• Tidak ada hasil yang ditemukan

Massa Jenis

Massa jenis atau densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya.

Tabel 3. Massa jenis limbah polimer murni

Perlakuan Massa jenis (g/ml)

Pot bunga 0,7155

Plastik mulsa 0,8473

Karung goni 0,8511

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai massa jenis limbah polimer murni tertinggi terdapat pada perlakuan karung goni yaitu sebesar 0,8511 g/ml dan massa jenis limbah polimer murni yang terendah yaitu pot bunga sebesar 0,7155 g/ml. Hal ini dikarenakan massa jenis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa penyusun kimia dari bahan masing-masing plastik yang diteliti seperti rantai carbon serta nomer molekul residunya (MR) yang berbeda yang membuat massa jenis berbeda.

Gambar 2. Grafik massa jenis campuran bio-solar dengan minyak pirolisis 0.8508

Jenis bahan bakar

Dari Gambar 2 dapat dilihat massa jenis campuran bio-solar dengan minyak pirolisis tertinggi dihasilkan dari plastik mulsa 10% sebesar 0,8516 g/ml.

Sedangkan nilai massa jenis terendah dihasilkan dari plastik mulsa 12,5% sebesar 0,7839 g/ml. Nilai massa jenis campuran bio-solar dengan minyak pirolisis rata-rata bernilai 0,8175 g/ml. Hal ini dikarenakan massa jenis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa penyusun kimia dari bahan masing-masing plastik yang diteliti seperti rantai carbon serta nomer molekul residunya (MR) yang berbeda yang membuat massa jenis berbeda. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso (2010) yang meneliti beragam jenis pirolisis plastik PP dan LDPE massa jenis minyak pirolisis masing-masing yaitu PP sebesar 0,74 g/ml dan LDPE sebesar 0,77 g/ml.

Dari analisis sidik ragam nilai massa jenis dapat dilihat pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara bahan minyak plastik dicampur dengan bio-solar 10% dan 12,5% terhadap massa jenis berpengaruh sangat nyata.

Maka dilakukan lebih lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh interaksi antara bahan minyak dan pirolisis terhadap nilai massa jenis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji DMRT pengaruh interaksi antara bahan minyak terhadap massa jenis

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01 berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan setiap interaksi berbeda sangat nyata hal ini disebabkan karena dari bahan yang digunakan memiliki struktur rantai kimia yang berbeda. Menurut Besler dan Williams (2006) yang menyatakan bahwa sebuah benda yang memiliki massa jenis yang lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis yang rendah.

Viskositas

Viskositas yaitu kemampuan suatu zat untuk mengalir pada suatu media tertentu. Hasil viskositas minyak pirolisis limbah polimer murni dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Viskositas limbah polimer murni

Perlakuan Viskositas (cP)

Pot bunga 0,7215 x 102

Plastik mulsa 0,7369 x 102

Karung goni 0,7760 x 102

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai viskositas limbah polimer murni tertinggi terdapat pada perlakuan karung goni yaitu sebesar 0,7760 x 102 cP dan massa jenis limbah polimer murni yang terendah yaitu pot bunga sebesar 0,7215 x 102 cP. Hal ini disebabkan karena struktur kimia pada karung goni setiap bahan dan kuantitas minyak campuran. Menurut Ademiluyi (2007) semakin panjang ikatan struktur kimia, maka viskositas semakin besar.

Gambar 3. Grafik viskositas campuran bio-solar dengan minyak pirolisis Dari Gambar 3 diperoleh nilai viskositas tertinggi yaitu pada jenis bahan bakar karung goni 10% sebesar 256,31 cP dan nilai terendah yaitu pada jenis bahan bakar pot bunga 12,5% sebesar 218,43 cP. Hal ini dikarenakan karung goni termasuk ke dalam jenis plastik PP dimana struktur kimia karung goni lebih besar daripada pot bunga yang termasuk ke dalam jenis palstik HDPE. Sesuai dengan pernyataan Ademiluyi (2007) yang menyatakan semakin panjang ikatan struktur kimia, maka viskositas semakin besar.

