PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN
BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM
BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING
SKRIPSI
KHASYA RAHMI SITOMPUL
100305013 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN
BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM
BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING
SKRIPSI
Oleh:
KHASYA RAHMI SITOMPUL
100305013 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Belimbing dengan Bubur Labu Kuning dan Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap Mutu Saus Belimbing
Nama : Khasya Rahmi Sitompul NIM : 100305013
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Ir. Ismed Suhaidi, M.S
Ketua Anggota
Ir. Terip Karo-karo, MS
Mengetahui:
Ketua Program Studi Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP
ABSTRAK
KHASYA RAHMI SITOMPUL: Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Belimbing dengan Bubur Labu Kuning dan Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap Mutu Saus Belimbingdibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan TERIP KARO-KARO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap mutu dan uji organoleptik saus belimbing. Penelitian ini dilakukan pada Mei - Juli 2014 di Laboratorium Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning (P) (90:10, 85:15, 80:20, 75:25%) dan konsentrasi natrium benzoat (S) (0, 0,1, 0,2, 0,3%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), total mikroba (CFU/g), total asam (%), kadar vitamin C (mg/100 g bahan), total padatan terlarut (oBrix), Derajat Keasaman (pH), viskositas, dan uji organoleptik warna, aroma, dan rasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air (%), total mikroba (CFU/g), total asam (%), kadar vitamin C (mg/100 g bahan), total padatan terlarut (oBrix), derajat keasaman (pH), viskositas, uji organoleptik warna, aroma, dan rasa. Konsentrasi natrium benzoat memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total asam (%), vitamin C (mg/100 g bahan), total padatan terlarut (oBrix), total mikroba (CFU/g), derajat keasaman (pH), viskositas, uji organoleptik warna dan berbeda tidak nyata terhadap uji organoleptik aroma dan rasa dan hedonik rasa. Interaksi antar kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total mikroba (CFU/g) dan berbeda nyata terhadap uji organoleptik warna. Perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning 90:10% dan konsentrasi natrium benzoat 0,2% menghasilkan kualitas saus belimbing terbaik dan dapat diterima.
Kata kunci: Perbandingan bubur buah belimbing dan labu kuning, konsentrasi natrium benzoat, saus belimbing.
ABSTRACT
KHASYA RAHMI SITOMPUL: The effect of ratio of starfruit with pumpkin pulps and concentration of sodium benzoate on quality of startfruit sauce supervised by ISMED SUHAIDI and TERIP KARO-KARO.
The aim of this research was to determine the effect of ratio of starfruit with pumpkin pulps and concentration of sodium benzoate on the quality and sensory test of starfruit sauce. This research was conducted in May to July 2014 in Food Chemical Analysis Laboratory, Agriculture Faculty, North Sumatera, Medan. This research was using factorial Completely Randomized Design (CRD) with two factors, i.e :ratio of starfruit with pumpkin pulps (P)(90:10%, 85:15%, 80:20%, 75:25%) and concentration of sodium benzoate (S) (0, 0,1, 0,2, 0,3%). The analyzed parameters were water content (%), ash content (%), total microbes (CFU/g), total acid (%), vitamin C content (mg/100 g sample), total soluble solid (oBrix), pH, viscosity, and organoleptic value (colour, aroma, and taste).
The result showed that ratio starfruit with pumpkin pulps had highly significant effect on water content (%), total microbes (CFU/g), total acid (%), vitamin C content (mg/100 g sample), total soluble solid (oBrix), pH, viscosity, and organoleptic values (colour, aroma, and taste). The concentration of sodium benzoate had highly significant effect on water content (%), ash content (%), total microbes (CFU/g), total acid (%), vitamin C content (mg/100 g sample), total soluble solid (oBrix), pH, viscosity, and organoleptic value of colour; and had no effect on organoleptic value of aroma and taste and hedonic taste. The interaction of the two factors had highly significant effect on total microbes (CFU/g) and had significant effect on organoleptic value of colour. The best treatment which gave the best effect on starfruit sauce was 90:10% of starfruit with pumpkin pulps and 0,2% sodium benzoat.
RIWAYAT HIDUP
KHASYA RAHMI SITOMPUL dilahirkan di Medan pada tanggal 17September 1992 yang merupakan anak kandung dari Bapak Abdul Hakim Sitompul dan Ibu Nurasiah Saragih. Penulis merupakan anak kedua darilimabersaudara.
Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP.Penulismemilihprogram studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian.
KATAPENGANTAR
Puji dansyukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWTatas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikanskripsi yang berjudul
“Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Belimbing dengan Bubur Labu
Kuning dan Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap Mutu Saus Belimbing”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di program studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Ismed Suhaidi, M.Siselaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Terip Karo-karo, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian dan sampai pada ujian akhir.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... … 1
Latar Belakang ... 1
TujuanPenelitian ... 3
KegunaanPenelitian... 3
Kadar abu ... 23 Kuning terhadap Parameter yang Diamati ... 29
Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap Parameter yang Diamati ... 31
Kadar Air ... 33
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar air ... 33
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar abu ... 36
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total mikroba ... 38
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap total asam ... 47
Kadar Vitamin C ... 47
Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar vitamin C .... 49 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat
terhadap kadar vitamin C ... 51 Total Soluble Solid (TSS) ... 51
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur
labu kuning terhadap total soluble solid (TSS) ... 51 Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap derajat
keasaman ... 56 Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap uji organoleptik
skor warna ... 60
labu kuning terhadap uji organoleptik skor aroma dan raasa ... 64 Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap uji organoleptik
skor aroma dan rasa ... 65 Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat
terhadap uji organoleptik skor aroma dan rasa ... 66 Nilai Uji Organoleptik Hedonik Rasa ... 66 Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur
labu kuning terhadap uji organoleptik hedonik rasa ... 66 Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap uji organoleptik
organoleptik kekentalan ... 70
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap nilai uji organoleptik kekentalan ... 72
KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
Kesimpulan ... 73
Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Syarat mutu saus ... 8
2. Kandungan nilai gizi buah belimbing dalam 100 g bahan ... 10
3. Kandungan nilai gizi labu kuning dalam 100 g bahan ... 12
4. Skala uji skor kekentalan (skor)... 26
5. Skala uji skor warna (skor) ... 26
6. Skala uji skor aroma dan rasa (skor) ... 26
7. Skala uji hedonik rasa (numerik) ... 27
8. Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Belimbing dengan Bubur Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati ... 29
9. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap Parameter yang Diamati ... 31
10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar air ... 33
11. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap kadar air ... 35
12. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap kadar abu ... 37
13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total mikroba ... 39
14. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap total mikroba ... 40
15. Uji LSR efek utama interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuningdan konsentrasi natrium benzoat pada mutu saus belimbing terhadap total mikroba ... 42
16. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total asam ... 44
17. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap total asam... 46
19. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap kadar
Vitamin C ... 49 20. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning terhadap kadar total soluble solid ... 51 21. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap total soluble
