Termitarium M. gilvus Hagen.(Blattodea: Termitidae)
Rayap merupakan salah satu model terbaik untuk mempelajari hubungan simbiosis antara mikroorganisme dengan hewan (Manjula et al. 2014). Menurut Subekti et al. (2008), rayap merupakan bagian yang sangat penting di dalam daur ulang nutrisi tanaman melalui proses disintegrasi dan dekomposisi material organik dari kayu dan serasah tanaman. Namun, rayap juga dapat berperan sebagai hama dan perusak bangunan. Berdasarkan hasil penelitian Ningsih et al. (2009) tentang rayap kayu pada rumah adat Minangkabau, M. gilvus adalah spesies rayap yang paling banyak ditemukan merusak.
Termitarium M. gilvus yang diambil berjumlah dua dan dari dua tempat yang berbeda di lahan Kebun Percobaan dan Pendidikan Kelapa Sawit Jonggol. Sampel 1 dan 2 masing-masing diambil dari blok 1 dan 4. Titik koordinat masing-masing lokasi pengambilan sampel secara berturut-turut adalah 6o28’22.5984”S 107o1’55.5636”E dan 6o28’16.3956”S 107o1’27.2316”E. Tanaman kelapa sawit di kebun tersebut bertipe Tenera dan ditanam dengan jarak tanam 9.2m x 9.2m dan berumur ±4 tahun. Panen pertama dilakukan pada bulan Maret 2015 sehingga sudah tergolong ke dalam tanaman menghasilkan (TM).
Sampel termitarium dari kedua tempat tidak berada di dalam tanah seluruhnya. Bagian atas termitarium muncul ke permukaan seperti gundukan tanah. Tinggi gundukan tersebut sekitar 30 cm.
Lokasi 1 dan 2 tempat pengambilan sampel memiliki karakteristik lingkungan yang cukup berbeda meskipun berada pada satu lahan perkebunan yang sama. Lingkungan sekitar lokasi pengambilan masing-masing sampel didominasi oleh gulma berdaun sempit (rerumputan). Persentase penutupan tanah di sekitar termitarium oleh gulma cukup tinggi yaitu sekitar ±90%. Tanah di sekitar sarang cukup liat, padat, dan berwarna coklat tua. Menurut Dangerfield et al. (1998), bahan yang digunakan oleh rayap untuk membangun termitarium sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, sisa tumbuhan serta
saliva merupakan bahan utama untuk pembuatan termitarium M. gilvus. Selulosa dicampur dengan partikel-partikel tanah dan dibasahi dengan saliva untuk selanjutnya digunakan sebagai pembentuk dinding dan ruangan di dalam termitarium.
Sejarah lahan antar blok tidak sama. Menurut penuturan manajer kebun, sebelum ditanami kelapa sawit, lahan pada blok 1 ditumbuhi oleh beberapa jenis tanaman seperti jati, akasia, cempaka, dan semak belukar. Jenis tanah pada blok 1 tersebut adalah laterit berbatu. Sedangkan blok 4 sebelum ditanami kelapa sawit merupakan lahan pertanaman karet dan jenis tanahnya sama dengan blok 1 yaitu laterit berbatu.Menurut Arifin et al. (2014), secara keseluruhan perkebunan karet merupakan habitat yang ditempati oleh rayap. Hal tersebut terindikasi dari banyaknya sarang rayap yang ditemukan hampir di semua bagian dari lahan perkebunan karet. Kondisi seperti itu terjadi ketika tanah dikelola secara organik dan tidak ada kelalaian dalam pemeliharaan terutama terjatuhnya dan terkuburnya ranting di dalam tanah. Ranting atau sisa tanaman lain yang terkubur di dalam tanah akan menciptakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan koloni rayap karena tersedianya sumber makanan bagi rayap. Curah hujan, suhu minimum, dan suhu
10
maksimum rata-rata pada seluruh lahan perkebunan secara umum dari bulan Januari-April 2015 berturut-turut adalah 275.5 mm, 250C, dan 300C.