Hasil analisis sidik ragam Lampiran 8 menunjukkan bahwa bahan minyak plastik berpengaruh sangat nyata terhadap viskositas yang dihasilkan. Maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 pada uji DMRT dapat dilihat perlakuan setiap perlakuan pada interaksi berbeda sangat nyata. Hal ini disebabkan oleh unsur penyusun dari minyak pirolisis plastik pot bunga, mulsa dan karung goni memiliki struktur kimia yang berbeda. Sesuai pernyataan Ademiluyi (2007) semakin panjang ikatan struktur kimia, maka viskositas semakin besar.

256.31

Tabel 6. Uji DMRT pengaruh bahan minyak terhadap nilai viskositas

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01 berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang ada pada bahan bakar tersebut. Nilai kalor limbah polimer murni dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai kalor limbah polimer murni

Perlakuan Nilai kalor (kJ/kg)

Pot bunga 34.920

Plastik mulsa 40.220

Karung goni 35.450

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai kalor limbah polimer murni tertinggi terdapat pada perlakuan plastik mulsa yaitu sebesar 40.220 kJ/kg dan nilai kalor limbah polimer murni yang terendah yaitu pot bunga sebesar 34.920 kJ/kg. Semakin tinggi nilai kalor maka proses pembakaran lebih sempurna.

Hasil nilai kalor dari Gambar 4 diperoleh hasil tertinggi dari jenis bahan pot bunga 10% sebesar 41.280 kJ/kg dan nilai kalor terendah diperoleh dari jenis bahan bakar karung goni 12,5% sebesar 30.150 kJ/kg. Hal ini dikarenakan nilai kalor pada jenis bahan bakar pot bunga pada proses pembakaran lebih sempurna.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso (2010) nilai kalor dari berbagai macam plastik, PP memiliki nilai kalor 40,45 kJ/kg dan LDPE memiliki nilai kalor 41,45 kJ/kg.

Gambar 4. Grafik nilai kalor campuran bio-solar dengan minyak pirolisis Dari Tabel 7 dan Gambar 4 dapat dilihat antara nilai kalor bahan bakar pirolisis polimer dan nilai kalor bahan bakar yang dicampurkan dengan bio-solar memiliki hasil yang berbeda. Nilai kalor pada pot bunga mengalami peningkatan dengan adanya penambahan bio-solar pada bahan bakar polimer murni yaitu 34.920 kJ/kg menjadi 41.280 kJ/kg setelah dicampurkan dengan bio-solar, sedangkan pada plastik mulsa mengalami penurunan setelah penambahan bio-solar pada bahan bakar polimer murni yaitu 40.220 kJ/kg menjadi 34.450 kJ/kg setelah dicampurkan dengan bio-solar. Hal ini dikarenakan nilai kalor dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, viskositas dan massa jenis bahan bakar tersebut.

Dari analisis sidik ragam nilai kalor dilihat pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi antara bahan minyak Plastik terhadap nilai kalor berpengarauh sangat nyata. Maka dilakukan lebih lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan nilai kalor untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 pada uji DMRT dapat dilihat bahwa perlakuan interaksi setiap perlakuan berbeda sangat nyata. Hal ini sesuai pernyataan Santoso (2010) yang menyatakan nilai kalor dari berbagai macam minyak pirolisis cukup tinggi karena adanya perbedaan jenis plastik yang mempengaruhi nilai kalor. Hal ini disebabkan karena unsur penyusun dari minyak pirolisis plastik berbeda.

Tabel 8. Uji DMRT pengaruh interaksi antara bahan minyak terhadap nilai kalor

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01 berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Performansi Motor Bakar Torsi

Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja. Hasil analisis ragam Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi antara minyak plastik terhadap torsi tidak nyata maka tidak perlu dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) yang didapatkan dari hasil pengujian dengan menggunakan

motor diesel dapat di lihat pada Gambar 5 melalui grafik torsi diketahui bahwa campuran 10% bahan bakar pirolisis lebih tinggi dibandingankan dengan campuran 12,5%. Hal ini sesuai pernyataan Murdieono (2017) yang menyatakan dari hasil pengujian didapatkan hasil 10% bahan bakar polimer lebih tinggi dari hasil minyak polimer 12,5%, dengan campuran bahan bakar polimer LDPE 10%

dengan masing-masing putaran 1.800 rpm yaitu 112,38 Nm dan campuran LDPE 12,5% yaitu 110,63 Nm.

