• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jumlah akar (buah)

Data hasil pengamatan jumlah akar 12 MST dapat dilihat pada

Lampiran 4 sedangkan daftar sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5. Perlakuan BAP dan perlakuan Posisi bonggol eksplan. Rataan jumlah akar dari perlakuan BAP dan Posisi bonggol eksplan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi BAP dan Posisi bonggol eksplan terhadap jumlah akar (buah) pada umur 12 MST

Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 Rataan P1 0.00 7.00 0.75 2.00 0.50 3.75 2.33 P2 0.00 2.25 0.00 1.25 1.50 1.25 1.04 P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Rataan 0.00 2.31 0.19 0.81 0.50 1.25

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan jumlah akar tertinggi dihasilkan oleh

B1(BAP 0,5mg/l) yaitu sebesar 2.31 buah dan terendah terdapat pada B0 yaitu sebesar 0.00 buah.

Pada perlakuan Posisi bonggol eksplan rataan jumlah akar tertinggi dihasilkan oleh P1(posisi eksplan bagian kiri bawah) yaitu 2.33 buah dan terendah terdapat pada P3 dan P4 yaitu sebesar 0.00.

Panjang akar (cm)

Data hasil pengamatan panjang akar 12 MST dapat dilihat pada

24 

24 

Perlakuan BAP dan perlakuan Posisi bonggol eksplan. Rataan panjang akar dari perlakuan BAP dan Posisi bonggol eksplan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi BAP dan Posisi bonggol eksplan terhadap panjang akar (cm) pada umur 12 MST

Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 Rataan P1 0.00 3.99 1.35 4.72 0.08 3.21 2.22 P2 0.00 4.23 1.35 1.95 1.25 0.95 1.62 P3 0.00 4.43 0.00 0.00 0.00 0.00 0.74 P4 0.00 4.15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.69 Rataan 0.00 4.20 0.68 1.67 0.33 1.04

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan jumlah akar tertinggi dihasilkan oleh

B1(BAP 0,5mg/l) yaitu sebesar 4.20 buah dan terendah terdapat pada B0 yaitu sebesar 0.00 buah.

Pada perlakuan Posisi bonggol eksplan rataan jumlah akar tertinggi dihasilkan oleh P1(posisi eksplan bagian kiri bawah) yaitu 2.22 buah dan terendah terdapat pada P4 yaitu sebesar 0.69.

Waktu inisiasi akar (hari)

Data hasil pengamatan waktu inisiasi akar 12 MST dapat dilihat pada

Lampiran 8 sedangkan daftar sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9. Perlakuan BAP dan perlakuan Posisi bonggol eksplan. Rataan waktu inisiasi akar dari perlakuan BAP dan Posisi bonggol eksplan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi BAP dan Posisi bonggol eksplan terhadap waktu inisiasi akar (hari) pada umur 12MST

Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 Rataan

P1 30.25 26.00 23.50 20.00 23.50 25.00 24.71

P2 30.00 25.25 24.00 21.25 25.00 25.00 25.08

P3 30.00 30.00 24.00 22.00 25.00 25.00 26.00

Rataan 30.06 27.81 23.88 21.06 24.63 25.00

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan waktu inisiasi akar tertinggi dihasilkan oleh B0(BAP 0 mg/l) yaitu sebesar 30.06 hari dan terendah terdapat pada B3 yaitu sebesar 21.06 hari.

Pada perlakuan Posisi bonggol eksplan rataan waktu inisiasi akar tertinggi dihasilkan oleh P3(potongan eksplan bagian kiri atas) yaitu 26.00 dan terendah terdapat pada P1 yaitu sebesar 24.71.

Jumlah tunas (buah)

Data hasil pengamatan jumlah tunas 12 MST dapat dilihat pada

Lampiran 10 sedangkan daftar sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11. Perlakuan BAP dan perlakuan Posisi bonggol eksplan. Rataan jumlah tunas dari perlakuan BAP dan Posisi bonggol eksplan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi BAP dan Posisi bonggol eksplan terhadap waktu Jumlah tunas (buah) pada umur 12MST

Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 Total P1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.75 0.29 Rataan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.44 0.07

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan BAP dan perlakuan Posisi

bonggol eksplan, tunas hanya dihasilkan oleh B5 (BAP 2,5 mg/l) yaitu sebesar

1.75 buah Pada perlakuan Posisi bonggol eksplan jumlah tunas dihasilkan oleh

26 

26  Panjang tunas (cm)

Data hasil pengamatan panjang tunas 12 MST dapat dilihat pada Lampiran 12 sedangkan daftar sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 13.

Perlakuan BAP dan perlakuan Posisi bonggol eksplan. Rataan panjang tunas dari perlakuan BAP dan Posisi bonggol eksplan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi BAP dan Posisi bonggol eksplan terhadap waktu Panjang tunas (cm) pada umur 12MST

Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 Total P1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.63 0.44 Rataan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.66 0.11

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan BAP dan perlakuan Posisi bonggol

eksplan, panjang tunas hanya dihasilkan oleh B5 (BAP 2,5 mg/l) yaitu sebesar 0.66 cm. Pada perlakuan Posisi bonggol eksplan panjang tunas hanya

dihasilkan oleh P4(potongan eksplan bagian kanan atas) yaitu 0.44 cm.