Sampel termitarium yang telah diambil dari lapangan selanjutnya dibawa ke laboratorium dan dibedakan menjadi dua macam yaitu padatan tanah (tanah sarang rayap/TS) serta konstruksi yang berbentuk rekatan butiran-butiran kecil berwarna krem dan lebih rapuh (sarang rayap/S) (Gambar 1).
Gambar 1 Termitarium M. gilvus. Tanah sarang rayap/TS (A), fungus comb/F (B). Individu rayap yang ditemukan pada masing-masing sampel termitarium juga dikoleksi untuk mengidentifikasi dan memastikan bahwa sampel termitarium yang diambil adalah termitairum M. gilvus. Organisme yang diperoleh adalah rayap kasta prajurit mayor dan minor, kasta pekerja, kasta reproduktif (raja dan ratu), serta telur. Ratu ditemukan pada kedua tempat pengambilan sampel. Namun, raja hanya berhasil diambil dari satu tempat yaitu pada tempat pengambilan sampel pertama. Kasta pekerja berukuran hampir sama dengan prajurit minor. Ukuran panjang raja dan ratu berturut-turut kurang lebih 1 cm dan 6 cm (Gambar 2E). Borror et al.
(1996) menyebutkan bahwa fungsi reproduktif dalam suatu koloni rayap dilakukan oleh rayap reproduktif primer yaitu raja dan ratu yang umumnya hanya ada satu pasang dalam satu koloni. Ratu memiliki ukuran abdomen yang sangat besar akibat jumlah telur yang sangat banyak. Pada rayap di daerah tropika, ratu dapat mencapai ukuran 11 cm. Raja berukuran lebih pendek jika dibandingkan dengan ratu yaitu hanya 1-2 cm. Raja dan ratu rayap di lapangan ditemukan pada bagian tengah termitarium yaitu di dalam tanah berbentuk seperti kerang yang menutup, bertekstur sangat keras dengan ketebalan ±1 cm.
Inward et al. (2007) mengungkapkan bahwa M. gilvus termasuk kedalam ordo Blattodea berdasarkan analisis filogenetik secara molekuler. Rayap M. gilvus terdiri dari kasta reproduktif, prajurit, dan pekerja. Salah satu ciri khas dari rayap M. gilvus
adalah adanya prajurit mayor dan minor (Gambar 2A). Menurut Ahmad (1965), pada bagian kepala M. gilvus mayor berfontanel, ujung labrum berhialin, gigi marginal tereduksi, antena moniliform 17 segmen (Gambar 2B), memiliki sebaran rambut dan pronotum berbentuk pelana kuda (saddle shape) (Gambar 2D). Ciri khas lainnya pada M. gilvus adalah adanya sepasang mandibula yang berukuran besar berwarna lebih gelap dari kepala, simetris, tajam, dan dapat menutup (Gambar 2C).
11
Gambar 2 Morfologi rayap M. gilvus (perbesaran 10x10). Kasta prajurit mayor dan minor (A), antena moniliform 17 segmen (B), mandibula simetris (C), pronotum berbentuk pelana kuda (D), raja dan ratu (E).
Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus
Sampel termitarium dibedakan menjadi dua jenis yaitu TS (tanah sarang rayap) dan S (sarang rayap). Suspensi TS dikulturkan pada dua jenis media yaitu WYE dan NA, sedangkan S pada media YCED dan NA. Medium NA merupakan medium umum untuk mengisolasi dan mempelajari berbagai jenis bakteri (Madigan
et al. 1997), sementara itu WYE dan YCED merupakan media selektif aktinomiset (Crawford et al. 1993). Aktinomiset merupakan kelompok mikroorganisme yang tersebar secara luas di alam terutama di tanah (Oskay et al. 2004).
Isolat yang tumbuh pada ketiga jenis media cukup beragam. Jumlah isolat bakteri berdasarkan perbedaan morfologi koloni tunggalnya diperoleh sebanyak 29 isolat (Tabel 1). Delapan belas isolat dari lokasi 1 dan sebelas isolat dari lokasi 2, atau sebelas isolat dari TS dan delapan belas isolat dari S.