Gambar 5. Grafik torsi: a. pot bunga 10%, b. pot bunga 12,5%, c. plastik mulsa 10%, d. plastik mulsa 12,5%, e. karung goni 10%, f. karung goni 12,5%.

Dari Gambar 5 torsi pada putaran 1.800 rpm yang tertinggi yaitu diperoleh pada bahan karung goni 10% sebesar 10,5 Nm dan yang terendah diperoleh pada bahan pot bunga 10% sebesar 8,3 Nm. Sedangkan torsi pada putaran 3.000 rpm yang tertinggi diperoleh pada bahan plastik mulsa 10% sebesar 12,5 Nm dan yang

7.8

1800 2000 2200 2600 3000

Torsi (Nm)

1800 2000 2200 2600 3000

Torsi (Nm)

1800 2000 2200 2600 3000

Torsi (Nm)

1800 2000 2200 2600 3000

Torsi (Nm)

1800 2000 2200 2600 3000

Torsi (Nm)

1800 2000 2200 2600 3000

Torsi (Nm)

Putaran mesin (rpm) (f)

terendah diperoleh pada bahan pot bunga 10% sebesar 9,2 Nm. Hal ini disebabkan semakin besar nilai torsi yang dihasilkan maka bahan bakar tersebut lebih mudah terbakar karena sifat dari viskositasnya. Menurut pernyataan Wardoyo (2016) yang menyatakan dari hasil pengujian pada putaran 6.500 rpm akan mengalami sangat mudahnya bahan bakar tersebut terbakar sehingga banyaknya kerugian energi untuk menghasilkan torsi.

Daya

Daya merupakan besarnya kerja motor persatuan waktu. Hasil analisis ragam Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi antara minyak plastik terhadap daya tidak nyata maka tidak perlu dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test). Daya mesin menggunakan campuran 10% bahan bakar pirolisis tidak

berbeda jauh dengan campuran 12,5% dari campuran bahan bakar pirolisis dari masing-masing putaran. Pada Gambar 6 menunjukan bahwa campuran 10% bahan bakar pirolisis lebih tinggi dibandingkan dengan 12,5% minyak pirolisis. Hal ini sesuai pernyataan Turnip (2009) yang menyatakan bahwa besar kecil daya mesin bergantung pada besar kecil torsi yang didapat. Daya yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi akibat dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar dengan udara.

0

1800 2000 2200 2600 3000

Daya (kW)

1800 2000 2200 2600 3000

Daya (kW)

Putaran mesin (rpm) (b)

Gambar 6. Grafik daya: a. pot bunga 10%, b. pot bunga 12,5%, c. plastik mulsa 10%, d. plastik mulsa 12,5%, e. karung goni 10%, f. karung goni 12,5%.

Pada Gambar 6 menunjukan bahwa campuran 10% bahan bakar pirolisis lebih tinggi dibadingkan dengan 12,5% minyak pirolisis. Pada putaran awal 1.800 rpm nilai tertinggi terdapat di karung goni 10% yaitu 1,9792 kW sedangkan yang terendah yaitu pot bunga 10% sebesar 1,5645 kW dan nilai daya tertinggi yang terdapat pada putaran 3.000 rpm yaitu plastik mulsa 10% yaitu 3,9270 kW, sedangkan nilai terendah pada pot bunga 10% yaitu 2,8903 kW. Hal ini dikarenakan nilai torsi yang diperoleh berpengaruh terhadap daya yang dikeluarkan. Menurut Turnip (2009). Daya yang dihasilkan mesin dipengaruhi oleh putaran poros engkol yang terjadi akibat dorongan piston yang dihasilkan karena adanya pembakaran bahan bakar dengan udara.

