• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bandikut (E. kalubu) memiliki dua buah testis diluar abdomen dengan posisi menggantung secara transversal. Testis terbungkus oleh skrotum yang tidak berpigmen (berwarna putih) dan tidak ditumbuhi rambut. Menurut Biscoe dan Renfree (1987), beberapa kelompok marsupial memiliki skrotum yang berpigmen dan tidak berpigmen. Penis dikeluarkan melalui satu saluran bersama-sama dengan saluran pembuangan kotoran (satu saluran anus mirip kloaka) (Gambar 8). Pada E.kalubu dewasa jarak antara kloaka dengan testis adalah 22.25±0.3 mm.

Gambar 8 Testis dan PenisEchymipera kalubu.

Organ ReproduksiEchymipera kalubuJantan

Struktur organ reproduksi E. kalubujantan mirip dengan organ reproduksi marsupial jantan lainnya yaitu tidak memiliki kelenjar vesikularis. Organ-organ tesebut terdiri atas sepasang testis, epididimis dan vas deferens, kelenjar prostat, dua buah kelenjar Cowper (bulbouretral), crus penis, penis serta glans penis yang berbentuk bhipid (bercabang dua) (Gambar 9). Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian Paris et al. (2005) pada Tammar wallaby (Macropus eugenii), namun Tammar wallaby memiliki glans penis yang tunggal dan tiga buah kelenjar Cowper.

Gambar 9 diambil dari kelompok E. kalubu dewasa. Gambaran organ reproduksi dapat dilihat secara jelas pada kelompok dewasa, karena pada kelompok ini organ-organ reproduksi telah terbentuk dengan sempurna serta tidak berubah (tetap).

Gambar 9 Organ reproduksi E. kalubu jantan; 1). Testis; 2). Epididimis; 3). Vas deferens; 4). Kelenjar Prostat; 5). Kelenjar Cowper; 6). Crus penis; 7). Penis; 8). Uretra; 9).Vesica urinaria; 10). Ginjal. Bar: 1 cm

Testis

Testis berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa dan sekresi hormon androgen (Senger 2005). Testis E. kalubu berbentuk elipsoid dengan ukuran (panjang dan berat) yang meningkat seiring dengan perkembangan kedewasaan. Hasil yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Biscoe dan Renfree (1987), bahwa testis pada marsupial dewasa umumnya berbentuk elipsoid. Ukuran panjang dan berat testis berbeda pada setiap kelompok, yaitu prapubertas mempunyai panjang 9.83±0.16 mm, meningkat pada dewasa muda, yaitu 14.30±0.11 mm dan paling besar pada dewasa, yaitu 14.98±0.24 mm serta memiliki berat masing-masing 0.33±0.01 g, 0.83±0.01 g dan 0.94±0.03 g.

Berat testis E. kalubu hasil penelitian lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok marsupial lainnya, seperti berat testis Tammar wallaby adalah 12,5±1,5 g (Paris et al. 2005); berat testis dan epididimis Isoodon macrourus berkisar antara 5,6-7,9 g (Thodunter & Gemmel 1987). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan spesies serta ukuran dan berat badan dari masing-masing kelompok hewan tersebut. Menurut Biscoe dan Renfree (1987), berat testis bervariasi pada spesies marsupial dan berhubungan dengan ukuran tubuh serta sistem perkawinan.

25

Epididimis

Epididimis dihubungkan dengan testis oleh duktus efferens yang berfungsi menyalurkan spermatozoa dan menyerap sebagian besar cairan yang dikeluarkan oleh testis. Epididimis terbagi menjadi tiga bagian yaitu: kaput, corpus dan kauda yang masing-masing bertanggung jawab terhadap penyerapan, pematangan dan penyimpanan spermatozoa. Panjang dan berat epididimis E. kalubu juga berbeda-beda tergantung pada perkembangan kedewasaannya. Pada kelompok prapubertas panjang ataupun beratnya paling kecil. Pada kelompok dewasa muda panjangnya berbeda dengan yang dewasa tetapi mempunyai berat yang sama yaitu 0,26±0,01 g (Tabel 2). Ukuran ini termasuk kecil bila dibandingkan dengan hewan marsupial lainnya, seperti Tammar wallaby yang memiliki berat epididimis 3,2±0,30 g (Paris et al. 2005) dan pada Honey possumsepididimis kiri 56,20±15,70 g serta kanan 51,5±16,0 g (Russel & Renfree 1989). Berat dan panjang yang berbeda-beda selain disebabkan oleh perbedaan spesies hewan kemungkinan juga karena epididimis setiap individu memiliki kapasitas yang berbeda dalam penyimpanan spermatozoa, seperti yang dikatakan Cummins et al. (1986), bahwa beberapa spesies marsupial memiliki kapasitas penyimpanan spermatozoa yang terbatas hanya untuk beberapa juta spermatozoa. Vas deferens

