30
4.3. Gambaran Aktivitas Fisik Responden ...31
4.4. Gambaran Kepadatan Tulang Responden ...32
4.4.1. Distribusi Antara Risiko Osteoporosis terhadap Konsumsi Kalsium ....34
4.4.2. Distribusi Antara Risiko Osteoporosis terhadap Aktivitas Fisik Responden ...34
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Konsumsi Kalsium Responden ...37
5.2. Aktivitas Fisik Responden ...40
5.3. Kepadatan Tulang Responden ...41
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan ...45
6.2. Saran ...46 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN :
- Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data
- Lampiran 2. Kuisioner, Formulir Food Recall, Formulir Food Frequency, Formulir Recall Aktivitas Fisik
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Angka Kecukupan Konsumsi Kalsium
Tabel 2.2. Daftar Kandungan Kalsium per 100 gr Bahan Makanan Tabel 2.3. Hasil tes kepadatan tulang yang dinyatakan dengan nilai T Tabel 4.1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden
Tabel 4.2. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Dalam Gedung
Tabel 4.3. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Luar Gedung
Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan kuantitas kalsium Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011
Tabel 4.5. Distribusi Berdasarkan Kecukupan Kalsium Responden Sesuai dengan DKGA
Tabel 4.6. Distribusi Berdasarkan pengelompokan aktivitas fisik Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011
Tabel 4.7. Distribusi Risiko Osteoporosis Responden
Tabel 4.8. Perbandingan Rata-Rata Risiko Osteoporosis Karyawan yang Bekerja di Dalam dan di Luar Gedung
Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Konsumsi Kalsium dengan Risiko Osteoporosis Responden
Tabel 5. Tabulasi Silang antara Aktivitas Kerja dengan Risiko Osteoporosis Responden
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Responden sedang mengisi kuisioner
Gambar 2. Responden sedang menjawab pertanyaan food recall Gambar 3. Alat ukur kepadatan tulang densitometer
Gambar 4. Cara penggunaan alat ukur kepadatn tulang densitometer Gambar 5. Pengukuran kepadatan tulang responden
ABSTRAK
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang dicirikan oleh massa rendah. Penyebab osteoporosis antara lain adalah rendahnya konsumsi kalsium dan aktivitas fisik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang pada karyawan PT. Indosat Tbk Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasinya adalah semua karyawan yang bekerja di PT. Indosat Tbk Medan. Sampel berjumlah 57 orang yang terdiri atas karyawan yang bekerja di dalam gedung sebanyak 30 orang dan karyawan yang bekerja di luar gedung sebanyak 27 orang. Kepadatan tulang karyawan diukur dengan menggunakan alat ukur kepadatan tulang densitometer.
Dari penelitian didapatkan bahwa sebagian besar karyawan (> 90%) memiliki tingkat konsumsi kalsium yang lebih rendah daripada AKG. Aktivitas fisik karyawan yang bekerja di luar gedung lebih tinggi daripada karyawan yang bekerja di dalam gedung. Karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis sedang (96,7%), sedangkan karyawan yang bekerja di luar gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis rendah (88,9%). Terdapat perbedaan rata-rata
risiko osteoporosis antara karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung p=0,000 (p<0,05). Itu berarti bahwa karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih
berisiko menderita osteoporosis daripada karyawan yang bekerja di luar gedung. Untuk mengurangi risiko osteoporosis, karyawan dianjurkan meningkatkan konsumsi makanan sumber kalsium dan lebih banyak beraktivitas.
ABSTRACT
Osteoporosis is a bone disease characterized by low bone mass. The risk factors for osteoporosis for example are low calcium intake and low physical activity. The purposive of this research is to know the description of calcium consumption, physical activity and bone density among employees of PT. Indosat Tbk Medan. This research is a descriptive study. The population is all employees working in PT. Indosat Tbk Medan. The sample amounted to 57 people consisting of employees working in the building as many as 30 people and employees working outside the building as many as 27 people. Employee’s bone density was measured by using bone densitometry.
This research showed that most employees (> 90%) had a calcium intake levels lower than RDA. Physical activity of employees working outside the building was higher than that of employees working in the building. Most of employees working in the building got the middle risk of osteoporosis (96,7%), while most of employees working outside the building got the low risk of osteoporosis (88,9%). There are differences in the average risk of osteoporosis among employees working both inside and outside the building p=0.000 (p<0.05). it means that employees working in the building at risk of suffering from osteoporosis more than employees working outside the building. To reduce the risk of osteoporosis, employees are recommended to increase consumption of calcium sourced food and be more active.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kekeroposan tulang adalah sebuah penyakit, lazim disebut osteoporosis.
Penyakit ini ditandai oleh hilangnya masa tulang, sehingga tulang menjadi mudah
patah dan tidak tahan terhadap tahanan atau benturan. Tren penyakit osteoporosis di
seluruh muka bumi dapat dibilang sangat mengkhawatirkan. WHO memperkirakan
pada pertengahan abad mendatang, jumlah patah tulang panggul karena osteoporosis
akan meningkat tiga kali lipat, dari 1,7 juta pada tahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus
pada tahun 2050 kelak. Data dari Internasional Osteoporosis Foundation (IFO)
menyebutkan bahwa di seluruh dunia, satu dari tiga wanita dan satu dari delapan pria
yang berusia di atas 50 tahun memiliki risiko mengalami patah tulang akibat
osteoporosis dalam hidup mereka (Hartono, 2001).
Hasil analisa data risiko Osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah sampel
65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) yang dilakukan oleh
Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada 16 wilayah di
Indonesia dengan metode pemeriksaan DMT (Densitas Massa Tulang) menggunakan
alat diagnostic clinical bone sonometer, menunjukkan angka prevalensi osteopenia
(osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini
berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis,
dimana 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi
menderita osteopenia (Depkes RI, 2008).
Salah satu penyebab tingginya risiko osteoporosis di Indonesia adalah
pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis masih rendah. Hal
ini terlihat dari rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia yaitu
sebesar 254 mg/hari (Depkes RI, 2008). Jumlah tersebut hanya sepertiga dari
kebutuhan kalsium yang sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu untuk
orang dewasa 800 mg per hari.
Salah satu sumber kalsium adalah susu. Susu sebagai bahan makanan yang
mengandung zat-zat makanan dan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Sifatnya mudah diserap dan dicerna sehingga baik untuk diminum (Tarwotjo, 1998).
Untuk memenuhi kebutuhan kalsium 800 mg per hari, tidak hanya dari susu saja,
tetapi juga bisa dari asupan makanan yang sesuai dengan salah satu dari 12 Pesan
Dasar Gizi Seimbang yaitu makanlah aneka ragam makanan. Menu makan sehari-hari
dengan kombinasi beragam jenis sayur-sayuran hijau dan kacang-kacangan umumnya
cukup memenuhi kebutuhan kalsium. Dengan begitu kebutuhan kalsium tubuh dapat
terpenuhi.
Risiko osteoporosis akan semakin meningkat mengingat gaya hidup sebagian
penduduk Indonesia, antara lain menghindari panas terik matahari karena takut
kulitnya menjadi hitam, menggunakan pendingin (AC) dalam ruangan tertutup,
mengakibatkan paparan sinar matahari ke kulit menjadi minim sehingga tubuh
mengalami defisiensi vitamin D (Ayu, 2005). Vitamin D merupakan hormon yang
dibutuhkan untuk penyerapan kalsium di usus (Dalimartha, 2002).
Selain itu, gaya hidup kurang gerak atau aktivitas fisik yang rendah juga
masa kanak-kanak dan remaja menunjukkan peningkatan kepadatan tulang puncak.
Begitu pula, sangat penting bagi orang lanjut usia untuk mempertahankan tingkat
aktivitas yang cukup agar tulang dapat mempertahankan kekuatannya (Fox-Spencer,
2007).
Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
di PT. Indosat Tbk. Dari hasil survei pendahuluan di PT Indosat Tbk, diketahui
bahwa jam kerja karyawan mulai pukul 07.30 WIB sampai 16.30 WIB. Sebagian
karyawan hanya bekerja di dalam gedung selama jam kerja dengan aktivitas yang
rendah dan sebagian lagi bekerja di luar gedung dengan aktivitas yang tinggi seperti
mengadakan kegiatan di sekolah-sekolah, mall, menyalurkan kartu kepada
outlet-outlet yang tersebar di beberapa wilayah. Jumlah karyawan yang bekerja di PT.
Indosat Tbk yaitu 128 orang, dimana 68 orang bekerja di dalam gedung dan 60 orang
bekerja di luar gedung. Kondisi ini memungkinkan terlihatnya perbedaan kepadatan
tulang antara dua kelompok tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta
kepadatan tulang pada karyawan PT. Indosat Tbk tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui perbedaan konsumsi kalsium, aktivitas fisik serta kepadatan
tulang pada karyawan yang bekerja didalam dan di luar gedung.
1.4. Manfaat Penelitian
Memberikan gambaran kepadatan tulang karyawan PT. Indosat Tbk serta
kaitannya dengan kecukupan konsumsi kalsium dan aktivitas fisik karyawan sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh.
Sekitar 99 persen total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras yaitu
tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, hanya sebagian kecil dalam
plasma cairan ekstravaskuler (Syafiq, 2007).
Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh. Sebagian besar
terdapat dalam bentuk kalsium fosfat yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam
tulang dan gigi yang tidak larut. Proses ini diawali dengan kalsium membentuk
hidroksiapatit yang memberikan kekuatan dan kekakuan pada tulang (Waluyo, 2009).
Hasil penelitian Meikawati (2009) yang dilakukan pada remaja membuktikan bahwa
asupan fosfor berhubungan dengan kepadatan tulang.
Tubuh memerlukan kalsium karena setiap hari tubuh kehilangan mineral
tersebut melalui pengelupasan kulit, kuku, rambut, dan juga melalui urine dan
feses. Kehilangan kalsium harus diganti melalui makanan yang dikonsumsi oleh
tubuh. Jika jumlah kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh tidak sesuai maka dapat
menimbulkan penyakit yang disebut dengan osteoporesis. Osteoporosis adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan tulang menjadi keropos lalu terkelupas. Karena
kekurangan kalsium, tulang menjadi rapuh (Sumarianto, 1985). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Rahmawati (2006), yang membuktikan pada mahasiswi
Untuk menunjang kesehatan tulang dan aktivitas tubuh yang lain setiap
individu tidak memiliki kebutuhan yang sama. Usia dan kondisi kesehatan menjadi
faktor yang menentukan (Tagliaferri, 2007). Cara yang paling efektif adalah dengan
menyesuaikan kebutuhan sehari-hari kalsium. Anjuran kalsium bervariasi tergantung
pada umur dan kebutuhan khusus (Pho, 2004). Angka kecukupan kalsium menurut
Angka Kecukupan Gizi tahun 2004 dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Konsumsi Kalsium
Kelompok Umur Jumlah (mg/hari)
Anak :
0 - 6 bulan 200
7 - 12 bulan 400
1 - 3 tahun 500
4 - 6 tahun 500
7 - 9 tahun 600
Laki-laki :
10 - 12 tahun 1000
13 - 15 tahun 1000
16 - 28 tahun 1000
19 - 29 tahun 800
30 - 49 tahun 800
50 - 64 tahun 800
60+ tahun 800
Wanita :
10 - 12 tahun 1000
13 - 15 tahun 1000
16 - 28 tahun 1000
19 - 29 tahun 800
30 - 49 tahun 800
50 - 64 tahun 800
60+ tahun 800
Hamil (+an) :
Trimester 1 +150
Trimester 2 +150
Trimester 3 +150
Menyusui (+an) :
6 bulan pertama +150
6 bulan kedua +150
Sumber : http://gizi.net/download/AKG2004.pdf
Tubuh yang sehat akan selalu mempertahankan kalsium pada batas normal.
mencukupi, maka tubuh mempunyai cara-cara untuk menjaga agar kalsium darah
tidak menurun, yaitu dengan mengandalkan peran hormon kalsitonin, hormon anak
gondok, dan vitamin D (Waluyo, 2009).
Homeostatis kalsium negatif disebabkan oleh kurangnya asupan makanan,
penyerapan yang lemah atau pengeluaran yang berlebihan yang mengakibatkan
kehilangan kalsium dari tulang dan selanjutnya dapat meningkatkan kejadian patah
tulang (Ariswan, 2010).
2.1.1. Sumber Kalsium
Sumber kalsium terbagi dua, yaitu hewani dan nabati. Akan tetapi, jika bahan
hewani dikonsumsi berlebihan, bisa menghambat penyerapan kalsium, karena kadar
proteinnya tinggi. Kandungan proteinnya yang tinggi akan meningkatkan keasaman
(pH) darah. Guna menjaga agar keasaman darah tetap normal, tubuh terpaksa menarik
deposit kalsium (yang bersifat basa) dari tulang, sehingga kepadatan tulang
berkurang. Karena itu, sekalipun kaya kalsium, makanan hewani harus dikonsumsi
secukupnya saja. Jika berlebihan, justru dapat menggerogoti tabungan kalsium dan
mempermudah terjadinya keropos tulang (Ariesi, 2007). Hal ini sejalan dengan
penelitian Feskanich (1997) yang membuktikan pada wanita bahwa protein dapat
meningkatkan pengeluaran kalsium dari urin.
Sekitar 70% kalsium dalam makanan berasal dari susu dan hasil-hasilnya
terutama keju pada orang dewasa. Hanya sedikit sayuran hijau dan buah-buahan
kering merupakan sumber kalsium yang baik (16% dari asupan) dan air minum,
disajikan dalam bentuk tabel beberapa jenis makanan yang mengandung kalsium
tinggi.
Tabel 2.2. Daftar Kandungan Kalsium per 100 gr Bahan Makanan.
Kelompok Bahan Makanan Bahan Makanan mg Ca / 100 gr Bahan Susu dan produknya Susu sapi
Susu kambing ASI
Keju Yoghurt
Susu Pabrik (Kalsium)
116 129 33 90 – 1180 150 1450 - 2000
Ikan Teri kering
Rebon Teri segar
Sarden kaleng (dengan tulang)
1200 769 500 354
Sayuran Daun pepaya
Bayam Sawi Brokoli 353 267 220 110
Kacang-kacangan dan hasil olahannya
Kacang panjang Susu kedelai (250 ml) Tempe Tahu 347 250 129 124
Serealia Jali
Havermut
213 53
Sumber : Sayogo, Savitri, Osteoporosis dan Gizi, Seminar Sadar Dini Segah Osteoporosis Menuju Masyarakat Bertulang Sehat, Jakarta 17 September 2005.
Tersedianya kalsium di dalam tubuh berasal dari beberapa bahan makanan
yang dikonsumsi yang menjadi sumbernya. Selanjutnya unsur kalsium ini disimpan
dalam jaringan spons tulang. Adapun dalam penggunaannya diatur oleh kelenjar anak
gondok (Kartasapoetra, 1995). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati
(2006), yang membuktikan pada mahasiswi bahwa ada hubungan yang bermakna
antara variabel status osteoporosis dengan pola konsumsi susu, tempe dan telur ayam
Dari tempat penyimpanannya, kalsium dapat diambil dan disimpan kembali
tergantung dari kebutuhan. Kebutuhan kalsium akan meningkat pada masa
pertumbuhan, kehamilan, selama menyusui, dan setelah menopause (Dalimartha,
2002).
Selain itu, hasil penelitian Suryono dkk (2007) juga menyimpulkan bahwa
pemberian susu kalsium tinggi berpengaruh pada peningkatan kepadatan tulang
pinggang, semakin tinggi volume susu kalsium tinggi dikonsumsi, maka makin tinggi
kepadatan tulang pinggang. Soroko (1994) dalam penelitiannya pada wanita lansia
menyimpulkan bahwa mengonsumsi susu secara teratur pada remaja dan dewasa
berhubungan dengan kepadatan tulang yang lebih baik pada masa lansia.
