BAKTERI PADA TERMITARIUM
Macrotermes gilvus
HAGEN.
(BLATTODEA: TERMITIDAE) DAN UJI POTENSINYA
SEBAGAI AGENS HAYATI PENYAKIT PENTING PADI
IIS PURNAMAWATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bakteri pada Termitarium Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) dan Uji
Potensinya sebagai Agens Hayati Penyakit Penting Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Iis Purnamawati
NIM A34110028
ABSTRAK
IIS PURNAMAWATI. Bakteri pada Termitarium Macrotermes gilvus Hagen.
(Blattodea: Termitidae) dan Uji Potensinya sebagai Agens Hayati Penyakit Penting Padi.Dibimbing oleh GIYANTO.
Mikroorganisme agens hayati diduga memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit penting tanaman. Mikroorganisme tersebut dapat ditemukan pada berbagai habitat seperti termitarium. Penelitian ini bertujuan mengisolasi, menyeleksi, dan mengidentifikasi bakteri pada termitarium M. gilvus yang
berpotensi sebagai agens hayati. Isolasi dilakukan dengan metode pengenceran berseri kemudian disebarkan pada media agar. Penapisan isolat bakteri meliputi uji hipersensitif dan uji antagonis terhadap H. oryzae, P. oryzae serta X. oryzae pv. oryzae. Identifikasi bakteri dengan perunutan nukleotida penyandi gen 16S rRNA. Isolat bakteri dari termitarium yang berhasil diperoleh adalah sebanyak 29 isolat, namun hanya 22 isolat yang diuji potensi antagonisnya. Isolat WYTS1 dan NATS2 adalah isolat yang paling berpotensi sebagai agens hayati. WYTS1 dapat menghambat P. oryzae rata-rata 21.48%, sedangkan isolat NATS2 dapat menghambat H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae rata-rata 57.14%,
62.22%, dan 15.60%. Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA kedua isolat tersebut dengan data yang terdapat di GenBank masing-masing menunjukkan kemiripan dengan Leifsonia sp. sebesar 80% dan Brevibacillus antara
80-81%.
Kata kunci: Brevibacillus, kelapa sawit, Leifsonia, Pyricularia oryzae,
ABSTRACT
IIS PURNAMAWATI. Bacteria in Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) Termitarium and Its Potency Test as Biological Agents of Important Rice Diseases. Supervised by GIYANTO.
Biological agents microorganisms have a potential ability to control important plant diseases. The microorganisms can be found in various habitats such as termitarium. The objectives of this research were to isolate, select, and identify the bacteria from termitarium of Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) which may become a potential biocontrol agents. Isolation was conducted using serial dilutions method and then spreaded on agar media. Screening of bacterial isolates was consisted of hypersensitivity and antagonistic test against H. oryzae, P. oryzae and X. oryzae pv. oryzae. Sequencing of the bacteria nucleotides encoding 16S rRNA gene was held for adentification. There were 29 isolates bacterial isolates successfully isolated from termitarium but only 22 isolates were used for testing their potential antagonism. WYTS1 and NATS2 isolates were the most potential as biological agents. WYTS1 was able to inhibit the growth of P. oryzae with average of inhibition was 21.48%, whereas NATS2
was able to inhibit the growth H. oryzae, P. oryzae, and X. oryzae pv. oryzae with average of inhibition reached 57.14%, 62.22%, and 15.60% respectively. Sequence homology analysis of the nucleotides encoding 16S rRNA showed that both bacterial isolates had genetic relationship 80% with Leifsonia sp. and 80-81% with
Brevibacillus based on database at GenBank.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
BAKTERI PADA TERMITARIUM
Macrotermes gilvus
HAGEN.
(BLATTODEA: TERMITIDAE) DAN UJI POTENSINYA
SEBAGAI AGENS HAYATI PENYAKIT PENTING PADI
IIS PURNAMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PRAKATA
Puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Bakteri pada Termitarium Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) dan Uji Potensinya sebagai Agens Hayati Penyakit Penting Padi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga semoga dilimpahkan kepada junjungan alam Rasulullah SAW, kepada keluarganya serta sahabatnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat agar penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Oktober 2015 dengan melibatkan banyak pihak. Ucapan terima kasih pun penulis sampaikan kepada Dr Ir Giyanto, MSi dan Dr Ir Sugeng Santoso, MAgr selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah dengan sabarnya menyampaikan ilmu, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir dan studi di Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis juga sampaikan terima kasih kepada Dr Ir Purnama Hidayat, MSc selaku dosen penguji.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah dengan ikhlas mencurahkan seluruh perhatiannya kepada penulis, baik berupa materil maupun moril. Terima kasih kepada pihak Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit, Jonggol; teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 48; dan semua keluarga Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bimbingan, bantuan, dan dorongan semangat dari semuanya yang sangat berperan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
DAFTAR ISI
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Metode Penelitian 4
Pengambilan Sampel Termitarium 4
Isolasi Bakteri 4
Seleksi Isolat Bakteri sebagai Calon Agens Hayati 4
Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Hayati dengan Teknik Molekuler
6
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Termitarium M. gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) 9
Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus 11
Uji Gram dan Uji Reaksi Hipersensitif 12
Uji Antagonis Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus terhadap Tiga Patogen Tanaman Padi
15
Uji Antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae 15
Uji Antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae 15
Isolat Bakteri Potensial Menghambat H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae
17
Karakter Morfologi Koloni 17
Bentuk Sel 18
Hasil Uji Antagonis 18
18
DAFTAR TABEL
1 Karakter morfologi koloni tunggal isolat bakteri dari termitarium
M. gilvus
13
2 Hasil uji Gram dan uji hipersensitif isolat bakteri calon agens hayati dari termitarium M. gilvus
14
3 Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus
terhadap beberapa patogen tanaman padi
16
4 Hasil uji antagonis isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari termitarium M. gilvus
19
5 Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri calon agens hayati dari termitarium M. gilvus terhadap data pada GenBank
21
DAFTAR GAMBAR
1 Termitarium M. gilvus 10
2 Morfologi rayap M. gilvus 11
3 Beberapa contoh isolat bakteri dari termitarim M. gilvus 12
4 Hasil uji antagonis isolat bakteri terhadap H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae
17
5 Isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari termitarium M. gilvus 17
6 Hasil pewarnaan Gram isolat WYTS1 dan NATS2 18
7 Hasil uji antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus yang
potensial sebagai agens hayati
19
8 Visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat bakteri WYTS1 dan NATS2 20
DAFTAR LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor penting yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produk pertanian. Agrios (2005) menyebutkan bahwa total kehilangan hasil tanaman diperkirakan rata-rata sekitar 36.5% setiap tahunnya. Sebesar 14.1% disebabkan oleh patogen, 10.2% oleh hama, dan 12.2% oleh gulma. Total kehilangan hasil tanaman akibat penyakit setiap tahunnya yaitu sekitar $ 220 000 000. Jumlah kehilangan hasil tersebut juga akan bertambah sekitar 6-12% setelah panen.