Vas deferens merupakan saluran yang menghubungkan epididimis dengan uretra, saluran ini berfungsi sebagai saluran transportasi spermatozoa dari epididimis yang nantinya akan bercampur dengan sekresi dari kelenjar prostat dan Cowper. Panjang dan diameter vas deferens hasil penelitian ini berbeda-beda, paling pendek terdapat pada kelompok prapubertas 41.99±0.38 dengan diameter 1.44±0.23 dan paling panjang terdapat pada kelompok dewasa yaitu 67,21±0,57 mm dengan diameter 1.97±0.56 mm.

Kelenjar asesoris

Kelenjar asesoris berfungsi mengeluarkan sekresi yang akan bercampur dengan spermatozoa, dimana sekresi dari kelenjar asesoris ini berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pergerakan spermatozoa. Echymipera kalubuhanya memiliki dua buah kelenjar asesoris, yaitu kelenjar prostat (Gambar 10A) dan dua buah kelenjar Cowper (Gambar 11A). Plasma semen hanya

dihasilkan oleh kedua kelenjar tersebut, hal ini berbeda dengan ternak pada umumnya dimana plasma semen 75% dihasilkan oleh kelenjar vesikularis.

Prostat

Kelenjar prostat memberikan sekresi pada semen yang membantu sebagai pelicin pada spermatozoa. Menurut Biscoe dan Renfree (1987), kelenjar prostat mensekresikan seminal plasma yang mengandung karbohidrat dan berfungsi dalam mempengaruhi motilitas spermatozoa. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kelenjar prostatE. kalubumemiliki ukuran yang berbeda-beda untuk setiap perkembangan kedewasaan. Panjang, lebar dan berat paling kecil terdapat pada kelompok prapubertas dan paling besar pada kelompok dewasa, yaitu panjang 11,05±2,08 mm, lebar 9,66±1,89 mm dan berat 0,66±0,27 g (Tabel 2). Pada daerah yang memiliki perbedaan musim ukuran kelenjar prostat dipengaruhi oleh musim kawin. Hal ini dapat dilihat padaI. macrourus saat tidak terjadi musim kawin berat kelenjar prostat hanya 2.5-7.4 g dan saat terjadi musim kawin beratnya meningkat menjadi 6.9-8.9 g (Thodunter & Gemmel 1987). Lebih lanjut menurut Paris et al. (2005) berat prostat Tammar wallaby adalah 15.2±1.8 g. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa dimensi kelenjar prostat berbeda-beda pada beberapa spesies marsupial (Tabel 1).

Tabel 1 Dimensi prostat pada beberapa spesies marsupial

Spesies Prostat (mm)

(Panjang x Lebar) Sumber

Isoodon macrourus 25-33x19-28 Thodunter & Gemmel 1987

Neophascogale lorentzi 22.5x6.0 Wooley 2001

Myotic wallacei 25.5x5.0 Wooley 2001

Dasyurus albopunctatus 28.5x 5.5 Wooley 2001

Kelenjar prostat marsupial umumnya terbagi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk jantung dan wortel (Biscoe & Renfree 1987). Gambar 10A menunjukkan bahwa kelenjar prostat E. kalubu berbentuk seperti jantung, sedangkan kelenjar prostat Tammar wallaby berbentuk seperti wortel (Gambar 10B). Hal ini sesuai dengan pendapat Biscoe dan Renfree (1987), bahwa kelenjar prostat pada kelompok hewan Peramelidae dan Phascolarctidae berbentuk seperti jantung, sedangkan kelompok Macropodidae, Dasyuridae, Tylacinidae, Tarsipedidae,

27

Petauridae, Phalangeridae, Notoryctidae dan Lasiorhinus latifrons berbentuk seperti wortel.

