• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian studi bahan stek dilaksanakan di lokasi dengan ketinggian 308 m di atas permukaan laut. Jenis tanah di lahan percobaan ini adalah podzolik merah kuning dengan pH 4.3. Struktur tanah di lahan percobaan ini didominasi oleh struktur liat. Pada kondisi basah, tanah jenis ini sangat lengket dan licin, namun pada kondisi kering tanah berubah menjadi keras. Lahan percobaan yang digunakan untuk setiap ulangannya berada pada blok yang terpisah. Penelitian pemupukan dilakukan di Kebun Percobaan, Jalan Lengkeng yang berada pada ketinggian 200 m di atas permukaan laut. Jenis tanahnya merupakan tanah latosol dengan pH 4.8.

Berdasarkan data iklim yang tercatat oleh Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor, selama penelitian berlangsung, suhu rata-rata bulanan di sekitar tempat penelitian adalah 25.50C dengan kelembaban udara rata-rata 84.4%. Adapun curah hujan mencapai 208.6 mm/bulan (Leuwiliang) dan 303.1 mm/bulan (Darmaga) (Tabel Lampiran 19). Kondisi tersebut cukup sesuai untuk pertumbuhan terubuk. Tanaman terubuk dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20-30oC dengan curah hujan tahunan 1800-2500 mm/tahun (http://ecocrop.fao.org).

Pada percobaan stek dan pemupukan, pertumbuhan tanaman terubuk di awal penanaman menunjukkan kondisi yang kurang baik. Persentase daya tumbuh tanaman pada minggu ke-2 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya serangan rayap (Macrotermes gilvus) yang memakan bibit stek yang ditanam, sehingga tanaman mati dan perlu dilakukan penyulaman. Serangan rayap banyak terjadi pada bahan stek yang berumur tua dan berdiameter besar, oleh karena itu pada penyulaman digunakan bibit yang berumur lebih muda. Pengendalian hama rayap dilakukan dengan memberikan Furadan 3G pada saat awal penanaman. Penurunan persentase daya tumbuh pada perlakuan stek selain akibat serangan rayap, juga karena kurangnya ketersediaan air dan rendahnya curah hujan pada minggu-minggu awal penanaman, sehingga tunas yang muncul mengalami kekeringan dan mati.

Hama lainnya yang banyak ditemukan pada tanaman terubuk pada kedua percobaan adalah belalang (Valanga sp.). Serangan belalang menyebabkan daun berlubang, namun tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penyakit yang menyerang tanaman terubuk adalah penyakit karat, dengan gejala pada daun terdapat bercak-bercak berwarna kuning kecoklatan. Gejala penyakit ini juga ditemukan pada bunga.

Beberapa bunga tanaman terubuk pada perlakuan pemupukan mengalami kerusakan (busuk) sehingga tidak dapat dipanen (Gambar 1). Kondisi ini disebabkan air hujan masuk ke dalam kelobot bunga sehingga bunga rusak (busuk). Pada 30 MST, beberapa tanaman terubuk pada perlakuan pemupukan mengalami rebah. Hal ini dikarenakan tiupan angin yang kencang dan batang tanaman tidak cukup kuat menahan tanaman yang semakin tinggi. Tanaman yang rebah kemudian ditopang dengan ajir bambu dan diikat antara tanaman agar lebih kuat menahan angin.

Gambar 1. Bunga terubuk yang terserang penyakit karat (a) dan busuk (b)

Percobaan Jumlah Buku dan Posisi Tanam Stek Jumlah Tunas

Berdasarkan data pada Tabel 3, perlakuan posisi tanam stek dan interaksinya dengan jumlah buku tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas terubuk yang muncul pada setiap minggu pengamatan. Perlakuan jumlah buku berpengaruh terhadap jumlah tunas pada 3, 4, 6 dan 10 MST. Pada 10 MST stek 3

buku menghasilkan 4.2 tunas, lebih banyak dibandingkan dengan stek 1 buku (2.8 tunas) (Tabel 3).

