• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari analisa data yang di lakukan diperoleh hasil bahwa pemberian NAA berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar dan tinggi tanaman sedangkan pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, tinggi tanaman dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar dan jumlah daun. Adapun interaksi antara NAA dan BAP berpengaruh nyata pada parameter panjang akar dan jumlah akar namun tidak berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun.

Perlakuan

Persentase Eksplan Yang Hidup (%)

Dari data pengamatan persentase eksplan yang hidup (Lampiran 4) rataan persentase eksplan yang hidup dari perlakuan konsentrasi NAA dan BAP pada 4 dan 8 minggu setelah inokulasi menunjukkan 100 % hidup (tabel 1). Persentase eksplan yang hidup pada 8 minggu setelah inokulasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap persentase eksplan yang

hidup (%) pada 8 MST

Eksplan yang hidup (%) N0 (kontrol) N1 (NAA 1 mg) N2 (NAA 2 mg) N3 (NAA 3 mg) Rataan B0 (kontrol) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 B1 (BAP 1,5) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 B2 (BAP 3) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 B3 (BAP 4,5) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Rataan 100.00 100,00 100.00 100.00 100.00

Dari Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa persentase eksplan yang hidup untuk semua perlakuan konsentrasi NAA dan BAP sebesar 100%.

Perlakuan

Persentase Eksplan Membentuk Tunas (%)

Dari pengamatan persentase eksplan membentuk tunas menunjukkan bahwa semua perlakuan konsentrasi NAA, BAP dan interaksi antara kedua perlakuan tidak terjadi pembentukan tunas.

Tinggi tanaman (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman pada akhir penelitian disajikan pada Lampiran 6 dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 8 yang menunjukan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh nyata dan pemberian perlakuan BAP berpengaruh nyata serta interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman.

Rataan tinggi tanaman pada pemberian konsentrasi NAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap tinggi tanaman (cm) pada 8 MST Tinggi tanaman N0 (kontrol) N1 (NAA 1 mg) N2 (NAA 2 mg) N3 (NAA 3 mg) Rataan B0 (kontrol) 2.68 2.33 1.85 1.45 2.08 a B1 (BAP 1,5) 1.33 1.85 1.40 1.23 1.45 b B2 (BAP 3) 2.18 2.03 1.35 1.08 1.66 bc B3 (BAP 4,5) 1.65 1.80 1.55 1.90 1.73 c Rataan 1.96 ab 2.00 a 1.54 c 1.41 c 1.73 Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama

menunjukkan pengaruh nyata pada uji BNJ pada taraf kepercayaan 5 %

Untuk perlakuan NAA, tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan N1 yaitu sebesar 2.00 cm tidak berbeda nyata dengan perlakuan N0 dan

berpengaruh nyata pada perlakuan yang lainnya dan paling rendah pada N3 yaitu sebesar 1.41 cm. Tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan BAP pada perlakuan B0 yaitu sebesar 2.08 cm berbeda nyata dengan perlakuan yang lain dan paling rendah pada perlakuan B1 yaitu sebesar 1.45 cm. Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan N0BO yaitu sebesar 2.68 cm sedangkan paling rendah pada perlakuan N3B2 yaitu sebesar 1.08 cm. Pengaruh perlakuan NAA terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan konsentrasi NAA terhadap tinggi tanaman Jumlah Akar (buah)

Hasil pengamatan jumlah akar pada akhir penelitian disajikan pada Lampiran 9 dan sidik ragamnya disajikan pada lampiran 11 yang menunjukan bahwa pemberian perlakuan NAA berpengaruh tidak nyata dan pemberian perlakuan BAP tidak berpengaruh nyata namun interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata pada parameter jumlah akar.

Rataan jumlah akar pada pemberian konsentrasi NAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 3.

