• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis, Harga Kayu Komersil dan Analisis Ekonomi pada Industri mKayu Sekunder Panglong di Kota Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Jenis, Harga Kayu Komersil dan Analisis Ekonomi pada Industri mKayu Sekunder Panglong di Kota Padangsidimpuan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

19

TINJAUAN PUSTAKA

Industri Kayu

Industri kayu merupakan badan usaha yang mengelola kayu dan

menghasilkan suatu produk kayu sebagai objek dari seluruh rangkaian proses

produksi. Kayu merupakan salah satu produk alam selain minyak mentah, ikan,

biji besi, dan lain-lain sehingga dapat dikatakan sebagai produk alam yang sangat

terbatas pasokannya. Menurut Dumanaw (1999), kayu didefenisikan sebagai suatu

bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan sebagai bagian

dari suatu pohon. Dalam hal pengelolaannya lebih lanjut perlu diperhitungkan

secara cermat bagian-bagian kayu manakah yang dapat lebih banyak

dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Menurut Risnasari (2001) industri pengolahan kayu di Sumatera Utara

mencakup industri kayu gergajian (sawmill), kayu lapis (plywood) dan pulp.

Industri sawmill, plywood dan pulp merupakan industri kayu hulu.

Industri-industri tersebut tidak hanya mengolah produk-produk yang siap dipasarkan,

tetapi juga mengolah kayu bulat menjadi produk yang dibutuhkan sebagai bahan

baku bagi industri-industri hilir seperti moulding dan meubel. Industri hilir ini

mengolah bahan baku tersebut menjadi barang jadi. Hasil terbaru mengenai

industri perkayuan menurut buku Statistik Kehutanan (2012) Rekapitulasi

IUPHHK kapasitas izin 6000m3 tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara disajikan

(2)

Tabel 1. Rekapitulasi jumlah IUPHHK kapasitas izin 6000m3 pengolahan kayu di Provinsi Sumatera Utara

No .

Jenis industri Jumlah unit usaha (buah) tahun 2011

1. Kayu lapis 0

Sumber : Buku Statistik Kehutanan (2012)

Sedangkan kapasitas produksi hasil hutan berdasarkan sumber produksi

kapasitas dia atas 6000m3 tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Kapasitas produksi kayu di atas 6000m3 di Provinsi Sumatera Utara No

.

Jenis industri Kapasitas produksi (m3) tahun 2011

1. Kayu lapis (termasuk LVL)

60.427,34

2. Kayugergajian 110.828,00

3. Veener 2.653,00

4. Woodchips 0

5. Pulp 185.404,00

6. Kayu bulat 1.257.997,00

Jumlah 1.617.309,34

Sumber : Buku Statistik Kehutanan(2012)

Menurut Buku Statistik Kehutanan (2012) industri kayu gergajian

memiliki kapasitas produksi lebih banyak 110.828,00 dari industri kayu lapis

60.427,34 sedangkan menurut penelitian Risnasari (2001) pada tahun 1998

kapasitas produksi kayu gergajian lebih sedikit 666.800,00 daripada industri kayu

lapis 832.473,00. Hal ini disebabkan pada tahun 1998 adannya kebijakan

(3)

21

Industri pengolahan kayu di Provinsi Sumatera Utara tidak lepas dari

tenaga kerja yang dibutuhkan setiap perusahaan. Menurut Buku Statistik

Kehutanan (2012) tenaga kerja dibagi berdasarkan status kerja tenaga kerja

(harian, bulanan dan borongan). seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. jumlah tenaga kerja industri pengolahan kayu di Provinsi Sumatera Utara No

.

