• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELASI KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DESA DEMOKRATIS DI ERA DESENTRALISASI (Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RELASI KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DESA DEMOKRATIS DI ERA DESENTRALISASI (Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

1 A.Latar Belakang

Dewasa ini dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik

(Good Governance) di Indonesia, pemerintah meningkatkan kualitas hubungan

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar tercapainya, efektifitas,

efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Desentralisasi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”1.

Penyusunan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemberian

kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota memberikan

konsekuensi logis pada berbagai hal, antara lain pada prinsip-prinsip

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Susunan Pemerintahan Daerah dan

Hak DPRD, Kepala Daerah, Pertanggung jawaban Kepala Daerah,

Kepegawaian, Keuangan Daerah, Pemerintahan Desa serta Pembinaan dan

Pengawasan. Hubungan-hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah memiliki empat dimensi penting untuk dicermati, yaitu meliputi

hubungan kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan.

Pertama, pembagian kewenangan untuk menyelenggarakan

urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi sejauhmana

1

(2)

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk

menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan, karena wilayah kekuasaan

Pemerintah Pusat meliputi Pemerintah Daerah, maka dalam hal ini yang

menjadi obyek yang diurusi adalah sama, namun kewenangannya yang

berbeda. Kedua, pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada

hubungan keuangan, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004

Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Ketiga, implikasi terhadap hubungan kelembagaan antara Pusat dan

Daerah mengharuskan kehati-hatian mengenai besaran kelembagaan yang

diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan

masing-masing. Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi muncul dari

pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan negara Kesatuan2. Kesemuanya

itu, selain diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut, juga

tersebar pengaturannya dalam berbagai UU sektoral yang pada kenyataannya

masing-masing tidak sama dalam pembagian kewenangannya Pengaturan yang

demikian menunjukkan bahwa tarik menarik hubungan tersebut kemudian

memunculkan apa yang oleh Bagir Manan disebut dengan spanning3 antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah pasal 200 ayat 1 maka dapat diketahui bahwa dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa ada dua unsur pemerintahan penting yang

berperan di dalamnya, yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan

2

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 3

(3)

Desa. “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa

adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara kesatuan republik Indonesia”. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

2005 tentang Desa yang ditetapkan pada tanggal 30 Desember 2005, pada

pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud Pemerintahan Desa adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang

diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia4.

Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 72 Tahun 2005 bahwa dalam sebuah Pemerintah Kabupaten/Kota

dibentuk Pemerintahan Desa dan Badan permusyawaratan Desa5. Pemerintah

desa terdiri kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa bertugas

membantu kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas-tugas dan

fungsi-fungsi pemerintah desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan

perangkat desa lainnya. Bersama perangkat desa, kepala desa sebagai pimpinan

struktur pemerintah desa memiliki peranan yang signifikan dalam pengelolaan

proses sosial dalam masyarakat. Tugas utama yang harus diemban pemerintah

desa adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan

4

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Tentang Pemerintah Daerah 5

(4)

pelayanan sosial yang baik sehingga membawa masyarakatnya pada

kehidupan yang sejahtera, rasa tenteram, dan berkeadilan.

Pemerintah desa dituntut untuk lebih memahami apa yang menjadi

kebutuhan dari warganya yang terdiri dari berbagai lapisan. Artinya, bahwa

pemerintah dalam pemerintahannya dan dalam pembuatan kebijakan, dituntut

untuk melibatkan seluruh unsur masyarakat untuk mengetahui secara langsung

sejauh mana, seperti apa kondisi dan apa yang sesungguhnya menjadi

kebutuhan masyarakatnya. Itu juga berarti bahwa tata pemerintahan dan proses

pembuatan kebijakan dan kebijakan yang dihasilkan menyangkut masalah

bersama harus dapat diakses serta mampu dipertanggungjawabkan kepada

publik. Kehadiran BPD telah memberikan harapan dengan keberlangsungan

demokrasi Desa. BPD berperan bukan sebagai tangan panjang dari pemerintah,

tetapi lebih merupakan tangan panjang dari masyarakat sekaligus perantara

antara masyarakat dengan pemerintah desa karena BPD merupakan bentuk

sistem pemerintahan desa khususnya sebagai lembaga legislatif dalam

penyelenggaraan pemerintah desa. Pada pasal 209 tercantum fungsi BPD,

yakni menetapkan peraturan desa (perdes) bersama kepala desa (Kades), serta

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Demi menjamin terwujudnya suatu pemerintahan desa yang demokratis,