ỳ= -0,211x + 2,044 r = 0,917 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 0 1 2 3 ti n ggi tan am an ( c m ) Konsentrasi NAA (mg/l) NAA Linear (NAA)

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap jumlah akar (buah)

Perlakuan Jumlah akar

N0 (kontrol) N1 (NAA 1 mg) N2 (NAA 2 mg) N3 (NAA 3 mg) Rataan B0 (kontrol) 3.00 c 8.75 a 7.00 ab 1.50 cd 5.06 B1 (BAP 1,5) 5.50 b 5.50 b 1.25 cd 1.25 cd 3.38 B2 (BAP 3) 5.50 b 6.50 b 1.50 cd 1.75 cd 3.81 B3 (BAP 4,5) 2.00 cd 1.00 d 1.75 cd 5.75 b 2.63 Rataan 4.00 5.44 2.88 2.56 3.72

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan pengaruh nyata pada uji BNJ pada taraf kepercayaan 5 %

Untuk perlakuan NAA, jumlah akar tertinggi terdapat pada perlakuan N1 yaitu sebesar 5.44 cm dan paling rendah pada perlakuan N3 yaitu sebesar 2.56 cm. Jumlah akar tertinggi pada perlakuan BAP pada perlakuan B0 yaitu sebesar 5.06 cm dan paling rendah pada perlakuan B3 yaitu sebesar 2.63 cm. Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, jumlah akar tertinggi pada perlakuan N1BO yaitu sebesar 8.75 cm yang berbeda nyata dengan semua kombinasi sedangkan paling rendah pada perlakuan N1B3 yaitu sebesar 1.00 cm.

Panjang Akar (cm)

Hasil pengamatan panjang akar pada akhir penelitian disajikan pada Lampiran 12 dan sidik ragamnya disajikan pada lampiran 14 yang menunjukan bahwa pemberian perlakuan NAA dan pemberian perlakuan BAP serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata pada parameter panjang akar.

Rataan panjang akar pada pemberian konsentrasi NAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap panjang akar (cm)

Perlakuan Panjang akar

N0 (kontrol) N1 (NAA 1 mg) N2 (NAA 2 mg) N3 (NAA 3 mg) Rataan B0 (kontrol) 4.25 a 2.48 b 1.58 c 0.30 f 2.15 B1 (BAP 1,5) 0.65 def 0.85 def 0.78 def 0.33 f 0.65 B2 (BAP 3) 1.00 cde 1.23 cd 0.35 f 0.35 f 0.73 B3 (BAP 4,5) 0.55 ef 0.38 f 0.73 def 0.58 ef 0.56 b Rataan 1.61 1.23 0.86 0.39 1.02 Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris

menunjukkan pengaruh nyata pada uji BNJ pada taraf kepercayaan 5 %

Untuk perlakuan NAA, panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan N0 yaitu sebesar 1.61 cm dan paling rendah pada perlakuan N3 yaitu sebesar 0.39 cm. Panjang akar tertinggi pada perlakuan BAP pada perlakuan B0 yaitu sebesar 2.15 cm dan paling rendah pada perlakuan B3 yaitu sebesar 0.56 cm Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, panjang akar tertinggi pada perlakuan N0BO yaitu

sebesar 4.25 cm yang berbeda nyata pada semua kombinasi sedangkan paling rendah pada perlakuan N3B0 yaitu sebesar 0.30 cm berbeda nyata dengan N0B0, N1B1 tetapi tidak berbeda nyata pada kombinasi yang lainnya. Pengaruh

perlakuan NAA dan BAP terhadap panjang akar dapat dilihat pada gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Hubungan konsentrasi NAA terhadap panjang akar

ỳ= -0,405x + 1,629 r = 0,998 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 0 1 2 3 P an jan g A k ar ( c m ) Konsentrasi NAA (mg/l) NAA Linear (NAA)

Gambar 4. Hubungan konsentrasi BAP terhadap panjang akar Jumlah daun (helai)

Hasil pengamatan jumlah daun pada akhir penelitian disajikan pada Lampiran 15 dan sidik ragamnya disajikan pada lampiran 17 yang menunjukan bahwa pemberian perlakuan NAA dan pemberian perlakuan BAP serta interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata pada parameter jumlah daun.