Status tenaga kerja Jumlah tenaga kerja (orang)

1. Bulanan 347

2. Harian 257

3. Borongan 0

Jumlah 604

Sumber : Buku Statistik Kehutanan (2012)

Industri pengolahan kayu yang membutuhkan pasokan kayu bulat adalah

industri yang langsung mengolah kayu (industri pengoalahan kayu hulu) seperti

kayu industri penggergajian, pulp dan kayu lapis. Sedangkan industri pengolahan

kayu hilir seperti moulding dan meubel (furniture) mengolah bahan baku yang

berasal dari industri kayu gergajian. Dengan demikian berkembangnya industri

hilir sangat ditentukan oleh industri kayu hulu sebagai pemasok bahan baku. Jenis

kayu yang banyak digunakan adalah kayu meranti, pinus, dan karet (Risnasari,

2001).

Panglong menurut Alwi (2008) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

edisi ketiga memiliki definisi : perusahaan kayu yang diusahakan orang cina dan

kilang kayu (tempat penggergajian kayu). Panglong merupakan salah satu industri

pengolahan kayu yang termasuk dalam industri sekunder.

Jual beli kayu yang terus meningkat member peluang untuk pengusaha

dalam menciptakan badan usaha yang berbeda-beda sehingga mampu

menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pendapatan daerah maupun pendapatan

(4)

Indonesia terdiri dari perusahaan perorangan, firma (FA), perseroan komanditer/

commanditer vennotschap (CV), perseroan terbatas (PT), badan usaha milik

Negara (BUMN) dan koperasi.

Dephutbun Provinsi Sumatera Utara dan Lembaga Pengabdian pada

Masyarakat USU (2000), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang

berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu jenis industri adalah :

1. Faktor pendorong, yaitu faktor yang mampu merangsang dilakukannya

kegiatan industri oleh pihak–pihak tertentu (investor) sehubungan dengan

tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan kegiatan tersebut

secara normal. Faktor-faktor tersebut antara lain: sumber bahan baku yang

terjamin, teknologi yang tersedia, tenaga kerja dan iklim berusaha yang

menunjang

2. Faktor-faktor yang mampu memacu pertumbuhan industri tersebut untuk

berkembang terus di masa yang akan datang, yaitu permintaan pasar dan

nilai tambah.

Industri Primer, Sekunder dan Tersier

Menurut Suryana (2012) berdasarkan sifat bahan mentah dan sifat

produksinya, industri dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Industri primer adalah industri yang langsung mengolah bahan mentah

hasil sektor primer, baik dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan,

perikanan, maupun pertambangan, tanpa perlu adanya pengolahan lebih

lanjut. Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan,

(5)

23

2. Industri sekunder adalah industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil

industri lain (industri primer), bahan bakunya adalah barang setengah jadi

atau barang jadi yang diproduksi industri lain.

3. Industri tersier adalah industri yang hasilnya berupa layanan jasa yang

dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Contohnya

seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, pariwisata, dan

sebagainya.

Berdasarkan klasifikasi diatas industri panglong termasuk kedalam

industri sekunder. Panglong termasuk industri sekunder yang biasanya

memproduksi kayu gergajian hingga produk-produk yang terbuat dari kayu.

Industri sekunder ini dapat berada jauh dari sumber bahan baku. Misalnya saja

terdapat di perkotaan dan kayu gergajian yang biasa ditemui dan dikonsumsi

masyarakat misalnya dalam bentuk kaso, reng, papan, broti dan lain–lain. Industri

primer cenderung jauh dari perkotaan dan dekat dengan bahan baku. Hasil dari

industri primer berupa log kayu yang akan diolah untuk produk lanjutan (Suryana,

2012).

Profil Wilayah Kota Padangsidimpuan

Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu kotamadya di Provinsi

Sumatera Utara. Memiliki penduduk 191.531 jiwa dengan areal seluas 146,86 km2

yang secara administratif dibagi atas 6 Kecamatan, seperti disajikan pada tabel 4.

Padangsidimpuan secara geografis terletak 1º08’-1º28’ Lintang Utara

99º13’-99º20’ Bujur Timur. Batas wilayah Kota Padangsidimpuan adalah sebelah

utara, berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli

(6)

Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebelah barat,

berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Angkola,

Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan

Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan (BPS Padangsidimpuan, 2010).