A B

Gambar 10 Kelenjar Prostat A). Bandikut (E. kalubu); B). Tammar wallaby (Macroupus eugenii) (Pariset al.2005). Bar: 1 cm

Cowper (Bulbouretral)

Kelompok hewan marsupial memiliki jumlah kelenjar Cowper yang bervariasi dari satu hingga tiga buah. Kelenjar ini berbentuk struktur bulbus yang bergabung dengan uretra melalui saluran-saluran yang dikelilingi oleh otot-otot yang halus (Biscoe & Renfree 1987). Echymipera kalubu memiliki dua buah kelenjar Cowper yang terbentang sepanjang bagian dari uretra dan bentuknya berbeda pada hewan mamalia pada umumnya, karena berbentuk lobulus-lobulus (Gambar 11A). Kelenjar Cowper yang ditemukan jumlahnya sama dengan yang dimiliki oleh Isoodon macrourus, Neophascogale lorentzi dan Sugar glider (Tedman 1990; Wooley 2001). Menurut Tedman (1990) Sugar glider memiliki dua multilobus kelenjar Cowper yang terbentang dorsal dan lateral pada rektum. Kelompok hewan marsupial lainnya, seperti Tammar wallaby, Myotic wallacei, Dasyurus albopunctatus dan Dasyurus spartacus memiliki tiga buah kelenjar Cowper (Pariset al2005; Wooley 2001).

Bandikut (E. kalubu) memiliki kelenjar Cowper 1 yang berada dekat saluran uretra dan memiliki ukuran kelenjar Cowper 1 yang relatif lebih besar, sedangkan kelenjar Cowper 2 berdekatan dengan kelenjar Cowper 1 namun memiliki ukuran yang selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kelenjar Cowper 1. Kisaran tebal dan berat masing-masing kelenjar Cowper adalah 1.47±0.03-3.30±0.09 mm dan berat 0.01±0.01-0.10±0.06 g serta

1.37±0.01-3.27±1.89 mm dan berat 0.02±0.01-0.10±0.06 g (Gambar 11A). Hasil yang diperoleh ini sama seperti hasil penelitian Paris et al. 2005 bahwa tiga buah kelenjar Cowper yang dimiliki Tammar wallaby juga memiliki ukuran yang tidak sama, yaitu kelenjar Cowper 1 adalah 0.20±0.02 g, Cowper 2 adalah 0.7±0.10 g, Cowper 3 adalah 0.6±0.10 g.

A B

Gambar 11 A). E. kalubu; 1. Glans penis; 2. Penis; 3. Urethral bulb; 4. Crus penis; 5. Cowper 1; 6. Cowper 2; B). Tammar wallaby; Ub. Urethral Bulb; Cp: Crus penis; Cg2: Cowper 2; Cg3: Cowper 3 (Paris et al 2005). Bar: 1 cm

Organ kopulatoris

Penis

Penis E. kalubu yang dalam keadaan normal berbentuk sigmoid dan memiliki glans penis yangbhipidatau bercabang (Gambar 10A). Struktur glans penis marsupial umumnya bercabang, meskipun ada juga yang tidak bercabang (Dawson et al. 1999). Glans penis yang berbentuk bhipid kemungkinan berhubungan dengan bentuk vagina marsupial yang terdiri atas dua bagian, yaitu dua vagina lateral dan vagina median (Biscoe & Renfree 1987; Gordon & Hulberth 1989). Penis marsupial biasanya memiliki struktur berbentuk sigmoid di dalam kantung preputial pada kloaka (Biscoe & Renfree 1987). Lebih lanjut dikatakan bahwa penis biasanya dikeluarkan hanya pada saat terjadi interaksi seksual dan pada berbagai spesies penis sulit untuk dikeluarkan diluar musim kawin. Hasil penelitian diperoleh panjang penis pada kelompok prapubertas 13.56±4.23 mm, kelompok dewasa muda 21.9±2.41 mm dan paling panjang pada kelompok dewasa 26.59±4.44 mm (Tabel 2).

29

Urethral bulb berperan dalam membantu aktivitas otot bulbo-cavernosus dalam proses pengosongan uretra. Crus penis pada marsupial memisahkan dua kelenjar Cowper yang ukurannya lebih kecil dan berperan pada proses terjadinya ereksi (Allen & Cantab 1893; Biscoe & Renfree 1987).