Menurut Mohamad et al. (2014), identifikasi bakteri sangat penting dalam mikrobiologi dan patologi karena menyajikan pemahaman dasar tentang penyakit. Salah satu cara tradisional untuk mengidentifikasi bakteri adalah melalui pengamatan morfologi sel tunggal atau karakteristik koloni (Tshikhudo et al. 2013). Semua koloni bakteri tumbuh dari satu sel bakteri dan menunjukkan morfologi koloni yang khas. Namun, harus dilakukan kajian lebih lanjut karena prinsip tersebut belum mencakup adanya kemungkinan bahwa spesies yang berbeda dapat menunjukkan morfologi yang sama serta satu spesies dapat menunjukkan lebih dari satu karakter morfologi koloni tunggal (Sousa et al. 2013). Karakter morfologi koloni tunggal bakteri yang diamati meliputi warna, elevasi, tepian, dan bentuk. Morfologi koloni tunggal bakteri merupakan variasi fenotipe yang dapat dijadikan
A B
C D
12
indikator proses adaptasi yang dilakukan oleh bakteri terhadap kondisi lingkungannya (Sousa et al. 2013).
Warna koloni tunggal isolat bakteri yang ditemukan cukup beragam yaitu putih, putih bersih, krem, abu-abu, merah muda, dan kuning, serta yang paling mendominasi adalah warna putih keruh yaitu ditemukan pada empat belas isolat. Elevasi dan tepian koloni tunggal isolat bakteri yang paling banyak ditemukan masing-masing adalah cembung dan siliat. Bentuk koloni tunggal bakteri yang paling mendominasi adalah bundar yaitu sebanyak 10 isolat. Urutan terbanyak kedua adalah bentuk koloni tak beraturan dan menyebar yaitu sebanyak 9 isolat. Aktinomiset yang diperoleh dari termitarium M. gilvus berdasarkan morfologi koloninya adalah sebanyak enam isolat yaitu WYTS4, NATS1, NATS6, NAF7, NAF8, dan NAF10. Seluruh isolat bakteri yang telah diperoleh kemudian diuji Gram dan hipersensitif. Jumlah isolat pada pengujian tersebut sebanyak 27 isolat karena dua isolat lain yaitu NATS1 dan NAF11 tidak dapat dikulturkan lebih lanjut pada media agar. Gambar 3 menunjukkan beberapa contoh isolat bakteri yang diperoleh dengan beragam warna dan karakter morofologi koloni tunggal.
Gambar 3 Beberapa contoh isolat bakteri dari termitarium M. gilvus. NAF8 (A), NAF9 (B), WYTS4 (C), NATS3 (D), WYTS2 (E), NATS6 (F).
Uji Gram dan Uji Reaksi Hipersensitif
Selain karakter morfologi koloni tunggal, karakteristik lain yang perlu diidentifikasi adalah jenis Gram. Menurut Bartholomew dan Mittwer (1952), identifikasi jenis
A B C
E F
13
Tabel 1 Karakter morfologi koloni tunggal isolat bakteri dari termitarium M. gilvus
Bagian dan sumber termitarium Kode isolat Warna Elevasi Tepian Bentuk
Tanah sarang rayap lokasi 1 WYTS 1 Kuning Datar Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
WYTS2 Putih keruh Berbukit-bukit Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
WYTS3 Putih keruh Berbukit-bukit Bercabang Tak beraturan dan menyebar
WYTS4 Putih bersih Berbukit-bukit Siliat Bundar dengan tepian bercabang-cabang
WYTS5 Putih keruh Cembung Bercabang Bundar dengan tepian menyebar
NATS1 Putih bersih Seperti tombol Berombak Bundar dengan tepian kerang
NATS2 Krem Cembung Siliat Bundar
NATS3 Krem Timbul Bercabang Tak beraturan dan menyebar
NATS4 Putih keruh Cembung Siliat Bundar dengan tepian menyebar
NATS5 Putih keruh Datar Seperti ikat rambut Berbenang-benang
NATS6 Putih keruh Seperti tombol Siliat Bundar
Fungus comb lokasi 1 YCF1 Putih keruh Timbul Berlekuk Tak beraturan dan menyebar
YCF2 Putih keruh Datar Siliat Bundar
YCF3 Putih keruh Timbul Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