Tabel 4. Luas wilayah kecamatan di Kota Padangsidimpuan

No. Kecamatan Luas (km2)

1. Padangsidimpuan Angkola Julu 28,18 2. Padangsidimpuan Batunadua 37,74 3. Padangsidimpuan Hutaimbaru 22,34

4. Padangsidimpuan Selatan 15,81

5. Padangsidimpuan Tenggara 27,69

6. Padangsidimpuan Utara 14,09

Total 146,86

Sumber BPS Kota Padangsidimpuan (2010)

Kebutuhan Masyarakat Terhadap Kayu

Produk dapat didefenisikan sebagai : Suatu sifat yang kompleks baik dapat

diraba maupun tidak dapat diraba, bungkus, warna, harga, nama perusahaan, jasa

perusahaan, yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau

kebutuhannya. Barang industri merupakan barang yang memiliki sifat yang

berbeda dengan barang konsumsi. Barang industri dibutuhkan dan dibeli oleh

konsumen tidak untuk konsumsi sendiri, akan tetapi barang tersebut dibeli untuk

dipergunakannya sebagai alat usaha atau alat berproduksi lagi ataupun dijual

kembali dalam menjalankan usaha bisnisnya, baik bisnis yang

mempertimbangkan untung rugi atau pertimbangan biaya (Indriyo, 2001).

Penggunaan kayu dalam kehidupan manusia telah ada sejak dahulu, fungsi

kayu sangat beragam dan digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan

sehari-hari. Sehingga kayu masih dikonsumsi hingga saat ini. Kayu merupakan

komponen terpenting dalam pembangunan perumahan dan bangunan gedung

(7)

25

seperti perumahan atau struktur bangunan komersil berbahan dasar kayu (Sitorus,

2009).

Kayu sebagai Bahan Konstruksi

Menurut Wirjomartono (1977) dalam Sitorus (2009) bahan konstruksi

adalah bahan yang dipergunakan untuk mendukung beban dalam arti memerlukan

analisis perhitungan yang cukup cermat dan untuk kayu mencakup bahan-bahan

untuk kuda-kuda, jembatan, tiang pancang dan sebagainya. Sebagai bahan

konstruksi bangunan, kayu sudah dikenal dan banyak dipakai sebelum orang

memakai beton dan baja. Kayu tersebut harus memenuhi syarat:

1. Mampu menahan bermacam-macam beban yang bekerja dengan aman

dalam jangka waktu yang direncanakan.

2. Mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai.

3. Serta mempunyai ukuran penampang dan panjang yang sesuai dengan

pemakaianya dalam konstruksi.

Wirjomartono (1977) dalam Sitorus (2009) menunjukkan bahwa

penggunaan kuda-kuda kayu dapat menghemat biaya sekitar 10-50%

dibandingkan dengan menggunakan baja. Jika membicarakan tentang kayu

sebagai struktur bangunan, maka yang harus diperhatikan antara lain adalah

kekuatan dan keawetan kayu. Karena tujuan umum para pemilik bangunan

maupun perencanaan adalah membangun/ mempunyai gedung yang aman dan

kuat konstruksinya, biaya konstruksinya murah, umur bangunan cukup lama serta

biaya pemeliharaannya ringan.

(8)

Menurut Indriyo (2001) jumlah permintaan akan sangat tergantung dari

tinggi rendahnya harga pasar yang berlaku. Apabila harga yang berlaku itu rendah

maka tentu saja jumlah yang diminta masyarakat akan lebih banyak. Karena

dengan harga yang lebih rendah tentulah akan lebih banyak orang yang dapat

menjangkau harga tersebut.

Menurut Fuat et. al., (2005) harga adalah sejumlah kompensasi (uang atau

barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi

barang dan jasa. Bagi masyarakat harga masih menduduki tempat teratas dalam

keputusan untuk membeli suatu barang dan jasa.