Rataan jumlah daun pada pemberian konsentrasi NAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi NAA dan BAP terhadap jumlah daun (helai)

Perlakuan Jumlah daun

N0 (kontrol) N1 (NAA 1 mg) N2 (NAA 2 mg) N3 (NAA 3 mg) Rataan B0 (kontrol) 2.50 2.75 2.25 1.75 2.31 B1 (BAP 1,5) 2.00 2.00 1.25 1.25 1.63 B2 (BAP 3) 3.50 3.00 2.00 2.25 2.69 B3 (BAP 4,5) 2.25 1.75 2.50 2.75 2.31 Rataan 2.56 2.38 2.00 2.00 2.23 ỳ= -0,47x + 1,726 r = 0,803 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 0 1 2 3 P an jan g A k ar ( c m ) Konsentrasi BAP (mg/l) BAP Linear (BAP)

Untuk perlakuan NAA, jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan N0 yaitu sebesar 2.56 cm dan paling rendah pada perlakuan N2 dan N3 yaitu sebesar 2.00 cm. Jumlah daun tertinggi pada perlakuan BAP pada perlakuan B2 yaitu sebesar 2.69 cm dan paling rendah pada perlakuan B1 yaitu sebesar 1.36 cm. Sedangkan kombinasi kedua perlakuan, panjang akar tertinggi pada perlakuan N0B2 yaitu sebesar 3.50 cm sedangkan paling rendah pada perlakuan N2B1 dan N3B1 yaitu sebesar 1.25 cm.

Pembahasan

Pengaruh NAA terhadap perbanyakan tunas Boesenbergia flava

Dari hasil analisis data diketahui bahwa pemberian NAA berpengaruh nyata untuk tinggi tanaman dan panjang akar. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan N1 (1 mg/l) yaitu sebesar 2.00 cm dan paling rendah pada perlakuan N3 (3 mg/l) yaitu sebesar 1.41 cm dan panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan N1 (NAA 1 mg/l) yaitu sebesar 1.61 cm dan paling rendah pada perlakuan N3 yaitu sebesar 0.39 cm. Dari data dapat dilihat bahwa ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi NAA yang diberikan maka tinggi tanaman yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini diduga karena proses pemanjangan sel dan pembelahan sel pada eksplan terhambat. Zulkarnaen (2009) menyatakan bahwa pada umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel dan pembentukan akar adventif. Auksin berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun kehadirannya dalam medium kultur dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel.

Dari hasil analisis data diketahui bahwa pemberian NAA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar dan jumlah daun. Hal ini diduga karena kebutuhan auksin eksogen tidak diperlukan karena kebutuhan hormon sudah tercukupi dari eksplan tersebut yang merupakan tunas yang sedang berkembang. Tunas yang sedang berkembang itu dapat memproduksi auksin yang cukup untuk memacu pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan literatur Evans, dkk (1986) yang dikutip oleh Dobardini, dkk (2006) yang menyatakan bahwa tunas yang sedang berkembang dapat memproduksi auksin dalam jumlah yang cukup untuk perakaran maka penambahan auksin eksogen tidak diperlukan. Jadi tanpa pemberian NAA pun, eksplan dapat menginisiasi pertumbuhan akar.

Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan membentuk tunas menyatakan bahwa penambahan NAA dan BAP ke dalam media ternyata belum dapat menyokong eksplan untuk membentuk tunas. Hal ini diduga karena

diperlukan waktu yang lebih lama lagi untuk proses pembentukan tunas. Wiendi et all (1991) menyatakan bahwa pada beberapa tanaman membutuhkan

waktu yang lama untuk beregenerasi. Kemungkinan sitokinin endogen tidak mencukupi untuk pembentukan tunas berarti selain auksin zat pengatur tumbuh sitokinin juga perlu ditambahkan ke dalam media. Sesuai pendapat Gunawan (1988) bahwa penambahan auksin dan sitokinin eksogen akan merubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Pembentukan tunas secara in vitro baik melalui multipikasi langsung dan tak langsung sangat tergantung pada jenis dan konsentrasi yang tepat dari senyawa organik, inorganik dan zat pengatur tumbuh.