Penyakit tanaman menimbulkan kerugian melalui beberapa proses yaitu berupa kerugian langsung dan tidak langsung. Secara langsung penyakit tanaman dapat mengurangi kuantitas dan kualitas hasil, meningkatkan biaya produksi, dan mengurangi kemampuan usaha tani. Beberapa kerugian langsung tersebut dapat menyebabkan terjadinya serangkaian kerugian tidak langsung seperti tingginya harga yang harus dibayarkan konsumen dan berkurangnya komoditas ekspor (Semangun 1996).
Upaya pengendalian OPT perlu dilakukan dengan serius karena dapat menjadi salah satu penghambat berkembangnya sektor ekonomi pertanian. Sektor pertanian saat ini memiliki tantangan baru yaitu mulai diberlakukannya asean economic community (AEC) yang membuka luas pasar ekspor dan impor. Salah
satu perjanjian yang berlaku pada AEC tersebut adalah perjanjian sanitary and phytosanitary (SPS) yang bertujuan melindungi kesehatan manusia, hewan hidup, atau tumbuhan di dalam suatu negara dari resiko yang ditimbulkan oleh zat aditif, kontaminan, toksin, atau organisme penyebab penyakit. Hal tersebut juga sejalan dengan perkembangan tuntutan konsumen terhadap mutu produk pertanian baik di pasar domestik maupun pasar internasional (Budi 2014).
Pemerintahan Indonesia saat ini memiliki sebuah program yang bertujuan menyukseskan tercapainya kedaulatan pangan pada kurun waktu tiga tahun, yaitu pada tahun 2017. Program tersebut bernama Upsus Pajale (Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai). Pada kegiatan Upsus Pajale, segala strategi dan upaya dilakukan untuk meningkatkan luas tanam dan produktivitas hasil pertanian di daerah-daerah sentra produksi pangan. Beberapa materi pelatihan bagi para petani melalui Babinsa (Bintara Pembina Desa) juga diberikan. Materi-materi tersebut diantaranya adalah optimalisasi lahan, peningkatan penggunaan benih bermutu, penerapan teknologi pemupukan yang tepat, pengamanan produksi dari OPT, serta pengoptimalan pupulasi tanam melalui teknologi “Jajar Legowo” pada tanaman padi (Kurniawan 2015).
Salah satu praktik pengendalian penyakit tanaman yang banyak dilakukan oleh petani adalah pengendalian menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida meningkat dalam beberapa tahun terakhir (Grover et al. 2003). Pestisida bukanlah
2
beberapa pestisida dapat menyebabkan penyakit kanker pada manusia (Grover et al. 2003).
Saat ini kekhawatiran akan kesehatan dan keselamatan masyarakat terkait dampak lingkungan akibat penggunaan pestisida telah menyebabkan pertimbangan pengendalian hayati sebagai pendekatan alami untuk menjaga kesehatan tanaman (Patricia et al. 2011). Norris et al. (2003) telah menjelaskan tentang cara menangani
OPT yaitu melalui pengelolaan hama terpadu (PHT). PHT merupakan suatu pendekatan pengendalian OPT dengan memanfaatkan semua strategi yang cocok dan tepat agar dapat mengembalikan populasi OPT pada jumlah yang tidak merugikan, meminimalisir kehilangan ekonomi, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan, serta tidak berdampak buruk pada kehidupan sosial. Taktik atau metode dalam PHT salahsatunya adalah manipulasi OPT. Manipulasi OPT dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu preventif, pestisida, dan nonpestisida. Taktik nonpestisida terbagi ke dalam tiga kategori yaitu pengendalian biologi, pengendalian perilaku OPT (hanya untuk hama), dan pengendalian secara fisik.
Menurut Norris et al. (2003), terdapat beberapa keuntungan jika melakukan
pengendalian biologi dibandingkan dengan metode pengendalian OPT yang lainnya. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah jika pengendalian biologi telah dilakukan dengan sukses maka tidak ada lagi biaya lanjutan yang harus dikeluarkan dan OPT tidak akan melebihi ambang ekonomi, tidak meninggalkan residu pestisida, efektif dalam ekosistem permanen yang luas, tidak mengganggu praktik pengendalian yang lain, dan tidak mengganggu ekosistem. Istilah pengendalian biologi dalam ilmu penyakit tumbuhan ditujukan pada penggunaan mikroba antagonis untuk menekan penyakit tanaman (Heydari dan Pessarakli 2010). Agens hayati harus dipilih secara selektif diantaranya tidak bersifat patogenik terhadap tanaman (Nega 2014).
Banyak mikroba agens pengendali hayati telah diisolasi dari lahan-lahan pertanian dan tanaman pada penelitian selama 80 tahun terakhir, namun hanya sedikit yang telah dipasarkan (Patricia et al. 2011). Patogen tanaman telah
dikendalikan secara alami oleh berbagai jenis mikroorganisme termasuk cendawan, bakteri, dan virus (Nega 2014). Menurut Madigan et al. (1997), habitat alami mikroorganisme sangat beragam. Termitarium atau sarang rayap merupakan salah satu habitat yang cocok untuk mendukung keberadaan dan keberagaman mikroorganisme (Manjula et al. 2014). Keberadaan termitarium dalam habitat tanah yang terdiri dari sistem biologi yang kompleks diduga berasosiasi dengan mikroba yang terdapat pada tanah. Salah satu komponen termitarium adalah ‘fungus comb’
merupakan limbah dari proses pencernaan rayap dan suatu saat akan dikonsumsi kembali (Hyodo et al. 2000). Bagian termitarium tersebut diduga dilindungi oleh suatu mikroba yang memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya kerusakan oleh patogen yang terdapat di tanah.