lebih baik, dan berpihak pada masyarakat, perlu adanya check and balance

dalam pelaksanaan pemerintahan. Masing-masing lembaga harus mempunyai

fungsi yang jelas dan lebih independen. Seluruh proses baik perumusan sampai

(5)

transparan untuk diketahui publik sehingga mudah dalam melakukan

pengawasan. BPD-lah yang mempunyai peranan penting dalam menjaga

akuntabilitas dan keseimbangan kewenangan di tingkatan pemerintahan desa.

Salah satu tugas pokok yang dilaksanakan lembaga ini (BPD) adalah

kewajiban dalam menyalurkan aspirasi dan meningkatkan kehidupan

masyarakat desa sebagaimana juga diatur dalam Undang- undang Nomor 22

Tahun 1999 kemudian revisinya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah, BPD dituntut mampu menjadi aspirator dan

artikulator antara masyarakat desa dengan pejabat atau instansi yang

berwenang. Tugas dan peran tersebut diwujudkan dalam proses pembuatan

peraturan desa dengan memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Hubungan antara BPD dengan Kepala Desa adalah mitra kerja.

Masing-masing elemen memiliki fungsi yang lebih spesifik dan dari sanalah kekuatan

itu berasal. Kekuasaan didistribusikan atau dipisahkan untuk memudahkan

pengelolaan pemerintahan. Semua interaksi antar elemen berlangsung dalam

konstitusi sebagai sentral regulasi. Interaksi antar elemen juga didasarkan atas

check and balances sistem sehingga kontrol atas jalannya pemerintahan dapat

dilakukan secara kolektif. Artinya Kepala Desa harus bekerja sama dengan

BPD dalam menyelenggarakan Pemerintahan Desa. BPD melakukan

pengawasan kepada kepala desa agar berjalan sesuai dengan peraturan. Jika

terdapat kekeliruan BPD meluruskan Kepala Desa dan BPD sama-sama

membuat peraturan desa. BPD tidak boleh menjatuhkan Kepala Desa ataupun

(6)

Kehadiran BPD ditingkat desa, hendaknya diarahkan pada membangun

hubungan yang sinergis antar lembaga legislatif dan eksekutif desa, tanpa perlu

menimbulkan kesalah pahaman yang menjurus pada timbulnya konflik yang

dapat mengganggu proses penegakan demokrasi di desa. Terbentuknya BPD

bertujuan mendorong terciptanya partnership yang harmonis serta tidak

konfrontatif antara kepala desa sebagai kepala pemerintah desa dan BPD

sebagai wakil-wakil rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik

ditingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Eksistensi lembaga ini memiliki

tugas, fungsi, kedudukan wewenang yang tidak kalah kemandiriannya dengan

pemerintah Desa (Kepala Desa). Seperangkat peraturan perundang-undangan

yang menyinggung masalah Badan Permusyaratan Desa (BPD), menyebutkan

bahwa secara garis besar institusi ini memiliki tugas dan misi luhur yang

berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintah desa. Fungsi kontrol yang memiliki Badan

Permusyaratan Desa (BPD) hendaknya diarahkan kepada upaya

terselenggaranya pemerintah desa berkualitas, dinamis, transparan, baik dan

bersih. Jika sebelumnya fungsi kritis dan kontrol warga itu berlangsung

tertutup dan sembunyi, kini bisa disuarakan secara langsung, terbuka dan

prosedural.

Kembalinya fungsi kontrol atas kekuasaan eksekutif desa, yang selama

ini didominasi oleh kepala desa, sekarang fungsi kontrol atas kekuasaan

(7)

badan legislatif desa yang merupakan lembaga kepercayaan masyarakat.