solid ... 53
22. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning terhadap derajat keasaman ... 55 23. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap derajat
keasaman ... 57 24. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning terhadap nilai ujiorganoleptik skor warna ... 59 25. Uji LSR efek utama pengaruh natrium benzoat terhadap ujiorganoleptik
skor warna ... 60 26. Uji LSR efek utama intraksi antara perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuningdan konsentrasi natrium benzoat pada mutu saus belimbing terhadap uji organoleptik warna ... 62 27. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning terhadap nilaiuji organoleptik skor rasa dan aroma ... 64 28. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning terhadap nilai ujiorganoleptik skor hedonik rasa ... 66 29. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuning terhadap nilai uji organoleptik kekentalan ... 69 30. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan natrium benzoat terhadap
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Skema pembuatan saus belimbing ... 28 2. Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap kadar air saus belimbing ... 33 3. Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan kadar air
saus belimbing ... 36 4. Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan kadar abu ... 37 5. Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap total mikroba saus belimbing ... 39 6. Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan total mikroba
saus belimbing ... 41 7. Grafik hubungan interaksi perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap total
mikroba saus belimbing ... 43 8. Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap total asam saus belimbing ... 45 9. Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan total asam
saus belimbing ... 46 10.Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap vitamin C saus belimbing ... 48 11.Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan vitamin C
saus belimbing ... 50 12.Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap total soluble solid saus belimbing ... 52 13.Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan total soluble
solid saus belimbing ... 54
14.Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap derajat keasaman saus belimbing ... 56 15.Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan derajat
16.Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap nilai uji organoleptik warna saus
belimbing ... 59 17.Histogram hubungan konsentrasi natrium benzoat kuning dengan
nilai uji organoleptik warna saus belimbing ... 61 18.Grafik hubungan interaksi perbandingan bubur buah belimbing
dengan bubur labu kuningdan konsentrasi natrium benzoat terhadap organoleptik warna saus belimbing... 63 19.Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap nilai uji organoleptik skor aroma
dan rasa saus belimbing ... 65 20.Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap nilai uji organoleptik hedonik rasa
saus belimbing ... 67 21.Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan
bubur labu kuning terhadap nilai uji organoleptik kekentalan
saus belimbing ... 69 22.Histogram hubungan konsentrasi natrium benzoat kuning dengan nilai
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Data pengamatan kadar air dan tabel analisa ragam kadar air ... 79 2. Data pengamatan kadar abu dan tabelanalisaragam kadar abu ... 80 3. Data pengamatan total mikroba dan tabelanalisaragam total
mikroba ... 81 4. Data pengamatan total asam dan tabelanalisaragam total asam ... 82 5. Data pengamatan kadar vitamin C dan tabelanalisaragam kadar
vitamin C ... 83 6. Data pengamatan total soluble solid dan tabelanalisaragam
total soluble solid ... 84 7. Data pengamatan derajat keasaman dan tabelanalisa ragam
derajat keasaman... 85 8. Data pengamatan uji organoleptik skor warna dan tabelanalisa
ragam uji organoleptik skor warna ... 86 9. Data pengamatan uji organoleptik skor aroma dan rasa dan tabel
analisa ragam uji organoleptik skor aroma dan rasa ... 87 10. Data pengamatan uji organoleptik hedonik rasa dan tabel analisa
ragam uji organoleptik hedonik rasa ... 88 11. Data pengamatan uji organoleptik viskositas dan tabel analisa
ABSTRAK
KHASYA RAHMI SITOMPUL: Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Belimbing dengan Bubur Labu Kuning dan Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap Mutu Saus Belimbingdibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan TERIP KARO-KARO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap mutu dan uji organoleptik saus belimbing. Penelitian ini dilakukan pada Mei - Juli 2014 di Laboratorium Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning (P) (90:10, 85:15, 80:20, 75:25%) dan konsentrasi natrium benzoat (S) (0, 0,1, 0,2, 0,3%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), kadar abu (%), total mikroba (CFU/g), total asam (%), kadar vitamin C (mg/100 g bahan), total padatan terlarut (oBrix), Derajat Keasaman (pH), viskositas, dan uji organoleptik warna, aroma, dan rasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air (%), total mikroba (CFU/g), total asam (%), kadar vitamin C (mg/100 g bahan), total padatan terlarut (oBrix), derajat keasaman (pH), viskositas, uji organoleptik warna, aroma, dan rasa. Konsentrasi natrium benzoat memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total asam (%), vitamin C (mg/100 g bahan), total padatan terlarut (oBrix), total mikroba (CFU/g), derajat keasaman (pH), viskositas, uji organoleptik warna dan berbeda tidak nyata terhadap uji organoleptik aroma dan rasa dan hedonik rasa. Interaksi antar kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total mikroba (CFU/g) dan berbeda nyata terhadap uji organoleptik warna. Perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning 90:10% dan konsentrasi natrium benzoat 0,2% menghasilkan kualitas saus belimbing terbaik dan dapat diterima.
Kata kunci: Perbandingan bubur buah belimbing dan labu kuning, konsentrasi natrium benzoat, saus belimbing.
ABSTRACT
KHASYA RAHMI SITOMPUL: The effect of ratio of starfruit with pumpkin pulps and concentration of sodium benzoate on quality of startfruit sauce supervised by ISMED SUHAIDI and TERIP KARO-KARO.
The aim of this research was to determine the effect of ratio of starfruit with pumpkin pulps and concentration of sodium benzoate on the quality and sensory test of starfruit sauce. This research was conducted in May to July 2014 in Food Chemical Analysis Laboratory, Agriculture Faculty, North Sumatera, Medan. This research was using factorial Completely Randomized Design (CRD) with two factors, i.e :ratio of starfruit with pumpkin pulps (P)(90:10%, 85:15%, 80:20%, 75:25%) and concentration of sodium benzoate (S) (0, 0,1, 0,2, 0,3%). The analyzed parameters were water content (%), ash content (%), total microbes (CFU/g), total acid (%), vitamin C content (mg/100 g sample), total soluble solid (oBrix), pH, viscosity, and organoleptic value (colour, aroma, and taste).
The result showed that ratio starfruit with pumpkin pulps had highly significant effect on water content (%), total microbes (CFU/g), total acid (%), vitamin C content (mg/100 g sample), total soluble solid (oBrix), pH, viscosity, and organoleptic values (colour, aroma, and taste). The concentration of sodium benzoate had highly significant effect on water content (%), ash content (%), total microbes (CFU/g), total acid (%), vitamin C content (mg/100 g sample), total soluble solid (oBrix), pH, viscosity, and organoleptic value of colour; and had no effect on organoleptic value of aroma and taste and hedonic taste. The interaction of the two factors had highly significant effect on total microbes (CFU/g) and had significant effect on organoleptic value of colour. The best treatment which gave the best effect on starfruit sauce was 90:10% of starfruit with pumpkin pulps and 0,2% sodium benzoat.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belimbing merupakan buah yang kaya vitamin A dan C. Belimbing juga mengandung serat, terutama serat pektin yang berguna bagi kesehatan pembuluh darah.Belimbing selain digunakan sebagai bahan pangan juga dapat dimanfaatkan untuk kesehatan tubuh. Belimbing mengandung zat-zat yang berkhasiat obat untuk beberapa jenis penyakit. Manfaat belimbing sebagai pengobatan yaitu untuk menurunkan tekanan darah, memperlancar pencernaan, menurunkan kadar kolesterol, mencegah penyakit tumor dan kanker, anti inflamasi, peluruh kencing (diuretik), wasir, peluruh luar, obat batuk, demam, sakit tenggorokan, mengobati pembesaran limpa akibat penyakit malaria, cacar air, obat kencing batu, mencegah sariawan, gondong, dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Sapphire, 2010).