Selulosa dalam makanan rayap dicerna oleh berbagai macam protista flagelata yang hidup dalam sistem pencernaan rayap dan tidak terhitung jumlahnya (Borror et al. 1996). Menurut Kaufman (2013), sebuah studi baru dalam Proceedings of Royal Society B menunjukkan bahwa kotoran rayap menghasilkan antibiotik alami. Ilmuwan menemukan bahwa butiran kotoran rayap mengandung bakteri yang mengandung senyawa tertentu yaitu Streptomyces. Streptomyces
3
Termitarium dapat berada di dalam tanah seluruhnya, atau dapat pula menonjol di atas permukaan. Beberapa jenis rayap di daerah tropika mempunyai termitarium setinggi 9 meter. Rayap-rayap kayu kering, yang hidup di atas tanah (tanpa kontak dengan tanah) hidup di patok-patok, potongan-potongan batang pohon, pohon-pohon dan bangunan yang terbuat dari kayu (Borror et al. 1996). Menurut Subekti (2012), rayap tanah genus Macrotermes membangun sarangnya
dengan menimbun berbagai mineral dari tanah di sekitarnya.
Padi merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi masyarakat di beberapa negara tidak terkecuali Indonesia. Siregar (1981) menyebutkan bahwa beras merupakan bahan makanan utama dan sumber energi bagi umat manusia terutama yang menduduki belahan timur benua Asia. Sebanyak 111 negara di dunia membudidayakan tanaman padi atau sekitar 40% populasi manusia di dunia menggunakan padi sebagai sumber kalori (De Datta 1981).
Penyakit tanaman padi dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik seperti air, suhu, kelembapan, dan unsur hara. Sedangkan faktor biotik yaitu akibat serangan patogen berupa cendawan, bakteri, virus, atau nematoda. Penyakit penting padi akibat cendawan diantaranya penyakit bercak belah ketupat oleh
Pyricularia oryzae (Cav.) dan bercak coklat akibat serangan Helminthosporium oryzae (De Datta 1981). Penyakit bercak belah ketupat di daerah Sukabumi, Jawa
Barat menurunkan produksi 15-20%, sedangkan di daerah endemik dapat menyebabkan kehilangan hasil 11-50% (Yolanda 2013). Penyakit bercak coklat dilaporkan pernah menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kelaparan dan kematian kurang lebih dua juta manusia di Bangladesh pada tahun 1942 dan 1943 M (Semangun 1996).
Penyakit padi akibat infeksi bakteri salah satunya adalah penyakit hawar daun bakteri atau lebih dikenal dengan istilah “kresek”. Hawar daun bakteri disebabkan oleh X. oryzae pv. oryzae (De Datta 1981). Hawar daun bakteri merupakan penyakit padi utama di negara-negara Asia tropis dan kultivar padi unggul pun rentan terhadap penyakit tersebut bahkan bisa menyebabkan kehilangan hasil hingga 50% (Lee et al. 2005).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengisolasi, menyeleksi, dan mengidentifikasi bakteri pada termitarium M. gilvus yang berpotensi sebagai agens hayati penyakit penting padi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bakteri yang terdapat pada termitarium M. gilvus dan potensinya sebagai agens hayati beberapa
4
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Sampel termitarium diambil dari Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol, Jawa Barat. Proses isolasi dan seleksi bakteri dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, sedangkan identifikasi bakteri dilakukan oleh perusahaan jasa sekuensing. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Oktober 2015.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Termitarium
Termitarium diambil dari lahan Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol dengan cara menggali termitarium yang terdapat pada tanah. Sampel termitarium yang diambil sebanyak dua buah dan dari dua lokasi yang berbeda. Sampel termitarium yang telah diambil dari lapangan selanjutnya dibawa ke laboratorium dengan cara ditempatkan di dalam kotak plastik sehingga bentuknya dapat dipertahankan. Kotak plastik tersebut ketika di laboratorium diletakkan pada nampan yang diisi air setinggi ±2 cm dengan tujuan mempertahankann kelembapan lingkungan sekitar sampel.
Isolasi Bakteri
Sampel termitarium sebanyak 5 g digerus dalam mortar menggunakan pistil hingga halus lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan disuspensikan menggunakan air steril 50 mL (1:10). Suspensi tersebut selanjutnya dihomogenkan menggunakan vortex selama 5-10 menit. Suspensi yang dihasilkan dibuat seri pengenceran 100-10-5 dengan cara menyampurkan 1 mL suspensi pengenceran
sebelumnya dengan 9 mL air steril sebagai seri pengenceran berikutnya. Hasil pengenceran masing-masing sebanyak 100 µL disebar pada cawan petri berisi medium nutrient agar/NA (beef extract 3 g, peptone 5 g, dan agar 15 g dalam 1 L
akuades), water yeast extract agar/WYE (yeast extract 0.25 g, K2HPO4 0.5 g, agar
18 g, dan 1 L akuades), dan atau casamino acid yeast extract glucose agar/YCED
(yeast extract 0.3 g, casamino acid 0.3 g, D-glucose 0.3 g, K2HPO4 2 g, dan agar
18 g dalam 1 L akuades) menggunakan glass beads dan masing-masing dua cawan (duplo). Penyebaran dilakukan hingga suspensi terserap merata seluruhnya pada media. Seluruh isolat yang tumbuh pada media dan berlainan secara morfologi koloni tunggal (warna, elevasi, tepian, bentuk) dengan koloni yang tumbuh pada kontrol, selanjutnya dimurnikan dan diremajakan satu persatu.
Seleksi Isolat Bakteri Sebagai Calon Agens Hayati
Morfologi koloni tunggal. Seleksi morfologi koloni tunggal digunakan
sebagai dasar untuk membedakan antar koloni tunggal isolat bakteri yang tumbuh yaitu meliputi elevasi, tepian, dan bentuk berdasarkan Hadioetomo (1993), serta warna.
5
Uji Gram. Pengujian jenis Gram bakteri dilakukan dengan metode pengujian
menggunakan KOH 3% dan pewarnaan. Pengujian dengan KOH 3% hanya bertujuan mengetahui jenis Gram, sedangkan metode pewarnaan digunakan untuk mengetahui jenis Gram dan bentuk sel bakteri. Metode pengujian dengan KOH 3% yaitu melalui pencampuran isolat bakteri dengan KOH 3% pada kaca preparat steril (Suslow et al. 1982).