Lahirnya Badan Permusyaratan Desa (BPD), dinilai sebagai institusi politik

demokrasi di masyarakat pedesaaan sebagai pengganti LMD yang memberikan

suasana baru dalam kehidupan demokrasi di desa. Badan Permusyaratan Desa

(BPD) diharapkan menjadi wadah atau gelanggang politik baru bagi warga

desa dan membangun tradisi demokrasi, sekaligus tempat pembuatan kebijakan

publik desa serta menjadi alat kontrol bagi proses penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan ditingkat desa. Hal ini bisa terealisasi apabila

Badan Permusyaratan Desa (BPD) sebagai mitra Kepala Desa, berperan aktif

dalam membangun desa bersama kepala desa dan masyarakat.

Konflik yang selama ini terjadi antara Kepala Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) diberbagai daerah di negeri ini merupakan

problem sosial secara horizontal maupun vertical antara aparatur pemerintahan

tingkat desa ataupun dengan masyarakat. Konflik yang terjadi bisa antara

individu dan individu, individu dan kelompok, serta kelompok dan kelompok.

Hal tersebut dipicu oleh berbagai alasan, seperti pola hubungan yang kurang

harmonis anatara Kepala Desa sebagai struktur pemerintah desa secara

eksekutif dan BPD sebagai stuktur pemerintah desa legislatif dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan desa.

Kota Batu merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Malang dalam

rangka memenuhi sistem pelayanan administrasi pemerintahan berbasis

otonomi daerah dalam asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan devolusi. Kota

(8)

dimana pemerintah Kota Batu menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang

berdasarkan otoritas pemerintah daerah setempat berdasarkan Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tetang Pemerintah Daerah. Sekarang semua urusan

kabupaten/kota menjadi otoritas daerah itu sendiri dalam rangka

mensejahterakan masyarakatnya sendiri. Pada tahun 2001 sesuai dengan dasar

hukum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2001, Kota Batu resmi menjadi

daerah otonom dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis

daerah otonom6.

Ada beberapa alasan yang fundamental sebagai faktor pembentukan Kota

Batu, salah satunya adalah kesiapan administrasi pelayanan publik kepada

masyarakat sehingga masyarakat lebih efisisen dan efektif dalam melakukan

sistem pelayanan publik. Hal ini yang mendasari adanya pemekaran wilayah

menjadi Kota Batu yang saat ini terkenal dengan kota pariwisata.

Penyelenggaraan pemerintah di Kota Batu sendiri lebih menekankan pada

kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Pengaturan sistem pemerintah

kota pada wilayah batu mengindikasikan adanya pola hubungan dalam

pelaksanan pemerintah daerah mulai dari kecamatan, kelurahan, sampai pada

tingkat desa.

Pemerintah desa Oro-oro ombo merupakan salah satu desa yang berada

dikawasan Kota Batu yang dapat berperan dan berfungsi untuk

memperjuangkan dan mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Dalam

kaitan ini maka BPD maupun Pemerintah Desa di Desa Oro-oro ombo harus

6

(9)

memiliki sumber daya manusia yang profesional, kapabel, mantap dan dapat

diandalkan kinerja organisasinya secara keseluruhan, sehingga Pemerintah

Desa dan BPD akan mampu memberikan respon terhadap setiap percepatan

kemajuan dan dinamika yang berkembang. Pasal 215 ayat (1) Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan

kawasan pedesaan yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota dan pihak ketiga

mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawratan Desa, dan

surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 140 / 640SJ Tanggal 22 Maret 2005

tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintahan Kabupaten kepada

pemerintah desa sangat jelas, termasuk didalamnya tentang kewajiban yang tak

bisa ditawar-tawar oleh Pemerintahan Kabupaten untuk merumuskan dan

membuat peraturan daerah tentang ADD ( Alokasi Dana Desa ) sebagai bagian

dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya.

Pola hubungan antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) yang ada di desa Oro-oro ombo Kota batu mengindikasikan adanya

peranan dualisme dalam tubuh pemerintah desa dengan tugas dan fungsi yang

berbeda. Dalam pembuatan kebijakan (perdes), kepala desa dan BPD Oro-oro

Ombo menjadi aktor penting dalam perumusan kebijakan sehingga adanya

kontrol dari BPD sebagai lembaga legislatif yang ada pada struktur pemerintah

desa dapat mengembangkan sistem pemerintahan desa yang demokrastis.

Kepala desa sebagai lembaga eksekutif desa mempunyai otoritas dalam

membentuk BPD sebagai lembaga legislatif dalam membantu tugas dan fungsi

(10)

membutuhkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah desa di desa Oro-oro

Ombo.