Tabel 3. Jumlah Tunas Terubuk pada Perlakuan Jumlah Buku dan Posisi Tanam Stek Perlakuan MST 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Buku 1.40 b 1.5b 1.6 1.8b 1.9 2 2.3 2.8b 2 Buku 1.69 ab 1.7a b 1.7 1.9ab 2.3 2.8 3.3 4.0ab 3 Buku 2.01a 2.0a 2.2 2.3a 2.5 2.8 3.4 4.2a Uji F ** * tn * tn tn tn * Vertikal 1.89 a 1.7 1.8 1.9 2.2 2.4 3 3.5 Horizontal 1.71a 1.8 1.9 2.0 2.2 2.6 3 3.9 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Interaksi tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (*)

tn: tidak berbeda nyata

Stek dengan 3 buku memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bahan stek lainnya. Hal ini diduga karena cadangan makanan yang tersimpan di dalam stek 3 buku lebih banyak dibandingkan cadangan makanan yang dimiliki perlakuan lainnya. Selain itu, semakin banyak jumlah buku tentunya tunas yang muncul akan semakin banyak, karena pada buku tersebut terdapat mata tunas yang akan tumbuh menjadi tunas baru. Setiyawan (2000) menyatakan bahwa perlakuan stek 3 buku memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada stek bambu ampel hijau. Pada penelitian Belehu dan Hammes (2004) stek ubi jalar 3 buku menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dari stek 1 buku.

Tinggi Tanaman

Jumlah buku dan posisi tanam stek serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 4). Berdasarkan penelitian Setiyawan (2000), jumlah buku dan posisi tanam stek tidak berpengaruh pada

peningkatan tinggi tanaman bambu apel hijau. Hal ini diduga karena pengaruh asal (bagian basal) serta umur bahan stek yang terlalu tua serta kelembaban

Tabel 4. Tinggi Tanaman Terubuk pada Perlakuan Jumlah Buku dan Posisi Tanam Stek

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata

Pada perbanyakan stek, pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh asal stek. Menurut Hartmann et al. (1983), faktor yang menentukan keberhasilan dan pertumbuhan stek antara lain adalah bagian yang diambil sebagai bahan stek (apikal dan basal) dan tingkat ketuaan bahan stek. Bahan stek yang berasal dari bagian basal pertumbuhannya cenderung lebih lambat dibandingkan dengan bahan stek yang berasal dari bagian apikal. Apabila bahan stek yang digunakan terlalu tua pertumbuhannya akan lambat (waktu yang dibutuhkan lebih lama) (Wudianto, 2002). Kondisi kelembaban tanah yang rendah akibat kekurangan air dan rendahnya curah hujan juga diduga mempengaruhi tinggi tanaman terubuk. Pada tanaman tebu kekurangan air (defisit air) memperlambat pemanjangan batang (Inman-Bamber, 2004 ; Inman-Bamber dan Smith, 2005). Pada penelitian Robertson et al. (1999) rendahnya kadar air pada tanah berpengaruh terhadap biomassa batang dan hasil tanaman tebu.

Jumlah Bunga dan Bobot Bunga Total dengan dan Tanpa Kelobot

Posisi tanam stek tidak berpengaruh terhadap jumlah bunga terubuk. Berdasarkan data pada Tabel 5, jumlah buku berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga. Stek 3 buku menghasilkan jumlah bunga terbanyak 85.2 bunga

Perlakuan MST 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Buku 15.8 21.5 28.9 34.5 38.9 42.8 47.1 54.9 2 Buku 16.5 23.7 28.5 33.1 36.7 39.9 47.1 54.9 3 Buku 18.5 23.1 28.6 33.8 37.2 44.3 49.8 58.3 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Horizontal 17.4 22.9 28.2 34.3 39.1 43.9 50.6 58.7 Vertikal 16.5 22.7 29.2 33.2 36.1 40.7 45.4 53.4 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Interaksi tn tn tn tn tn tn tn tn

(horizontal) sedangkan stek 2 buku menghasilkan 76.0 bunga. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan perlakuan stek 1 buku yang menghasilkan 56.2 bunga.

Perlakuan posisi tanam stek serta interaksinya dengan jumlah buku tidak berpengaruh nyata terhadap bobot bunga kupas dan bobot bunga berkelobot serta bobot kelobot. Stek 3 buku menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot bunga terubuk berkelobot dan bobot bunga dikupas (Tabel 5 dan Tabel 6). Pada peubah ini stek 3 buku mampu meningkatkan bobot bunga berkelobot 4992.6 g/4 m2 (4.16 ton/ha) dan bobot bunga dikupas sebesar 899.5 g/4 m2 (0.75 ton/ha). Perlakuan stek 3 buku juga menghasilkan bobot kelobot sebesar 4093.2 g/m2 (Tabel 7).