Penentuan jenis Gram melalui metode pewarnaan. Bakteri disebarkan tipis pada kaca preparat steril, kemudian difiksasi agar menempel dengan cara melewatkan bagian bawah preparat di atas bara api bunsen. Preparat dilewatkan pada api dengan jarak yang tidak terlalu dekat sehingga bakteri tidak rusak karena terkena panas yang berlebihan. Fiksasi dianggap selesai ketika olesan bakteri sudah tampak mengering atau isolat bakteri telah menempel pada kaca preparat. Bakteri yang telah difiksasi kemudian ditetesi dengan ungu kristal 0.2% dan dibiarkan selama satu menit kemudian dibilas dengan air beberapa detik. Bakteri selanjutnya ditetesi iodine 0.1% selama satu menit dan kemudian dibilas kembali dengan air. Setelah cukup kering, bakteri ditetesi alkohol 95% selama 30 detik sebagai pemucat kemudian dibilas dengan air selama dua detik. Tahap terakhir yaitu bakteri ditetesi dengan safranin 0.25% selama 10 detik sebagai pewarna tandingan. Safranin dibilas dengan air dan preparat dikeringkan lalu diamati di bawah mikroskop (Schaad et al. 2001).
Uji reaksi hipersensitif. Pengujian hipersensitif bertujuan mengetahui
patogenisitas bakteri hasil isolasi. Uji hipersensitif tersebut dilakukan menggunakan tanaman indikator berupa tanaman tembakau berumur ±3 bulan dengan daun yang telah membuka sempurna namun belum terlalu tua. Isolat bakteri dibiakkan pada media nutrient broth/NB (nutrient broth 9 g, 1 L akuades) sebanyak 3 mL dan diinkubasikan selama 24 jam. Suspensi yang telah diinkubasi selanjutnya diinfiltrasikan ke dalam jaringan daun tembakau menggunakan jarum suntik steril. Pengamatan dilakukan pada waktu 24-48 jam setelah inokulasi. Gejala nekrotik yang muncul menunjukkan bahwa bakteri yang diinokulasikan bersifat sebagai patogen bagi tanaman atau bereaksi positif. Sebaliknya, bakteri yang bereaksi negatif tidak menunjukkan gejala nekrotik pada daun tembakau atau tidak patogenik bagi tanaman. Selain itu diinokulasikan kontrol negatif dan positif sebagai pembanding. Kontrol negatif hanya terdiri dari media NB sedangkan kontrol positif adalah isolat X. oryzae pv. oryzae yang telah dibiakkan pada media NB.
Uji antagonis. Isolat bakteri yang diperoleh diuji antagonis terhadap tiga
patogen yaitu H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae secara in vitro. Uji antagonis terhadap cendawan patogen dilakukan pada medium potato dextrose agar/PDA (dextrose 20 g, agar 15 g, dalam 1 L ekstrak kentang 20% (b/v)),
sedangkan uji antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae dilakukan pada medium peptone sucrose agar/PSA (pepton 10 g, sukrosa 10 g, sodium glutamat 2 g, agar 15 g, dalam 1 L akuades). Kedua pengujian tersebut menggunakan cawan petri berdiamter 9 cm.
Cara pengujian isolat calon agens hayati terhadap H. oryzae dan P. oryzae
dengan cara bakteri digoreskan di tengah cawan petri secara melintang dan kedua isolat cendawan masing-masing sebanyak 1 bulatan lubang cork borrer diletakkan
6
daya hambat isolat bakteri terhadap cendawan patogen dilakukan dengan cara mengukur jari-jari cendawan yang menjauhi koloni bakteri (R1) dan jari-jari cendawan yang mendekati bakteri (R2). Penghitungan dilakukan hingga R1 mengenai tepian cawan atau sepenjang ±2.25 cm. Selanjutnya, nilai hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung persentase penghambatan bakteri terhadap cendawan patogen menggunakan rumus persentase penghambatan menurut (Fokkema 1973 dalam Abadi 1990) sebagai berikut:
� = ( � − � ÷ � ) � %
Keterangan:
H : Persentase penghambatan bakteri sebagai agens hayati terhadap patogen (%)
R1 : Jari-jari cendawan patogen yang menjauhi koloni bakteri (cm) R2 : Jari-jari cendawan patogen yang mendekati koloni bakteri (cm)
Setelah uji antagonis selesai dilakukan, data diakumulasi dan dihitung menggunakan program Microsoft Excel 2013.
Uji antagonis isolat bakteri calon agen hayati terhadap X. oryzae pv. oryzae
dilakukan dengan cara bakteri calon agens hayati digoreskan pada sepertiga diameter cawan (±3 cm). Setelah itu, bakteri diinkubasikan selama 2 hari sebelum isolat X. oryzae pv. oryzae diinokulasikan. Isolat X. oryzae pv. oryzae digoreskan sebanyak empat goresan dengan titik pangkal berjarak ±0.5 cm dari tepian bakteri calon agen hayati. Panjang goresan X. oryzae pv. oryzae adalah ±4 cm. Pengamatan
dilakukan pada hari ketiga setelah perlakuan yaitu setelah isolat X. oryzae pv.
oryzae digoreskan. Penilaian potensi antagonis isolat bakteri calon agen hayati terhadap X. oryzae pv. oryzae dilakukan secara kualititatif setelah dibandingkan
dengan kontrol. Isolat bakteri yang menunjukan potensinya dalam menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae diberi simbol (+), sedangkan isolat yang tidak menunjukkan adanya potensi untuk menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae
diberi simbol (-).
Tahapan yang dilakukan setelah uji antagonis adalah pemilihan 2 isolat bakteri yang paling potensial dijadikan agens hayati unutk selanjutnya dilakukan uji antagonis ulang guna mengonfirmasi hasil uji antagonis yang telah dilakukan. Masing-masing isolat calon agens hayati diuji menggunakan metode yang sama dengan uji antagonis sebelumnya. Namun, pada uji antagonis terhadap X. oryzae
pv. oryzae pengamatan dilakukan dengan cara mengukur panjang zona bening atau
panjang goresan yang tidak ditumbuhhi oleh X. oryzae pv. oryzae pada keempat
goresan dan selanjutnya dirata-ratakan. Pengujian masing-masingdiulang sebanyak 3 kali. Data hasil pengamatan uji antagonis tersebut diakumulasi dan diolah menggunakan program Microsoft Excel 2013 serta statistical analysis system (SAS
9.1.3) dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%.
Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Hayati dengan Teknik Molekuler
Ekstraksi DNA total bakteri. Ekstraksi DNA total bakteri menggunakan
7
jam untuk mendapatkan massa bakteri. Suspensi yang telah terbentuk masing-masing diambil sebanyak 1.5 mL menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Massa bakteri yang telah dimasukkan kemudian diendapkan
menggunakan mesin sentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Pelet bakteri yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk ekstraksi DNA total bakteri.
Pelet bakteri disuspensikan kembali dengan menambahkan digestion solution
sebanyak 180 µL untuk mendegradasi membran sel bakteri dan 20 µL proteinase K untuk mendegradasi protein. Campuran tersebut selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Setelah itu, suspensi diinkubasi pada suhu 560 C selama 30
menit atau hingga suspensi terlihat bening (lisis). Jika suspensi telah terlihat lisis, dilakukan penambahan RNAse sebanyak 20 µL dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Penambahan RNAse bertujuan menghancurkan RNA sehingga pelet yang dihasilkan hanya terdiri dari DNA bakteri. Jika proses inkubasi telah selesai, ke dalam suspensi ditambahkan 200 µL lycis solution dan dihomogenkan menggunakan vortex selama kurang lebih 15 detik. Suspensi tersebut juga diberi etanol 50% sebanyak 400 µL untuk melarutkan bahan-bahan organik.
Kedua suspensi bakteri yang telah diperoleh masing-masing dipindahkan pada tabung koleksi (collection tube) dan diendapkan menggunakan mesin
sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama satu menit kemudian ditambahkan 500 µL wash buffer I dan disentrifugasi kembali selama satu menit dengan kecepatan lebih tinggi yaitu 10 000 rpm. Cairan pada bagian tabung penampung bawah dibuang, dimasukkan 500 µL wash buffer II dan sampel disentrifugasi
dengan kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit dan cairan pada tabung penampung bawah dibuang kembali. Terakhir, elution buffer sebanyak 25 µL diteteskan dan DNA diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, proses terakhir diulang dua kali dengan harapan seluruh DNA yang tersaring pada tabung kecil akan turun dan tertampung pada tabung koleksi besar. Sampel disimpan pada suhu -200 C atau dilanjutkan pada
proses selanjutnya.
Amplifikasi DNA gen 16S rRNA. Gen 16S rRNA berfungsi sebagai
penanda genetik yang digunakan untuk mempelajari filogeni dan taksonomi suatu bakteri. Informasi yang dapat diperoleh dari gen 16S rRNA adalah mengenai genus dan spesies suatu isolat (Janda dan Abbott 2007). Proses amplifikasi DNA dilakukan menggunakan mesin PCR (polymerase chain reaction) System 9700. Sampel DNA yang digunakan untuk amplifikasi sebelumnya dicampur dengan beberapa bahan. Komposisi yang digunakan untuk satu kali reaksi dan untuk keperluan sekuensing adalah 25 µL dream taq 2x, primer 27F (5’ -AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3’, M adalah A atau C) (Frank et al. 2008) dan
primer 1492R (5’-ACCTTGTTACGACTT-3’) (Turner et al. 1999) yang
merupakan primer universal masing-masing sebanyak 2 µL, 19 µL water free nuclease, dan 2 µL template DNA. Primer adalah untai asam nukleat yang berfungsi
sebagai titik awal untuk replikasi DNA. Primer sangat diperlukan karena sebagian besar DNA polimerase hanya dapat mulai menyintesis untai DNA baru dari untai DNA yang telah ada. Primer yang digunakan adalah satu pasang. Panjang masing-masing primer sekitar 20 bp (Hongbao 2005). Setelah semua bahan dimasukkan pada tabung appendorf kecil, sampel dimasukkan pada mesin PCR dan dilakukan
8
sedikit penyesuaian yaitu 940 C selama 3 menit untuk proses pre denaturasi, 940 C
selama 30 detik untuk proses denaturasi, 570 C selama 30 detik untuk proses
annealing, 720 C dan lama waktu 1.5 menit untuk ekstensi dan 720 C selama 10
menit untuk ekstensi terakhir. Setelah itu, suhu diturunkan hingga 250 C. Sampel
disimpan pada lemari pendingin bersuhu 40 C atau dielektroforesis.
Elektroforesis. Elektroforesis dilakukan untuk mengecek keberhasilan
proses ekstraksi dan amplifikasi DNA. Elektroforesis dilakukan menggunakan gel
agarose dengan campuran yang terdiri dari 0.2 g serbuk agarose, 20 mL TAE 2x, dan dipanaskan menggunakan microwave selama 3 menit. Setelah dipanaskan, gel agarose dituang pada cetakan yang telah dipasang sisir sebelumnya. Sisir
digunakan untuk membentuk lubang pada agar yang akan digunakan sebagai tempat untuk memasukkan sampel dan marker.
Gel agarose yang telah didiamkan beberapa menit dan membeku berarti siap
untuk digunakan. Selanjutnya gel agarose dimasukkan pada alat elektroforesis yang berisi larutan TAE 1x sehingga gel agarose terendam di dalamnya. Marker, loading dye, dan air (1:4:1) yang telah dicampurkan selanjutnya diambil sebanyak
3 µL dan dimasukkan ke dalam salah satu lubang gel agarose. Setiap sampel
dimasukkan pada masing-masing lubang dengan urutan tertentu. Sampel yang dimasukkan sebanyak 6 µL terdiri dari sampel DNA 5 µL dan loading dye 1 µL
untuk elektroforesis hasil ekstraksi, sedangkan elektroforesis hasil amplifikasi masing-masing 5 µL. Alat dinyalakan dengan tegangan 75 volt dan ditunggu selama 30 menit, kemudian gel agarose diangkat, ditiriskan, direndam pada larutan EtBr selama 10 menit, dibilas dengan aquades dan dilihat hasilnya pada transiluminator.