Mutu dan Kualitas Kayu

Mutu dan kualitas kayu perlu diperhatikan juga sebelum membeli dan

menggunakan kayu untuk berbagai keperluan. Menurut Wirjomantoro (1977)

dalam Sitorus (2008) mutu atau kualitas kayu secara umum dapat didefenisikan

sebagai suatu ukuran ciri-ciri yang mempengaruhi sifat produk-produk yang

dibuat dari kayu tersebut. Defenisi kualitas yang lebih tepat mungkin sukar

dipahami karena sifat penting kayu yang digunakan untuk suatu produk sering

berbeda dengan sifat penting untuk produk lain.

Menurut Wirjomantoro (1977) dalam Sitorus (2008) mutu dari suatu jenis

kayu ditentukan oleh sifat fisiknya seperti warna, tekstur, serat, kesan raba, bau,

nilai dekoratif dan sifat-sifat pengerjaan, seperti sifat pengetaman, pembubutan,

pemboran dan pengampelasan. Dalam satu hal, kualitas mungkin ditentukan dari

kerapatan, kenampakan, cacat kayu yang terkandung seperti mata kayu, serat

(9)

27

Kebutuhan masyarakat akan kayu di Indonesia menurut data statistik

dalam satu tahun tercatat tidak kurang dari 2 juta m3 kayu gergajian yang

diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan dan

pemukiman. Pada kenyataanya, jumlah kayu gergajian yang diperlukan jauh dari

atas angka tersebut karena banyak sekali kayu-kayu yang digunakan sebagai

bahan konstruksi bangunan yang dihasilkan dari industri kecil rakyat yang tidak

tercatat (Greenomics, 2004).

Jumlah Penduduk Terhadap Kebutuhan Masyarakat Terhadap Kayu

Jumlah penduduk serta banyaknya pembangunan membuat konsumsi kayu

semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari pemasaran produk kayu

olahan yang berupa kayu gergajian di wilayah provinsi Sumatera Utara. volume

yang dipasarkannya mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (Dephutbun dan

LPPM USU, 2000).

Jenis Kayu yang Diperdagangkan di Indonesia

Beberapa jenis kayu yang sering dipakai di industri-industri penggergajian

dan pengerjaan kayu adalah damar (Agathis alba), meranti merah (Shorea

leprosula) dan durian (Durio zibethinus). Sifat pemesinan kayu yang baik dan

mudah diolah serta kualitas hasil pengolahan yang baik adalah alasan banyak

pengusaha indutri dan masyarakat gemar memakai jenis kayu ini. Sebagaimana

diketahui bahan ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas

maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi jenis-jenis kayu

tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau, ulin yang termasuk jenis-jenis kayu

(10)

Menurut Benny (1992), dalam perdagangan kayu umumnya mempunyai

ukuran-ukuran tertentu yang biasanya banyak dipakai untuk bangunan rumah.

Masing-masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama-nama sebagai berikut :

1. Balok : mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya, biasanya

terbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar, misalnya (cm) 6 x

12, 6 x 15, 8 x 12, 8 x 14, 10 x 10, 12 x 12.

2. Papan : berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya

misalnya (cm) 2 x 20, 3 x 20, 3 x 35.

3. Ram : yaitu papan untuk membuat rangka daun pintu dengan ukuran (cm)

3 x 10, 3 x 12.

4. Kaso/usuk : yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) 4 x 6, 5 x 7.

5. Reng : yaitu kecil dengan ukuran (cm) 2 x 3.

6. Plepet : kayu kecil dengan ukuran (cm) 1 x 3, 1 x 5, biasanya untuk klem

kaca pada kusen jendela atau lis penutup sambungan langit-langit/ plafoon.

Panjang dari ukuran di atas sudah tertentu, yang banyak dijumpai adalah 1 sampai

3 meter, 3 sampai 4 meter sudah jarang, lebih dari 4 meter sudah sulit dicari dan

seandainya ada biasanya harganya mahal.

Menurut Benny (1992) berbagai jenis kayu yang banyak dipakai sebagai

bahan bangunan, diantaranya:

1. Kayu jati: cocok untuk pintu dan jendela, mebel, konstruksi berat terutama

yang tidak terlindungi.