Akhir-akhir ini hubungan dualisme antara kepala desa dan BPD menjadi

penuh tanda tanya besar kepada publik, dimana keduanya tidak sejalan dalam

pembentukan kebijakan entah itu berkaitan dengan peraturan desa atau proyek

pembangunan yang ada di Desa Oro-oro Ombo. Dualisme kekuasan yang

mendominasi sistem penyelenggaraan pemerintah desa di Desa Oro-oro Ombo

terkait dengan pembangunan Pasar Desa Wisata diatas Tanah Kas Desa milik

pemerintah desa Oro-oro Ombo. Kepala Desa Oro-oro Ombo selaku pimpinan

tertinggi struktur pemerintahan di Desa Oro-oro Ombo mengambil kebijakan

tersebut tanpa adanya persetujuan dari BPD sebagai pengawas dalam kebijakan

yang diputuskan oleh Kepala Desa dalam masalah alih fungsi TKD di Desa

Oro-oro Ombo.

Pembangunan dan perkembangan desa membutuhkan peran Relasi antara

Kepala Desa dengan BPD, relasi tersebut merupakan bentuk kolaborasi

akuntabilitas kinerja dan menjawab berbagai keinginan dan aspirasi dari

masyarakat desa. Pembentukan BPD di Desa Oro-oro Ombo telah memberikan

rasa percaya bagi masyarakat bahwa dalam pemerintahan dan penentuan

kebijakan menyangkut permasalahan desa yang sebelumnya secara umum

didominasi oleh Kepala Desa beserta perangkatnya akan berubah menjadi

pemerintahan yang lebih baik. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pun

merupakan pencerminan keinginan masyarakat dan berpihak kepada

(11)

Harapan masyarakat yang cukup besar terhadap peran BPD yang

dianggapnya akan mampu memberikan perubahan yang lebih baik ke masa

depan. Relasi yang signifikan antara Kepala Desa beserta perangkatnya dengan

BPD Oro-oro Ombo menjadi acuan penting dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan di desa khususnya di desa Oro-oro Ombo. Oleh karena itu

penulis mengangkat judul tentang “RELASI KEPALA DESA DENGAN

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAH DESA YANG DEMOKRATIS DI ERA DESENTRALISASI

(Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)”.

B.Rumusan Masalah

Perumusan masalah dimaksudkan agar tidak terjadi pencarian data yang

tidak relevan dengan tujuan penelitian untuk menghindari pembahasan yang

luas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Relasi antara Kepala Desa dan BPD di Desa Oro-oro Ombo

dalam pembuatan peraturan desa, arah kebijakan pemerintah desa

(pembebasan Tanah Kas Desa), dan proses kontrol keduanya?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan

(12)

C.Tujuan Penelitian

Dengan melihat rumusan masalah seperti yang telah disebutkan di atas,

penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui Relasi antara Kepala Desa dan BPD di Desa Oro-oro

Ombo dalam pembuatan peraturan desa, arah kebijakan pemerintah desa

(pembebasan Tanah Kas Desa), dan proses kontrol keduanya;

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Desa Oro-oro Ombo.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis :

Secara akademis penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu

pemerintahan.

2. Secara Praktis :

Secara praktis penelitian ini memberikan rekomendasi tentang Relasi

Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam penyelenggaraan

pemerintahan Desa.

E.Definisi Konseptual

1. Relasi :

Secara Teoritis, relasi adalah pola hubungan antara satu dengan yang

(13)

maupun komunikasi tidak langsung. Menurut Yulk ada beberapa model

relasi (hubungan) organisasional7, yaitu :

a) Relasi Dominasi, yang berarti dalam melaksanakan hubungan tersebut

pihak pertama menguasai pihak kedua;

b) Relasi Subordinasi, yang berarti dalam melaksanakan hubungan tersebut

pihak kedua menguasi pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja

menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak pertama;

c) Relasi Kemitraan, yang artinya pihak pertama dan pihak kedua selevel

(egaliter) dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama, dan

saling menghargai.