Perunutan nukleotida gen 16S rRNA. Perunutan nukleotida Gen 16S rRNA
dilakukan oleh perusahaan jasa sekuensing. Data hasil perunutan diolah lebih lanjut menggunakan perangkat lunak BioEdit untuk selanjutnya dilakukan penyejajaran
sekuen yang diperoleh dengan sekuen yang terdapat pada data di GenBank
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Termitarium M. gilvus Hagen.(Blattodea: Termitidae)
Rayap merupakan salah satu model terbaik untuk mempelajari hubungan simbiosis antara mikroorganisme dengan hewan (Manjula et al. 2014). Menurut Subekti et al. (2008), rayap merupakan bagian yang sangat penting di dalam daur
ulang nutrisi tanaman melalui proses disintegrasi dan dekomposisi material organik dari kayu dan serasah tanaman. Namun, rayap juga dapat berperan sebagai hama dan perusak bangunan. Berdasarkan hasil penelitian Ningsih et al. (2009) tentang rayap kayu pada rumah adat Minangkabau, M. gilvus adalah spesies rayap yang
paling banyak ditemukan merusak.
Termitarium M. gilvus yang diambil berjumlah dua dan dari dua tempat yang berbeda di lahan Kebun Percobaan dan Pendidikan Kelapa Sawit Jonggol. Sampel 1 dan 2 masing-masing diambil dari blok 1 dan 4. Titik koordinat masing-masing lokasi pengambilan sampel secara berturut-turut adalah 6o28’22.5984”S
107o1’55.5636”E dan 6o28’16.3956”S 107o1’27.2316”E. Tanaman kelapa sawit di
kebun tersebut bertipe Tenera dan ditanam dengan jarak tanam 9.2m x 9.2m dan berumur ±4 tahun. Panen pertama dilakukan pada bulan Maret 2015 sehingga sudah tergolong ke dalam tanaman menghasilkan (TM).
Sampel termitarium dari kedua tempat tidak berada di dalam tanah seluruhnya. Bagian atas termitarium muncul ke permukaan seperti gundukan tanah. Tinggi gundukan tersebut sekitar 30 cm.
Lokasi 1 dan 2 tempat pengambilan sampel memiliki karakteristik lingkungan yang cukup berbeda meskipun berada pada satu lahan perkebunan yang sama. Lingkungan sekitar lokasi pengambilan masing-masing sampel didominasi oleh gulma berdaun sempit (rerumputan). Persentase penutupan tanah di sekitar termitarium oleh gulma cukup tinggi yaitu sekitar ±90%. Tanah di sekitar sarang cukup liat, padat, dan berwarna coklat tua. Menurut Dangerfield et al. (1998), bahan yang digunakan oleh rayap untuk membangun termitarium sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, sisa tumbuhan serta
saliva merupakan bahan utama untuk pembuatan termitarium M. gilvus. Selulosa
dicampur dengan partikel-partikel tanah dan dibasahi dengan saliva untuk selanjutnya digunakan sebagai pembentuk dinding dan ruangan di dalam termitarium.
Sejarah lahan antar blok tidak sama. Menurut penuturan manajer kebun, sebelum ditanami kelapa sawit, lahan pada blok 1 ditumbuhi oleh beberapa jenis tanaman seperti jati, akasia, cempaka, dan semak belukar. Jenis tanah pada blok 1 tersebut adalah laterit berbatu. Sedangkan blok 4 sebelum ditanami kelapa sawit merupakan lahan pertanaman karet dan jenis tanahnya sama dengan blok 1 yaitu laterit berbatu.Menurut Arifin et al. (2014), secara keseluruhan perkebunan karet
10
maksimum rata-rata pada seluruh lahan perkebunan secara umum dari bulan Januari-April 2015 berturut-turut adalah 275.5 mm, 250C, dan 300C.
Sampel termitarium yang telah diambil dari lapangan selanjutnya dibawa ke laboratorium dan dibedakan menjadi dua macam yaitu padatan tanah (tanah sarang rayap/TS) serta konstruksi yang berbentuk rekatan butiran-butiran kecil berwarna krem dan lebih rapuh (sarang rayap/S) (Gambar 1).
Gambar 1 Termitarium M. gilvus. Tanah sarang rayap/TS (A), fungus comb/F (B).
Individu rayap yang ditemukan pada masing-masing sampel termitarium juga dikoleksi untuk mengidentifikasi dan memastikan bahwa sampel termitarium yang diambil adalah termitairum M. gilvus. Organisme yang diperoleh adalah rayap kasta prajurit mayor dan minor, kasta pekerja, kasta reproduktif (raja dan ratu), serta telur. Ratu ditemukan pada kedua tempat pengambilan sampel. Namun, raja hanya berhasil diambil dari satu tempat yaitu pada tempat pengambilan sampel pertama. Kasta pekerja berukuran hampir sama dengan prajurit minor. Ukuran panjang raja dan ratu berturut-turut kurang lebih 1 cm dan 6 cm (Gambar 2E). Borror et al.
(1996) menyebutkan bahwa fungsi reproduktif dalam suatu koloni rayap dilakukan oleh rayap reproduktif primer yaitu raja dan ratu yang umumnya hanya ada satu pasang dalam satu koloni. Ratu memiliki ukuran abdomen yang sangat besar akibat jumlah telur yang sangat banyak. Pada rayap di daerah tropika, ratu dapat mencapai ukuran 11 cm. Raja berukuran lebih pendek jika dibandingkan dengan ratu yaitu hanya 1-2 cm. Raja dan ratu rayap di lapangan ditemukan pada bagian tengah termitarium yaitu di dalam tanah berbentuk seperti kerang yang menutup, bertekstur sangat keras dengan ketebalan ±1 cm.
Inward et al. (2007) mengungkapkan bahwa M. gilvus termasuk kedalam ordo
Blattodea berdasarkan analisis filogenetik secara molekuler. Rayap M. gilvus terdiri dari kasta reproduktif, prajurit, dan pekerja. Salah satu ciri khas dari rayap M. gilvus
adalah adanya prajurit mayor dan minor (Gambar 2A). Menurut Ahmad (1965), pada bagian kepala M. gilvus mayor berfontanel, ujung labrum berhialin, gigi
marginal tereduksi, antena moniliform 17 segmen (Gambar 2B), memiliki sebaran rambut dan pronotum berbentuk pelana kuda (saddle shape) (Gambar 2D). Ciri
khas lainnya pada M. gilvus adalah adanya sepasang mandibula yang berukuran
besar berwarna lebih gelap dari kepala, simetris, tajam, dan dapat menutup (Gambar 2C).