Karakteristik Spermatozoa asal Kauda Epididimis

EpididimisE. kalububerukuran agak kecil (Tabel 2) sehingga tidak semua evaluasi terhadap karakteristik spermatozoa kauda epididimis dapat dilakukan, kondisi ini menyebabkan evaluasi mikroskopis hanya dilakukan terhadap motilitas, konsentrasi dan morfologi spermatozoa.

Tabel 2 Morfometri organ reproduksiE. kalubujantan

Organ Keterangan Echymipera kalubu

Prapubertas Dewasa muda Dewasa Testis Panjang (mm) 9.83±0.16 14.30±0.11 14.98±0.24 Diameter (mm) 7.17±0.14 10.05±0.02 10.08±0.28 Berat (g) 0.33±0.01 0.83±0.01 0.94±0.03 Epididimis Panjang (mm) 18.24±0.89 26.1±0.64 27.79±0.55 Berat (g) 0.07±0.02 0.22±0.01 0.26±0.01 Vas deferens Panjang (mm) 41.99±0.38 61.86±3.70 67.21±0.57 Diameter (mm) 1.44±0.23 1.79±0.05 1.97±0.56 Prostat Panjang (mm) 4.82±1.82 9.67±0.78 11.05±2.08 Lebar (mm) 5.08±2.83 9.12±1.25 9.66±1.89 Tebal (mm) 3.01±2.71 6.97±0.66 7.34±1.54 Berat (g) 0.17±0.11 0.54±0.12 0.66±0.27 Cowper 1 Tebal (mm) 1.47±0.03 2.72±0.12 3.30±0.09 Berat (g) 0.01±0.01 0.05±0.01 0.10±0.01 Cowper 2 Tebal (mm) 1.37±0.009 2.39±0.28 3.27±1.89 Berat (g) 0.02±0.01 0.03±0.01 0.10±0.06 Crus penis Tebal (mm) 2.68±0.05 3.81±0.01 5.25±0.27 Berat (g) 0.05±0.01 0.15±0.01 0.31±0.01 Penis Panjang (mm) 13.56±4.23 21.9±2.41 26.59±4.44 Diameter (mm) 2.61±1.03 2.83±0.64 3.67±0.82 Glans penis Panjang (mm) 2.49±0.02 4.92±0.26 6.67±0.17

Motilitas spermatozoa

Motilitas spermatozoa merupakan salah satu faktor dalam menentukan kualitas spermatozoa karena menunjukkan persentase spermatozoa yang hidup. Motilitas spermatozoa biasanya digunakan sebagai indikator dari viabilitas sel, integritas membran dan fungsi metabolisme intrasel. Motilitas juga merupakan salah satu parameter untuk menentukan fertilitas tetapi tidak berkorelasi dengan kemampuan fertilisasi baik secarain vitromaupunin vivo(Durrant 1990).

Motilitas spermatozoa epididimis hasil penelitian pada setiap kelompok cenderung mengalami peningkatan, paling rendah pada kelompok prapubertas hanya 33,33±25,17%, meningkat pada kelompok dewasa muda menjadi 41,67±12,58% dan paling tinggi terdapat pada kelompok dewasa, yaitu 57,50±3,54% (Gambar 12). Peningkatan motilitas spermatozoa ketiga kelompok ini kemungkinan disebabkan karena peningkatan perkembangan seksual dan kedewasaan. Informasi mengenai motilitas spermatozoa dari kauda epididimis E. kalubu belum pernah dilaporkan, pada koala motilitas semen segar yang dikoleksi menggunakan ejakulator menunjukkan motilitas spermatozoa rata-rata 78,8 ± 2,8% (49-95%) (Johnston et al. 2000). Perbedaan ini dapat dipahami mengingat teknik koleksi semen yang berbeda, adanya perbedaan ras dan oleh beberapa faktor antara lain faktor endogen yang meliputi umur dan maturasi spermatozoa serta penyimpanan energi (ATP) (Axet al.2000).

Gambar 12 Grafik motilitas spermatozoa E. kalubuyang dikoleksi dari kauda epididimis (%).

