1 A.Latar Belakang
Dewasa ini dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(Good Governance) di Indonesia, pemerintah meningkatkan kualitas hubungan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar tercapainya, efektifitas,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Desentralisasi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”1.
Penyusunan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemberian
kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota memberikan
konsekuensi logis pada berbagai hal, antara lain pada prinsip-prinsip
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Susunan Pemerintahan Daerah dan
Hak DPRD, Kepala Daerah, Pertanggung jawaban Kepala Daerah,
Kepegawaian, Keuangan Daerah, Pemerintahan Desa serta Pembinaan dan
Pengawasan. Hubungan-hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah memiliki empat dimensi penting untuk dicermati, yaitu meliputi
hubungan kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan.
Pertama, pembagian kewenangan untuk menyelenggarakan
urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi sejauhmana
1
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan, karena wilayah kekuasaan
Pemerintah Pusat meliputi Pemerintah Daerah, maka dalam hal ini yang
menjadi obyek yang diurusi adalah sama, namun kewenangannya yang
berbeda. Kedua, pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada
hubungan keuangan, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Ketiga, implikasi terhadap hubungan kelembagaan antara Pusat dan
Daerah mengharuskan kehati-hatian mengenai besaran kelembagaan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan
masing-masing. Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi muncul dari
pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan negara Kesatuan2. Kesemuanya
itu, selain diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut, juga
tersebar pengaturannya dalam berbagai UU sektoral yang pada kenyataannya
masing-masing tidak sama dalam pembagian kewenangannya Pengaturan yang
demikian menunjukkan bahwa tarik menarik hubungan tersebut kemudian
memunculkan apa yang oleh Bagir Manan disebut dengan spanning3 antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah pasal 200 ayat 1 maka dapat diketahui bahwa dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa ada dua unsur pemerintahan penting yang
berperan di dalamnya, yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
2
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 3
Desa. “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara kesatuan republik Indonesia”. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa yang ditetapkan pada tanggal 30 Desember 2005, pada
pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia4.
Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2005 bahwa dalam sebuah Pemerintah Kabupaten/Kota
dibentuk Pemerintahan Desa dan Badan permusyawaratan Desa5. Pemerintah
desa terdiri kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa bertugas
membantu kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas-tugas dan
fungsi-fungsi pemerintah desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan
perangkat desa lainnya. Bersama perangkat desa, kepala desa sebagai pimpinan
struktur pemerintah desa memiliki peranan yang signifikan dalam pengelolaan
proses sosial dalam masyarakat. Tugas utama yang harus diemban pemerintah
desa adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan
4
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Tentang Pemerintah Daerah 5
pelayanan sosial yang baik sehingga membawa masyarakatnya pada
kehidupan yang sejahtera, rasa tenteram, dan berkeadilan.
Pemerintah desa dituntut untuk lebih memahami apa yang menjadi
kebutuhan dari warganya yang terdiri dari berbagai lapisan. Artinya, bahwa
pemerintah dalam pemerintahannya dan dalam pembuatan kebijakan, dituntut
untuk melibatkan seluruh unsur masyarakat untuk mengetahui secara langsung
sejauh mana, seperti apa kondisi dan apa yang sesungguhnya menjadi
kebutuhan masyarakatnya. Itu juga berarti bahwa tata pemerintahan dan proses
pembuatan kebijakan dan kebijakan yang dihasilkan menyangkut masalah
bersama harus dapat diakses serta mampu dipertanggungjawabkan kepada
publik. Kehadiran BPD telah memberikan harapan dengan keberlangsungan
demokrasi Desa. BPD berperan bukan sebagai tangan panjang dari pemerintah,
tetapi lebih merupakan tangan panjang dari masyarakat sekaligus perantara
antara masyarakat dengan pemerintah desa karena BPD merupakan bentuk
sistem pemerintahan desa khususnya sebagai lembaga legislatif dalam
penyelenggaraan pemerintah desa. Pada pasal 209 tercantum fungsi BPD,
yakni menetapkan peraturan desa (perdes) bersama kepala desa (Kades), serta
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Demi menjamin terwujudnya suatu pemerintahan desa yang demokratis,
lebih baik, dan berpihak pada masyarakat, perlu adanya check and balance
dalam pelaksanaan pemerintahan. Masing-masing lembaga harus mempunyai
fungsi yang jelas dan lebih independen. Seluruh proses baik perumusan sampai
transparan untuk diketahui publik sehingga mudah dalam melakukan
pengawasan. BPD-lah yang mempunyai peranan penting dalam menjaga
akuntabilitas dan keseimbangan kewenangan di tingkatan pemerintahan desa.