Tabel 5. Jumlah Bunga dan Bobot Bunga Berkelobot pada Perlakuan Jumlah Buku dan Posisi Tanam Stek

Perlakuan Jumlah Bunga Bobot Bunga Berkelobot

g/4 m2 ton/ha

1 Buku 56.2b 2912.5b 2.43b

2 Buku 76.0a 4446.7a 3.71a

3 Buku 85.2a 4992.6a 4.16a

Uji F ** ** **

Horizontal 73.7 4314.7 3.60

Vertikal 71.2 3919.8 3.27

Uji F tn tn tn

Interaksi tn tn tn

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 1%

Tabel 6. Bobot Bunga Dikupas pada Perlakuan Jumlah Buku dan Posisi Tanam Stek

Perlakuan Bobot Bunga

g/4 m2 ton/ha

1 Buku 405.2b 0.34b

2 Buku 677.9a 0.56a

3 Buku 899.5a 0.75a

Uji F ** **

Horizontal 697.9 0.58

Vertikal 623.8 0.52

Uji F tn tn

Interaksi tn tn

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 1%

Tabel 7. Bobot Kelobot pada Perlakuan Jumlah Buku dan Posisi Tanam Stek

Perlakuan Bobot Kelobot

g/4 m2 ton/ha

1 Buku 2507.3b 2.09b

2 Buku 3768.8a 3.14a

3 Buku 4093.2a 3.41a

Uji F ** **

Horizontal 3616.8 3.01

Vertikal 3296.0 2.75

Uji F tn tn

Interaksi tn tn

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 1%

Pembentukan bunga berhubungan dengan serapan nutrisi oleh tanaman. Semakin banyak jumlah buku, cadangan makanan semakin banyak sehingga akar dan jumlah tunas yang dibentuk akan semakin banyak pula. Akar yang banyak membuat tanaman dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pada tanaman terubuk, satu tunas yang telah berkembang menjadi tanaman dewasa menghasilkan satu bunga. Dengan demikian, semakin banyak jumlah tunas semakin banyak pula bunga yang dihasilkan dan bobot total bunga yang diperoleh pun besar.

Tabel 8. Persentase Bobot Kelobot terhadap Bunga Berkelobot

Perlakuan Horizontal Vertikal

--- % ---

1 Buku 86.1a 86.1a

2 Buku 84.2ab 85.4ab

3 Buku 82.2b 81.7b

Interaksi *

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%

Tabel 9. Persentase Bobot Bunga Kupas terhadap Bunga Berkelobot

Perlakuan Horizontal Vertikal

--- % ---

1 Buku 13.9b 13.9b

2 Buku 15.8ab 14.6ab

3 Buku 17.8a 18.3a

Interaksi *

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%

Dari data di atas (Tabel 9) dapat dilihat bahwa persentase bobot bunga kupas terhadap bobot bunga berkelobot pada perlakuan stek buku 3 (17.8%) lebih besar dibandingkan stek 1 buku dan 2 buku (13.9% dan 15.8%). Hal ini menunjukkan bahwa pada stek 3 buku partisi fotosintat ke arah bagian yang dapat dimakan lebih tinggi dibandingkan stek 1 buku dan 2 buku.

Umur Panen

Berdasarkan Gambar 2, panen terjadi pada periode 25 MST hingga 40 MST. Panen bunga terubuk pertama dilakukan pada 25 MST, yaitu pada tanaman dengan perlakuan stek 3 buku. Tanaman dengan perlakuan stek 2 buku mulai dipanen pada 26-27 MST, sedangkan untuk perlakuan stek 1 buku pada 28-29 MST. Pada keempat grafik tersebut terlihat bahwa pada perlakuan stek 3 buku, panen terbanyak dan bobot bunga terbesar diperoleh pada periode 31 MST hingga 33 MST.

Perlakuan stek 3 buku menunjukkan waktu panen yang paling awal. Hal ini diduga karena stek 3 buku menghasilkan akar yang paling banyak dan lebih awal sehingga penyerapan hara bagi tanaman tinggi. Kondisi ini diduga mempengaruhi fase vegetatif dan generatif tanaman, yang akhirnya berpengaruh pula pada waktu panen yang lebih cepat. Panen pertama tanaman asal stek 1 buku dan 2 buku yang ditanam horizontal terjadi 1 minggu lebih awal dibandingkan dengan stek 1 buku dan 2 buku yang ditanam vertikal (Gambar 2).