11
Gambar 2 Morfologi rayap M. gilvus (perbesaran 10x10). Kasta prajurit mayor dan minor (A), antena moniliform 17 segmen (B), mandibula simetris (C), pronotum berbentuk pelana kuda (D), raja dan ratu (E).
Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus
Sampel termitarium dibedakan menjadi dua jenis yaitu TS (tanah sarang rayap) dan S (sarang rayap). Suspensi TS dikulturkan pada dua jenis media yaitu WYE dan NA, sedangkan S pada media YCED dan NA. Medium NA merupakan medium umum untuk mengisolasi dan mempelajari berbagai jenis bakteri (Madigan
et al. 1997), sementara itu WYE dan YCED merupakan media selektif aktinomiset
(Crawford et al. 1993). Aktinomiset merupakan kelompok mikroorganisme yang
tersebar secara luas di alam terutama di tanah (Oskay et al. 2004).
Isolat yang tumbuh pada ketiga jenis media cukup beragam. Jumlah isolat bakteri berdasarkan perbedaan morfologi koloni tunggalnya diperoleh sebanyak 29 isolat (Tabel 1). Delapan belas isolat dari lokasi 1 dan sebelas isolat dari lokasi 2, atau sebelas isolat dari TS dan delapan belas isolat dari S.
Menurut Mohamad et al. (2014), identifikasi bakteri sangat penting dalam
mikrobiologi dan patologi karena menyajikan pemahaman dasar tentang penyakit. Salah satu cara tradisional untuk mengidentifikasi bakteri adalah melalui pengamatan morfologi sel tunggal atau karakteristik koloni (Tshikhudo et al. 2013).
Semua koloni bakteri tumbuh dari satu sel bakteri dan menunjukkan morfologi koloni yang khas. Namun, harus dilakukan kajian lebih lanjut karena prinsip tersebut belum mencakup adanya kemungkinan bahwa spesies yang berbeda dapat menunjukkan morfologi yang sama serta satu spesies dapat menunjukkan lebih dari satu karakter morfologi koloni tunggal (Sousa et al. 2013). Karakter morfologi koloni tunggal bakteri yang diamati meliputi warna, elevasi, tepian, dan bentuk. Morfologi koloni tunggal bakteri merupakan variasi fenotipe yang dapat dijadikan
A B
C D
12
indikator proses adaptasi yang dilakukan oleh bakteri terhadap kondisi lingkungannya (Sousa et al. 2013).
Warna koloni tunggal isolat bakteri yang ditemukan cukup beragam yaitu putih, putih bersih, krem, abu-abu, merah muda, dan kuning, serta yang paling mendominasi adalah warna putih keruh yaitu ditemukan pada empat belas isolat. Elevasi dan tepian koloni tunggal isolat bakteri yang paling banyak ditemukan masing-masing adalah cembung dan siliat. Bentuk koloni tunggal bakteri yang paling mendominasi adalah bundar yaitu sebanyak 10 isolat. Urutan terbanyak kedua adalah bentuk koloni tak beraturan dan menyebar yaitu sebanyak 9 isolat. Aktinomiset yang diperoleh dari termitarium M. gilvus berdasarkan morfologi
koloninya adalah sebanyak enam isolat yaitu WYTS4, NATS1, NATS6, NAF7, NAF8, dan NAF10. Seluruh isolat bakteri yang telah diperoleh kemudian diuji Gram dan hipersensitif. Jumlah isolat pada pengujian tersebut sebanyak 27 isolat karena dua isolat lain yaitu NATS1 dan NAF11 tidak dapat dikulturkan lebih lanjut pada media agar. Gambar 3 menunjukkan beberapa contoh isolat bakteri yang diperoleh dengan beragam warna dan karakter morofologi koloni tunggal.
Gambar 3 Beberapa contoh isolat bakteri dari termitarium M. gilvus. NAF8 (A), NAF9 (B), WYTS4 (C), NATS3 (D), WYTS2 (E), NATS6 (F).
Uji Gram dan Uji Reaksi Hipersensitif
Selain karakter morfologi koloni tunggal, karakteristik lain yang perlu diidentifikasi adalah jenis Gram. Menurut Bartholomew dan Mittwer (1952), identifikasi jenis
A B C
E F
13
Tabel 1 Karakter morfologi koloni tunggal isolat bakteri dari termitarium M. gilvus
Bagian dan sumber termitarium Kode isolat Warna Elevasi Tepian Bentuk
Tanah sarang rayap lokasi 1 WYTS 1 Kuning Datar Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
WYTS2 Putih keruh Berbukit-bukit Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
WYTS3 Putih keruh Berbukit-bukit Bercabang Tak beraturan dan menyebar
WYTS4 Putih bersih Berbukit-bukit Siliat Bundar dengan tepian bercabang-cabang
WYTS5 Putih keruh Cembung Bercabang Bundar dengan tepian menyebar
NATS1 Putih bersih Seperti tombol Berombak Bundar dengan tepian kerang
NATS2 Krem Cembung Siliat Bundar
NATS3 Krem Timbul Bercabang Tak beraturan dan menyebar
NATS4 Putih keruh Cembung Siliat Bundar dengan tepian menyebar
NATS5 Putih keruh Datar Seperti ikat rambut Berbenang-benang
NATS6 Putih keruh Seperti tombol Siliat Bundar
Fungus comb lokasi 1 YCF1 Putih keruh Timbul Berlekuk Tak beraturan dan menyebar
YCF2 Putih keruh Datar Siliat Bundar
YCF3 Putih keruh Timbul Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
YCF4 Putih keruh Cembung Berlekuk Tak beraturan dan menyebar
YCF5 Putih keruh Timbul Tak beraturan Bundar
YCF6 Putih keruh Timbul Berlekuk Bundar
YCF7 Putih keruh Cembung Tak beraturan Tak beraturan dan menyebar
Fungus comb lokasi 2 NAF1 Kuning Cembung Berombak Bundar dengan tepian kerang
NAF2 Kuning Seperti tetesan Tak beraturan Bundar
NAF3 Krem Datar Berlekuk Tak beraturan dan menyebar
NAF4 Kuning Cembung Licin Bundar dengan tepian kerang
NAF5 Kuning Datar Berlekuk Kompleks
NAF6 Krem Berbukit-bukit Berombak Bundar
NAF7 Abu-abu Seperti tetesan Siliat Bundar dengan tepia meanyebar
NAF8 Abu-abu Seperti tombol Siliat Bundar
NAF9 Merah muda Cembung Licin Bundar
NAF10 Putih bersih Berbukit-bukit Berlekuk Bundar dengan tepian timbul
14
Gram merupakan langkah awal suatu proses diagnosis dan klasifikasi dalam bakteriologi. Schaad et al. (2001) menyebutkan bahwa genus bakteri patogen tanaman lebih banyak tergolong kedalam Gram negatif dibandingkan Gram positif. Genus bakteri Gram negatif diantaranya Erwinia, Pantoea, Acidovorax, Pseudomonas, Ralstonia, Burkholderia, Xanthomonas, Xylophilus, dan
Agrobacterium, sedangkan genus bakteri Gram-positif yaitu Clavibacter, Clostridium, Bacillus, dan Streptomyces. Uji hipersensitif juga penting dilakukan
untuk mendapatkan isolat bakteri yang aman digunakan sebagai agens hayati. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bakteri dari termitarium M. gilvus lebih banyak
tergolong ke dalam Gram positif yaitu sebanyak enam belas isolat, sedangkan seluruh hasil uji hipersensitif menunjukkan hasil negatif (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil uji Gram dan uji hipersensitif isolat bakteri calon agen hayati dari termitarium M. gilvus
No. Kode Isolat Uji Grama Uji Hipersensitifb
1 WYTS1 + -
aBakteri Gram positif (+), bakteri Gram negatif (-); bTidak terbentuk nekrotik (-).