Salah satu tugas pokok yang dilaksanakan lembaga ini (BPD) adalah
kewajiban dalam menyalurkan aspirasi dan meningkatkan kehidupan
masyarakat desa sebagaimana juga diatur dalam Undang- undang Nomor 22
Tahun 1999 kemudian revisinya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, BPD dituntut mampu menjadi aspirator dan
artikulator antara masyarakat desa dengan pejabat atau instansi yang
berwenang. Tugas dan peran tersebut diwujudkan dalam proses pembuatan
peraturan desa dengan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Hubungan antara BPD dengan Kepala Desa adalah mitra kerja.
Masing-masing elemen memiliki fungsi yang lebih spesifik dan dari sanalah kekuatan
itu berasal. Kekuasaan didistribusikan atau dipisahkan untuk memudahkan
pengelolaan pemerintahan. Semua interaksi antar elemen berlangsung dalam
konstitusi sebagai sentral regulasi. Interaksi antar elemen juga didasarkan atas
check and balances sistem sehingga kontrol atas jalannya pemerintahan dapat
dilakukan secara kolektif. Artinya Kepala Desa harus bekerja sama dengan
BPD dalam menyelenggarakan Pemerintahan Desa. BPD melakukan
pengawasan kepada kepala desa agar berjalan sesuai dengan peraturan. Jika
terdapat kekeliruan BPD meluruskan Kepala Desa dan BPD sama-sama
membuat peraturan desa. BPD tidak boleh menjatuhkan Kepala Desa ataupun
Kehadiran BPD ditingkat desa, hendaknya diarahkan pada membangun
hubungan yang sinergis antar lembaga legislatif dan eksekutif desa, tanpa perlu
menimbulkan kesalah pahaman yang menjurus pada timbulnya konflik yang
dapat mengganggu proses penegakan demokrasi di desa. Terbentuknya BPD
bertujuan mendorong terciptanya partnership yang harmonis serta tidak
konfrontatif antara kepala desa sebagai kepala pemerintah desa dan BPD
sebagai wakil-wakil rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik
ditingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Eksistensi lembaga ini memiliki
tugas, fungsi, kedudukan wewenang yang tidak kalah kemandiriannya dengan
pemerintah Desa (Kepala Desa). Seperangkat peraturan perundang-undangan
yang menyinggung masalah Badan Permusyaratan Desa (BPD), menyebutkan
bahwa secara garis besar institusi ini memiliki tugas dan misi luhur yang
berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintah desa. Fungsi kontrol yang memiliki Badan
Permusyaratan Desa (BPD) hendaknya diarahkan kepada upaya
terselenggaranya pemerintah desa berkualitas, dinamis, transparan, baik dan
bersih. Jika sebelumnya fungsi kritis dan kontrol warga itu berlangsung
tertutup dan sembunyi, kini bisa disuarakan secara langsung, terbuka dan
prosedural.
Kembalinya fungsi kontrol atas kekuasaan eksekutif desa, yang selama
ini didominasi oleh kepala desa, sekarang fungsi kontrol atas kekuasaan
badan legislatif desa yang merupakan lembaga kepercayaan masyarakat.