2.1.2. Absorpsi Kalsium
Absorbsi kalsium dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk umur, jumlah
yang dibutuhkan dan makanan apa saja yang dimakan pada waktu yang sama.
Umumnya, kalsium dari sumber-sumber makanan diabsorbsi lebih baik daripada
yang berasal dari suplemen. Persentase kalsium yang diabsorbsi dan dicerna
anak-anak lebih tinggi daripada dewasa karena kebutuhan mereka selama dorongan
pertumbuhan mungkin dua atau tiga kali lebih besar per berat badan daripada dewasa
(Harding, 2006).
Ada beberapa faktor yang menghambat absorpsi kalsium menurut Waluyo
(2009), konsumsi serat yang berlebihan, hal ini akan mengurangi penyerapan kalsium
dalam usus karena serat menyebabkan waktu transit makanan di dalam saluran
pencernaan menjadi lebih sedikit sehingga waktu yang tersedia untuk proses
Penggunaan garam yang berlebihan, garam akan memaksa kalsium keluar dari
tubuh, terbuang melalui urine. Konsumsi makanan dan minuman berkadar tinggi
fosfor, kadar fosfor melebihi 1.500 mg per hari akan berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan kalsium tubuh. Contoh bahan makanan berkadar fosfor tinggi dan
rendah kalsium : daging merah, ikan tuna, minuman ringan, dan lain-lain.
Perbandingan kalsium dan fosfor berpengaruh erat dalam proses absorpsi
kalsium. Untuk absorpsi kalsium yang baik diperlukan perbandingan Ca : P di dalam
rongga usus (dalam hidangan) adalah 1 : 1 sampai 1 : 3. Perbandingan Ca : P yang
lebih besar dari 1 : 3 akan menghambat penyerapan Ca sehingga akan menimbulkan
defisiensi kalsium (Syafiq, 2007). J.J Groen dkk (1970) melakukan pemeriksaan
histologist 4 spesimen mayat dan menyimpulkan bahwa defisiensi kalsium dan
kelebihan fosfor yang menyebabkan resorpsi tulang paling berpengaruh pada tulang
rahang, diikuti tulang rusuk, tulang belakang dan tulang panjang. Bersama-sama
dengan kalsium, fosfor adalah komponen utama dalam tulang. Jika fosfor dalam
makanan melebihi kalsium, massa tulang dapat berkurang. Fosfor dapat
meningkatkan hormon parathyroid (yang mengeluarkan kalsium dari tulang) dan
menyebabkan kalsium dikeluarkan melalui urine (Lane, 1999).
Konsumsi makanan berprotein tinggi, konsumsi berlebihan makanan berkadar
protein yang melebihi kebutuhan tubuh, akan berpengaruh buruk pada keseimbangan
kalsium tubuh. Pola hidup tidak sehat, termasuk kebiasaan minum kopi berlebihan,
kecanduan rokok dan minuman keras. Semua ini akan mengganggu penyerapan
Selanjutnya alergi laktosa, ada orang-orang yang ususnya tidak bisa menyerap
makanan yang mengandung laktosa, yaitu sejenis gula yang terkandung dalam
produk-produk olahan susu. Biasanya sudah dimulai sejak kanak-kanak. Sindrom
malabsorpsi yaitu hampir sama dengan alergi laktosa yang juga disebabkan produk
olahan susu, tetapi disebabkan oleh penyakit seliak atau penyakit usus karena sensitif
terhadapa zat gluten.
2.1.3. Fungsi Kalsium
Tersedianya kalsium dalam tubuh adalah penting sehubungan dengan
peranan-peranannya menurut Marsetyo (1995) dalam pembentukan tulang dan gigi,
pada berbagai proses fisiologik dan biokimiawi di dalam tubuh (pada pembekuan
darah, eksitabilitas, syaraf otot, kerekatan seluler, transmisi impul-impul syaraf,
memelihara dan meningkatkan fungsi membran sel, dan mengaktifkan reaksi enzim
dan pengeluaran hormon).
Sehubungan dengan peranan-peranannya itu, maka fungsi zat kapur (Ca)
dalam tubuh dapat diringkaskan yaitu bersama fofor membentuk matriks tulang,
pembentukan ini dipengaruhi pula oleh vitamin D, membantu proses penggumpalan
darah dan mempengaruhi penerimaan rangsang pada otot dan syaraf.
2.1.4. Kekurangan Kalsium
Menurut Marsetyo (1995), kekurangan unsur kalsium dalam persediannya di
dalam tubuh dapat menimbulkan karies dentis atau kerusakan pada gigi, pertumbuhan
tulang menjadi tidak sempurna dan dapat menimbulkan rakhitis, apabila bagian tubuh
terluka maka darah akan sukar membeku sehingga pengeluaran darah bertambah, dan
2.2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot dan sistem
penunjangnya. Selain untuk metabolisme tubuh, selama aktivitas fisik berlangsung
otot membutuhkan energy untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
membutuhkan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa (ekskresi dari seluruh tubuh). Jumlah
energi yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya otot yang bergerak, lama dan
beratnya pekerjaan yang dilakukan (Almatsier, 2003).
Dalam proses kehidupan selalu diperlukan aktivitas fisik yang meliputi gerak
tubuh untuk berjalan dan gerakan lainnya. Pada karyawan sebaiknya lebih banyak
bergerak dan lebih sering menggunakan tangga daripada lift. Selain itu, olahraga
yang teratur juga dibutuhkan untuk mengurangi risiko osteoporosis. Olahraga yang
baik untuk tulang misalnya jogging, bersepeda, berenang dan olahraga yang
menggunakan beban.
2.3. Tulang
2.3.1. Mekanisme Pembentukan Tulang
Pembentukan tulang manusia dimulai pada saat masih janin dan umumnya
akan tumbuh dan berkembang terus samai umur 30 sampai 35 tahun pertumbuhan
tulang akan berhenti, dan tercapai puncak massa tulang. Pada usia 0 – 30/35 tahun,
disebut modeling tulang karena pada masa ini tercipta atau terbentuk model tulang
seseorang. Pada usia 30 – 35 tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai, disebut
remodeling yaitu proses pergantian tulang yang sudah tua diganti dengan tulang yang
Secara alami setelah pembentukan tulang selesai, maka akan terjadi
penurunan massa tulang. Tingkat kepadatan tulang tidak lagi berupa garis yang
berjalan menanjak, namun sudah bergerak turun. Irama remodeling tulang tidak lagi
seimbang. Penghancuran tulang jauh lebih cepat dibandingkan dengan proses
pembentukan tulang. Hal ini bisa dicegah dengan menjaga asupan kalsium setelah
tercapainya puncak massa tulang (Hartono, 2001). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Nurwahyuni (2009), yang membuktikan pada wanita pasca menopause
bahwa kalsium berhubungan positif dengan kepadatan tulang.
Vitamin D merupakan hormon yang dibutuhkan untuk penyerapan kalsium di
usus (Dalimartha, 2002). Sebagian besar vitamin D terdapat di bawah kulit dalam
bentuk non-aktif, namun sekitar 10% harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi
(Fox-Spencer, 2007). Dengan bantuan sinar matahari pagi (sebelum pukul 9 selama
10-15 menit) terutama sinar ultraviolet, vitamin D di bawah kulit tersebut diaktifkan,
karena paparan sinar matahari dapat merangsang produksi vitamin D. Vitamin ini
berfungsi sebagai pembuka kalsium masuk ke dalam darah, sampai akhirnya bersatu
dengan tulang .Karena itu, dianjurkan tubuh (terutama lengan dan wajah) terpapar
sinar matahari minimal selama 15 menit tiga kali seminggu (sambil berlatih olahraga)
(Waluyo, 2009).