Eksplan yang ditanam tidak menghasilkan tunas, hanya dengan menunjukkan adanya pertumbuhan yang ditandai dengan terjadinya pemanjangan

sel, tetapi tidak terjadi perbanyakan atau multiplikasi tunas sehingga eksplan yang ditanam hanya terlihat bertambah tinggi. Selain itu, pada perlakuan ini juga terlihat adanya pembentukan akar. Hal ini mungkin disebabkan eksplan tunas samping yang ditanam pada media kultur menghasilkan auksin endogen dengan konsentrasi yang cukup tinggi sehingga pertumbuhan eksplan lebih diarahkan pada pemanjangan sel dan pembentukan akar. Menurut Widyastuti (2004) bahwa akar yang tumbuh pada media tanpa zat pengatur tumbuh kemungkinan diinduksi oleh auksin endogen.Rahardja (1989) dan Cleland (1995) yang dikutip dari Kurnianingsih (2009) menyebutkan bahwa dalam kultur jaringan auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat menyebabkan terjadinya pemanjangan sel pada jaringan tunas muda dan merangsang pembentukan akar. Jika konsentrasi auksin dalam media kultur tinggi maka akan menghambat pertumbuhan tunas.

Pengaruh BAP terhadap perbanyakan tunas Boesenbergia flava

Dari hasil analisis data diketahui bahwa pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap Panjang akar. Dapat dilihat pada tabel 4 panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan B0 yaitu sebesar 2.15 cm dan paling rendah pada perlakuan B3 yaitu sebesar 0.56 cm. Adanya penambahan sitokinin ke dalam medium dapat menghambat pemanjangan dan perkembangan akar. Halperin (1978) menyatakan bahwa adanya suplai sitokinin dalam media tanam menyebabkan akar tidak berkambang. Disamping itu Yusnita (2003) juga menyatakan bahwa, akar adventif belum muncul, tetapi jika tunas tersebut dipindahkan ke media tanpa ZPT, akar akan tetap tumbuh. Sel-sel di bagian bawah tunas, yang sebelumnya bersentuhan dengan signal hormonal (auksin)

telah mengalami perubahan yang stabil, yaitu terbentuk akar. Jika signal lingkungan maupun harmonal tidak ada lagi, perkembangan akar tetap terjadi. Pengaruh interaksi konsentrasi NAA dan BAP terhadap perbanyakan tunas

Boesenbergia flava

Dari hasil analisis data diketahui bahwa interaksi NAA dan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan tinggi planlet. Hal ini diduga karena interaksi konsentrasi NAA dan BAP yang diberikan belum mampu mencapai taraf keseimbangan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Wattimena, dkk (1992) menyatakan bahwa di dalam kultur jaringan pertumbuhan dari eksplan selalu tergantung dari interaksi antara auksin dan sitokinin.

Dari hasil analisis data diketahui bahwa interaksi NAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar dan jumlah akar. Kombinasi kedua perlakuan, panjang akar tertinggi pada perlakuan N0BO yaitu sebesar 4.25 cm sedangkan paling rendah pada perlakuan N3B3 yaitu sebesar 0.30 cm. Hal ini menunjukkan eksplan yang dikulturkan pada media tanpa penambahan BAP dan NAA memperlihatkan pertumbuhan (pemanjangan) akar yang lebih baik dibanding dengan kombinasi perlakuan yang lain. Hal ini membuktikan bahwa sel akar umumnya mengandung cukup atau hampir cukup auksin untuk memanjang secara normal. Hasil ini diperkuat oleh hasil penelitian Ammirato (1986) bahwa beberapa sel tanaman dapat tumbuh dan berkembang dan selanjutnya beregenerasi memjadi tanaman baru dalam media tanpa hormon tumbuh. Dengan demikian, tanpa suplai auksin dan sitokinin secara eksogen, akar tanaman akan tetap tumbuh dan memanjang.

1. Perlakuan NAA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanamn dengan hasil yang terbaik pada konsentrasi 1 mg NAA.

KESIMPULAN

Kesimpulan

2. Interaksi NAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah akar dengan hasil yang terbaik pada kombinasi N1B0

3. Interaksi antara NAA dan BAP belum menunjukan pengaruh yang nyata pada jumlah daun.

4. Perlakuan BAP menunjukkan pengaruh yang nyata untuk panjang akar, dengan hasil yang terbaik pada konsentrasi 0 mg/l (kontrol).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang lebih sesuai untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam perbanyakan Boesenbergia flava.

Dokumen terkait