Lahirnya Badan Permusyaratan Desa (BPD), dinilai sebagai institusi politik
demokrasi di masyarakat pedesaaan sebagai pengganti LMD yang memberikan
suasana baru dalam kehidupan demokrasi di desa. Badan Permusyaratan Desa
(BPD) diharapkan menjadi wadah atau gelanggang politik baru bagi warga
desa dan membangun tradisi demokrasi, sekaligus tempat pembuatan kebijakan
publik desa serta menjadi alat kontrol bagi proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan ditingkat desa. Hal ini bisa terealisasi apabila
Badan Permusyaratan Desa (BPD) sebagai mitra Kepala Desa, berperan aktif
dalam membangun desa bersama kepala desa dan masyarakat.
Konflik yang selama ini terjadi antara Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) diberbagai daerah di negeri ini merupakan
problem sosial secara horizontal maupun vertical antara aparatur pemerintahan
tingkat desa ataupun dengan masyarakat. Konflik yang terjadi bisa antara
individu dan individu, individu dan kelompok, serta kelompok dan kelompok.
Hal tersebut dipicu oleh berbagai alasan, seperti pola hubungan yang kurang
harmonis anatara Kepala Desa sebagai struktur pemerintah desa secara
eksekutif dan BPD sebagai stuktur pemerintah desa legislatif dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa.
Kota Batu merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Malang dalam
rangka memenuhi sistem pelayanan administrasi pemerintahan berbasis
otonomi daerah dalam asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan devolusi. Kota
dimana pemerintah Kota Batu menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang
berdasarkan otoritas pemerintah daerah setempat berdasarkan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tetang Pemerintah Daerah. Sekarang semua urusan
kabupaten/kota menjadi otoritas daerah itu sendiri dalam rangka
mensejahterakan masyarakatnya sendiri. Pada tahun 2001 sesuai dengan dasar
hukum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2001, Kota Batu resmi menjadi
daerah otonom dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis
daerah otonom6.
Ada beberapa alasan yang fundamental sebagai faktor pembentukan Kota
Batu, salah satunya adalah kesiapan administrasi pelayanan publik kepada
masyarakat sehingga masyarakat lebih efisisen dan efektif dalam melakukan
sistem pelayanan publik. Hal ini yang mendasari adanya pemekaran wilayah
menjadi Kota Batu yang saat ini terkenal dengan kota pariwisata.
Penyelenggaraan pemerintah di Kota Batu sendiri lebih menekankan pada
kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Pengaturan sistem pemerintah
kota pada wilayah batu mengindikasikan adanya pola hubungan dalam
pelaksanan pemerintah daerah mulai dari kecamatan, kelurahan, sampai pada
tingkat desa.
Pemerintah desa Oro-oro ombo merupakan salah satu desa yang berada
dikawasan Kota Batu yang dapat berperan dan berfungsi untuk
memperjuangkan dan mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Dalam
kaitan ini maka BPD maupun Pemerintah Desa di Desa Oro-oro ombo harus
6
memiliki sumber daya manusia yang profesional, kapabel, mantap dan dapat
diandalkan kinerja organisasinya secara keseluruhan, sehingga Pemerintah
Desa dan BPD akan mampu memberikan respon terhadap setiap percepatan
kemajuan dan dinamika yang berkembang. Pasal 215 ayat (1) Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan
kawasan pedesaan yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota dan pihak ketiga
mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawratan Desa, dan
surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 140 / 640SJ Tanggal 22 Maret 2005
tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintahan Kabupaten kepada
pemerintah desa sangat jelas, termasuk didalamnya tentang kewajiban yang tak
bisa ditawar-tawar oleh Pemerintahan Kabupaten untuk merumuskan dan
membuat peraturan daerah tentang ADD ( Alokasi Dana Desa ) sebagai bagian
dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya.