(a)

(b)

Gambar 2. Jumlah Bunga (a) dan Bobot Bunga (b) Tiap Waktu Panen pada Percobaan Jumlah Buku dan Posisi Stek

Percobaan Pemupukan

Jumlah Tunas

Perlakuan pemupukan (Tabel 10) menunjukkan jumlah tunas yang tidak berbeda nyata. Pemberian pupuk yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah tunas kemungkinan terjadi karena kurangnya ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah akibat pH yang rendah yaitu sebesar 4.8 (N-total: 0.16%, P: 8.4 ppm, K: 0.21 me/100g) (Tabel Lampiran 20). Menurut Harjadi (1989) kandungan nitrogen dalam tanah berhubungan dengan pertumbuhan akar dan pemunculan tunas.

Tabel 10. Jumlah Tunas Terubuk pada Perlakuan Pemupukan

Perlakuan MST 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 Kontrol 1.67 1.73 2.47 4.78 6.95 9.40 9.53 9.27 10.8 10.33 Pukan 1.80 1.93 3.00 6.53 7.07 10.07 11.20 11.20 12.07 11.40 N+P+K 1.60 1.80 2.87 4.17 6.45 8.47 10.47 10.93 12.73 11.33 Pukan + N+P+K 1.73 1.60 3.00 6.18 7.55 9.93 10.67 11.67 12.73 13.27 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata N+P+K: Urea + SP36 + KCl

Sifat pupuk kandang yang lama bereaksi dan pengaplikasian Urea + SP36 + KCl yang baru dilakukan pada minggu ke 2 diduga menyebabkan hara untuk tanaman menjadi lambat tersedia. Selain itu, kondisi curah hujan pada awal penanaman yang cukup tinggi (527 mm/bulan) juga mengakibatkan terjadinya pencucian unsur hara oleh air hujan. Menurut Buckman dan Brady (1972), jumlah nitrogen di dalam tanah sangat sedikit, hal ini karena sifat nitrogen yang mudah tercuci oleh drainase dan mudah menguap. Sama halnya dengan N, unsur K dalam tanah juga mudah tercuci. Pada kondisi tanah asam (pH rendah) P akan terikat oleh unsur Fe dan Al sehingga P tidak tersedia bagi tanaman (Hanafiah, 2005).

Tinggi Tanaman

Tabel 11 menunjukkan tinggi tanaman yang berbeda nyata antara perlakuan kontrol dengan perlakuan pupuk gabungan (pupuk kandang dan Urea + SP36 + KCl) pada 16-20 MST. Tanaman yang diberi perlakuan pupuk gabungan

memberikan tinggi tanaman tertinggi (189.97 cm) meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang dan pupuk Urea + SP36 + KCl.

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5%

tn: tidak berbeda nyata N+P+K: Urea + SP36 + KCl

Menurut Sanjaya (2002), pemberian pupuk urea, SP36 dan KCl secara nyata mempengaruhi peningkatan tinggi tanaman. Pemberian pupuk kandang juga akan meningkatkan kandungan unsur hara tanah termasuk N, P dan K. Berdasarkan penelitian Alemu dan Bayu (2005) pemberian pupuk kandang sebesar 10 ton/ha meningkatkan kandungan N total dalam tanah menjadi 0.21 %, lebih besar dibandingkan kontrol yang hanya mengandung 0.17 % N.

Peningkatan tinggi tanaman berkaitan dengan fungsi nitrogen dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Menurut Soepardi (1983), nitrogen memberikan pengaruh paling nyata dan cepat serta dapat merangsang pertumbuhan vegetatif. Dalam fase vegetatif, tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuk untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Harjadi, 1989). Menurut Hanafiah (2005), secara fisiologis kalium berfungsi dalam metabolisme karbohidrat seperti pembentukan, pemecahan pati dan translokasi sukrosa serta percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem (pucuk dan tunas). Penambahan pupuk kalium akan mempercepat metabolisme karbohidrat dan proses pembelahan sel, sehingga proses pertumbuhan tanaman berlangsung lebih cepat.