31

Konsentrasi spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa sangat penting dalam penentuan kemampuan seekor pejantan dalam membuahi sel telur. Konsentrasi spermatozoa E. kalubu yang diperoleh mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kedewasaan (Gambar 13). Kosentrasi spermatozoa paling rendah pada kelompok prapubertas 1.75±1.14x106/mL dan paling banyak pada kelompok dewasa 12.56±6.33x106/mL (Tabel 3). Angka konsentrasiE. kalubumasih lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi spermatozoa epididimis Isoodon obesulus dan I. macrourus dengan jumlah spermatozoa 48x106/mL 70.97x106/mL (Biscoe & Renfree 1987), namun masih lebih tinggi dari spermatozoa epididimis Brown marsupial mouse (Antechinus stuartii) yang hanya 3.5x106/mL sampai dengan 4.4x106/mL (Taggart & Smith 1990).

Gambar 13 Grafik konsentrasi spermatozoa E. kalubu yang dikoleksi dari kauda epididimis (x106/mL).

Konsentrasi spermatozoa ditentukan oleh ukuran testis dan aktivitas spermatogenesis yang sebanding dengan perkembangan seksual dan kedewasaan, serta kualitas makanan dan status kesehatan dari pejantan (Salisbury & VanDemark 1985; Sumeidiana et al. 2007). Selain itu variasi konsentrasi pada individu jantan berhubungan dengan aktivitas seksual sepertimating(perkawinan) sebelum penampungan akan menurunkan konsentrasi dan stres (kemampuan beradaptasi) (Haron et al. 1999; Sumeidianaet al. 2007). Lebih lanjut dikatakan pula bahwa perbedaan konsentrasi spermatozoa dapat juga dipengaruhi oleh kondisi individu, genetik dan pakan.

Tabel 3 Motilitas (%) dan Konsentrasi (x106/mL) spermatozoaE. kalubuyang dikoleksi dari kauda epididimis

Kelompok Motilitas (%) Konsentrasi (x106/mL)

Prapubertas 33.33±25.17 1.75±1.14

Dewasa muda 41.67±12.58 8.86±4.21

Dewasa 57.50±3.54 12.56±6.33

Morfologi dan Morfometri Spermatozoa

SpermatozoaE. kalubumemiliki bentuk kepala yang kecil dan batas antara kepala dengan ekor tidak sejelas pada spermatozoa ternak pada umumnya (Gambar 14). Karakteristik morfologi spermatozoa ini mirip dengan unggas. Ukuran dan bentuk spermatozoa antar spesies hewan dapat berbeda-beda, namun memiliki struktur morfologi yang sama yaitu terdiri atas kepala dan ekor. Hasil penelitian diperoleh bahwa panjang keseluruhan spermatozoa E. kalubu adalah 162.51±5.12 μm dengan panjang kepala 2.91±0.40 μm, panjang midpiece 13.99±0.87μm dan panjang ekor utama adalah 145.59±5.38μm (Gambar 14).

Gambar 14 Spermatozoa normalE. kalubu. Pewarnaan William’s.

Morfometri spermatozoa hasil penelitian lebih pendek dari beberapa spesies marsupial lain seperti Perrameles nasuta dengan panjang kepala 5.7 μm, midpiece 14 μm dan panjang keseluruhan 199.8 μm, I. macrourus memiliki panjang kepala 6 μm,midpiece 10.7 μm dan panjang keseluruhan 171.1 μm dan Tarsipes rotatus dengan panjang kepala 10.6 μm, midpiece 91 μm dan panjang keseluruhan 342.6μm (Hardinget al.1990). Menurut Tourmente (2011), panjang keseluruhan spermatozoa pada beberapa marsupial berkisar antara

33

79.50-349.44 µm. Bila dibandingkan dengan spermatozoa beberapa hewan lain yang memiliki ukuran tubuh serupa, maka spermatozoa E. kalubu masih lebih panjang. Pada beberapa rodensia seperti spermatozoa Cavia porcellus memiliki panjang kepala 7.5±0.3 μm dan panjang ekor 92.3±0.9 μm, panjang kepala Ctenomys coyhaiquensis 7.6±0.4μm dan panjang ekor 66.3±2.2 μm dan panjang kepala Aconaemys fuscus 5.6±0.3 μm dan panjang ekor 35.2±2.3 μm (Gallardo 2002).