Tanpa vitamin D, hanya 15% kalsium dan 60% fosfat yang dapat diserap,
dibandingkan dengan penyerapan melalui vitamin D yang meningkatkan absorbs
kalsium menjadi 30-40% dan fosfat sebesar 80% (Deluca, 2004). Di samping itu,
maturasi sel dan adanya reseptor vitamin D pada pada sel otot yang membutuhkan
vitamin D untuk aksi optimal (Holick, 2006).
Di samping itu, hasil penelitian Kosnayani (2007) juga membuktikan pada
wanita pasca menopause bahwa ada hubungan positif yang kuat dan bermakna antara
aktivitas fisik dengan kepadatan tulang responden. Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas
selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Setiap orang melakukan aktivitas
fisik, atau bervariasi antara individu yang satu dengan yang lain bergantung gaya
hidup perorangan dan faktor lainnya (Julianty, 1995).
Aktivitas fisik yang cukup serta olahraga teratur juga mempengaruhi tingkat
kepadatan tulang. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Zhang (1992) yang
membuktikan pada wanita pramenopouse bahwa wanita dengan aktivitas fisik tinggi
memiliki kepadatan tulang secara signifikan lebih tinggi di tulang belakang daripada
wanita pramenopouse dengan aktivitas fisik yang rendah. Use them or lose them,
demikian pendapat para ahli tulang di Barat, artinya gunakan dan aktifkan tulang
Anda dengan berolahraga bila tidak ingin ‘kehilangan’ tulang (menjadi keropos)
(Waluyo, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian Mussolino (2001) yang
membuktikan pada pria bahwa jogging berhubungan positif dengan tingkat kepadatan
tulang, pria yang melakukan jogging 9 kali sebulan memiliki kepadatan tulang yang
lebih tinggi daripada yang melakukan jogging 1-8 kali sebulan. Warisan genetika
yang kuat dapat memberikan harapan hidup yang lebih lama, tetapi yang paling
penting yaitu kekuatan, kesehatan yang baik, dan kualitas hidup bersama dengan usia
2.3.2. Kepadatan Tulang
Kepadatan tulang adalah jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap
cm2 tulang yang diukur dengan alat bone densimeter (Seya, 2010). Dalam masa
pertumbuhan ukuran tulang, kandungan kalsium dan kebutuhan kalsium meningkat.
Setelah pertumbuhan terhenti, kemungkinan fase dimana penambahan jumlah tulang
dan kalsium (puncak penambahan massa tulang/ peak bone mass) akan tetap
bertambah sampai usia sekitar 30 tahun (Syafiq, 2007).
Pada osteoporosis, osteoklas (sel tulang yang berfungsi menghancurkan
tulang) bekerja lebih aktif dibandingkan dengan osteoblas (sel tulang yang berfungsi
membentuk tulang baru). Akibatnya, kepadatan tulang berkurang karena kehilangan
banyak kalsium dan menyebabkan kerapuhan tulang. Tulang yang rapuh ini menjadi
mudah patah karena tidak tahan terhadap benturan, walaupun benturan ringan
sekalipun (Dalimartha, 2002). Seorang wanita yang ibunya pernah mengalami patah
tulang terutama di bongkol leher tulang paha pada usia kurang dari 45 tahun memiliki
risiko osteoporosis empat kali lebih besar dibandingkan wanita sebaya yang tidak
mempunyai riwayat keluarga yang sama (Hartono, 2001).
Dengan mengonsumsi kalsium yang cukup dan sesuai dengan DKGA, proses
pembentukan tulang akan berjalan baik sampai tercapai puncak massa tulang. Selain
itu, aktivitas fisik yang teratur dan olahraga yang cukup pada masa anak-anak dan
remaja juga mempengaruhi proses pembentukan tulang. Setelah puncak massa tulang
tercapai, terjadi proses remodeling tulang yang juga membutuhkan asupan kalsium
untuk menjaga keseimbangannya. Aktivitas fisik yang cukup pada masa dewasa dapat
2.3.3. Tes Kepadatan Tulang
Oleh karena penyediaan DEXA (Dual Energy X-ray Absorbsimetry) dan pemeriksaan laboraturium masih sangat terbatas, maka untuk menegakkan diagnosis
osteoporosis pemeriksaan klinis berupa anamnesis yang luas dan pemeriksaan fisik
yang teliti masih merupakan pegangan (South, 2001).
Anamnesis meliputi keadaan kesehatan, aktivitas sehari-hari, pemakaian
obat-obatan, riwayat merokok dan minum alkohol dan penyakit-penyakit sebagai faktor
predisposisi misalnya penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit endokrin defisiensi
vitamin D atau kurang terpapar sinar matahari, penyakit saluran cerna, penyakit
reumatik, riwayat haid/ menopause. Pemeriksaan fisik dengan melihat pada tulang
vertebra, dengan melihat adanya deformitas/ kiposis, nyeri, tanda-tanda fraktur,
adanya fraktur, penurunan tinggi badan dan adanya tanda-tanda penyakit yang
dijumpai pada anamnesis (South, 2001).
Ada tiga cara mendiagnosis penyakit osteoporosis, yaitu menggunakan alat
densitometer (Lunar), pemeriksaan di laboraturium, dan radiografi menggunakan
densitometer USG (Waluyo, 2009).
1. Densitometer (Lunar) mengukur massa tulang secara kuantitatif. Jika massa tulang rendah, berarti tulang sudah keropos sehingga mudah patah. Inilah cara
pengukuran yang paling akurat (gold standard diagnosis) dalam hal mengukur
kepadatan tulang. Ada beberapa teknik yang memungkinkan, yaitu dual x-ray
absorptionmetry, quantitative CT-scan, dan ultrasonografi.
3. Densitometer USG merupakan pemeriksaan dengan alat radiografi. Dengan alat
ini osteoporosis baru dapat dideteksi setelah kehilangan massa tulang lebih dari
30%. Namun menurut Ichramsjah A. Rachman, sebenarnya ada cara mudah
untuk diagnosis awal osteoporosis, yaitu tinggi badan yang berkurang lebih dari
3 cm.
Hasil tes kepadatan tulang dinamakan nilai T. Nilai T pada dasarnya
membandingkan kepadatan mineral tulang dengan hasil pengukuran rata-rata yang
diambil dari orang-orang dewasa muda pada jenis kelamin yang sama. Nilai T
menurut WHO tahun 1992 yaitu :
Tabel 2.3. Hasil tes kepadatan tulang yang dinyatakan dengan nilai T
Keparahan Nilai T Risiko Fraktur
Normal Lebih dari -1 Rendah
Osteopenia Kurang dari -1, namun lebih dari -2,5 Di atas rata-rata
Osteoporosis Kurang dari -2,5 tinggi
Sumber : Fox-Spencer, R, dan Brown, P, 2007. Osteoporosis. Erlangga, Jakarta.
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Untuk mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik terhadap
kepadatan tulang karyawan PT. Indosat Tbk dapat disajikan dalam kerangka konsep
Kepadatan Tulang
Aktivitas Fisik
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan bahwa jenis dan frekuensi
konsumsi sumber kalsium akan menentukan kecukupan kalsium, selanjutnya akan
menentukan kepadatan tulang dan aktivitas fisik juga akan menentukan kecukupan
kalsium serta kepadatan tulang. Konsumsi Sumber
Kalsium : - Jenis - Frekuensi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional yang
menggambarkan konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang
karyawan PT. Indosat Tbk.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Indosat Tbk yang berlokasi di Jalan Perintis
Kemerdekaan No. 39, Kelurahan Sidorame Barat 1, Kecamatan Medan Perjuangan,
yang dimulai dari tanggal 28 Maret sampai 18 April 2011. Lokasi ini dipilih dengan
pertimbangan pada umumnya karyawan sudah bekerja dalam waktu lama dan
sebagian karyawan bekerja dengan kurang bergerak sedangkan sebagian lagi lebih
banyak bekerja di luar gedung dan memiliki banyak aktivitas.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah seluruh karyawan yang bekerja di PT. Indosat Tbk yang
berjumlah 128 orang.