2. Kepala Desa :

Kepala desa adalah pimpinan desa dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan desa, mempunyai tugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan8. Kepala desa memiliki

wewenang sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa sebagai

berikut :

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan bersama BPD;

b. Mengajukan rancangan peraturan desa;

c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama

BPD;

7

http://www.docstoc.com/docs/5935728/Sumartono---kemitraan-pem-Desa-dan-BPD di akses pada tanggal 11 Mei 2012

8

(14)

d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB

Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;

e. Membina kehidupan masyarakat desa;

f. Membina perekonomian desa;

g. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan; dan

i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan

Perundang-undangan.

3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) :

BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di

desa. Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari

masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga

masyarakat lainnya. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi

menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat9. Badan Permusyawaratan Desa atau yang

disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang

9

(15)

merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa10.

Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal

dari masyarakat desa, disamping mejalankan fungsinya sebagai jembatan

penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat

menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari

masyarakat. BPD mempunyai wewenang:

a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan

peraturan kepala desa;

c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;

d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;

e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan

menyalurkan aspirasi masyarakat; dan

f. Menyusun tata tertib BPD11.

4. Desentralisasi :

Penyelenggaraan pemerintahan dalam era Desentralisasi memberikan

corak implikasi pemerintahan daerah dalam menjalankan sistem

pemerintahannya. Gustav dan Stewart mengidentifikasikan Tiga makna

berbeda dari “Otonomi Daerah” dalam menganalisis kasus Indonesia.

Ketiga makna tersebut sebagai berikut12:

10

Pasal 1 Perda Kota Batu No. 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 11

Pasal 35 PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa.

12M.Mas’ud Said.

(16)

a. Dekonsentrasi, dimana pemerintah pusat menempatkan para pegawainya

dilevel pemerintah daerah;

b. Delegation (pendelegasian), dimana pemerintah pusat secara bersyarat

mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah namun dengan

tetap memiliki kesanggupan untuk mengambil kekuasaan itu kembali dan

secara keseluruhan tetap memiliki dominasi kekuasaan atas pemerintah

daerah;

c. Devolution, dimana pemerintah pusat secara aktual menyerahkan

kekuasaannya kepada pemerintah daerah.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penulisan skripsi ini meliputi :

1. Relasi Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam

Penyelenggaraan Pemerintah Desa

a. Mekanisme pembuatan peraturan desa dan penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes);

b. Sistem pengawasan BPD sebagai lembaga legislatif pemerintah desa

kepada kepala desa sebagai eksekutif;

c. Koordinasi antara Kepala Desa dan BPD.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Desa Oro-oro Ombo.

(17)

G.Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian

kualitatf, dengan metode deskriptif yang dimaksudkan untuk

mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan

social, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan

dengan masalah dan unit yang diteliti13.

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mencapai suatu penelitian

yang digunakan sebagai alat guna mencari kebenaran yang rasional, maka

diperlikan adanya cara atau prosedur tertentu agar bisa tercapai tujuan

penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana

penelitian melakukan pencarian data kepada narasumber, sehingga

akhirnya peneliti dapat menggambarkan keadaan dengan jelas.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian merupakan hal yang sangat penting di dalam

penelitian deskriptif. Subyek penelitian ini adalah pihak-pihak yang

dianggap dapat memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini. Yaitu

wawancara dan (interview) secara langsung. Subyek penelitian disini

adalah orang-orang yang dipandang memiliki kapabilitas dan mengerti

tentang latar belakang dari maksud penelitian ini.

13

(18)

Pihak-pihak tersebut adalah:

a. Elite struktural Pemerintah Desa Oro-oro Ombo :

1. Kepala Desa Oro-oro Ombo

2. Sekertaris Desa Oro-oro Ombo

b. Badan Permusyawaratan Desa :

1. Kepala Badan Permusyawaratan Daerah

2. Sekertaris Badan Permusyawaratan Daerah

c. Masyarakat

3. Lokasi Penelitian :

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan

untuk mendapatkan informasi serta data-data yang diperlukan oleh peneliti

untuk menunjang penelitian. Lokasi penelitian ini dilaksanakan secara

sengaja di Desa Oro-oro Ombo kecamatan Batu Kota batu dikarenakan

penyelenggaraan pemerintahan di Desa tersebut mengindikasikan adanya

relasi antara Kepala Desa dan BPD dalam mewujudkan tata pemerintahan

Desa yang demokratis di era Otonomi Daerah saat ini.