2. Kayu kalimantan: jenisnya: kamper, kruing, bangkirai, meranti, laban dan

sebagainya. Cocok untuk segala macam konstruksi bangunan terutama

(11)

29

3. Kayu glugur (kelapa): masih banyak dipakai untuk membuat kuda-kuda

rumah, terutama pohonnya yang sudah benar-benar tua.

4. Kayu nangka, sawo, mahoni, rasamala: masih banyak digunakan

rumah-rumah di desa.

Menurut Martawijaya, et. al., (1995) ada 30 jenis kayu perdagangan

diantaranya agathis (Agathis spp.), balam (Shorea spp., dan Hopea spp.),

bangkirai (Shorea leavis Ridi), bintangur (Calophylium spp.), durian (Durio spp.)

eboni (Diospyros celebica), gerunggang (Cratoxylon arbosences BI), jati (Tectona

grandis L.F.), jelutung (Dyera spp.), kapur (Dryobalanops spp.), kruing

(Dipterogarpus spp.), mahoni (Swietenia spp.), matoa (Bonietia spp.), medang

(semua family Lauraceae kecuali genus Eusideroxylon), mentibu (Dactylocdalus

stenotachys Oliv), meranti kuning (Shorea spp.), meranti putih (Shorea spp.),

merawan (Hopea spp.), mersawa (Anisoptera spp.), nyantoh (Ganua sp.,

Plaquium spp.), pulai (Alstonis spp.), ramin (Gonystylus spp.), rengas (Gluta

spp.), resak (Vatica spp.), sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), sonokembang

(Ptrecarpus indicus Willd), sungkai (Peronenomons canescens Jack).

Keawetan dan Kekuatan Kayu

Kelas kuat kayu di Indonesia dibagi ke dalam 5 kelas (seperti disajikan

pada Tabel 5) yang diterapkan menurut berat jenisnya. Berat jenis dalam hal ini

adalah perbandingan berat dan volume kayu dalam keadaan kering udara dengan

(12)

Tabel 5. Kelas kuat kayu menurut berat jenis kayu (BJ)

Kelas awet Berat jenis Contoh kayu

I 2 – 0,90 bangkirai (Shorea leavis), eboni (Dyospiros celebica), merbau (Intsia spp.) ulin (Euderoxylon zwagerii), dll

II 0,90 – 0,60 rengas (Gluta rengas), meranti (Shorea spp.), dll III 0,60 – 0,40 durian (Durio zibethinus), ramin (Gonystilus

bancanus)

IV 0,40 – 0,30 kemiri (Aleuyitus mollucana), perupuk (Lophopetahan spp.)

V ≤ 0,30 pulai (Alstonia scholaris) Sumber : Martawijaya, at. al., (1995)

Tingkat Keawetan

Pemakaian kayu tidak lepas dari kualitas kayu dalam hal ini kekuatan dan

keawetanya yaitu kelas kuat dan kelas awet kayu. Wiryamartono (1976) dalam

Sitorus (2009) menyebutkan bahwa yang menentukan tingkat keawetan kayu

adalah daya tahan kayu terhadap pengaruh perusakan oleh rayap-rayap, serangga

dan binatang-binatang kecil lainnya. Kelas awet kayu dibagi kedalam 5 kelas

seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat kelas keawetan kayu Tingkat kelas A

(Tectona grandis L.F.) II 5 15 Tak

A. : Kayu ditempatkan di tanah lembab

B. :aKayu ditempatkan ditempat yang tidak terlindungi tetapi dicegah

cimasuk air ke dalam

(13)

31

Tingkat Pemakaian

Menurut Martawijaya, at. al., (1995) tingkat pemakaian sesuatu kayu

menyatakan kecakapan kayu untuk suatu macam konstruksi. Dalam menentukan

tingkat pemakaian tidak dipandang soal mengerjakan kayu serta mudah atau

sukarnya pengolahan kayu itu. Kayu yang digunakan adalah kayu biasa atau

dalam keadaan tidak diawetkan. Ada 5 macam tingkat pemakaian kayu yaitu :

1. Tingkat I dan II untuk keperluan konstruksi-konstruksi berat tidak

terlindung dan terkena tanah lembab. Tingkat I diantanya adalah kayu jati,

merbau, bangkirai. Tingkat II diantanya adalah merawan, rasamala dan

sebagainya.