Tabel 11. Tinggi Tanaman Terubuk pada Perlakuan Pemupukan

Perlakuan

MST

4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

---cm---

Kontrol 28.50 36.83 48.33 71.48 85.53 105.07 121.73b 142.00b 158.13b 173.53

Pukan 27.17 34.77 53.20 70.53 87.23 107.93 136.97ab 152.13ab 175.13ab 187.43

N+P+K 26.51 33.17 45.13 69.23 89.08 104.53 140.73ab 162.93ab 175.87ab 184.30

Pukan +

N+P+K 24.05 34.57 59.07 76.24 97.68 118.80 149.17a 177.40a 189.97a 202.07

Peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman juga tidak lepas dari peranan unsur fosfor. Menurut Hardjowigeno (2003), fosfor berfungsi untuk meningkatkan panjang akar, kehalusan dan kerapatannya. Pada tanaman tebu fosfor berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan akar dan tinggi tanaman (Roy et al., 2006) Tersedianya unsur fosfor yang cukup dalam tanah akan mendukung pembentukan dan pemanjangan akar, sehingga jumlah unsur hara yang akan diserap akar semakin tinggi. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan tanaman akan semakin cepat.

Jumlah Bunga

Perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga pada perlakuan pemupukan (Tabel 12). Hal ini dipengaruhi oleh jumlah tunas yang dihasilkan, karena pada terubuk satu tunas yang telah berkembang menjadi tanaman dewasa menghasilkan satu buah bunga. Apabila tunas yang dihasilkan sedikit, jumah bunga yang dihasilkan pun akan sedikit.

Tabel 12. Jumlah Bunga pada Perlakuan Pemupukan

Perlakuan Jumlah Bunga

Kontrol 37.7 Pukan 36.0 N+P+K 36.3 Pukan+N+P+K 46.7

Uji F tn

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata N+P+K: Urea + SP36 + KCl

Bobot Bunga Total dengan dan Tanpa Kelobot

Berdasarkan data pada Tabel 13, perlakuan pupuk gabungan (pupuk kandang + Urea + SP36 + KCl) memberikan hasil bobot bunga berkelobot dan bunga dikupas yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol. Perlakuan pupuk gabungan menghasilkan bunga berkelobot 3352.7 g/4 m2 (2.79 ton/ha) dan bunga dikupas 1 429.7 g/4 m2 (1.19 ton/ha) lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol yang menghasilkan bunga berkelobot 1781.0 g/4 m2 (1.48 ton/ha) dan bunga dikupas 690.1 g/4 m2 (0.58 ton/ ha).

Tabel 13. Bobot Bunga Terubuk Kupas dan Bobot Bunga Terubuk Berkelobot pada Perlakuan Pemupukan

Perlakuan Bobot Panen Bunga Berkelobot Bunga Dikupas Bunga Berkelobot Bunga Dikupas g/4m2 g/4m2 ton/ha ton/ha Kontrol 1781.0 b 690.1b 1.48b 0.58b Pukan 2299.6ab (129%) 927.2ab (134%) 1.92ab 0.77ab N+P+K 2317.1ab (130%) 971.8ab (140%) 1.93ab 0.81ab Pukan +

N+P+K 3352.7 a (188%) 1429.7a (207%) 2.79a 1.19a

Uji F * + * *

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji F taraf 5% (*) dan 10% (+)

Angka dalam kurung hasil perbandingan dengan kontrol dalam % N+P+K: Urea + SP36 + KCl

Peningkatan bobot bunga berkelobot dan dikupas diduga berhubungan erat dengan besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian bunga. Semakin besar fotosintat yang ditranslokasikan ke bunga maka semakin meningkat pula bobot bunga tersebut. Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa tersedianya hara yang cukup sepanjang pertumbuhan tanaman berpengaruh terhadap besarnya fotosintat. Hal ini terlihat jelas pada bobot panen bunga kupas pada perlakuan pupuk kandang + Urea + SP36 + KCl dibandingkan kontrol sebesar 207% (Tabel 13).

Perlakuan pupuk gabungan (pupuk kandang + Urea + SP36 + KCl) berpengaruh nyata terhadap bobot kelobot (Tabel 14). Perlakuan pupuk gabungan menghasilkan bobot kelobot 1929.0 g/4m2, lebih besar dibanding kontrol yang menghasilkan 1090.9 g/4m2. Berdasarkan data Tabel 14, pada perlakuan pupuk kandang + Urea + SP36 + KCl, fotosintat lebih banyak ditranslokasikan pada bagian yang dapat dimakan. Fotosintat tanaman pada perlakuan pupuk kandang saja, Urea + SP36 + KCl dan khususnya kontrol lebih banyak diarahkan ke kelobot.