4. Sumber Data :

a. Data Primer :

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang langsung

diperoleh di lapangan, baik yang diamati oleh penyusun maupun dalam

bentuk pertanyaan-prtanyaan yang diajukan oleh penulis kepada

narasumber. Dalam hal ini data yang diperoleh dari hasil wawancara

(19)

penyusun terhadap narasumber dalam hal ini adalah beberapa hal yang

disebut diatas pada Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu.

b. Data Skunder :

Dalam penelitian sering kali disebut bahwa sumber data diluar

kata-kata dan tindakan adalah sumber data sekunder, walaupun begitu

sumber data ini pun mempunyai peranan yang sangat penting didalam

suatu penelitian. Sumber data sekunder atau tambahan ini terdiri dari

sumber tertulis, foto dan surat kabar dan lain sebagainya.

5. Teknik Pengumpulan Data :

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga teknik

pengumpulan data, yaitu :

a. Observasi :

Sering kali orang mengartikan observasi adalah sebagai satu proses

wawasan yang sempit, yaitu memperhatikan sesuatu dengan

menggunakan mata. Didalam pengertian psikologis, observasi atau

yang disebut pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian

terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi

mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,

pendengaran, peraba, dan pengecap. Dengan kata lain, apa yang

(20)

b. Wawancara :

Wawancara dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan informan. Tehnik ini

dilakukan dengan tanya jawab atau percakapan secara langsung. Untuk

memudahkan dalam pencarian data peneliti menggunakan metode

wawancara terstruktur, berdasarkan daftar pertanyaan sebagai panduan

untuk memperoleh kejelasan mengenai permasalahan yang ada.

c. Dokumentasi :

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen yang diteliti

dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumentasi resmi. Dari

data yang diperoleh dapat dipelajari sehingga dapat dikembangkan

sesuai dengan kebutuhan penelitian. Informasi yang diperoleh berupa

dokumen- dokumen (peraturan, media masa, gambar).

6. Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting pada suatu

penelitian, sebab pada analisa akan mengungkapkan hasil dari penelitian

itu sendiri. Analisa data itu sendiri adalah proses penyederhanaan data

kedalam bentuk yang muda dipahami dan diinterprestasikan. Menurut

(21)

urutan data, mengkordinasikannya kedalam suatu pola kategori dan satuan

uraian dasar14.

Analisa data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah

kualitatif. Dari penelitian ini maka data akan dianalisis dengan

penggambaran keadaan obyek berdasarkan data yang obyektif, sehingga

data-data yang ada dapat disimpulkan setelah dianalisa terlebih dahulu.

Adapun tahapan-tahapan dalam menganalisa data adalah sebagai berikut :

1. Reduksi Data:

Reduksi data merupakan langkah untuk menyeleksi data lapangan,

sehingga data yang di peroleh sesuai dengan masalah yang diteliti.

Maksudnya, peneliti menyeleksi data yang di peroleh dari data

observasi, wawancara, dan dokumentasi yang berkaitan dengan yang

diteliti.

2. Penyajian Data :

Sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, penyajian data

biasanya berupa kata-kata, table dan lain sebagainya.

3. Menarik Kesimpulan :

Menganalisis dan menguji kebenaran validitas data yang ada. Hasil

analisis data dapat diartikan sebagai proses pemeriksaan terhadap alur

analisis data untuk mengetahui proses munculnya kesimpulan

penelitian.

14

(22)

(Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Disusun Oleh :

Anjar Raharjo

08230037

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(23)

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang pada:

Hari : Sabtu

Tanggal : 26 Januari 2013 Jam : 09.00 wib

Tempat : Kantor Jurusan Ilmu Pemerintahan

Dewan Penguji

1. Drs. Imam Hidayat, MM :

2. Hevi Kurnia Hardini, MA.Gov :

3. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si :

4. Prof. Dr. Ishomuddin, M.Si :

Mengesahkan

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

(24)

telah memberikan nikmat dan rahmatnya dalam menjalani kehidupan ini.

Sholawat serta salam tetap tercurahkan keharibaan baginda besar Nabiyina

Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam penguasa samudra syafa’at.