YCF4 Putih keruh Cembung Berlekuk Tak beraturan dan menyebar
YCF5 Putih keruh Timbul Tak beraturan Bundar
YCF6 Putih keruh Timbul Berlekuk Bundar
YCF7 Putih keruh Cembung Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
Fungus comb lokasi 2 NAF1 Kuning Cembung Berombak Bundar dengan tepian kerang
NAF2 Kuning Seperti tetesan Tak beraturan Bundar
NAF3 Krem Datar Berlekuk Tak beraturan dan menyebar
NAF4 Kuning Cembung Licin Bundar dengan tepian kerang
NAF5 Kuning Datar Berlekuk Kompleks
NAF6 Krem Berbukit-bukit Berombak Bundar
NAF7 Abu-abu Seperti tetesan Siliat Bundar dengan tepia meanyebar
NAF8 Abu-abu Seperti tombol Siliat Bundar
NAF9 Merah muda Cembung Licin Bundar
NAF10 Putih bersih Berbukit-bukit Berlekuk Bundar dengan tepian timbul
14
Gram merupakan langkah awal suatu proses diagnosis dan klasifikasi dalam bakteriologi. Schaad et al. (2001) menyebutkan bahwa genus bakteri patogen tanaman lebih banyak tergolong kedalam Gram negatif dibandingkan Gram positif. Genus bakteri Gram negatif diantaranya Erwinia, Pantoea, Acidovorax, Pseudomonas, Ralstonia, Burkholderia, Xanthomonas, Xylophilus, dan
Agrobacterium, sedangkan genus bakteri Gram-positif yaitu Clavibacter, Clostridium, Bacillus, dan Streptomyces. Uji hipersensitif juga penting dilakukan untuk mendapatkan isolat bakteri yang aman digunakan sebagai agens hayati. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bakteri dari termitarium M. gilvus lebih banyak tergolong ke dalam Gram positif yaitu sebanyak enam belas isolat, sedangkan seluruh hasil uji hipersensitif menunjukkan hasil negatif (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil uji Gram dan uji hipersensitif isolat bakteri calon agen hayati dari termitarium M. gilvus
No. Kode Isolat Uji Grama Uji Hipersensitifb
1 WYTS1 + - 2 WYTS2 + - 3 WYTS3 + - 4 WYTS4 - - 5 WYTS5 + - 6 NATS2 - - 7 NATS3 + - 8 NATS4 + - 9 NATS5 + - 10 NATS6 + - 11 YCF1 - - 12 YCF2 + - 13 YCF3 + - 14 YCF4 + - 15 YCF5 + - 16 YCF6 + - 17 YCF7 + - 18 NAF1 - - 19 NAF2 - - 20 NAF3 - - 21 NAF4 - - 22 NAF5 - - 23 NAF6 - - 24 NAF7 - - 25 NAF8 - - 26 NAF9 + - 27 NAF10 + -
aBakteri Gram positif (+), bakteri Gram negatif (-); bTidak terbentuk nekrotik (-).
Penentuan jenis Gram bakteri pada uji Gram menggunakan KOH 3% berdasarkan ada tidaknya lendir. Isolat yang membentuk lendir setelah dicampur dengan KOH 3% dikategorikan sebagai bakteri Gram negatif, sedangkan bakteri Gram positif ialah sebaliknya. Suslow et al. (1982) menyebutkan bahwa bakteri Gram negatif ditunjukkan dengan terbentuknya lendir pada campuran isolat bakteri
15 dengan KOH 3% akibat rusaknya dinding sel bakteri Gram negatif ketika berada dalam larutan alkali (KOH 3%).
Reaksi negatif pada uji hipersensitif mengindikasikan bahwa isolat yang diujikan tidak bersifat patogenik terhadap tanaman. Uji hipersensitif dikatakan negatif apabila hasil pengamatan pada 24-48 jam setelah inokulasi tidak ditemukan adanya gejala nekrosis pada daun atau tepatnya pada area tempat isolat diinokulasikan. Gejala nekrosis hanya ditemukan pada perlakuan kontrol positif (+) yaitu inokulasi dengan X. oryzae pv. oryzae. Gaümann (1946 dalam Agrios 2005) menyatakan bahwa hipersensitif merupakan salah satu bentuk pertahanan aktif tanaman terhadap patogen dengan dikeluarkannya suatu senyawa bernama fitoaleksin yang mematikan jaringan tanaman di sekitar tempat inokulasi sehingga patogen yang masuk menjadi terisolasi. Fitoaleksin merupakan senyawa antimikroba pada tanaman yang hanya muncul apabila tanaman terserang oleh patogen.