Produk-produk olahan belimbing belum banyak ditemui. Hal ini dapat dijadikan peluang pasar dikarenakan belum banyak pesaing yang berkecimpung dalam industri pengolahan belimbing. Selain itu, budaya hidup sehat dan praktisyang semakin marak diterapkan dalam masyarakat Indonesia saat ini menjadi faktor penting dalam pertimbangan pengolahan belimbing.
Tanaman hasil pertanian baik buah maupun sayuran adalah bahan yang mudah sekali mengalami kerusakan. Untuk memperlama daya simpannya perlu dilakukan penanganan yang baik agar kerusakan mikrobiologis, fisik dan kimia dapat dihambat sehingga tidak merugikan produsen dan konsumen.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan bahan pangan hasil pertanian terutama buah belimbing dan labu kuning adalah dengan pengolahan produk jadi berupa saus yang dapat dibuat dengan bahan buah belimbingatau tomat saja atau penambahan lain seperti pisang, wortel, dan labu kuning untuk meningkatkan kualitas serta nilai gizinya sehingga didapat saus yang bermutu baik.
Saus merupakan hasil pengolahan produk yang terbuat dari beberapa jenis buah. Di dalam proses pembuatannya buah dihaluskan sampai didapat bubur buah, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu, bahan pewarna, serta bahan pengawet. Saus memiliki tekstur yang agak kental, berwarna merah sampai oranye, dan memiliki rasa yang pedas karena penambahan cabai atau asam. Saus biasa digunakan untuk menambah cita rasa dan pelengkap hidangan makanan agar lebih nikmat.
Penelitian ini memanfaatkan belimbing dan labu kuning sebagai bahan untuk pembuatan saus sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan keduanya. Penggunaan labu kuning sebagai bahan pengganti tomat dalam pembuatan saus karena labu kuning mengandung pektin yang lebih tinggi yaitu 2,7% dibandingkan tomat yang hanya 1 % (Kertez, 1951).
Saus belimbing dan labu kuning ini juga memiliki rasa yang menyerupai saus tomat sehingga diharapkan saus ini dapat menggantikan saus tomat yang sudah sangat populer di masyarakat.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Belimbing dengan Bubur Labu Kuning dan Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap
Mutu Saus Belimbing”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap mutu saus belimbing sehingga menghasilkan saus belimbing yang dapat diterima secara organoleptik dan untuk mengetahui produk saus terbaik yang diperoleh dari kombinasi perlakuan terbaik antara bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning serta konsentrasi natrium benzoat baik fisik, kimia maupun organoleptiknya.
Kegunaan Penelitian
konsentrasi natrium benzoat terhadap mutu saus belimbing dan sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara.
Hipotesa Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Saus dan Pengolahan
Saus adalah olahan makanan yang umumnya berasal dari buah dan sayur yang merupakan jenis bumbu penyedap makanan berbentuk bubur, dengan warna oranye hingga merah yang berasal dari bahan baku alami maupun penambahan zat pewarna makanan. Bahan baku saus pada dasarnya berasal dari pasta tomat akan tetapi dapat diganti dengan buah yang memiliki karakteristik pink-merah seperti buah pepaya yang memiliki daging buah tebal dan berwarna merah cerah (Musaddad dan Hartuti, 2003).
Saus dibuat dalam bentuk pasta yang terdiri atas campuran buah dengan penambahan cabai untuk menambah rasa pedas. Saus memiliki berbagai variasi rasa tergantung bumbu yang ditambahkan. Saus umumnya dapat disimpan dalam waktu yang lama akibat penambahan bahan pengawet (Hambali, dkk., 2006).
Pada umumnya produk saus yang ada di Indonesia sebagai bahan tambahan digunakan buah pepaya dan buah labu kedalam saus tomat dengan tujuan meningkatkan volume dari hasil olahan saus dan meningkatkan nilai ekonomis serta menurunkan jumlah modal apabila produksinya cukup besar. Saus umumnya memiliki tekstur yang agak kental yang dihasilkan dari pengolahan buah tomat dan ditambahkan bahan lain seperti gula, garam, bahan pewarna untuk meningkatkan warna alami dan penambahan bahan pengawet untuk memperlama daya simpannya (Sutardi dan Kapti, 1994).
pergedel, bakwan, tahu isi dan sebagai bahan campuran kuah bakso, mie ayam serta makanan laut yang selalu menggunakan saus sebagai pelengkap.
Prinsip pengolahan agar diperoleh hasil olahan yang baik adalah kualitas bahan baku (bebas dari kerusakan fisik, mekanik maupun mikroba), proses persiapan bahan baku dan persiapan alat, prosedur pengolahan yang tepat yaitu menggunakan suhu yang tidak merusak nilai gizi bahan baku, saat yang tepat untuk menghentikan pemanasan dalam pengolahan. Tahapan ini menentukan mutu hasil olahan, selanjutnya tahapan berikutnya adalah pengemasan dan penyimpanan, yang dilakukan agar produk yang dikemas dan disimpan tidak mengalami penyimpangan (Suprapti, 2000).
Pada proses pengolahan saus tomat maka penggunaan suhu dan waktu pemanasan menentukan saus yang dihasilkan. Suhu yang digunakan dibawah titik didih, dilakukan pengadukan yang kontinu atau terus menerus agar tidak terjadi karamel yang mempengaruhi warna saus yang dihasilkan. Selama proses pemanasan dilakukan pengamatan terhadap keasaman saus yanng dihasilkan, untuk memenuhi persyaratan keasaman saus maka dapat ditambahkan asam organik atau asam sintetik yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan (Sutardi dan Kapti, 1994).
menambahkan bahan pengisi dan kontaminasi mikroba dapat dihindari dengan menggunakan wadah steril dan dituang ke dalam wadah saat masih panas (>800C) (Sutardi dan Kapti, 1994).
Proses pengolahan saus diawali dengan mempersiapan bahan-bahan dan alat yang akan digunakan serta melakukan pengolahan bahan yaitu :
- Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan saus harus dalam keadaan segar, bebas dari kotoran agar dihasilkan saus dengan mutu yang baik. Sebaiknya tidak menggunakan buah yang terlalu matang karena kandungan gizinya relatif mengalami penurunan dan mutunya rendah (Amila, 2008).