Pola hubungan antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) yang ada di desa Oro-oro ombo Kota batu mengindikasikan adanya
peranan dualisme dalam tubuh pemerintah desa dengan tugas dan fungsi yang
berbeda. Dalam pembuatan kebijakan (perdes), kepala desa dan BPD Oro-oro
Ombo menjadi aktor penting dalam perumusan kebijakan sehingga adanya
kontrol dari BPD sebagai lembaga legislatif yang ada pada struktur pemerintah
desa dapat mengembangkan sistem pemerintahan desa yang demokrastis.
Kepala desa sebagai lembaga eksekutif desa mempunyai otoritas dalam
membentuk BPD sebagai lembaga legislatif dalam membantu tugas dan fungsi
membutuhkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah desa di desa Oro-oro
Ombo.
Akhir-akhir ini hubungan dualisme antara kepala desa dan BPD menjadi
penuh tanda tanya besar kepada publik, dimana keduanya tidak sejalan dalam
pembentukan kebijakan entah itu berkaitan dengan peraturan desa atau proyek
pembangunan yang ada di Desa Oro-oro Ombo. Dualisme kekuasan yang
mendominasi sistem penyelenggaraan pemerintah desa di Desa Oro-oro Ombo
terkait dengan pembangunan Pasar Desa Wisata diatas Tanah Kas Desa milik
pemerintah desa Oro-oro Ombo. Kepala Desa Oro-oro Ombo selaku pimpinan
tertinggi struktur pemerintahan di Desa Oro-oro Ombo mengambil kebijakan
tersebut tanpa adanya persetujuan dari BPD sebagai pengawas dalam kebijakan
yang diputuskan oleh Kepala Desa dalam masalah alih fungsi TKD di Desa
Oro-oro Ombo.
Pembangunan dan perkembangan desa membutuhkan peran Relasi antara
Kepala Desa dengan BPD, relasi tersebut merupakan bentuk kolaborasi
akuntabilitas kinerja dan menjawab berbagai keinginan dan aspirasi dari
masyarakat desa. Pembentukan BPD di Desa Oro-oro Ombo telah memberikan
rasa percaya bagi masyarakat bahwa dalam pemerintahan dan penentuan
kebijakan menyangkut permasalahan desa yang sebelumnya secara umum
didominasi oleh Kepala Desa beserta perangkatnya akan berubah menjadi
pemerintahan yang lebih baik. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pun
merupakan pencerminan keinginan masyarakat dan berpihak kepada
Harapan masyarakat yang cukup besar terhadap peran BPD yang
dianggapnya akan mampu memberikan perubahan yang lebih baik ke masa
depan. Relasi yang signifikan antara Kepala Desa beserta perangkatnya dengan
BPD Oro-oro Ombo menjadi acuan penting dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan di desa khususnya di desa Oro-oro Ombo. Oleh karena itu
penulis mengangkat judul tentang “RELASI KEPALA DESA DENGAN
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH DESA YANG DEMOKRATIS DI ERA DESENTRALISASI
(Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)”.
B.Rumusan Masalah
Perumusan masalah dimaksudkan agar tidak terjadi pencarian data yang
tidak relevan dengan tujuan penelitian untuk menghindari pembahasan yang
luas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Relasi antara Kepala Desa dan BPD di Desa Oro-oro Ombo
dalam pembuatan peraturan desa, arah kebijakan pemerintah desa
(pembebasan Tanah Kas Desa), dan proses kontrol keduanya?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan
C.Tujuan Penelitian
Dengan melihat rumusan masalah seperti yang telah disebutkan di atas,
penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui Relasi antara Kepala Desa dan BPD di Desa Oro-oro
Ombo dalam pembuatan peraturan desa, arah kebijakan pemerintah desa
(pembebasan Tanah Kas Desa), dan proses kontrol keduanya;
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa Oro-oro Ombo.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis :
Secara akademis penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
pemerintahan.
2. Secara Praktis :
Secara praktis penelitian ini memberikan rekomendasi tentang Relasi
Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa.