Uji Antagonis Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus terhadap Tiga Patogen Tanaman Padi
Uji antagonis bakteri dilakukan terhadap 3 patogen yaitu H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae. Data mengenai persentase daya hambat seluruh isolat bakteri terhadap ketiga patogen disajikan dalam Tabel 3.
Uji Antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae
Isolat bakteri yang diuji antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae pada penelitian ini hanya 22 isolat dari total jumlah isolat 29. Hal tersebut disebabkan isolat NATS1 dan NAF11 tidak dapat ditumbuhkan lebih lanjut pada media agar, sedangkan 5 isolat lainnya sulit ditumbuhkan meskipun telah dicoba pada beberapa kali pengujian. Isolat bakteri yang sulit untuk ditumbuhkan maupun diperbanyak tidak cocok digunakan sebagai agen hayati.
Isolat bakteri yang paling menghambat H. oryzae adalah isolat bakteri WYTS1 yaitu dengan persentase penghambatan >25-50% dan yang tidak menghambat atau persentase penghambatan 0% yaitu isolat WYTS3. Dua puluh isolat bakteri lainnya menghambat pertumbuhan H. oryzae namun dengan persentase yang tidak terlalu tinggi hanya >0-25%.
Isolat yang paling menghambat terhadap pertumbuhan P. oryzae dengan persentase penghambatan >25-50% ada 6 isolat yaitu WYTS1, WYTS5, NATS2, YCF3, YCF4, dan YCF5. Isolat NATS3 dan NATS6 adalah isolat bakteri yang tidak menghambat terhadap P. oryzae atau dengan persentase penghambatan 0%. Sementara itu, isolat bakteri dengan persentase penghambatan >0-25% sebanyak empat belas isolat.
Uji Antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae
Sebanyak dua belas isolat bakteri dari termitarium M. gilvus bersifat menghambat terhadap X. oryzae pv. oryzae. Isolat tersebut dikategorikan menghambat karena X. oryzae pv. oryzae menunjukkan zona bening pada garis tempat digoreskannya atau X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh tidak setebal atau selebar yang tumbuh pada kontrol. Penilaian daya hambat isolat bakteri terhadap X. oryzae pv. oryzae dilakukan secara kualitatif karena bentuk penghambatannya yang
16
tidak seragam. Contoh uji antagonis isolat bakteri calon agens hayati dari termitarium M. gilvus dapat dilihat pada Gambar 4.
Mikroorganisme prokariot (bakteri) dapat menghasilkan senyawa antibiotik atau antifungal. Senyawa-senyawa tersebut berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri maupun cendawan patogen. Beberapa contoh kelompok senyawa antibiotik adalah aminoglicocyde yang menghambat bakteri Gram negatif,
macrolide yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein pada ribosom, dan tetracyclines yang merupakan antibiotik berspektrum luas dapat menghambat bakteri Gram negatif maupun positif. Salah satu kelompok senyawa antifungal adalah ergosterol inhibitor yang bekerja dengan cara merusak fungsi membran sel dan menyebabkan permeabilitas membran sehingga terjadi kematian sel (Madigan
et al. 1997).
Tabel 3 Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus terhadap beberapa patogen tanaman padi
No. Kode Isolat Daya hambat terhadap patogen
H. oryzaea P. oryzaea X. oryzae pv. oryzaeb
1 WYTS1 ++ ++ + 2 WYTS2 + + - 3 WYTS3 - + - 4 WYTS4 + + - 5 WYTS5 + ++ + 6 NATS2 + ++ + 7 NATS3 + - - 8 NATS4 + + - 9 NATS5 + + + 10 NATS6 + - - 11 YCF1 + + + 12 YCF2 + + + 13 YCF3 + ++ - 14 YCF4 + ++ - 15 YCF5 + ++ + 16 YCF6 + + + 17 YCF7 + + + 18 NAF1 + + - 19 NAF2 + + + 20 NAF3 + + - 21 NAF9 + + + 22 NAF10 + + +
aPotensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus terhadap cendawan patogen: tidak berpotensi menghambat (-), persen penghambatan >0-25% (+), persen penghambatan >25-50% (++); potensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus terhadap X. oryzae pv. oryzae: berpotensi menghambat (+), tidak berpotensi menghambat (-).