- Pembersihan
Dilakukan pembuangan bagian yang tidak dapat dipakai seperti kulit, bagian yang busuk, kering dan sebagainya. Lalu dilakukan pencucian pada air yang mengalir (Amila, 2008).
- Pengukusan (Blanching)
Pengukusan dilakukan pada suhu 80-850C selama 10 menit menggunakan panci pengukusan dengan tujuan menonaktifkan enzim dan mempertahankan warna alami bahan (Amila, 2008).
- Penghancuran Buah
- Pencampuran
Proses pencampuran sangat penting untuk mendapatkan bahan pangan yang seimbang, pencampuran dilakukan untuk memberikan pindah panas yang baik di seluruh campuran dan memisahkan lemak dari jaringa n.
- Pemasakan
Pemasakan dilakukan selama 30 menit dengan suhu 800C sampai mengental dan kekentalannya dapat diukur secara manual dengan melihat aliran saus dari sendok pemasakan saat dialirkan kebawah dan pemasakan dihentikan (Hambali, dkk., 2006).
- Pengemasan
Dimasukkan saus yang telah dimasak kedalam botol kaca yang terlebih dahulu disterilisasikan setelah itu ditutup rapat dan disterilisasi kembali selama 5 menit. Syarat mutu saus menurut SNI 01-3546-2004 adalah sebagai berikut : Tabel 1. Syarat mutu saus
Uraian Persyaratan
- Pengawet SNI 01-0222-1995
Bahan Baku
Buah belimbing
Tanaman belimbing berasal dari India, semula tanaman belimbing merupakan vegetasi alami yang tumbuh liar di hutan-hutan. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, tanaman belimbing mulai diperhatikan dan dibudidayakan oleh masyarakat India. Tanaman belimbing berangsur-angsur menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia. Pengembangan budidaya belimbing di Indonesia dirintis sebelum tahun 1892 di Kabupaten Demak, Indonesia (Cahyono, 2010).
Belimbing yang selama ini dikenal sebagai belimbing buah dapat disajikan sebagai buah meja dan juga digunakan untuk pengobatan. Buah belimbing berkhasiat sebagai analgesik, diuretik, penyembuhan batuk, mengatasi demam, kencing manis, kolesterol tinggi, sakit tenggorokan, diabetes mellitus dan hipertensi (Ovinta, 2007).
mengobati penyakit malaria. Daun belimbing berkhasiat untuk mengobati sakit maag, melancarkan air seni, hipertensi, dan penyakit bisul. Akar belimbing dapat mengobati penyakit rematik (Sapphire, 2010). Komposisi dalam setiap 100g buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nilai gizi buah belimbing dalam 100g bahan
Kandungan Gizi Jumlah
Kalori (kal) 36
Protein (g) 0,4
Lemak (g) 0,4
Karbohidrat (g) 7,7
Kalsium (mg) 8
Fosfor (mg) 22
Serat (g) 0,9
Besi (mg) 0,8
Vitamin A (SI) 170
Vitamin B1(mg) 0,03
Vitamin B2 (mg) 0,02
Vitamin B3 (mg) 0,4
Vitamin C (mg) 35
Air (g) 90
Sumber: Depkes RI, 1972.
Labu Kuning
Labu kuning merupakan tanaman yang berasal dari Benua Amerika terutama di Negara Peru dan Meksiko. Tanaman ini tumbuh merambat dengan daun yang berukuran besar dan berbulu. Terdapat lima spesies labu kuning yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L
(Brotodjojo, 2010).
Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya mencapai 350 gram per hari. Buahnya besar dan warnanya hijau apabila masih muda, sedangkan yang lebih tua berwarna kuning orange sampai kuning kecokelatan. Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg bahkan sampai 15 kg (Brotodjojo, 2010).
Buah labu kuning berwarna jingga, kuning dan orange disebabkan adanya senyawa karotenoid. Karotenoid adalah istilah yang digunakan untuk pigmen karotenoid yang memiliki aktivitas vitamin A. Karotenoid merupakan sekelompok pigmen yang berwarna kuning hingga merah yang tersebar secara luas pada tanaman dan hewan. Jenis-jenis karotenoid sangat banyak namun hanya sedikit
yang mempunyai aktivitas vitamin A diantaranya yaitu ά- karoten, β- karoten, γ-
karoten. β- karoten merupakan senyawa yang paling tinggi keaktifannya sebagai pro-vitamin A yang terdapat dalam tanaman dan berperan sebagai antioksidan yang efektif pada konsentrasi oksigen rendah (Rustishauser, 1992).
mengobati demam, migrain, diare, penyakit ginjal, serta membantu menyembuhkan radang (Brotodjojo, 2010).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1972, kandungan senyawa dalam buah labu dalam 100 g adalah seperti ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Kandungan nilai gizi labu kuning dalam 100g bahan
Kandungan Gizi Jumlah
Sumber: Depkes RI 1972
Dalam industri pangan, labu kuning sudah sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan saus dan pasta. Penggunaan labu kuning sebagai bahan penyedap makanan dikarenakan kandungan antioksidannya yang cukup tinggi sehingga dapat menangkal radikal bebas dan segala jenis kanker, terutama kanker prostat (Brotodjojo, 2010).
Bahan Tambahan
Natrium benzoat
Secara umum bahan tambahan atau aditif ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) aditif sengaja yaitu aditif yang secara sengaja ditambahkan untuk meningkatkan konsistensi, citarasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, dan memantapkan bentuk dan rupa; (2) aditif tidak sengaja yaitu aditif yang memang telah ada dalam makanan (walaupun sedikit) sebagai akibat dari proses pengolahan (Winarno, 1997).
Bahan pengawet yang ditambahkan dalam makanan bertujuan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Apabila pemakaian bahan pengawet tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan suatu permasalahan terutama bagi konsumen. Bahan pengawet yang diizinkan hanya bahan yang bersifat menghambat, bukan mematikan organisme-organisme pencemar. Oleh karena itu, sangat penting diperhatikan bahwa penanganan dan pengolahan bahan pangan dilakukan secara higinies (Buckle,dkk., 2009).
Penggunaan bahan kimia seperti nitrit, natrium benzoat, K sulfit, kalium dapat berfungsi sebagai antioksidan. Tetapi pengawet anorganik ini memiliki pengaruh yang buruk pada kesehatan. Penggunaan bahan pengawet bergantung pada derajat keasaman, dimana semakin rendah pH suatu asamnya bahan akan mengakibatkan kecepatan reaksi yang semakin tinggi. Maka dari itu setiap penggunan bahan tambahan makanan dalam suatu produk akan dicantumkan komposisi makanan yang berisi cantuman bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makanan tersebut (Gay, 2009).
makanan yang bersifat asam seperti saus. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5–4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu enzim intraseluler (Branen, dkk., 1990).