E.Definisi Konseptual
1. Relasi :
Secara Teoritis, relasi adalah pola hubungan antara satu dengan yang
maupun komunikasi tidak langsung. Menurut Yulk ada beberapa model
relasi (hubungan) organisasional7, yaitu :
a) Relasi Dominasi, yang berarti dalam melaksanakan hubungan tersebut
pihak pertama menguasai pihak kedua;
b) Relasi Subordinasi, yang berarti dalam melaksanakan hubungan tersebut
pihak kedua menguasi pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja
menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak pertama;
c) Relasi Kemitraan, yang artinya pihak pertama dan pihak kedua selevel
(egaliter) dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama, dan
saling menghargai.
2. Kepala Desa :
Kepala desa adalah pimpinan desa dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan desa, mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan8. Kepala desa memiliki
wewenang sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa sebagai
berikut :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama BPD;
b. Mengajukan rancangan peraturan desa;
c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama
BPD;
7
http://www.docstoc.com/docs/5935728/Sumartono---kemitraan-pem-Desa-dan-BPD di akses pada tanggal 11 Mei 2012
8
d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB
Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
e. Membina kehidupan masyarakat desa;
f. Membina perekonomian desa;
g. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan
Perundang-undangan.
3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) :
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di
desa. Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari
masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga
masyarakat lainnya. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi
menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat9. Badan Permusyawaratan Desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang
9
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa10.
Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal
dari masyarakat desa, disamping mejalankan fungsinya sebagai jembatan
penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat
menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari
masyarakat. BPD mempunyai wewenang:
a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan
peraturan kepala desa;
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;
d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;
e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
f. Menyusun tata tertib BPD11.
4. Desentralisasi :
Penyelenggaraan pemerintahan dalam era Desentralisasi memberikan
corak implikasi pemerintahan daerah dalam menjalankan sistem
pemerintahannya. Gustav dan Stewart mengidentifikasikan Tiga makna
berbeda dari “Otonomi Daerah” dalam menganalisis kasus Indonesia.
Ketiga makna tersebut sebagai berikut12:
10
Pasal 1 Perda Kota Batu No. 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 11
Pasal 35 PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
12M.Mas’ud Said.
a. Dekonsentrasi, dimana pemerintah pusat menempatkan para pegawainya
dilevel pemerintah daerah;
b. Delegation (pendelegasian), dimana pemerintah pusat secara bersyarat
mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah namun dengan
tetap memiliki kesanggupan untuk mengambil kekuasaan itu kembali dan
secara keseluruhan tetap memiliki dominasi kekuasaan atas pemerintah
daerah;
c. Devolution, dimana pemerintah pusat secara aktual menyerahkan
kekuasaannya kepada pemerintah daerah.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penulisan skripsi ini meliputi :
1. Relasi Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Desa
a. Mekanisme pembuatan peraturan desa dan penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes);
b. Sistem pengawasan BPD sebagai lembaga legislatif pemerintah desa
kepada kepala desa sebagai eksekutif;
c. Koordinasi antara Kepala Desa dan BPD.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa Oro-oro Ombo.
G.Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatf, dengan metode deskriptif yang dimaksudkan untuk
mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan
social, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan
dengan masalah dan unit yang diteliti13.
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mencapai suatu penelitian
yang digunakan sebagai alat guna mencari kebenaran yang rasional, maka
diperlikan adanya cara atau prosedur tertentu agar bisa tercapai tujuan
penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana
penelitian melakukan pencarian data kepada narasumber, sehingga
akhirnya peneliti dapat menggambarkan keadaan dengan jelas.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian merupakan hal yang sangat penting di dalam
penelitian deskriptif. Subyek penelitian ini adalah pihak-pihak yang
dianggap dapat memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini. Yaitu
wawancara dan (interview) secara langsung. Subyek penelitian disini
adalah orang-orang yang dipandang memiliki kapabilitas dan mengerti
tentang latar belakang dari maksud penelitian ini.