17
Gambar 4 Hasil uji antagonis isolat bakteri terhadap H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae. Persen penghambatan 0% (A), persen penghambatan >0-25% (B), persen penghambatan >25-50% (C), tidak menghambat (D), menghambat (E).
Isolat Bakteri Potensial Menghambat
H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae
Karakter Morfologi Koloni
Berdasarkan hasil seleksi yang telah dilakukan, dipilih dua isolat bakteri yang paling berpotensi sebagai agens hayati yaitu isolat WYTS1 dan NATS2. Kedua isolat tersebut menunjukkan persentase penghambatan paling besar terhadap ketiga patogen yang diujikan (Lampiran 1). Isolat bakteri WYTS1 berwarna kuning, elevasi datar, tepian tak beraturan, serta bentuk beraturan dan menyebar (Gambar 5). Isolat tersebut tergolong kedalam Gram positif dan berdasarkan uji hipersensitif tidak menunjukkan potensinya sebagai patogen tanaaman. Isolat NATS2 berwarna krem, berelevasi cembung, tepian siliat, dan bentuk bundar. Isolat NATS2 merupakan bakteri Gram negatif dan tidak bersifat patogenik terhadap tanaman berdasarkan uji hipersensitif yang telah dilakukan.
Gambar 5 Isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari termitarium M. gilvus. WYTS1 (A), NATS2 (B).
A B C
D E
18
Bentuk Sel
Reaksi Gram berhubungan dengan struktur dan sifat kimia dinding sel dan hal tersebut merupakan langkah dasar dalam mengidentifikasi bakteri yang belum diketahui (Schaad et al. 2001). Prosedur pewarnaan Gram pertama kali dikembangkan oleh Christian Gram (Bartholomew dan Mittwer 1952). Pada prosedur tersebut melibatkan beberapa komponen utama diantaranya pewarna ungu kristal. Pewarna ungu Kristal (C25H30CIN3) adalah pewarna berwarna biru yang diekstrak dari tanaman genus Gentiana. Ungu kristal terdisosiasi menjadi ion positif (+) dan ion negatif (-) yang menembus kedua sel bakteri Gram positif dan Gram negatif . Ion positif berinteraksi dengan komponen bermuatan negatif dari dinding sel bakteri termasuk lipopolisakarida, peptidoglikan, dan DNA (NCBI 2015).
Hasil pewarnaan Gram terhadap dua isolat terpilih disajikan pada Gambar 6. Isolat WYTS1 merupakan bakteri Gram positif karena menunjukkan sel berwarna ungu. Warna ungu tersebut merupakan investasi ungu kristal pada dinding sel bakteri Gram positif. Menurut Schaad et al. (2001), pada proses pewarnaan Gram, bakteri Gram positif mempertahankan pewarna utama, ungu kristal, sehingga menampakkan warna ungu atau biru kehitaman. Hadioetomo (1993) menyatakan bahwa bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal sehingga menyebabkan pori-pori dinding tersebut menyusut ketika perlakuan alkohol pada proses pewarnaan Gram karena terjadinya dehidrasi sehingga menyebabkan ungu kristal terinvestasi pada dinding sel. Bentuk sel bakteri WYTS1 berdasarkan hasil pewarnaan adalah batang.
Isolat bakteri NATS2 adalah bakteri Gram negatif karena selnya berwarna merah setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri tersebut termasuk Gram negatif karena terwarnai oleh pewarna tandingan yaitu safranin. Menurut Schaad et al. (2001), sel-sel Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding sel-selnya dan lipid pada umumnya larut dalam alkohol dan aseton sehingga saat penetesan dengan alkohol, dinding sel larut dan ungu kristal pun ikut tercuci. Bentuk sel bakteri NATS2 yang telah diamati adalah batang.