Waktu inisiasi tunas (hari)

Data hasil pengamatan waktu inisiasi tunas 12 MST dapat dilihat pada Lampiran 15 sedangkan daftar sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 16. Perlakuan BAP dan perlakuan Posisi bonggol eksplan. Rataan waktu inisiasi tunas dari perlakuan BAP dan Posisi bonggol eksplan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh konsentrasi BAP dan Posisi bonggol eksplan terhadap waktu Waktu inisiasi tunas (cm) pada umur 12MST

Perlakuan B0 B1 B2 B3 B4 B5 Total P1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 P4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 60.50 10.08 Rataan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 15.13 2.52

Tabel 6 menunjukkan bahwa inisiasi tunas hanya dihasilkan oleh B5 (BAP 2,5 mg/l) yaitu sebesar 60.50 hari Pada perlakuan Posisi bonggol

eksplan waktu inisasi tunas hanya dihasilkan oleh

P4 (potongan eksplan bagian kanan atas) yaitu 10.08 hari.

Pembahasan

Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pemberian BAP tidak

berpengaruh nyata terhadap semua perlakuan Dari data dapat dilihat ada kecendrungan semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan maka jumlah tunas yang dihasilkan akan semakin tinggi.karena pemberian konsentrasi BAP yang tertinggi pada perlakuan ini masih bisa direspon oleh tanaman sehingga tanaman

terdorong untuk melakukan pembelahan sel secara aktif.

Gunawan (1992) menyatakan bahwa sitokinin meningkatkan baik sitokinesis maupun pembesaran sel,tetapi sitokenesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokenesis hanya merupakan proses pembelahan saja.

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pemberian BAP tidak

berpengaruh nyata terhadap pembentukan akar, panjang akar dan jumlah akar. Hal ini diduga karena pemberian konsentrasi BAP yang rendah dapat

28 

28 

berkesinambungan dengan auksin yang ada pada tanaman pisang barangan. Pada dasarnya setiap tanaman telah memiliki hormon auksin dan sitokinin yang berbeda- beda, maka pada pemberian BAP yang rendah maka terbentuk akar adventif pada tanaman pisang barangan,karena pada bagian bawah bonggol pisang barangan banyak terdapat hormon auksin.

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa potongan tidak

berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas yang terdapat pada semua perlakuan. Dari data dapat dilihat bahwa ada kecendrungan ketelitian membelah bonggol pisang barangan tersebut. Hal ini diduga karena posisi dari titik tumbuh dari setiap bonggol pisang letak nya berbeda- beda . Gunawan (1992) menyatakan faktor dari setiap fisiologis setiap tanaman berbeda- beda dan dari setiap tanaman memiliki auksin dan sitokinin yang berbeda priode dari masa inkubasi dari setiap tanaman juga berbeda.

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa potongan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas hal ini juga diduga karena keberhasilan morfogenesis suatu kultur in-vitro sangat dipengaruhi oleh eksplan yang dikulturkan dan ukuran eksplan yang digunakan. Wattimena (1992) ukuran yang terlampau kecil akan kurang daya tahannya bila dikulturkan sementara bila terlampau besar akan sulit mendapatkan eksplan yang steril. Setiap jenis tanaman maupun organ memiliki ukuran eksplan yang optimum untuk di kulturkan.

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa interaksi BAP dan

Potongan tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah amatan seperti jumlah akar, panjang akar, waktu inisiasi akar, panjang tunas, jumlah tunas dan waktu inisiasi tunas. Hal ini diduga karena interaksi konsentrasi BAP dan Potongan yang

diberikan telah mampu mencapai taraf keseimbangan untuk pertumbuhan dan morfogenesis tanaman, Wattimena, dkk (1992) menyatakan kultur jaringan morfogenesis dari eksplan selalu tergantung dari interaksi antara konsentrasi BAP dan Potongan. Perlu diperhatikan bahwa apa saja yang digambarkan tentang pengaruh interaksi anatara konsentrasi BAP dan Posisi merupakan gambaran kasar. Interaksi yang ditemukan dalam praktek umumnya lebih kompleks. Konsentrasi yang di perlukan dari masing- masing ZPT tersebut (sitokinin) tergantung dari jenis eksplan, genotipe, kondisi kultur serta jenis sitokinin yang dipergunakan. Selain itu, pada keadaan tertentu BAP dapat mendukung auksin terhadap eksplan. Didukung oleh Hendaryono dan wijayani (1994) menyatakan dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin berpengaruh terutama pada proses pembelahan sel. Bersama- sama dengan sitokinin dengan kadar yang relatif rendah, diferensiasi cendrung kearah pembentukan akar adventif. Sedangkan pada pemberian sitokinin dengan kadar yang relatif tinggi, diferensissi akan cenderung kearah pembentukan tunas.

30 

30 

Dokumen terkait