Tabel 14. Bobot Kelobot dan Persentase Kelobot terhadap Bobot Bunga Total dan Persentase Bunga Kupas terhadap Bobot Bunga Total pada Perlakuan Pemupukan

Perlakuan

Bobot Kelobot Bobot Kelobot /Bobot Total Bobot Kupas /Bobot Total g/4 m2 % % Kontrol 1090.9 b 61.3 38.7 Pukan 1372.4ab 59.7 40.3 N+P+K 1345.8ab 58.1 41.9 Pukan + N+P+K 1929.0 a 57.4 42.6 Uji F * tn tn

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (*)

tn: tidak nyata

N+P+K: Urea + SP36 + KCl

Apabila dibandingkan hasil dari percobaan pertama dan kedua, bobot bunga dikupas di Percobaan Leuwiliang lebih rendah dibandingkan percobaan pemupukan. Hal ini diduga berhubungan dengan tanah Leuwiliang yang bersifat asam dan miskin hara. Pada percobaan di Leuwiliang, hanya diberikan pupuk kandang sebanyak 7.5 ton/ha. Pemberian pupuk kandang (5 ton/ha) dan pupuk Urea (100 kg/ha) + SP36 (135 kg/ha) + KCl (135 kg/ha) akan meningkatkan kandungan unsur hara tanah, terutama unsur N, unsur P dan unsur K. Ketiga unsur ini berperan dalam proses produksi tanaman. Menurut Nyakpa (1988), nitrogen merupakan unsur yang paling banyak dibutuhkan tanaman sebagai komponen produksi. Unsur N merupakan unsur pembentuk protein dan klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis. Semakin meningkatnya proses fotosintesis menyebabkan pembentukan karbohidrat juga semakin besar. Menurut Sanjaya (2002) pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif, bobot dan jumlah tongkol pada jagung manis. Hasil penelitian Alemu dan Bayu (2005) pada sorghum menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan hasil 51% lebih besar dibanding kontrol.

Pemupukan kalium dapat meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas hasil. Menurut Hanafiah (2005) hal tersebut berkaitan dengan fungsi kalium dalam metabolisme karbohidrat, pengaturan membuka dan menutupnya stomata dan pengaturan penggunaan air. Peranan kalium tersebut dapat lebih meningkatkan proses fotosintesis sehingga terjadi peningkatan produksi. Unsur K

juga merupakan unsur yang paling banyak dibutuhkan sebagai penyusun jerami tanaman.

Diameter dan Panjang Bunga dengan dan Tanpa Pelepah

Berdasarkan kriteria panjang dan diameter bunga, sebagian besar bunga terubuk memenuhi kriteria bunga terubuk yang baik. Diameter bunga kupas berkisar antara 1.84 cm - 2.16 cm dengan panjang 9.70 cm - 10.81 cm (Tabel 15). Perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang dan diameter bunga berkelobot serta panjang bunga kupas. Berdasarkan Tabel 15, perlakuan pupuk kandang + Urea + SP36 + KCl pada tanaman terubuk dapat meningkatkan diameter bunga kupas dari 1.84 cm menjadi 2.16 cm.

Tabel 15. Panjang dan Diameter Bunga Terubuk dengan Kelobot dan Bunga Tanpa Kelobot pada Perlakuan Pemupukan

Bunga dengan Kelobot Bunga Kupas

Perlakuan Panjang Diameter Panjang Diameter ---cm--- Kontrol 35.66 2.23 10.33 1.84b Pukan 36.68 2.58 10.19 2.01ab N+P+K 37.32 2.50 10.81 2.00ab Pukan+N+P+K 37.12 2.43 9.70 2.16a Uji F tn tn tn +

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNJ taraf 10% (+), tn: tidak berbeda nyata

N+P+K: Urea + SP36 + KCl

Umur Panen

Berdasarkan Gambar 3, periode panen terubuk terjadi dari 22 MST hingga 40 MST. Perlakuan pemupukan menunjukkan panen paling awal yaitu pada 22 MST, sedangkan kontrol mulai panen pada 24 MST. Panen terbanyak dan bobot hasil panen terbesar diperoleh pada minggu ke 24 hingga 39 MST.