Gambar 15 Morfologi spermatozoa abnormal E. kalubu. a-i. abnormal (a. kepala &

midpiece tanpa principal piece; b. detached head; c. kepala & midpiece

pecah; d. principal piece melingkar; e. principal piece bengkok (simple bent); f. coiled pada principal piece; g. principal piece menggulung (bent tail); h.midpiecedanprincipal piecemelipat; i.principal piecetanpa kepala &midpiece). Bar: 20μm

Perbedaan spesies hewan selain mempengaruhi bentuk kepala juga dapat mempengaruhi ukuran baik panjang kepala maupun panjang keseluruhan spermatozoa. Selain itu menurut Arifiantiniet al.(2006) bahwa teknik pewarnaan yang digunakan dalam pengukuran morfometri spermatozoa sapi juga dapat memberikan pengaruh nyata pada ukuran panjang kepala dan ekor bagian utama tetapi tidak pada lebar dan panjang ekor bagian tengah.

Spermatozoa normal memegang peranan penting dalam keberhasilan fertilisasi. Nilai abnormalitas ditentukan berdasarkan jumlah spermatozoa dengan bentuk yang tidak normal. Abnormalitas kepala yang tertinggi ditemukan pada kelompok prapubertas 1.73% (Gambar 16). Jenis-jenis abnormalitas kepala pada kelompok prapubertas adalah detached head 1.73%, kelompok dewasa muda adalah kepala dan midpiece tanpa principal piece 0.24% dan detached head 1.15% dan kelompok dewasa adalah kepala dan midpiece tanpa principal piece 0.23%,detached head0.58% serta kepala danmidpiecepecah 0.58% (Tabel 4).

Gambar 16 Grafik persentase abnormalitas spermatozoaE. kalubu(%).

Abnormalitas pada ekor tertinggi terdapat pada kelompok dewasa muda sebanyak 23.23%. (Gambar 16). Jenis-jenis abnormalitas ekor pada kelompok prapubertas antara lain principal piece bengkok (simple bent) 15.26% dan principal piece menggulung (bent tail) 3.57%, midpiece dan principal piece melipat 0.11%, kelompok dewasa muda adalah principal piece bengkok (simple bent) 16.52%, principal piece melingkar 0.60%, coiled pada principal piece 0.06%, principal piece menggulung (bent tail) 3.33%, midpiece dan principal piece melipat 2.72% dan kelompok dewasa adalah principal piece bengkok (simple bent) 12.97%, principal piece melingkar 0.23%, coiled pada principal piece 0.46%, ekor utama menggulung 0.35%, midpiece dan principal piece melipat 3.62% danprincipal piecetanpa kepala danmidpiece0.23% (Tabel 4).

35

Tabel 4 Tingkat abnormalitas spermatozoaE. kalubu(%)

Kelompok Abnormalitas Persentase

Prapubertas Kepala Kepala danmidpiecetanpaprincipal piece

-Detached head 1.73

Kepala danmidpiecepecah -1.73 Ekor Principal piecebengkok (simple bent) 15.26

Principal piecemelingkar -Coiled padaprincipal piece

-Principal piecemenggulung (bent tail) 3.57

Midpiecedanprincipal piecemelipat 0.11

Principal piecetanpa kepala danmidpiece -18.94 Dewasa

muda

Kepala Kepala danmidpiecetanpaprincipal piece 0.24

Detached head 1.15

Kepala danmidpiecepecah -1.39 Ekor Principal piecebengkok (simple bent) 16.52

Principal piecemelingkar 0.60 Coiled padaprincipal piece 0.06

Principal piecemenggulung (bent tail) 3.33

Midpiecedanprincipal piecemelipat 2.72

Principal piecetanpa kepala danmidpiece -23.23 Dewasa Kepala Kepala danmidpiecetanpaprincipal piece 0.23

Detached head 0.58

Kepala danmidpiecepecah 0.58 1.39 Ekor Principal piecebengkok (simple bent) 12.97

Principal piecemelingkar 0.23 Coiled padaprincipal piece 0.46

Principal piecemenggulung (bent tail) 0.35

Midpiecedanprincipal piecemelipat 3.62

Principal piecetanpa kepala danmidpiece 0.23 17.86

Tingkat abnormalitas spermatozoa asal kauda epididimis pada kelompok prapubertas dan dewasa muda cenderung lebih tinggi, hal ini kemungkinan disebabkan karena proses spermatogenesis yang terjadi di dalam tubuli seminiferi belum terjadi secara sempurna. Menurut Holt dan Pickard (1999) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat abnormalitas morfologi spermatozoa adalah tahapan spermatogenesis akhir serta faktor hormonal yang mempengaruhi terjadinya proses spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi.