Gambar 6 Hasil pewarnaan Gram isolat WYTS1 dan NATS2 (perbesaran 10 x 100). WYTS1 Gram positif (A), NATS2 Gram negatif (B).
Hasil Uji Antagonis
Hasil uji antagonis isolat WYTS1 dan NATS2 terhadap H. oryzae dan X. oryzae pv. oryzae menunjukkan bahwa persentase penghambatan isolat WYTS1 tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan isolat NATS2 berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 4 dan Lampiran 2). Persentase penghambatan isolat WYTS1 dan NATS2 masing-masing berbeda nyata dengan kontrol pada pengujian terhadap P. oryzae (Tabel 4). Hasil uji antagonis tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
19 Tabel 4 Hasil uji antagonis isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari
termitarium M. gilvus
Isolat Rata-rata daya hambat terhadap patogen [(y + ½)
1/2]a
H. oryzaeb P. oryzaeb X. oryzae pv. oryzaeb
Kontrol 0.71b 0.71c 0.71b
WYTS1 0.71b 4.68b 0.71b
NATS2 7.58a 7.92a 1.06a
aTransformasi akar kuadrat, bAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata jujur pada taraf nyata 5%.
Gambar 7 Hasil uji antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus yang potensial sebagai agens hayati. WYTS1 terhadap H. oryzae dan P. oryzae (A), NATS2 terhadap H. oryzae. dan P. oryzae (B), WYTS1 terhadap X. oryzae pv. oryzae (C), NATS2 terhadap X. oryzae pv.
oryzae (D).
Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Hayati secara Molekuler
Amplifikasi DNA gen 16S rRNA. Pengujian secara molekuler bertujuan mengidentifikasi isolat bakteri yang telah dipilih sebagai calon agens hayati. Teknik molekuler yang dilakukan yaitu PCR. Reaksi PCR merupakan teknik ilmiah dalam biologi molekuler untuk memperkuat satu atau beberapa salinan dari sepotong DNA (deoxyribonucleic acid) menjadi beberapa kali lipat salinan urutan DNA tertentu (Joshi 2010). Reaksi PCR dimulai dari dua utas pendek DNA sebagai materi genetik atau lebih dikenal sebagai primer. DNA adalah salinan identik dari
A
B
C
20
genom yang terkandung dalam hampir setiap sel dari suatu organisme (Saunders dan Parkes 1999).
Gambar 8 merupakan visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat WYTS1 dan NATS2. Kedua isolat bakteri menunjukkan hasil positif yaitu dengan ditandai terbentuknya pita DNA berukuran ±1500 pb (pasang basa). Pita tersebut merupakan fragmen 16S rRNA pada DNA bakteri yang dilihat pada lembaran agarose 0.8% melalui prosedur elektroforesis.
Gambar 8 Visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat bakteri WYTS1 (A) dan NATS2 (B) dari termitarium M. gilvus
Analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA. Urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri WYTS1 hasil perunutan adalah sebanyak 1329 pb (Lampiran 3a). Hasil analisis homologi urutan nukleotida tersebut dengan data yang terdapat di GenBank menunjukkan lima urutan persentase kemiripan tertinggi masing-masing sebesar 80% dan nilai query cover 65% dengan Leifsonia sp. (Tabel 5). Leifsonia telah banyak ditemukan dan diteliti oleh para peneliti, diantaranya adalah Leifsonia ginsengi sp. Nov. yang diisolasi dari perakaran ginseng. Koloninya pada media corynebacterial (CB) berwarna putih hingga kuning, membentuk lingkaran, cembung, berkilau atau buram, dan diameter 1-2 mm. Selnya berupa Gram positif, tidak membentuk spora, bersifat aerobik, dan berbentuk batang melengkung atau lurus (panjang 1.2-2.5 µm, lebar 0.6-0.8 µm) (Qiu et al. 2007). Selain itu adapula Leifsonia rubra sp. nov. dan Leifsonia aurea sp. nov. yang diisolasi dari sebuah kolam di antartika (Reddy et al. 2003). Spesies lain yang telah dipelajari yaitu Leifsonia soli sp. nov. berupa aktinobakterium berwarna kuning