3.3.2. Sampel
Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus
Keterangan :
d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan,
yakni 10% atau 0,1.
N = Besar populasi = 128 orang
n = Besar sampel
Perhitungan :
Dari hasil perhitungan diperoleh sampel sebanyak 57 orang. Dari sampel
tersebut, karyawan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu karyawan yang bekerja di
dalam gedung dan karyawan yang bekerja di luar gedung. Penentuan jumlah sampel
dilakukan perhitungan secara proporsional dengan ketentuan :
Maka,
= 26,71 27
Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel karyawan di dalam gedung
sebanyak 30 orang, dan jumlah sampel karyawan di luar gedung sebanyak 27 orang.
3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data umur, lama bekerja, pola konsumsi makanan, dan
aktivitas fisik.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data gambaran umum PT. Indosat Tbk yang meliputi
data demografi dan jumlah karyawan.
3.5. Cara Pengumpulan Data
Data mengenai identitas dan aktivitas fisik responden dikumpulkan melalui
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Frekuensi konsumsi makanan
yang mengandung kalsium diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
formulir food frequency, sedangkan data jumlah konsumsi kalsium dikumpulkan
dengan cara food recall 24 jam yang dibandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi
Anjuran (DKGA). Sementara data sekunder diperoleh dari bagian administrasi PT.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan sebagai pendukung penelitian ini adalah :
1. Formulir Food Recall 24 jam
2. Formulir Food Frecuency
3. Formulir Recall Aktivitas Fisik
4. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
5. Daftar Kecukupan Gizi Anjuran (DKGA)
6. Kuesioner (daftar pertanyaan)
7. Alat ukur kepadatan tulang Densitometer
3.7. Definisi Operasional
1. Jenis sumber kalsium adalah jumlah jenis makanan sumber kalsium seperti
susu, tahu, teri, brokoli dan lain lain.
2. Frekuensi konsumsi sumber kalsium adalah frekuensi bahan makanan sumber
kalsium yang dikonsumsi oleh karyawan.
3. Kecukupan kalsium adalah banyaknya kalsium yang harus terpenuhi dari
makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi
Anjuran (DKGA) atau 800 mg per hari untuk orang dewasa.
4. Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh karyawan.
5. Kepadatan tulang adalah jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap
3.8. Aspek Pengukuran
1. Jenis sumber kalsium adalah jumlah jenis makanan sumber kalsium seperti susu,
tahu, teri, brokoli dan lain lain (Sagoyo, 2005).
2. Frekuensi konsumsi sumber kalsium dikategorikan menjadi (Supariasa, 2002) :
> 1x/hari, 1x/hari, 4-6x/minggu, 1-3x/minggu, 1x/bulan, 1x/tahun.
3. Kecukupan kalsium dikategorikan sesuai dengan DKGA (Depkes, 2002) :
- Baik : ≥ 100%
- Sedang : 80-99%
- Kurang : 70-80%
- Defisit : < 70%
3. Aktivitas fisik yaitu mengenai kegiatan yang paling banyak dilakukan
sehari-hari, dikategorikan menjadi (CDC-NCHS, 2002):
- Ringan : duduk, naik motor, naik angkutan, mencuci piring, nonton TV,
main play station, kegiatan di depan komputer.
- Sedang : berjalan, bersepeda, bermain musik, tennis meja, mencuci
pakaian, mencuci mobil, memasak, menyapu, menyiram tanaman, membersihkan tempat tidur, setrika.
- Berat : menari, bela diri, sepak bola, basket, renang, badminton, tennis
lapangan, taekwondo, aerobik, lari, mengepel, menimba air.
4. Kepadatan tulang yaitu jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap
cm2 tulang, dikategorikan menjadi (Fox-Spencer, 2007) :
- Risiko rendah : Nilai T > -1
- Risiko tinggi : Nilai T < -2,5
3.9 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian
3.9.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi survei pendahuluan untuk mengumpulkan data-data
yang diperlukan dalam penelitian dan penyusunan rencana penelitian yaitu membuat
proposal, serta mengurus surat izin penelitian.
3.9.2 Tahap Pelaksanaan
Pengumpulan data akan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret sampai 18 April
2011 di PT. Indosat Tbk. dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Pada hari Senin dan Selasa (28-29 Maret 2011) pukul 09.00 WIB, peneliti
membagi kuesioner yang telah disiapkan kepada responden. Setelah itu pulul
11.00 WIB peneliti mengumpulkan kuesioner.
2. Pada hari Rabu (30 Maret 2011) pukul 10.00 WIB, peneliti melakukan food recall
24 jam untuk hari pertama dan recall aktivitas fisik untuk hari kerja.
3. Pada hari Senin (04 April 2011) pukul 10.00 WIB, peneliti melakukan food
recall 24 jam untuk hari kedua dan recall aktivitas fisik untuk hari libur.
4. Setelah semua data terpenuhi, dilakukan tes kepadatan tulang.
3.9.3 Tahap akhir
Setelah data terkumpul melalui kuesioner, food recall 24 jam dan recall
aktivitas fisik, peneliti melakukan editing, coding, dan tabulating. Selanjutnya
dilakukan analisa data dengan cara manual dan dengan menggunakan fasilitas
4. Pengolahan dan Analisis Data 4.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing, memeriksa kembali data yang dikumpulkan dengan kuisioner, food
frequency dan recall aktivitas fisik serta memperbaiki jawaban yang kurang
lengkap, recall 24 jam selama 2 hari dikonversikan menjadi zat gizi (kalsium)
dan dihitung kalsium yang dikonsumsi, hasilnya dibandingkan dengan DKGA,
dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
TK : Tingkat Kecukupan
K : Konsumsi
KC : Kecukupan yang dianjurkan
2. Coding, memeriksa angka pada setiap jawaban.
3. Tabulating, data-data disajikan dalam bentuk tabel distribusi baik itu kuisioner,
recall 24 jam maupun recall aktivitas fisik.
4.2. Analisis Data
Data dianalisis dengan deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi
dengan melihat persentase dari data tersebut dengan cara manual dan dengan bantuan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran PT. Indosat Tbk
4.1.1. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk
Perusahaan Perseroan (persero) PT Indonesia Satellite Corporation (Indosat
persero) adalah perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi internasional
terkemuka di Indonesia. Kegiatan utama perseroan adalah menyediakan jasa
telekomunikasi internasional melalui switching, termasuk telepon, teleks, telegram,
komunikasi data paket, faksimili dengan fasilitas store-and-forward, serta jasa
Inmarsat untuk sistem komunikasi bergerak global. Indosat persero juga menyediakan
jasa telekomunikasi internasional non-switching seperti sirkuit sewa berkecepatan
rendah maupun tinggi, konferensi video, jasa transmisi siaran televisi, serta jasa-jasa
lainnya yang pada umumnya tidak berupa transmisi suara. Jasa-jasa switching
memerlukan penyaluran melalui jaringan telepon domestik, sedangkan pelanggan jasa
non-switching terhubung langsung ke fasilitas Indosat. Indosat didirikan pada tahun
1967 sebagai perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) milik International
Telephone and Telegraph Corporation (ITT).
4.1.2. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk. Regional Sumatera Bagian Utara
Peletakan batu pertama sentral Gerbang Internasional di Sumatera dilakukan
pada bulan Febuari 1982 dan ini merupakan awal Sumatera memiliki sentral yang
melayani telekomunikasi internasional untuk umum bagi seluruh masyarakat di
pelayanan, dilakukan pembagian wilayah operasional, yakni menjadi PT Indosat
Northern Sumatera Region dan PT Indosat Southern Sumatera Region.
4.2. Gambaran Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini terbagi dua, yaitu karyawan yang bekerja di
dalam dan di luar gedung. Berikut ini disajikan dalam tabel 4.1. karakteristik
[image:38.612.107.532.253.534.2]responden.