Abnormalitas spermatozoa dapat terjadi pada bagian kepala dan ekor spermatozoa (Bonet et al.1993) dan dapat terjadi selama proses spermatogenesis maupun setelah keluar dari saluran epididimis (Toelihere 1993; Bonetet al.1993; Ax et al. 2000 dan Johnson et al. 2000). Barham dan Pennington (2009) membagi abnormalitas atas abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer ini terjadi karena kelainan yang terjadi pada saat fase spermatogenesis di tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunder ini terjadi saat perjalanan spermatozoa dari tubuli seminiferi menuju epididimis, saat terjadi ejakulasi, perlakuan semen saat koleksi semen termasuk tahapan selanjutnya seperti pemanasan, pendinginan, penambahan antibiotik dan terkontaminasi zat berbahaya lainnya. Abnormalitas primer yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi kepala dan midpiece tanpa principal piece, detached head serta kepala dan midpiece pecah, sedangkan abnormalitas sekunder meliputi coiled pada principal piece, principal piece bengkok (simple bent), principal piece menggulung (bent tail) dan principal piece tanpa kepala dan midpiece (Gambar 15).

Tahapan Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan suatu proses kompleks, dinamis dan terus menerus dalam memproduksi spermatozoa haploid yang terjadi di dalam tubuli seminiferi testis (Dreefet al. 2007). Proses spermatogenesis terbagi menjadi tiga fase perkembangan penting, yaitu fase proliferatif, fase meiosis dan spermiogenesis (Hess 1999).

Pewarnaan PAS mewarnai akrosom sehingga dapat dibedakan spermatid pada berbagai fase dan spermatozoa. Menurut Russel et al. (1990) tahapan spermatogenesis dapat dibedakan berdasarkan ciri khas dari perkembangan spermatogonia dan aspek morfologi dari sel germinatif setiap tahap spermatogenesis. Tahapan spermatogenesis dapat dibedakan juga berdasarkan kriteria utama yang terletak pada karakteristik morfologi spermatid, letak inti dan sistem akrosomik. Dengan menggunakan mikroskop cahaya dan pewarnaan PAS (periodic acid schiff), maka dengan mudah akan didapatkan gambaran mikroskopik dari tahapan spermatogenesisE. kalubu. Penentuan tahapan-tahapan

37

spermatogenesis didasarkan pada perubahan morfologi dan komposisi sel-sel spermatogenik pada tiap-tiap sayatan tubuli seminiferi yang diamati.

Beberapa spesies hewan memiliki perbedaan dalam tahapan spermatogenesis seperti pada Macropus eugenii diperoleh delapan tahapan spermatogenesis (Biscoe & Renfree 1987) dan Mongolian gerbil (Meriones unguiculatus) terdapat dua belas tahapan spermatogenesis dengan lima belas langkah perkembangan spermatid hingga menjadi spermatozoa (Segatelli et al. 2001).

Gambar 17 Tahapan siklus tubuli seminiferi pada spermatogenesis E. kalubu (I-IX). A: spermatogonia tipe A; B. spermatogonia tipe B; L: spermatosit leptotene; P: spermatosit pakiten; Z: spermatosit zigoten; D: spermatosit diplotene dan M: Meiosis; Huruf 1-10 merupakan langkah transformasi spermatid hingga menjadi spermatozoa.