0

1800 2000 2200 2600 3000

Daya (kW)

1800 2000 2200 2600 3000

Daya (kW)

1800 2000 2200 2600 3000

Daya (kW)

1800 2000 2200 2600 3000

Daya (kW)

Putaran mesin (rpm) (f)

Konsumsi bahan bakar

Konsumsi bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang terpakai pada waktu tertentu. Hasil analisis ragam Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi antara minyak plastik terhadap konsumsi bahan bakar tidak nyata maka tidak perlu dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test). Pada penelitian ini dapat dilihat massa jenis pada Gambar 2 dan Nilai kalor pada Gambar 4 menurut pernyataan Murdieono (2017) yang menyatakan konsumsi bahan bakar dapat dihitung apabila massa jenis pada bahan bakar masing-masing sudah diketahui.

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar (liter/jam)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar (liter/jam)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar (Liter/jam)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar (liter/jam)

Putaran mesin (rpm) (d)

Gambar 7. Grafik konsumsi bahan bakar: a. pot bunga 10%, b. pot bunga 12,5%, c. plastik mulsa 10%, d. plastik mulsa 12,5%, e. karung goni 10%, f. karung goni 12,5%.

Dari Gambar 7 menunjukan bahwa pada putaran 2.600 rpm dan 3.000 rpm menunjukan bahwa konsumsi bahan bakar naik tinggi daripada putaran 1.800 rpm dan 2.000 rpm, hal ini disebabkan karena piston bergerak lebih cepat sehingga pembakaran pada motor bakar lebih cepat terhadap bahan bakar tersebut sebagai contoh pada karung goni 10% dari putaran 1.800 rpm yaitu 0,2124 liter/jam sedangkan pada 3.000 rpm yaitu 0,4706 liter/jam berbanding sangat jauh dari putaran awal tersebut. Pada hasil dari pengkorversian hasil konsumsi bahan bakar tertinggi pada pot bunga 12,5% yaitu sebesar 0,6969 kg/jam dan yang terendah didapatkan pada plastik mulsa 10% sebesar 0,3716 kg/jam menurut pernyataan Murdieono (2017) yang menyatakan konsumsi bahan bakar dapat dihitung apabila massa jenis pada bahan bakar masing-masing sudah diketahui.

Konsumsi Bahan Bakar Spesifik

Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) adalah konsumsi bahan bakar persatuan keluaran daya pada mesin diesel. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi antara minyak plastik terhadap daya tidak nyata maka tidak perlu dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test).

0

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar (liter/jam)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar (liter/jan)

Putaran mesin (rpm) (f)

Gambar 8. Grafik konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc): a. pot bunga 10%, b. pot

bunga 12,5%, c. plastik mulsa 10%, d. plastik mulsa 12,5%, e. karung goni 10%, f. karung goni 12,5%.

Dari Gambar 8 pengaruh putaran mesin dengan Sfc diperoleh pada putaran 1.800 rpm nilai tertinggi didapat pada bahan bakar pot bunga 10% sebesar 0,1475 liter/kW-jam dan yang terendah diperoleh pada bahan bakar pot bunga

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

Putaran mesin (rpm)

1800 2000 2200 2600 3000 Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

Putaran mesin (rpm) (f)

12,5% sebesar 0,0954 liter/kW-jam. Sedangkan pada putaran 3.000 rpm nilai tertinggi didapat pada bahan bakar pot bunga 12,5% sebesar 0,2694 liter/kW-jam dan yang terendah diperoleh pada bahan bakar plastik mulsa 10% sebesar 0,1111 liter/kW-jam. Pada putaran 2.200 ke 2.600 kosumsi bahan bakar spesifik lebih ekonomis akibat dari lansam motor bakar tersebut yang telah stabil serta dipengaruhi oleh adanya daya yang mempengaruhinya. Hal ini disebabkan karena semakin kecilnya nilai konsumsi bahan bakar spesifik maka pada proses pembakaran pada mesin akan lebih rendah. Sedangkan nilai Sfc yang tinggi dapat menimbulkan kerugian pada proses pembakaran mesin. Wardoyo (2016) menyatakan pada penelitian yang diteliti menggunakan variasi campuran bahan bakar ternyata konsumsi bahan bakar lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan bakar murni, tetapi pada putaran tinggi mengakibatkan detonasi yang mengakibatkan kerugian pada proses pembakaran. Detonasi dapat terjadi pada semua jenis motor bakar dan bersifat sangat merugikan karena dapat merusak komponen silinder dari ruang bakar serta menurunkan daya dari mesin.

Dokumen terkait