Tabel 4.1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden Karakteristik
karyawan
Dalam Luar
n % n %
Usia :
< 30 tahun 9 30,0 15 55,6
30-40 tahun 10 33,3 8 29,6
> 40 tahun 11 36,7 4 14,8
Total 30 100,0 27 100,0
Jenis Kelamin:
Perempuan 12 40 17 63
Laki-laki 18 60 10 37
Total 30 100 27 100
Lama Bekerja:
1-5 tahun 12 40,0 15 55,6
6-10 tahun 4 13,3 7 25,9
11-15 tahun 5 16,7 1 3,70
16-20 tahun 3 10,0 1 3,70
21-25 tahun 5 16,7 2 7,40
> 25 tahun 1 3,3 1 3,70
Total 30 100,0 27 100,0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada karyawan yang bekerja di dalam
gedung banyak yang berusia > 40 tahun, sedangkan di luar gedung banyak yang
berusia < 30 tahun, karena jam kerja karyawan yang bekerja di luar gedung sebagian
pada karyawan di dalam kebanyakan laki-laki sedangkan di luar gedung kebanyakan
perempuan. Lama bekerja karyawan bervariasi dari 1-5 tahun sampai > 25 tahun.
4.3. Gambaran Konsumsi Kalsium Responden
Konsumsi kalsium responden pada penelitian ini dilihat berdasarkan jenis,
frekuensi dan kuantitas kalsium yang dikonsumsi.
4.3.1. Jenis dan Frekuensi Makanan yang Mengandung Kalsium
Makanan sumber utama kalsium yang terbaik adalah susu. Namun, selain susu
banyak juga makanan lain yang mengandung kalsium cukup tinggi. Menurut Cosman
(2007), makanan yang mengandung kalsium tinggi adalah makanan yang
mengandung > 100 mg kalsium per ukuran rumah tangga. Peneliti sengaja
mencantumkan hanya makanan berkalsium tinggi mengingat pada saat
mewawancarai responden pada saat food recall sangat banyak makanan yang
mengandung kalsium tetapi dengan kualitas yang rendah. Jenis dan frekuensi
konsumsi makanan yang mengandung tinggi kalsium responden dilihat dengan
formulir food frequency.
Pada penelitian ini jenis dan frekuensi konsumsi makanan yang mengandung
tinggi kalsium dibedakan menjadi dua, yaitu pada karyawan yang bekerja di dalam
dan di luar gedung, berikut dapat dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3 tentang makanan yang
Tabel 4.2. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Dalam Gedung
Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi Setiap
hari
4-6x /minggu 1-3x /minggu <1x seminggu
Tidak pernah
Total
n % n % n % n % n % n %
Susu sapi 7 23,3 5 16,7 7 23,3 2 6,7 9 30 30 100
Keju 0 0 0 0 1 3,33 14 46,7 15 50 30 100
Susu kalsium 0 0 0 0 0 0 13 43,3 17 56,7 30 100 Susu kedelai 0 0 0 0 4 13,3 11 36,7 15 50 30 100
Yogurt 0 0 0 0 0 0 13 43,3 17 56,7 30 100
Teri kering 0 0 2 6,7 11 36,7 15 50 2 6,7 30 100 Sarden kaleng
(dengan tulang)
0 0 1 3,33 4 13,3 19 63,3 6 20 30 100
Cumi-cumi 0 0 0 0 7 23,3 21 70 2 6,7 30 100
Telur ayam 2 6,7 5 16,7 13 43,3 8 26,7 2 6,7 30 100 Brokoli 0 0 0 0 1 3,33 28 93,3 1 3,33 30 100 Daun pepaya 0 0 0 0 0 0 14 46,7 16 53,3 30 100 Buncis 0 0 1 3,33 13 43,3 13 43,3 3 10 30 100
Bayam 0 0 1 3,33 18 60 9 30 2 6,7 30 100
Sawi 0 0 2 6,7 8 26,7 18 60 2 6,7 30 100
Kacang tanah 0 0 0 0 12 40 18 60 0 0 30 100
Kacang panjang 0 0 0 0 2 6,7 28 93,3 0 0 30 100
Tempe 3 10 11 36,7 12 40 4 13,3 0 0 30 100
Tahu 3 10 10 33,3 13 43,3 4 13,3 0 0 30 100
Jeruk 3 10 8 26,7 13 43,3 6 20 0 0 30 100
Pepaya 3 10 3 10 13 43,3 8 26,7 3 10 30 100
Tabel 4.3. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Luar Gedung
Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi Setiap hari 4-6x / minggu 1-3x
/minggu <1x seminggu Tidak pernah Total
n % n % n % n % n % n %
Susu sapi 6 22,2 2 7,4 6 22,2 10 37 3 11,1 27 100
Keju 0 0 1 3,7 3 11,1 21 77,8 2 7,4 27 100
Susu kalsium 0 0 0 0 1 3,7 22 81,5 4 14,8 27 100 Susu kedelai 1 3,7 0 0 2 7,4 16 59,3 8 29,6 27 100
Yogurt 0 0 0 0 2 7,4 16 59,3 9 33,3 27 100
Teri kering 0 0 1 3,7 6 22,2 19 70,4 1 3,7 27 100 Sarden kaleng
(dengan tulang)
0 0 1 3,7 2 7,4 18 66,7 6 22,2 27 100 Cumi-cumi 0 0 1 3,7 8 29,6 18 66,7 0 0 27 100 Telur ayam 4 14,8 9 33,3 11 40,7 3 11,1 0 0 27 100
Brokoli 0 0 0 0 0 0 27 100 0 0 27 100
Daun pepaya 0 0 0 0 1 3,7 12 44,4 14 51,9 27 100 Buncis 1 3,7 2 7,4 6 22,2 16 59,3 2 7,4 27 100
Bayam 0 0 3 11,1 7 25,9 17 63 0 0 27 100
Sawi 0 0 2 7,4 8 29,6 16 59,3 1 3,7 27 100
Kacang tanah 1 3,7 2 7,4 8 29,6 16 59,3 0 0 27 100 Kacang panjang 0 0 0 0 1 3,7 26 96,3 0 0 27 100 Tempe 5 18,5 7 25,9 7 25,9 8 29,6 0 0 27 100 Tahu 4 14,8 8 29,6 6 22,2 8 29,6 1 3,7 27 100
Jeruk 2 7,4 3 11,1 12 44,4 10 37 0 0 27 100
[image:40.612.109.534.431.695.2]Dari tabel 4.2. dan 4.3. di atas dapat dilihat bahwa jenis makanan yang
dikonsumsi sangat bervariasi. Pada umumnya semua karyawan telah mengonsumsi
makanan berkalsium tinggi, tetapi dapat dilihat pada karyawan yang bekerja di dalam
gedung konsumsi makanan berkalsium tinggi pada frekuensi 1-3 x seminggu lebih
banyak daripada pada karyawan yang bekerja di luar gedung. Pada frekuensi < 1 x
seminggu lebih banyak pada karyawan yang bekerja di luar gedung. Hal ini dapat
menyebabkan walaupun karyawan yang bekerja di dalam gedung kurang beraktivitas,
tetapi mereka sering mengonsumsi makanan berkalsium tinggi, sehingga karyawan
yang bekerja di dalam gedung ada yang berisiko osteoporosis rendah.