Selesainya Skripsi berjudul “RELASI KEPALA DESA DENGAN BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAH DESA DEMOKRATIS DI ERA DESENTRALISASI (Studi Di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu Kota Batu)” merupakan salah satu

nikmat dari Allah SWT yang sangat berharga.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Strata I di Universitas Muhammadiyah Malang.

Rasa hormat dan terima kasih penulis tujukan kepada Ayahanda tercinta

Nuraini, Ibunda Tercinta Juariah, Adik-adikku tersayang Bagas Ramadhan, dan

Bagus Ramadhan, seluruh keluarga yang senantiasa memberikan kekuatan dan

bantuan lahir batin, dukungan doa, nasihat, serta selalu menantikan keberhasilan

penulis sehingga memungkinkan penulis untuk menyelesaikan pendidikan di

Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis juga sangat menyadari bahwa, tanpa bimbingan, arahan dan

(25)

1. Bapak Muhajir Efendi, salaku Rektor Universiyas Muhammadiyah

Malang. Semoga usaha Bapak menjadi sumbangsih terbesar bagi

terbentuknya kader-kader yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.

2. Ibu Tri Sulistyaningsih selaku dosen pembimbing I dan Bapak Isomuddin

selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran serta dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan

bimbingan dan arahan bagi penulis dalam menyusun Skripsi ini. Semoga

bimbingan dan arahan dari Bapak dan Ibu menjadi satu motivasi bagi

penulis untuk terus berkembang.

3. Seluruh dosen pengajar, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan,

keterampilan dan bimbingan kepada penulis dan kelancaran administrasi

selama proses pendidikan dan penulisan Skripsi ini. Semoga setiap

bantuan dan waktu yang diluangkan menjadi ladang amal bagi kita semua.

4. Pemerintah Kota Batu, khususnyakepala Desa Oro-oro Ombo yaitu bapak

Wiweko dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Oro-oro

Omboyaitu bapak Sugiono yang telah memberikan izin penelitian dan

berbagai informasi yang penulis butuhkan.

5. Seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Pemerintahan ’08 khususnya

Bahrun, Kirun (Pradipta), hasbullah (Zupi), peyek (M. Khoiron),

(26)

6. Teman-teman Gang 3 Tirto,Pradipta (Kirun), pakde (Andria W), Damai,

Ifan, Wawan, Afif, bude’,Galang, Narti, Ica yang sudah mau menjadi

teman yang terbaik buat penulis.

7. Teman-teman KKN khususnya Inggar, Dewi, Irul yang sudah menjadi

teman terbaik buat penulis.

8. Teman-teman Band Ether, Inggar, Arif, Zhen, Dewangga, Serta mas

manager Bibil yang sudah mau mengajak penulis untuk berkarya dan

menyalurkan hobinya untuk bermusik dalam menggepuk drum.

9. Almamater tercinta Universitas Muhammadiyah Malang yang telah

membuat hidup menjadi berkesan serta memberikan banyak cerita yang

tidak pernah terlupakan selama kurang lebih 4(empat) tahun ini.

10. Berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan

baik moril maupun materiil yang tidak dapat penulis cantumkan satu

persatu.

Penulis tidak mempunyai intan, emas ataupun permata yang dapat

penulis berikan sebagai rasa terima kasih atas segala arahan, bimbingan, bantuan

dan kemudahan yang penulis dapatkan selama ini, selain mengembalikan kepada

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dengan penuh rasa syukur dan terima kasih,

semoga Allah membalas dengan sesuatu yang lebih baik kepada semua pihak

(27)

Malang, 27 Januari 2013

Penulis,

(28)

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

ABSTRACT ... xv

ABSTRAKSI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 11

C. TujuanPenelitian ... 12

D. ManfaatPenelitian ... 12

E. DefinisiKonseptual ... 12

F. DefinisiOperasional ... 16

G. MetodePenelitian ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22

A. Relasi dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa ... 22

1. Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif ... 22

2. Teori Hegemoni ... .... 25

B. Kelembagaan Pemerintahan Desa ... 32

1. Kepala Desa ... 32

2. Badan Permusyawaratan Desa ... 35

3. Relasi Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa... 37

(29)