Menurut FDA, asam benzoat hingga konsentrasi 0,1% digolongkan sebagai “generally recognized as safe” (GRAS). Di negara-negara selain Amerika Serikat, natrium benzoat digunakan hingga konsentrasi 0,15% dan 0,25%. Batas Europe Commision untuk asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0,015-0,5%. Di Indonesia, penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang bahan tambahan makanan yang kadarnya berkisar antara 0,06%-0,1%.
Benzoat yang umumnya digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding dengan asamnya. Dalam bahan pangan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi (Cahyadi, 2008).
Gula
Dalam proses pengolahan bahan pangan peranan gula tidak dapat dihilangkan. Digunakan dalam rumah tangga sebagai penambah rasa manis, bumbu masakan dan digunakan terutama pada industri pengolahan biskuit pabrik gula, pembuatan es krim, pencampuran sirup, selai dan lainnya (Gay, 2009).
kemampuan mengurangi kelembaban relatif dan daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam proses pengawetan bahan pangan (Buckle, dkk., 2009).
Dengan adanya gula pertumbuhan mikroba dapat ditekan, adanya proses pemanasan pada gula akan menyebabkan reaksi yang menyebabkan terjadinya karamelisasi gula yang menyebabkan rasa yang khas pada produk olahan makanan. Pada pembuatan manisan dan saus gula dapat membentuk tekstur, warna, dan rasa (Gay, 2009).
Garam
Garam dapur (NaCl) merupakan racun untuk jasad renik, mikroba perusak yang terdapat pada buah menjadi mati bila ditambahkan garam. Jika dikombinasikan dengan asam, daya bunuhnya terhadap jasad renik menjadi lebih kuat (Satuhu, 1996).
Penambahan garam pada produk tertentu dapat berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dari produk itu sendiri. Kebutuhan garam sebagai pemantap cita rasa adalah sebanyak 2-5% dari total bahan bakunya (Suprapti, 2000).
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, dkk., 2009).
Garam akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak terutama mikroba pembusuk dan proteolitik yang dapat membentuk spora sebagai perkembangannya. Hanya dengan kadar garam rendah yaitu 6% saja mikroba seperti Clostridium botulinum sudah dapat dimusnahkan, kecuali jenis Streptococcus aureus hanya dapat dimatikan dengan kadar garan antara 10-15% (Gay, 2009).
Bumbu
Bumbu selain memberi rasa, aroma dan aroma pada masakan, bumbu juga berfungsi sebagai bahan pengawet. Penggunaan bumbu yang benar dan tepat pada suatu masakan, menghasilkan makanan yang baik, enak dan menggungah selera. Bumbu jadi merupakan ramuan bumbu-bumbu untuk suatu masakan tertentu. Bentuknya ada yang kering dan basah (Tarwotjo, 1997).
Bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan saus adalah bubuk merica, cengkeh, bawang putih, bawang merah, kayu manis, pala, garam gula dan asam cuka. Masing-masing bumbu yang ditambahkan memiliki manfaat sebagai penambah cita rasa, flavour, dan pengawet (Maryati, 2000).
Bawang putih mempunyai karakter aroma sulfur yang khas keluar setelah bawang putih dipotong atau dihancurkan. Bawang putih mengandung minyak volatil kurang dari 0,2% (w/w). Komponen-komponen yang terdapat dalam minyak bawang putih adalah dialil disulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (6%), dietil disulfida (6%), dialil polisulfida, alinin, serta allisin dalam jumlah kecil. Allisin adalah komponen terbesar yang menentukan rasa bawang putih segar, sedangkan disulfida dan trisulfida mendukung aroma bawang putih yang dimasak (Wibowo, 2004).
Kandungan allisin pada bawang putih digunakan sebagai pembunuh kuman dengan sifatnya sebagai bakterisida. Bawang dalam penggunaannya tidak hanya sebagai penambah rasa pada makanan, tetapi juga untuk terapi, bawang berkhasiat sebagai anti bakteri dan anti jamur (Nurwijaya, 2008).
Selain bawang putih, bawang merah juga ditambahkan dalam pembuatan saus. Bawang merah termasuk salah satu sayuran umbi multiguna, dan yang paling penting digunakan sebagai bahan dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Khasiat bawang merah sebagai obat diduga karena mempunyai efek antiseptik dari senyawa allin atau allisin. Senyawa allin ataupun allisin oleh enzim allisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia, dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).
tertekan dan sel genaratif serta spora bakteri sangat sensitif terhadap panas. Dengan demikian proses sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat dilakukan dengan suhu mendidih (100oC) dan tidak perlu dengan suhu tinggi (121oC). Asam juga bersinergi dengan asam benzoat dalam menekan pertumbuhan mikroba. Dalam pembuatan saus tomat digunakan bahan pengasam jenis asam sitrat. Menurut DepKes No. 235/MenKes/Per/1997 menyatakan bahwa penggunaan zat pengasam ini yaitu 0,25% dari total pasta saus.
Tepung maizena
Tepung maizena yang berasal dari jagung ini digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan saus. Tepung maizena berfungsi sebagai pengikat dan perekat antara satu bahan dengan bahan yang lain. Kualitas tepung maizena yang digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap makanan yang dihasilkan (Suprapti, 2000).
Penelitian Sebelumnya
Pada penelitian Kleofla (2010) menyatakan bahwa saus dengan kadar β -karoten tertinggi terdapat pada saus labu kuning dengan kombinasi kontrol labu kuning. Kombinasi labu kuning dan tomat berpengaruh terhadap kualitas
saus,yang ditinjau dari parameter kekentalan, kadar β-karoten, vitamin C, pH dan asam lemak jenuh, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air, kadar serat, total padatan serta jumlah kapang dan khamir. Kombinasi kadar labu kuning dan tomat yang tepat untuk menghasilkan saus berkualitas baik adalah 3:1 ditinjau dari
Pada penelitian Sigit (2007) menyatakan bahwa perbandingan konsentrasi xanthan gum memberikan pengaruh terhadap total solid, total asam, TSS, kekentalan dari saus yang dihasilkan. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (0,2%) yaitu sebesar 0,62% dan yang terendah terdapat pada perlakuan
K4(0,5%) yaitu sebesar 0,39%. TSS tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (0,5%)
yaitu sebesar 34,75 0Brix dan yang terendah terdapat pada perlakuan K1 (0,2%)
yaitu sebesar 30,75%. Kekentalan tertinggi terdapat terdapat pada perlakuan K4
(0,5%) yaitu sebesar 90,27 Nm-2s dan yang terendah terdapat pada perlakuan K1
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei–Juli 2014 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Progam Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium benzoat, belimbing manis varietas sembiring (Averrhoa carambola L.) yang diperoleh dari pasar tradisional, dan labu kuning (Cucurbita moschata) yang diperoleh dari daerah Pancur Batu, Medan.
Reagensia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah phenolpthalein 1%, iodine 0,01 N, NaOH 0,1 N, PCA.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass, handrefraktometer, gelas ukur, kapas, erlenmeyer, blender, corong, timbangan,
buret, desikator, oven, pH meter, cawan porselen, cawan aluminium, pipet tetes.