13
Pihak-pihak tersebut adalah:
a. Elite struktural Pemerintah Desa Oro-oro Ombo :
1. Kepala Desa Oro-oro Ombo
2. Sekertaris Desa Oro-oro Ombo
b. Badan Permusyawaratan Desa :
1. Kepala Badan Permusyawaratan Daerah
2. Sekertaris Badan Permusyawaratan Daerah
c. Masyarakat
3. Lokasi Penelitian :
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan
untuk mendapatkan informasi serta data-data yang diperlukan oleh peneliti
untuk menunjang penelitian. Lokasi penelitian ini dilaksanakan secara
sengaja di Desa Oro-oro Ombo kecamatan Batu Kota batu dikarenakan
penyelenggaraan pemerintahan di Desa tersebut mengindikasikan adanya
relasi antara Kepala Desa dan BPD dalam mewujudkan tata pemerintahan
Desa yang demokratis di era Otonomi Daerah saat ini.
4. Sumber Data :
a. Data Primer :
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang langsung
diperoleh di lapangan, baik yang diamati oleh penyusun maupun dalam
bentuk pertanyaan-prtanyaan yang diajukan oleh penulis kepada
narasumber. Dalam hal ini data yang diperoleh dari hasil wawancara
penyusun terhadap narasumber dalam hal ini adalah beberapa hal yang
disebut diatas pada Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu.
b. Data Skunder :
Dalam penelitian sering kali disebut bahwa sumber data diluar
kata-kata dan tindakan adalah sumber data sekunder, walaupun begitu
sumber data ini pun mempunyai peranan yang sangat penting didalam
suatu penelitian. Sumber data sekunder atau tambahan ini terdiri dari
sumber tertulis, foto dan surat kabar dan lain sebagainya.
5. Teknik Pengumpulan Data :
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga teknik
pengumpulan data, yaitu :
a. Observasi :
Sering kali orang mengartikan observasi adalah sebagai satu proses
wawasan yang sempit, yaitu memperhatikan sesuatu dengan
menggunakan mata. Didalam pengertian psikologis, observasi atau
yang disebut pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian
terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi
mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba, dan pengecap. Dengan kata lain, apa yang
b. Wawancara :
Wawancara dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan. Tehnik ini
dilakukan dengan tanya jawab atau percakapan secara langsung. Untuk
memudahkan dalam pencarian data peneliti menggunakan metode
wawancara terstruktur, berdasarkan daftar pertanyaan sebagai panduan
untuk memperoleh kejelasan mengenai permasalahan yang ada.
c. Dokumentasi :
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen yang diteliti
dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumentasi resmi. Dari
data yang diperoleh dapat dipelajari sehingga dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan penelitian. Informasi yang diperoleh berupa
dokumen- dokumen (peraturan, media masa, gambar).
6. Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting pada suatu
penelitian, sebab pada analisa akan mengungkapkan hasil dari penelitian
itu sendiri. Analisa data itu sendiri adalah proses penyederhanaan data
kedalam bentuk yang muda dipahami dan diinterprestasikan. Menurut
urutan data, mengkordinasikannya kedalam suatu pola kategori dan satuan
uraian dasar14.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah
kualitatif. Dari penelitian ini maka data akan dianalisis dengan
penggambaran keadaan obyek berdasarkan data yang obyektif, sehingga
data-data yang ada dapat disimpulkan setelah dianalisa terlebih dahulu.
Adapun tahapan-tahapan dalam menganalisa data adalah sebagai berikut :
1. Reduksi Data:
Reduksi data merupakan langkah untuk menyeleksi data lapangan,
sehingga data yang di peroleh sesuai dengan masalah yang diteliti.
Maksudnya, peneliti menyeleksi data yang di peroleh dari data
observasi, wawancara, dan dokumentasi yang berkaitan dengan yang
diteliti.
2. Penyajian Data :
Sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, penyajian data
biasanya berupa kata-kata, table dan lain sebagainya.