Pada penelitian ini tahapan spermatogenesis atau perubahan bentuk sel germinatif pada E. kalubu dapat digolongkan dalam sembilan tahap, sedangkan transformasi atau metamorfosa spermatid hingga menjadi spermatozoa meliputi sepuluh langkah (Gambar 17) sebagai berikut:

Tahap I dicirikan oleh terbentuknya spermatid baru dengan bentuk bulat (round) dan spermatid yang mulai memanjang (elongasi), adanya spermatosit pakiten dan banyak terdapat spermatogonia A. Pada tahap II, spermatid muda mulai memasuki fase golgi dan spermatid dewasa yang mulai bergerak ke arah lumen, spermatosit pakiten dan spermatogonia A yang banyak terdapat disekitar membran basalis. Tahap III ditandai oleh spermatid muda berbentuk bulat, dari fase golgi memasuki fase tudung (cap phase) dan spermatid dewasa dengan

ekor yang semakin panjang dan bergerak berjajar di permukaan, spermatosit pakiten serta spermatogonia B. Tahap IV terjadi spermiasi atau pelepasan spermatozoa dari lumen tubuli menuju epididimis untuk pendewasaan lebih lanjut, spermatid berada pada fase tudung dan bergerak menuju lumen tubuli, diikuti pula oleh spermatosit leptoten dan pakiten, spermatogonia terus mengalami proliferasi. Tahap V dicirikan dengan spermatid yang mulai memasuki fase akrosom, sitoplasma mulai berbentuk oval, spermatosit tahap leptoten dan pakiten serta spermatogonia tipe A.

Gambar 18 Sembilan tahapan morfologi siklus tubuli seminiferi E. kalubu. I-IX merupakan sembilan tahapan perkembangan spermatid. Angka 1-10 menunjukkan langkah perkembangan spermatid. A; spermatogonia tipe A; B: spermatogonia tipe B; L: spermatosit leptoten; P: spermatosit pakiten; Z: Spermatosit zigotene; D: Spermatosit diploten; M: Meiosis. Pewarnaan PAS-hematoxylin. Bar I-IX: 20μm

39

Tahap VI dicirikan dengan spermatosit yang sama pada tahap V, dengan spermatid yang semakin oval. Tahap VII juga memiliki spermatosit yang sama seperti pada tahap V, namun spermatid sudah berada pada akhir fase akrosom. Tahap VIII dicirikan oleh spermatid yang memasuki fase awal pematangan, elongasi dan berjajar di permukaan lumen tubuli, terdapat dua buah bentuk spermatosit, yaitu diploten dan zigoten serta spermatogonia A. Tahap IX sama dengan tahap VIII, yang berbeda adalah spermatosit primer mengalami meiosis dan hal ini merupakan karakteristik utama pada tahap ini.

Tahapan spermatogenesis tubuli seminiferi E. kalubu pada Gambar 18 berasal dari kelompok dewasa. Kelompok dewasa memiliki gambaran tahapan spermatogenesis yang lebih jelas dan tetap. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa terdapat tiga fase perkembangan penting, yaitu fase proliferasi yang terdiri dari spermatogonia tipe A dan tipe B, fase meiosis yang merupakan tahapan perubahan kromatin di dalam nukleus yang terdiri dari leptoten, pakiten, zigoten, diploten dan diakhiri dengan pembelahan meiosis serta fase spermiogenesis yang merupakan tahapan perubahan spermatid yang belum matang hingga menjadi spermatozoa.

Tabel 5 Frekuensi tahapan spermatogenesisE. kalubu(%)

Kelompok Tahap (%)

I II III IV V VI VII VIII IX

Prapubertas 42.00 5.00 4.50 3.50 5.75 6.25 6.25 21.25 5.50 Dewasa muda 16.25 23.75 8.50 4.50 4.50 5.50 13.50 23.00 0.50 Dewasa 10.50 8.75 14.50 6.00 5.25 9.25 13.50 31.00 1.25 Jumlah 68.75 37.50 27.50 14.00 15.50 21.00 33.25 75.25 7.25 Rata-rata 22.92 12.50 9.17 4.70 5.17 7.00 11.08 25.08 2.42 Stdev 16.78 9.92 5.03 1.26 0.63 1.98 4.19 5.20 2.70

Berdasarkan Tabel 5 tahapan pre-meiosis terjadi pada tahap I-VIII dengan jumlah total 97.62%, sedangkan tahap meiosis pada tahap IX dengan total frekuensi 2.42%. Frekuensi tiap tahap secara rata-rata tertinggi pada tahap delapan, yaitu 25.08%, sedangkan frekuensi terjadinya spermiasi jika dilihat pada masing-masing kelompok tertinggi diperoleh pada kelompok dewasa 6%. Hasil

Dokumen terkait