2. Tingkat III untuk keperluan konstruksi-konstruksi berat terlindung

diantaranya adalah kruing, kamper, meranti.

3. Tingkat IV untuk keperluan konstruksi-konstruksi ringan yang terlindung

yang termsuk dalam tingkat ini adalah suren, jerujing dan lain-lain.

4. Tingkat V untuk keperluan pekerjaan sementara.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi adalah proses kekuatan dan kelemahan suatu ekonomi

dianalisis. Analisis ekonomi adalah penting untuk memahami kondisi ekonomi

yang tepat (Alam et. al., 2009).

Menurut Aziz (2003) untuk mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai

produk hal yang dilakukan adalah menganalisis biaya dan pendapatan. Setelah

mengetahui biaya dan pendapatan dilanjutkan dengan pemakaian metode R/C

(14)

a. Analisis biaya dan pendapatan

Dalam analisis biaya dan pendapatan dilakukan perhitungan biaya

produksi total (biaya tetap total dan biaya variabel total). Setelah mengetahui

biaya produksi dihitung penerimaan dan keuntungan.

Menurut Aziz (2003) rumus perhitungan biaya produksi, penerimaan dan

keuntungan adalah sebagai berikut:

a. Biaya produksi: TC = TFC + TVC

Penerimaan: TR = P.Q

Keuntungan = TR – TC

Keterangan:

TC = total cost (biaya total)

TFC = total fixed cost (biaya tetap total )

TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) TR = total revenue (penerimaan total)

P = price per unit (harga jual per unit) Q = quantity (jumlah produksi)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)

Metode R/C merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang

dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) untuk menghitung R/C dapat dirumuskan

sebagai berikut.

RC =

TC TR

Keterangan:

TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total)

Kriteria penilaian R/C:

R/C < 1 = produk tidak layak secara ekonomi

(15)

33

c. Pendekatan Break Event Point (BEP)

Analisis break event point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk

menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama

dengan pendapatan. Menurut Aziz (2003) perhitungan BEP (konsep titik impas)

dapat dilakukan dengan dua rumus yaitu:

BEP Biaya Produksi =

roduk P rga Ha

Total Biaya

BEP Harga Produksi =

roduksi P

Total

Gambar

Tabel 4. Luas wilayah kecamatan di Kota Padangsidimpuan
Tabel 6. Tingkat kelas keawetan kayu

Referensi

Dokumen terkait

dan ukuran dewan direksi muslim secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Corporate Social Responsibility (ICSR) pada

Pemberi kerja pada perusahaan kecil, mungkin akan memulai dengan system manajemen sumber daya manual, biasannya dalam mendapatkan dan mengorganisasi satu set standar

Skripsi ini memuat tentang konsep prinsipil dari prinsip pembangunan berkelanjutan secara umum dan penerapannya dalam suatu deklarasi bersama yakni Deklarasi Rio Branco yang

Bahwa obyek Permohonan a quo (objectum litis) adalah berkenaan dengan Perselisihan dan/atau Sengketa dan/atau Kesalahan Hasil Penghitungan Perolehan Suara yang

Proses pengolahan data BPS selalu mengakomodir perkembangan teknologi dan informasi untuk menjawab tantangan kebutuhan data yang makin beragam serta peningkatan cakupan

menyediakan atau mengedarkan sesuatu penghasutan atau tunjuk perasaan di mana-mana tempat oleh apa-apa pertubuhan, badan atau kumpulan orang iaitu penghasutan atau

PADA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TEMANGGUNG NO JENIS INFORMASI DESKRIPSI INFORMASI (RINGKASAN ISI INFORMASI) PEJABAT YANG MENGUASAI INFORMASI PENANGGU NG JAWAB