(a)

(b)

Gambar 3. Jumlah Bunga (a) dan Bobot Bunga (b) Tiap Waktu Panen pada Percobaan Pemupukan

Penambahan pupuk gabungan telah meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Pada 27 MST perlakuan pupuk gabungan menghasilkan jumlah bunga lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan pupuk gabungan juga menunjukkan bobot bunga terbesar pada 30 dan 38 MST. Gambar 3 menunjukkan selama periode panen terjadi peningkatan dan penurunan jumlah bunga yang dipanen. Hal ini terjadi karena panen dilakukan dengan melihat tingkat kematangan bunga. Kematangan bunga yang tidak seragam membuat jumlah bunga yang dipanen tiap minggunya berbeda.

Pengkelasan

Dalam penanganan pasca panen, pengkelasan merupakan salah satu faktor penentu kualitas. Kriteria pengkelasan bunga terubuk belum ada, namun pada penelitian ini, pengkelasan didasarkan pada ukuran panjang bunga serta adanya cacat atau kerusakan yang mungkin terdapat pada bunga (kualitas). Kriteria afkir merupakan kriteria bunga terubuk yang memiliki panjang kurang dari kriteria

pengkelasan (A, B dan C) serta adanya kerusakan fisik (busuk atau terkena penyakit).

Tabel 16. Jumlah Bunga Terubuk Kupas Berdasarkan Pengkelasan

Perlakuan Kelas Total

A B C Afkir Kontrol 17.3 (39.9) 14.7 (31.7) 7.7 (17.7) 3.7 (8.5) 43.4 Pukan 19.0 (41.3) 20.7 (45.0) 4.3 ( 9.3 ) 2.0 (4.3) 46.0 N+P+K 20.3 (45.2) 14.0 (31.2) 8.3 (18.5) 2.3 (5.1) 44.9 Pukan+N+P+K 36.0 (57.4) 19.7 (31.4) 4.7 ( 7.5 ) 2.3 (3.7) 62.7 Uji F tn tn tn tn tn

Keterangan: Analisis statistik pada jumlah tongkol berdasarkan pengkelasan merupakan data hasil transformasi dengan rumus √y+0.5 dan log y+1. data yang disajikan dalam tabel merupakan nilai asli. Angka dalam kurung adalah persentase terhadap jumlah bunga total.

tn: tidak berbeda nyata N+P+K: Urea+SP36+KCl

Tabel 17. Bobot Bunga Terubuk Kupas (gram) Berdasarkan Pengkelasan

Perlakuan Kelas Total

A B C Afkir Kontrol 331.3 (48.0) 256.4 (37.1) 26.6 (3.9) 75.9 (11.0) 690.1 Pukan 523.1 (55.4) 362.9 (38.5) 15.5 (1.6) 42.2 (4.5) 943.7 N+P+K 605.5 (62.3) 261.0 (26.9) 57.9 (5.9) 47.5 (4.9) 971.8 Pukan+N+P+K 971.8 (56.5) 640.1 (37.2) 63.7 (3.7) 43.5 (2.5) 1719.0 Uji F tn tn tn tn tn

Keterangan: Analisis statistik pada jumlah tongkol berdasarkan pengkelasan merupakan data hasil transformasi dengan rumus √y+0.5 dan log y+1. data yang disajikan dalam tabel merupakan nilai asli. Angka dalam kurung adalah persentase terhadap bobot bunga total.

tn: tidak berbeda nyata N+P+K: Urea+SP36+KCl

Berdasarkan data pada Tabel 16 dan 17, perlakuan pemupukan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bunga terubuk berdasarkan pengkelasan. Walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, jumlah rata-rata dan bobot bunga dengan kriteria A terlihat paling banyak pada perlakuan pupuk kandang + Urea + SP36 + KCl sebanyak 36 buah (57.4% dari total jumlah bunga yang dipanen) dan 971.8 gram. Kriteria afkir sebagian besar terdapat pada perlakuan kontrol (tanpa pemupukan) dengan rata jumlah bunga sebesar 3.7 buah dan bobot bunga 75.85 gram.

Kondisi tanah yang bersifat masam dan kekurangan unsur hara dapat mempengaruhi kualitas hasil panen tanaman. Jika kebutuhan suatu tanaman akan beberapa unsur hara tidak dapat terpenuhi, maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut akan terganggu. Soepardi (1983) menyatakan bahwa salah satu fungsi kalium bagi tanaman adalah membuat tanaman lebih tahan terhadap

Dokumen terkait