Metode Penelitian
Faktor I : Perbandingan bubur buah belimbing dan bubur labu kuning (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :
P1 = 90% : 10%
P2 = 85% : 15%
P3 = 80% : 20%
P4 = 75% : 25%
Faktor II : Konsentrasi natrium benzoat (S) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: S1 = 0%
S2 = 0,1%
S3 = 0,2%
S4 = 0,3%
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut:
Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n - 16 ≥ 15 16n ≥ 31
n ≥ 1,93 ……… dibulatkan menjadi n = 2 Untuk memperoleh ketelitian dilakukan 2 kali ulangan.
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor S
pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k µ : Efek nilai tengah
αi : Efek dari faktor P ke taraf ke-i
βj : Efek dari faktor Staraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan faktor S pada
taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor P pada taraf ke–i dan faktor S pada
taraf ke–j dalam ulangan ke-k.
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan LSR (Least Significant Range).
Prosedur Penelitian
Proses pembuatan bubur buah belimbing
Buah belimbing di cuci, di kupas kulitnya, lalu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya diblansing dengan suhu 80-850C selama 10 menit. Setelah itu buah belimbing dihaluskan dengan penambahan air 1:1 sampai dihasilkan bubur buah belimbing.
Proses pembuatan bubur labu kuning
Proses pembuatan saus belimbing
Bubur buah belimbing dan labu kuning dicampurkan sebanyak 300 g dengan perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning 90:10%, 85:15%, 80:20% dan 75:25%. Kemudian ditambahkan gula 1,5%, garam 6%, asam cuka 2%, cabe 10%, tepung maizena 2%, bawang merah dan bawang putih masing-masing 5% dalam 300 g dan konsentrasi natrium benzoat 0%, 0,1%, 0,2% dan 0,3%. Setelah itu dilakukan pemasakan selama 30 menit hingga mengental. Setelah saus belimbing selesai selanjutnya dikemas ke dalam botol kaca dan disimpan selama 14 hari pada suhu ruang. Kemudian dilakukan analisa. Skema pembuatan saus belimbing dapat dilihat pada Gambar 1.
Parameter Penelitian
Kadar air (AOAC, 1995)
Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan aluminium ditentukan beratnya, kemudian dipanaskan dalam oven sampai beratnya konstan. Saus belimbing ditimbang 10g, dan diletakkan dalam cawan aluminium. Diovenkan selama 1 jam dengan suhu 700C dan 2 jam dengan suhu 1050C, didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang beratnya.
Berat Awal – Berat Akhir
Kadar Air = x 100%
Berat Awal
Kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1997)
Berat Akhir
Kadar Abu = x 100%
Berat Awal
Total plate count (TPC) (Fardiaz, 1992)
Saus belimbing diambil sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan akuades 9 ml dan diaduk sampai merata. Hasil pengenceran ini diambil dengan pipet skala sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan akuades 9 ml. Pengenceran dilakukan sampai jumlah koloni 30-300 koloni.
Dari hasil pengenceran pada tabung reaksi yang terakhir diambil sebanyak 1 ml dan diratakan pada medium agar PCA yang telah disiapkan di atas cawan petridish, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 320 C dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter.
Total Koloni = Jumlah Koloni Hasil Perhitungan x 1 FP FP = Faktor Pengencer
Total asam (Ranganna, 1978)
Saus belimbing ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan kedalam beaker glass, dan ditambahkan aquadest sampai volume 100 ml, diaduk hingga merata
dan disaring dengan kertas saring, diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan phenolpthalein 1% sebanyak 2-3 tetes, dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N, titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu yang stabil.
ml NaOH x N NaOH x BM Asam Dominan x Fp
Total Asam = x 100%
Berat contoh (g) x 1000 x Valensi Fp = Faktor pengencer (10)
Vitamin C (Jacobs, 1958)
Saus belimbing ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan aquadest sampai volume 100 ml, diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring, diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan ditambahkan larutan pati 1% sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan iodine 0,01 N, titrasi dianggap selesai apabila telah terbentuk warna biru yang stabil.
ml I2 0,01 N x 0,88 x Fp x 100
Vitamin C (mg/100 gam bahan) =
Berat contoh 1 ml I20,01 = 0,88 mg vitamin C
Fp = Faktor Pengencer (10)
Total soluble solid (Muchtadi dan Sugiyono, 1989)
Saus belimbing ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan dalam beaker glass. Kemudian dilakukan pengenceran dengan ditambahkan aquadest 15 ml
kemudian diaduk hingga merata. Diambil satu tetes larutan dan diteteskan pada lensa handrefraktometer, kemudian nilai tital padatan terlart bahan ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.
Total soluble solid (0Brix) = angka handrefraktometer x FP FP = Faktor pengencer
Derajat keasaman (pH) (AOAC,1995)
Penentuan Kekentalan
Penentuan kekentalan dilakukan dengan uji kekentalan atau skor. Sampel berupa saus yang sudah dimasak dan diberikan kepada 15 panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel4.
Tabel 4. Skala uji skor kekentalan
Skala Skor Skor
Organoleptik skor warna
Organoleptik terhadap warna ditentukan dengan uji skor warna. Caranya saus belimbing yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala skor. Tabel 5. Skala skor warna (skor)
Skala skor warna Skor
Kuning Kemerahan
Organoleptik skor aroma dan rasa
Penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dan rasa dilakukan dengan uji skor aroma dan rasa. Untuk skala skor dapat dilihat seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Skala skoraroma dan rasa (skor)
Skala hedonik Skor
Organoleptik hedonik rasa (Soekarto, 1985).
Penentuan nilai organoleptik terhadap rasa dilakukan dengan uji hedonik rasa. Untuk skala hedonik rasa seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Skala hedonik rasa (numerik)
Skala skor Numerik
Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka
Gambar 1. Skema pembuatan saus belimbing
Dicuci, dikupas dan ditiriskan
Dipotong kecil-kecil
Diblanshing (80oC-85oC) selama 10 menit
Dicuci, dikupas dan ditiriskan
Diblanshing (80oC-85oC) selama 10 menit
Dicampur bubur belimbing dan labu kuning sebanyak 300 gram
Dimasak selama 30 menit dengan suhu 800C dengan penambahan gula 1,5%, garam 6%, asam cuka 2%, cabe 10%, bumbu (bawang merah 5%, bawang putih 5%) dan tepung maizena 2% hingga mengental.