4.3.2.Kecukupan Kalsium yang Di Konsumsi Responden
Setelah dilakukan perhitungan konsumsi kalsium terhadap responden, maka
[image:41.612.109.526.444.519.2]diperoleh hasil rata-rata konsumsi kalsium karyawan yaitu :
Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan kuantitas kalsium Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011
Kuantitas Kalsium Dalam Luar
n % n %
< AKG 29 96,7 25 92,6
≥ AKG 1 3,3 2 7,4
Total 30 100 27 100
Dari tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi kalsium
karyawan baik yang bekerja di dalam maupun di luar gedung masih kurang dari
Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berikut disajikan pada tabel 4.5. kecukupan kalsium
Tabel 4.5. Distribusi Berdasarkan Kecukupan Kalsium Responden Sesuai dengan DKGA
Kuantitas Kalsium Dalam Luar
n % n %
Baik (≥ 100%) 0 0 3 11,1
Sedang (80-99%) 1 3,3 1 3,7
Kurang (70-80%) 0 0 1 3,7
Defisit (< 70%) 29 96,7 22 81,5
Total 30 100 27 100
Dari tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa konsumsi kalsium karyawan baik di
dalam maupun luar gedung masih defisit. Hal ini dapat dilihat dari hasil food recall
24 jam yang menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi kalsium responden sebesar
345,87 mg, sedangkan rata-rata konsumsi kalsium perorang/hari yang dianjurkan
yaitu sebesar 800 mg. Umumnya kekurangan kalsium pada karyawan karena kurang
mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi kalsium.
4.3. Gambaran Aktivitas Fisik Responden
Aktivitas fisik meliputi kegiatan yang dilakukan karyawan sehari-hari
termasuk olahraga yang diukur dengan menggunakan formulir recall aktivitas fisik,
yang meliputi jenis dan lama kegiatan selama 24 jam. Aktivitas fisik karyawan
terbagi dua, yaitu aktivitas pada hari kerja dan aktivitas pada hari libur. Berikut ini
Tabel 4.6. Distribusi Berdasarkan pengelompokan aktivitas fisik Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011
Aktivitas Fisik karyawan
Dalam Luar
N % n %
Aktivitas kerja :
Ringan 28 93,3 5 18,5
Sedang 2 6,7 22 81,5
Total 30 100 27 100
Aktivitas libur:
Ringan 13 43,3 9 33,3
Sedang 14 46,7 15 55,6
Berat 3 10 3 11,1
Total 30 100 27 100
Dari tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa pada karyawan yang bekerja di
dalam gedung rata-rata beraktivitas ringan pada saat kerja, hal ini karena pekerjaan
mereka kebanyakan bekerja di depan komputer, sedangkan pada karyawan yang
bekerja di luar gedung banyak yang beraktivitas sedang karena pekerjaan mereka
banyak dilapangan dan banyak bergerak.
Pada saat libur dapat dilihat bahwa aktivitas karyawan sangat bervariasi mulai
dari beraktivitas ringan, sedang bahkan ada juga yang beraktivitas berat.
4.4. Gambaran Kepadatan Tulang Responden
Kepadatan tulang responden diukur dengan menggunakan alat Bone Mass
Density (BMD) milik PT Fonterra Branch. Bagian yang diukur adalah tumit kaki
kanan. Pada penelitian ini digunakan T-score sebagai penentu tingkat kepadatan
mineral tulang. Peneliti mengelompokkan risiko osteoporosis menjadi 3 kelompok
yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pada tabel 4.7. berikut ini dapat dilihat distribusi
Tabel 4.7. Distribusi Risiko Osteoporosis Responden Risiko
Osteoporosis
Dalam Luar
n % n %
Rendah 1 3,3 24 88,9
Sedang 29 96,7 3 11,1
Total 30 100 27 100
Dari tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa pada karyawan yang bekerja di
dalam gedung banyak yang berisiko osteoporosis sedang sedangkan pada karyawan
yang bekerja di luar gedung banyak yang berisiko osteoporosis rendah. Dari
penelitian yang dilakukan dapat diketahui perbandingan risiko osteoporosis antara
karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung. Berikut disajikan pada tabel 5.1.
perbandingan risiko osteoporosis responden.
Makin bertambah umur, semakin meningkat risiko osteoporosis. Osteoporosis
erat kaitannya dengan proses penuaan dimana cadangan kalsium menipis dengan
bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prihatini (2010) yakni pada
umur kurang dari 35 tahun sudah terlihat risiko osteoporosis dan proporsinya terus
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Proporsinya mulai meningkat tajam
pada umur 55 tahun. Namun pada usia sebelum 55 tahun, proporsinya lebih tinggi
pada laki-laki dan setelah umur 55 tahun risiko osteoporosis terlihat lebih tinggi pada
perempuan.
Tabel 4.8. Perbandingan Rata-Rata Risiko Osteoporosis pada Karyawan yang Bekerja di Dalam dan di Luar Gedung
Variabel Rata-rata risiko
osteoporosis md p t
Risiko osteoporosis
Dalam -1,430
-1,3189 0,000 -9,091
[image:44.612.104.534.615.672.2]Dari tabel 4.8. di atas dapat dilihat bahwa perbedaan rata-rata risiko
osteoporosis karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung yaitu -1,3189. Hasil
uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,000 (p < 0,05), berarti ada perbedaan rata-rata
risiko osteoporosis karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung.
4.4.1. Distribusi antara Risiko Osteoporosis terhadap Konsumsi Kalsium Responden
Kalsium yang didapat dari asupan makanan sangat penting bagi pertumbuhan
dan pemeliharaan tulang yang normal (Waluyo, 2009). Maka dari itu, sebaiknya
makanan yang dikonsumsi sehari-hari mencukupi kebutuhan kalsium tulang. Berikut
[image:45.612.107.533.376.478.2]disajikan pada tabel 4.9. hubungan kalsium dengan risiko osteoporosis.
Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Konsumsi Kalsium dengan Risiko Osteoporosis Responden
Risiko Osteoporosis
Konsumsi Kalsium
Dalam Luar
< AKG ≥ AKG < AKG ≥ AKG
n % n % n % n %
Rendah 1 3,3 0 0 23 85,2 1 3,7
Sedang 28 93,4 1 3,3 2 7,4 1 3,7
Total 29 96,7 1 3,3 25 92,6 2 7,4
Dari tabel 4.9. di atas dapat di lihat bahwa pada karyawan yang bekerja di
dalam gedung banyak yang mengonsumsi makanan sumber kalsium < AKG dan
berisiko osteoporosis sedang, sedangkan pada karyawan yang bekerja di luar gedung
banyak yang mengonsumsi makanan sumber kalsium < AKG, tetapi berisiko
osteoporosis rendah, hal ini dapat terjadi karena aktivitas fisik mereka yang cukup
tetapi apabila faktor-faktor lain seperti aktivitas fisik yang tinggi, olahraga yang
cukup dapat terpenuhi, maka risiko osteoporosis dapat berkurang.
4.4.2. Distribusi antara Risiko Osteoporosis terhadap Aktivitas Fisik Responden
Faktor lain yang sangat mempengaruhi pembentukan dan penghilangan massa
tulang adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat mengurangi kehilangan massa
tulang bahkan menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan
tulang lebih besar daripada resorpsi tulang (Henrich, 2003). Berikut disajikan pada
[image:46.612.103.535.348.451.2]tabel 5. dan 5.1. Tentang aktivitas fisik responden pada hari kerja dan hari libur.