3. Pemerintahan ... 53

4. Ekonomi ... 54

B. Gambaran Umum Desa Oro-oro Ombo ... 56

1. Letak Geografis ... 56

2. Demografis ... 57

3. Pemerintahan Desa ... 59

1. Struktur Organisasi Pemerintah Desa ... .. 59

2. Struktur Organisasi BPD ... 64

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA ... 68

A. Relasi Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa ... 69

1. Mekanisme pembuatan Peraturan Desa dan Penyusunan APBDesa ... 75

a. Relasi Dalam Penentuan Peraturan Desa ... 75

b. Relasi Dalam Penentuan APBDes ... 78

2. Sistem Pengawasan BPD Sebagai Lembaga Legislatif Pemerintah Desa Kepada Kepala Desa Sebagai Lembaga Eksekutif ... 80

3. Koordinasi Antara Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa ... 82

B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa ... 86

1. Pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) Sebagai Wilayah Teritorial Desa ... 89

BAB V PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan ... 95

(30)
(31)
(32)

Jalasutra, Yogyakarta.

Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta

Faisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai

Post-Modernisme. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Fatchurrochman, Agam. 2002. Manajemen Keuangan Publik, Materi Pelatihan

Anti Korupsi, Indonesia Coruption Watch. Jakarta.

Lexy, J. Moleong, 2003. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Prosdakaria, Bandung.

M. Mahi, Hikmah. 2010. Komunikasi Politik PT Simbiosa Rekatama Media, Bandung.

Manan, Bagir. 1994. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Noer, Deliar. 1997. Pemikiran Politik Di Negeri Barat. Mizan, Bandung

Said, Mas’ud. 2008. Arah Baru Otonomi Daerah Di Indonesia. UMM Press, Malang.

Simon, Roger. 2004. Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Tim Dosen Bahasa Indonesia UMM. 2003. “Bahasa Indonesia Untuk Karangan

Ilmiah”. UMM press, Malang.

Wasistiono, Sadu. 2003. Etika Hubungan Legislatif Eksekutif. Fokusmedia. Bandung

(33)

PP No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintah desa.

Perda Kota Batu No. 6 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Jurnal

Heru Kurniawan. (2007). jurnal Relasi Formatif Hegemoni Gramsci dalam Novel

Perburuan Karya Pramoedya Ananta Toer.

Internet

http://sobatbaru.blogspot.com/2010/12/pengertian-kepala-desa.html di akses pada tanggal 23 Mei 2012

http://www.zamrudtv.com/riau-3478-Konflik,-Ketua-BPD-Siak-Hulu-Minta-Kades Mundur.html Diakses pada tanggal 10 Mei 2012

www.detikriau.net 26 Januari 2010

www.harianbhirawa.co.id/arsip/24467-alih-fungsi-tkd-oro-oro-ombo-tak-ada-masalah Diakses pada tanggal 10 Mei 2012

http://www.docstoc.com/docs/5935728/Sumartono---kemitraan-pem-desa-dan-BPD di akses pada tanggal 11 Mei 2012

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi seperti ini, ms tidak bisa lagi melakukan panggilan karena level daya sudah dibawah batas minimum (threshold) sehingga bila dilakukan panggilan, maka

Gambar 2.1 pemantulan teratur dan pemantulan baur Pada pemantulan baur dan pemantulan teratur, sudut pemantulan cahaya besarnya selalu sama dengan sudut datang cahaya

Dengan demikian dari data yang diperoleh diatas antara teori dengan implementasi pendekatan saintifik dalam mengembangkan kognitif anak kelompok A TK Nurul Ummah

Pengembangan kapasitas diri adalah suatu usaha atau proses yg terus menerus mulai lahir sampai meninggal kearah personal mastery (penguasaan pribadi), sehingga

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji kemampuan desorpsi bentonit setelah dilakukan proses adsorpsi I2 dalam larutan dengan memvariasi konsentrasi

Pada gambar 75 dapat dilihat bahwa, jika pembuat kebijakan memperlakukan pajak karbon terhadap sumber energi dengan skenario optimal dengan pengurangan emisi sebesar 5%, 10% dan

Pola konsumsi energi yang senantiasa meningkat dari waktu kewaktu menyebabkan kelangkaan energy sehingga hamper disemua Negara berpacu untuk membangkitkan energy

Sehubungan ItU, untuk menguJI keberkesanan proses Interpretasl makna uJaran antara penutur dengan pendengar, pendengar harus meruJuk kepada tltlk permulaan