-Total mikroba (Log CFU/g) -Kadar vitamin C (mg/100 g
bahan)
-Total soluble solid (oBrix) -Total asam (%)
-Derajat Keasaman (pH) -Kekentalan
-Uji Organoleptik warna, aroma, rasa dan hedonik rasa
Diblender sampai halus dengan perbandingan belimbing dan air 1:1
Diblender sampai halus dengan perbandingan labu dan air 1:1
Dikemas dalam botol kaca
Dipotong kecil-kecil
Disimpan selama 14 hari pada suhu ruang
Buah Belimbing matang fisiologis
Labu Kuning matang fisiologis
Bubur buah belimbing Bubur labu kuning
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perbandingan Bubur Buah Belimbing dengan Bubur Labu Kuning terhadap Parameter yang Diamati
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan labu kuning memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total mikroba (Log CFU/g), total asam (%), vitamin C (mg/100g bahan), total soluble solid (TSS) (oBrix), derajat keasaman (pH), nilai uji organoleptik warna (skor), nilai uji organoleptik aroma dan rasa (skor), nilai uji organoleptik hedonik rasa (numerik), dan nilai organoleptik kekentalan (skor) pada saus belimbing seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap parameter yang diamati Organoleptik hedonik rasa (numerik) 3,43 3,29 3,23 3,06 Organoleptik kekentalan (skor) 3,23 3,32 3,38 3,46
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan labu kuning memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P4
yaitu sebesar 2,06% dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (90:10%) yaitu
sebesar 2,03%.
Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) dan terendah
terdapat pada perlakuan P1 (90:10%) yaitu sebesar 3,16(Log CFU/g) atau
1,4x103koloni/g. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (90:10%) dan
terendah terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) yaitu sebesar 0,40%. Vitamin C
tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) yaitu sebesar 11,99 (mg/100 g
bahan) dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (90%:10%) yaitu sebesar 6,32
(mg/100 g bahan).
Total soluble solid (TSS) tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (90:10%)
yaitu sebesar 12,82oBrix dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) yaitu
sebesar 9,10oBrix. Derajat keasaman (pH) tertinggi terdapat pada perlakuan P4
(75:25%) yaitu sebesar 3,80 dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (90:10%)
yaitu sebesar 3,66. Nilai organoleptik skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) yaitu sebesar 3,12 (skor) dan terendah terdapat pada
perlakuan P1 (90:10%) yaitu sebesar 2,83 (skor).
Nilai organoleptik skor aroma dan rasa tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (90:10%) yaitu sebesar 3,52 (skor) dan terendah terdapat pada perlakuan P4
(75:25%) yaitu sebesar 3,22 (skor). Nilai organoleptik hedonik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (90:10%) yaitu sebesar 3,43 (numerik) dan terendah
terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) yaitu sebesar 3,06 (numerik). Nilai
organoleptik kekentalan tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) yaitu
sebesar 3,46 (skor) dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (90:10%) yaitu
Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat terhadap Parameter yang Diamati
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total mikroba (Log CFU/g), total asam (%), vitamin C (mg/100 g bahan), total soluble solid (TSS) (oBrix), derajat keasaman (pH), nilai organoleptik skor warna (skor), nilai organoleptik skor aroma dan rasa (skor), nilai organoleptik hedonik rasa (numerik), dan nilai organoleptik kekentalan (skor) pada saus belimbing seperti pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap parameter yang diamati S Organoleptik hedonik rasa (numerik) 3,21 3,20 3,30 3,29 Organoleptik kekentalan (skor) 3,20 3,33 3,39 3,47 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 88,84% dan terendah
terdapat pada perlakuan S1 (0%) yaitu sebesar 84,77. Kadar abu tertinggi terdapat
pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 2,13% dan terendah terdapat pada
perlakuan S1 (0%) yaitu sebesar 1,95%.
yaitu sebesar 2,78 (Log CFU/g) atau 6x102koloni/g. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 0,68% dan terendah terdapat pada
perlakuan S1 (0%) yaitu sebesar 0,56%. Vitamin C tertinggi terdapat pada
perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 9,66 (mg/100g bahan) dan terendah terdapat
pada perlakuan S1 (0%) yaitu sebesar 8,48 (mg/100g bahan).
Total soluble solid (TSS) tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (0%) yaitu
sebesar 11,58oBrix dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar
10,45oBrix. Derajat keasaman (pH) tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (0%)
yaitu sebesar 3,80 dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar
3,65. Nilai organoleptik skor warna tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (0,3%)
yaitu sebesar 3,16 (skor) dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (0%) yaitu
sebesar 2,77 (skor).
Nilai organoleptik skor aroma dan rasa tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (0%) yaitu sebesar 3,46 (skor) dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (0,3%)
yaitu sebesar 3,29 (skor). Nilai organoleptik hedonik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan S3 (0,2%) yaitu sebesar 3,30 (numerik) dan terendah terdapat pada
perlakuan S2 (0,1%) yaitu sebesar 3,20 (numerik). Nilai uji organoleptik
kekentalan tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 3,47 (skor)
Kadar Air
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar air
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air saus belimbing yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh masing-masing perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar air saus belimbing dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar air
Jarak LSR
Perbandingan bubur buah
belimbing dengan bubur Rataan Notasi
0,05 0,01 labu kuning (%) 0,05 0,01
- - - P1=90:10% 85,42 d C
2 0,741 1,019 P2=85:15% 86,45 c BC
3 0,778 1,071 P3=80:20% 87,37 b B
4 0,797 1,098 P4=75:25% 88,21 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2
dan berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P3
dan berbeda sangat nyata dengan P4. Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan
P4. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (75:25%) yaitu sebesar 88,21%
dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (90:10%) yaitu sebesar 85,42%.
Gambar 2. Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar air saus belimbing
Semakin sedikit bubur buah belimbing atau semakin banyak bubur labu kuning yang digunakan maka kadar air saus belimbing akan semakin tinggi. Hal ini sesuai pernyataan Departemen Kesehatan RI (1972) bahwa kadar air bahan baku labu kuning 91,2%, lebih tinggi dibandingkan dengan belimbing 90%.
Menurut Andarwulan, dkk., (2010) kadar air meningkat karena proses pengukusan labu kuning. Air yang meresap dalam bubur merupakan air teradsorbsi lalu air tersebut terserap pada permukaan koloid makromolekul (protein dan pati) labu kuning sehingga semakin banyak proporsi pasta labu kuning maka semakin tinggi kadar air saus belimbing.
Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar air
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air saus belimbing yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar air saus belimbing dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar air
Jarak LSR Konsentrasi natrium Rataan Notasi
0,05 0,01 benzoat(%) 0,05 0,01
- - - S1=0% 84,77 d D
2 0,741 1,019 S2=0,1% 86,30 c C
3 0,778 1,071 S3=0,2% 87,54 b B
4 0,797 1,098 S4=0,3% 88,84 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata
dengan S2, S3, dan S4. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3 dan S4.
Perlakuan S3 berbeda sangat nyata dengan S4. Kadar air tertinggi terdapat pada
perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 88,84% dan terendah terdapat pada perlakuan
S1 (0%) yaitu sebesar 84,77%.
Hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan kadar air saus belimbing dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan kadar air saus belimbing
Semakin banyak konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan maka kadar air saus belimbing akan semakin tinggi. Hal ini karena natrium benzoat
84,77
mikroba untuk pertumbuhannya. Hal ini dijelaskan oleh Winarno (1997) yang menyatakan bahwa natrium benzoat sebagai pengawet dalam bahan olahan pangan akan mempertahankan produk sehingga tidak terjadi kerusakan yang disebabkan mikroorganisme.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar air saus belimbing
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air saus belimbing yang dihasilkan, sehingga uji LSR (Least Significant Range) tidak dilanjutkan.
Kadar Abu
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap kadar abu
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu saus belimbing yang dihasilkan, sehingga uji LSR (Least Significant Range) tidak dilanjutkan.
Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar abu
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar abu
Jarak LSR Konsentrasi natrium Rataan Notasi
0,05 0,01 benzoat (%) 0,05 0,01
- - - S1=0% 1,95 b B
2 0,044 0,061 S2=0,1% 1,99 b B
3 0,046 0,063 S3=0,2% 2,09 a A
4 0,047 0,065 S4=0,3% 2,13 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda tidak nyata
dengan S2 dan berbeda sangat nyata dengan S3, dan S4. Perlakuan S2 berbeda
sangat nyata dengan S3 dan S4. Perlakuan S3 berbeda tidak nyata dengan S4. Kadar
abu tertinggi terdapat pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 2,13% dan terendah
terdapat pada perlakuan S1 (0%) yaitu sebesar 1,95%.
Hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan kadar abu saus belimbing dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan kadar abu saus belimbing
Semakin banyak konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan maka kadar abu saus belimbing semakin tinggi, hal ini karena natrium benzoat
merupakan persenyawaan natrium yang ditemukan dalam bentuk mineral logam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Apriyantono (1988) yang menyatakan bahwa kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Mineral itu sendiri terdiri dari garam organik, garam anorganik, dan senyawa komplek.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar abu saus belimbing
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh berbeda tidak nyata(P>0,05) terhadap kadar abu saus belimbing yang dihasilkan, sehingga uji LSR (Least Significant Range) tidak dilanjutkan.
Total mikroba
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan labu kuning terhadap total miroba
Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total mikroba
Jarak LSR
Perbandingan bubur buah
belimbing dengan bubur Rataan Notasi 0,05 0,01 labu kuning (%) 0,05 0,01
- - - P1=90:10% 3,16 d C
2 0,074 0,102 P2=85:15% 3,25 bc BC
3 0,078 0,107 P3=80:20% 3,32 ab A
4 0,080 0,110 P4=75:25% 3,36 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda nyata dengan P2,
dan berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda tidak nyata
dengan P3 dan berbeda nyata denganP4. Perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan
P4. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan P4(75:25%) yaitu sebesar 3,36
(Log CFU/g)atau 2,3x103koloni/g dan terendah terdapat pada perlakuan P1
(90:10%) yaitu sebesar 3,16 (Log CFU/g) atau 1,4x103 koloni/g.
Hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total mikroba saus belimbing dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Histogram hubungan perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total mikroba saus belimbing
3,16 3,25 3,32 3,36
Semakin sedikit bubur buah belimbing atau semakin banyak bubur labu kuning yang digunakan maka total mikroba saus belimbing akan semakin meningkat. Ini dikarenakan pH pada labu kuning tinggi dan total asam yang terkandung pada bahan baku rendah sehingga mikroba dapat berkembang biak dengan sangat baik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno dan Jennie (1983) yang menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu AW, nilai pH, kandungan gizi dan senyawa antimikroba. Natrium benzoat
berperan sebagai antimikroba penghambat kapang dan khamir pada saus.
Pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap total mikroba
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total mikroba saus belimbing yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap total mikroba saus belimbing dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi natrium benzoat terhadap total mikroba
Jarak LSR Konsentrasi natrium Rataan Notasi
0,05 0,01 benzoat(%) 0,05 0,01
- - - S1=0% 3,85 a A
2 0,074 0,102 S2=0,1% 3,59 b B
3 0,078 0,107 S3=0,2% 2,87 c C
4 0,080 0,110 S4=0,3% 2,78 d C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata
dengan S2, S3, dan S4. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3 dan S4.
perlakuan S1 (0%) yaitu sebesar 3,85 (Log CFU/g) atau 7x103koloni/g dan
terendah terdapat pada perlakuan S4 (0,3%) yaitu sebesar 2,78 (Log CFU/g) atau
6x102koloni/g.
Hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan total mikroba saus belimbing dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik hubungan konsentrasi natrium benzoat dengan total mikroba saus belimbing
Semakin banyak konsentrasi natrium benzoat yang ditambahkan maka total mikroba saus belimbing semakin rendah. Hal ini dijelaskan Winarno dan Jennie (1983), mekanisme natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat tidak terdissosiasi. Dalam suasana pH 2,5-4,0 molekul-molekul asam benzoat tersebut dapat mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat permeabel terhadap molekul-molekul asam benzoat, maka molekul asam benzoat akan terdissosiasi di dalam sel sehingga menghasilkan ion-ion H+, dengan begitu akan menurunkan pH mikroba terssebut. Akibatnya metabolisme sel akan
3,85
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap total mikroba saus belimbing
Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total mikroba saus belimbing yang dihasilkan.
Hasil uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat pada saus belimbing terhadap total mikroba tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan bubur buah
belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap total mikroba saus belimbing
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan P4S1 yaitu sebesar 3,88 (Log
CFU/g) atau 7,6x103koloni/g dan total mikroba terendah terdapat pada perlakuan P1S4 yaitu sebesar 2,59 (Log CFU/g) atau 3,9x102 koloni/g.
Hubungan interaksi perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap total mikroba saus belimbing dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik hubungan interaksi perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning dan konsentrasi natrium benzoat terhadap total mikroba saus belimbing
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin banyak bubur belimbing dan konsentrasi natrium benzoat yang digunakan maka total mikroba saus belimbing yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan berkurangnya kadar air dan menurunnya pH pada saus belimbing sehingga akan mengganggu aktifitas mikroba tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno dan Jennie (1983) yang menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu AW, nilai pH, kandungan gizi dan senyawa antimikroba. Natrium benzoat
P3; ŷ= -2,826S + 3,802;r= -0,978
Konsentrasi natrium benzoat (%)
Total Asam
Pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total asam
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam saus belimbing yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh masing-masing perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total asam saus belimbing dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur buah belimbing dengan bubur labu kuning terhadap total asam
Jarak LSR
Perbandingan bubur buah
belimbing dengan bubur Rataan Notasi
0,05 0,01 labu kuning (%) 0,05 0,01
- - - P1=90:10% 0,88 a A
2 0,027 0,038 P2=85:15% 0,70 b B
3 0,029 0,040 P3=80:20% 0,51 c C
4 0,030 0,041 P4=75:25% 0,40 d D
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
dengan P2, P3 dan P4. Perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4.
Perlakuan P3 berbeda sangat nyata dengan P4. Total asam tertinggi terdapat pada
perlakuan P1 (90:10%) yaitu sebesar 0,88% dan terendah terdapat pada perlakuan
P4 (75:125%) yaitu sebesar 0,40%.