Tabel 5. Tabulasi Silang antara Aktivitas Kerja dengan Risiko Osteoporosis Responden
Risiko Osteoporosis
Aktivitas Kerja
Dalam Luar
Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat
n % n % n % n % n % n %
Rendah 1 3,3 0 0 0 0 5 18,5 19 70,4 0 0
Sedang 27 90 2 6,7 0 0 0 0 3 11,1 0 0
Total 28 93,3 2 6,7 0 0 5 18,5 22 81,5 0 0
Dari tabel 5. di atas dapat di lihat bahwa pada karyawan yang bekerja di
dalam gedung banyak yang berisiko osteoporosis sedang karena mereka lebih banyak
beraktivitas ringan, sedangkan pada karyawan yang bekerja di luar gedung banyak
Tabel 5.1. Tabulasi Silang antara Aktivitas Libur dengan Risiko Osteoporosis Responden
Risiko Osteoporosis
Aktivitas Libur
Dalam Luar
Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat
n % n % n % n % n % n %
Rendah 1 3,3 0 0 0 0 7 26 14 51,8 3 11,1
Sedang 12 40 14 46,7 3 10 2 7,4 1 3,7 0 0
Total 13 43,3 14 46,7 3 10 9 33,4 15 55,5 3 11,1
Dari tabel 5.1. di atas dapat di lihat bahwa pada hari libur aktivitas fisik baik
karyawan yang bekerja di dalam maupun di luar gedung sangat bervariasi. Pada hari
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Konsumsi Kalsium Responden
Karyawan PT. Indosat Tbk bekerja setiap hari dari senin sampai jum’at, dan
setiap harinya bekerja pukul 07.30-16.30 WIB. Untuk memenuhi kebutuhan gizi
karyawan setiap hari, perusahaan menyediakan kantin yang menyediakan makanan
pada saat makan siang. Penyediaan kantin perusahaan ini sesuai dengan pernyataan
Hasibuan (2002:95) salah satu tugas pimpinan perusahaan adalah berusaha untuk
mempertahankan kesehatan para karyawannya. Kesehatan fisik maupun mental
karyawan yang buruk akan menyebabkan kecenderungan adanya tingkat absensi
yang tinggi dan rendah tingkat produktivitasnya, dan sebaliknya karyawan yang
memiliki kondisi yang prima dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat baik.
Untuk itu gizi setiap karyawan perlu diperhatikan karena hal ini besar pengaruhnya
terhadap peningkatan produktivitas.
Zat gizi yang paling penting untuk pembentukan tulang adalah kalsium.
Makanan sehari-hari umumnya hanya mengandung 350 mg kalsium sehingga masih
dibutuhkan suplemen kalsium. Salah satu suplemen kalsium yaitu susu berkalsium
tinggi yang sebaiknya diminum setelah makan malam karena pembentukan tulang
terjadi pada malam hari (Dhalimarta, 2002). Konsumsi susu yang teratur sejak remaja
dapat mengurangi resiko osteoporosis pada saat lansia, terutama susu yang
mengandung kalsium. Konsumsi kalsium dari jenis pangan tahu, tempe dan keju
secara berurutan merupakan konsumsi kalsium tertinggi setelah susu (Wiseman,
Kalsium merupakan mineral terbanyak dalam tubuh yaitu kurang lebih 1000
gram. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan mineral tulang dan penting untuk
pengaturan proses fisiologik dan biokimia. Kalsium diperlukan untuk
memaksimalkan puncak massa tulang dan mempertahankan kepadatan tulang yang
normal (Granner, 1993).
Jika kebutuhan kalsium tidak bisa dipenuhi, tubuh akan mengambil kalsium
dari tulang yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan utama kalsium untuk
mempertahankan kecukupan kalsium dalam darah. Mempertahankan kadar kalsium
sangat penting agar jantung, pembuluh darah, persarafan, dan otot dapat berfungsi
dengan normal. Jika diperlukan tubuh akan mengorbankan tulang (sehingga membuat
tulang menjadi lemah dan rentan patah) demi mempertahankan fungsi tubuh yang
lebih vital bagi kelangsungan hidup (Felicia, 2009).
Kalsium yang dikonsumsi haruslah memenuhi jumlah kecukupan yang
dianjurkan (AKG). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
karyawan belum mengonsumsi kalsium sesuai dengan angka kecukupan gizi.
Penyebab asupan kalsium yang masih rendah dapat dilihat dari diet harian karyawan
kurang mengonsumsi makanan sumber kalsium dan suplemen kalsium. Kurangnya
konsumsi kalsium pada karyawan sesuai dengan pernyataan Gopalan (2003) yang
menyebutkan bahwa masukan kalsium pada masyarakat di Asia masih sangat rendah
di bawah kecukupan yang dianjurkan, yaitu hanya 300 mg kalsium per hari. Pada
penelitian ini juga dilihat jenis makanan berkalsium tinggi yang dikonsumsi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi
karyawan sangat bervariasi. Sumber makanan berkalsium yang dikonsumsi
sehari-hari juga bervariasi seperti susu sapi, dari food recall dapat dilihat bahwa sebagian
karyawan rutin mengonsumsinya, untuk susu kalsium banyak karyawan yang
mengonsumsi < 1 kali seminggu karena menurut mereka belum perlu mengonsumsi
susu kalsium padahal hal ini dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan kalsium harian.
Hasil olahan susu seperti keju, yoghurt masih banyak karyawan yang mengonsumsi <
1 kali seminggu bahkan ada juga yang tidak pernah mengonsumsinya. Dari food
recall dapat dilihat bahwa konsumsi keju dan yoghurt jarang ditemukan karena ada
yang tidak menyukainya.
Enam studi Randomized Controlled Trial pada orang dewasa dan anak-anak
yang menggunakan produk olahan susu sebagai sumber utama kalsium, seluruhnya
menunjukan efek positif bermakna yang memiliki paling sedikit efek yang sama kuat
dengan suplemen kalsium. Hal ini membuktikan bahwa susu dan produk olahannya
adalah sumber nutrient yang baik yang dibutuhkan untuk perkembangan dan
mempertahankan tulang (Heaney, 2000).
Lauk seperti teri kering, sarden kaleng, cumi-cumi dan telur ayam dikonsumsi
dengan beragam frekuensi, untuk teri kering dan sarden kaleng masih banyak yang
jarang mengonsumsinya, tetapi cumi-cumi sudah sering dikonsumsi bahkan telur
ayam banyak yang mengonsumsi setiap hari.
Jenis sayuran sumber kalsium yang dikonsumsi juga sangat beragam. Jenis
1-3 kali seminggu. Dari food recall dapat dilihat bahwa konsumsi sayuran karyawan
setiap hari beragam tetapi masih dalam jumlah sedikit.
Sayur mayur dan buah-buahan kaya akan boron. Menurut Wardlaw (2002)
boron merupaka suatu elemen yang dapat mencegah kehilangan kalsium. Produk
hewani dan hasil olahannya mempunyai sedikit atau tidak ada boron.
Jenis kacang-kacangan yang paling banyak dikonsumsi yaitu tahu dan tempe
dengan frekuensi 4-6 kali seminggu bahkan ada juga yang mengonsumsi setiap hari,
susu kedelai yang juga masih termasuk kacang-kacangan banyak karyawan yang
tidak pernah mengonsumsi karena masih banyak yang kurang menyukainya.
Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan
sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini
banyak mengandung zat yang menghambat penyerapa kalsium seperti serat, fitat, dan
oksalat. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium, karena ketersediaan
biologiknya yang tinggi. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila kita makan makanan
yang seimbang setiap hari (Almatsier, 2004).
Buah-buahan yang banyak mengandung kalsium seperti jeruk dan pepaya
dengan frekuensi 1-3 kali seminggu, dari food recall dapat dilihat bahwa karyawan
mengonsumsi buah-buahan secara rutin termasuk jeruk dan pepaya.
5.2. Aktivitas Fisik Responden
Menurut Henrich (2003) aktivitas fisik sangat mempengaruhi pembentukan
massa tulang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik seperti berjalan
kaki, dan naik sepeda pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan
et.al. dalam Groff dan Gropper (2000), membutikan bahwa aktivitas fisik
berhubungan dengan penambahan kepadatan tulang belakang.
Densitas tulang bukan hanya ditentukan oleh konsumsi kalsium, tetapi juga
faktor genetik, ketersediaan vitamin D, gaya hidup, serta aktivitas fisik dan olahraga
(IOM, 1997). Anderson (2004) menyatakan bahwa faktor genetik menentukan sekitar
60% perkembangan massa tulang, sehingga 40% ditentukan oleh faktor lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja di dalam gedung
pada hari kerja memiliki aktivitas fisik yang ringan. Pekerjaan mereka paling banyak
di depan komputer, berjalan dari meja ke meja atau ke lantai lain. Pada karyawan di
luar gedung memiliki aktivitas fisik yang sedang, pekerjaaan mereka lebih banyak di
lapangan yaitu mengadakan kegiatan di sekolah-sekolah, mall, universitas,