3. Menarik Kesimpulan :
Menganalisis dan menguji kebenaran validitas data yang ada. Hasil
analisis data dapat diartikan sebagai proses pemeriksaan terhadap alur
analisis data untuk mengetahui proses munculnya kesimpulan
penelitian.
14
(Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Disusun Oleh :
Anjar Raharjo
08230037
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 26 Januari 2013 Jam : 09.00 wib
Tempat : Kantor Jurusan Ilmu Pemerintahan
Dewan Penguji
1. Drs. Imam Hidayat, MM :
2. Hevi Kurnia Hardini, MA.Gov :
3. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si :
4. Prof. Dr. Ishomuddin, M.Si :
Mengesahkan
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
telah memberikan nikmat dan rahmatnya dalam menjalani kehidupan ini.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan keharibaan baginda besar Nabiyina
Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam penguasa samudra syafa’at.
Selesainya Skripsi berjudul “RELASI KEPALA DESA DENGAN BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAH DESA DEMOKRATIS DI ERA DESENTRALISASI (Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)” merupakan salah satu
nikmat dari Allah SWT yang sangat berharga.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Strata I di Universitas Muhammadiyah Malang.
Rasa hormat dan terima kasih penulis tujukan kepada Ayahanda tercinta
Nuraini, Ibunda Tercinta Juariah, Adik-adikku tersayang Bagas Ramadhan, dan
Bagus Ramadhan, seluruh keluarga yang senantiasa memberikan kekuatan dan
bantuan lahir batin, dukungan doa, nasihat, serta selalu menantikan keberhasilan
penulis sehingga memungkinkan penulis untuk menyelesaikan pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulis juga sangat menyadari bahwa, tanpa bimbingan, arahan dan
1. Bapak Muhajir Efendi, salaku Rektor Universiyas Muhammadiyah
Malang. Semoga usaha Bapak menjadi sumbangsih terbesar bagi
terbentuknya kader-kader yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
2. Ibu Tri Sulistyaningsih selaku dosen pembimbing I dan Bapak Isomuddin
selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran serta dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan
bimbingan dan arahan bagi penulis dalam menyusun Skripsi ini. Semoga
bimbingan dan arahan dari Bapak dan Ibu menjadi satu motivasi bagi
penulis untuk terus berkembang.
3. Seluruh dosen pengajar, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan,
keterampilan dan bimbingan kepada penulis dan kelancaran administrasi
selama proses pendidikan dan penulisan Skripsi ini. Semoga setiap
bantuan dan waktu yang diluangkan menjadi ladang amal bagi kita semua.
4. Pemerintah Kota Batu, khususnyakepala Desa Oro-oro Ombo yaitu bapak
Wiweko dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Oro-oro
Omboyaitu bapak Sugiono yang telah memberikan izin penelitian dan
berbagai informasi yang penulis butuhkan.
5. Seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Pemerintahan ’08 khususnya
Bahrun, Kirun (Pradipta), hasbullah (Zupi), peyek (M. Khoiron),
6. Teman-teman Gang 3 Tirto,Pradipta (Kirun), pakde (Andria W), Damai,
Ifan, Wawan, Afif, bude’,Galang, Narti, Ica yang sudah mau menjadi
teman yang terbaik buat penulis.
7. Teman-teman KKN khususnya Inggar, Dewi, Irul yang sudah menjadi
teman terbaik buat penulis.
8. Teman-teman Band Ether, Inggar, Arif, Zhen, Dewangga, Serta mas
manager Bibil yang sudah mau mengajak penulis untuk berkarya dan
menyalurkan hobinya untuk bermusik dalam menggepuk drum.
9. Almamater tercinta Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
membuat hidup menjadi berkesan serta memberikan banyak cerita yang
tidak pernah terlupakan selama kurang lebih 4(empat) tahun ini.
10. Berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan
baik moril maupun materiil yang tidak dapat penulis cantumkan satu
persatu.
Penulis tidak mempunyai intan, emas ataupun permata yang dapat
penulis berikan sebagai rasa terima kasih atas segala arahan, bimbingan, bantuan
dan kemudahan yang penulis dapatkan selama ini, selain mengembalikan kepada
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dengan penuh rasa syukur dan terima kasih,
semoga Allah membalas dengan sesuatu yang lebih baik kepada semua pihak
Malang, 27 Januari 2013
Penulis,
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
BERITA ACARA BIMBINGAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
ABSTRACT ... xv
ABSTRAKSI ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LatarBelakang ... 1
B. RumusanMasalah ... 11
C. TujuanPenelitian ... 12
D. ManfaatPenelitian ... 12
E. DefinisiKonseptual ... 12
F. DefinisiOperasional ... 16
G. MetodePenelitian ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22
A. Relasi dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa ... 22
1. Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif ... 22
2. Teori Hegemoni ... .... 25
B. Kelembagaan Pemerintahan Desa ... 32
1. Kepala Desa ... 32
2. Badan Permusyawaratan Desa ... 35
3. Relasi Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa... 37
3. Pemerintahan ... 53
4. Ekonomi ... 54
B. Gambaran Umum Desa Oro-oro Ombo ... 56
1. Letak Geografis ... 56
2. Demografis ... 57
3. Pemerintahan Desa ... 59
1. Struktur Organisasi Pemerintah Desa ... .. 59
2. Struktur Organisasi BPD ... 64
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA ... 68
A. Relasi Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa ... 69
1. Mekanisme pembuatan Peraturan Desa dan Penyusunan APBDesa ... 75
a. Relasi Dalam Penentuan Peraturan Desa ... 75
b. Relasi Dalam Penentuan APBDes ... 78
2. Sistem Pengawasan BPD Sebagai Lembaga Legislatif Pemerintah Desa Kepada Kepala Desa Sebagai Lembaga Eksekutif ... 80
3. Koordinasi Antara Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa ... 82
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa ... 86
1. Pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) Sebagai Wilayah Teritorial Desa ... 89
BAB V PENUTUP ... 95
A. Kesimpulan ... 95
Jalasutra, Yogyakarta.
Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta
Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-Modernisme. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Fatchurrochman, Agam. 2002. Manajemen Keuangan Publik, Materi Pelatihan
Anti Korupsi, Indonesia Coruption Watch. Jakarta.
Lexy, J. Moleong, 2003. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Prosdakaria, Bandung.
M. Mahi, Hikmah. 2010. Komunikasi Politik PT Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Manan, Bagir. 1994. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Noer, Deliar. 1997. Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Mizan, Bandung
Said, Mas’ud. 2008. Arah Baru Otonomi Daerah Di Indonesia. UMM Press, Malang.
Simon, Roger. 2004. Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Tim Dosen Bahasa Indonesia UMM. 2003. “Bahasa Indonesia Untuk Karangan
Ilmiah”. UMM press, Malang.
Wasistiono, Sadu. 2003. Etika Hubungan Legislatif Eksekutif. Fokusmedia. Bandung
PP No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintah desa.
Perda Kota Batu No. 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Jurnal
Heru Kurniawan. (2007). jurnal Relasi Formatif Hegemoni Gramsci dalam Novel
Perburuan Karya Pramoedya Ananta Toer.
Internet
http://sobatbaru.blogspot.com/2010/12/pengertian-kepala-desa.html di akses pada tanggal 23 Mei 2012
http://www.zamrudtv.com/riau-3478-Konflik,-Ketua-BPD-Siak-Hulu-Minta-Kades Mundur.html Diakses pada tanggal 10 Mei 2012
www.detikriau.net 26 Januari 2010
www.harianbhirawa.co.id/arsip/24467-alih-fungsi-tkd-oro-oro-ombo-tak-ada-masalah Diakses pada tanggal 10 Mei 2012
http://www.docstoc.com/docs/5935728/Sumartono---kemitraan-pem-desa-dan-BPD di akses pada tanggal 11 Mei 2012