Penentuan jenis Gram bakteri pada uji Gram menggunakan KOH 3% berdasarkan ada tidaknya lendir. Isolat yang membentuk lendir setelah dicampur dengan KOH 3% dikategorikan sebagai bakteri Gram negatif, sedangkan bakteri Gram positif ialah sebaliknya. Suslow et al. (1982) menyebutkan bahwa bakteri
15
dengan KOH 3% akibat rusaknya dinding sel bakteri Gram negatif ketika berada dalam larutan alkali (KOH 3%).
Reaksi negatif pada uji hipersensitif mengindikasikan bahwa isolat yang diujikan tidak bersifat patogenik terhadap tanaman. Uji hipersensitif dikatakan negatif apabila hasil pengamatan pada 24-48 jam setelah inokulasi tidak ditemukan adanya gejala nekrosis pada daun atau tepatnya pada area tempat isolat diinokulasikan. Gejala nekrosis hanya ditemukan pada perlakuan kontrol positif (+) yaitu inokulasi dengan X. oryzae pv. oryzae. Gaümann (1946 dalam Agrios 2005) menyatakan bahwa hipersensitif merupakan salah satu bentuk pertahanan aktif tanaman terhadap patogen dengan dikeluarkannya suatu senyawa bernama fitoaleksin yang mematikan jaringan tanaman di sekitar tempat inokulasi sehingga patogen yang masuk menjadi terisolasi. Fitoaleksin merupakan senyawa antimikroba pada tanaman yang hanya muncul apabila tanaman terserang oleh patogen.
Uji Antagonis Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus terhadap Tiga Patogen Tanaman Padi
Uji antagonis bakteri dilakukan terhadap 3 patogen yaitu H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae. Data mengenai persentase daya hambat seluruh isolat
bakteri terhadap ketiga patogen disajikan dalam Tabel 3.
Uji Antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae
Isolat bakteri yang diuji antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae pada
penelitian ini hanya 22 isolat dari total jumlah isolat 29. Hal tersebut disebabkan isolat NATS1 dan NAF11 tidak dapat ditumbuhkan lebih lanjut pada media agar, sedangkan 5 isolat lainnya sulit ditumbuhkan meskipun telah dicoba pada beberapa kali pengujian. Isolat bakteri yang sulit untuk ditumbuhkan maupun diperbanyak tidak cocok digunakan sebagai agen hayati.
Isolat bakteri yang paling menghambat H. oryzae adalah isolat bakteri
WYTS1 yaitu dengan persentase penghambatan >25-50% dan yang tidak menghambat atau persentase penghambatan 0% yaitu isolat WYTS3. Dua puluh isolat bakteri lainnya menghambat pertumbuhan H. oryzae namun dengan
persentase yang tidak terlalu tinggi hanya >0-25%.
Isolat yang paling menghambat terhadap pertumbuhan P. oryzae dengan persentase penghambatan >25-50% ada 6 isolat yaitu WYTS1, WYTS5, NATS2, YCF3, YCF4, dan YCF5. Isolat NATS3 dan NATS6 adalah isolat bakteri yang tidak menghambat terhadap P. oryzae atau dengan persentase penghambatan 0%. Sementara itu, isolat bakteri dengan persentase penghambatan >0-25% sebanyak empat belas isolat.
Uji Antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae
Sebanyak dua belas isolat bakteri dari termitarium M. gilvus bersifat
menghambat terhadap X. oryzae pv. oryzae. Isolat tersebut dikategorikan
16
tidak seragam. Contoh uji antagonis isolat bakteri calon agens hayati dari termitarium M. gilvus dapat dilihat pada Gambar 4.
Mikroorganisme prokariot (bakteri) dapat menghasilkan senyawa antibiotik atau antifungal. Senyawa-senyawa tersebut berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri maupun cendawan patogen. Beberapa contoh kelompok senyawa antibiotik adalah aminoglicocyde yang menghambat bakteri Gram negatif, macrolide yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein pada ribosom,
dan tetracyclines yang merupakan antibiotik berspektrum luas dapat menghambat bakteri Gram negatif maupun positif. Salah satu kelompok senyawa antifungal adalah ergosterol inhibitor yang bekerja dengan cara merusak fungsi membran sel
dan menyebabkan permeabilitas membran sehingga terjadi kematian sel (Madigan
et al. 1997).
Tabel 3 Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus terhadap beberapa patogen tanaman padi
No. Kode Isolat Daya hambat terhadap patogen
H. oryzaea P. oryzaea X. oryzae pv. oryzaeb
aPotensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus terhadap cendawan patogen: tidak berpotensi
17
Gambar 4 Hasil uji antagonis isolat bakteri terhadap H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae. Persen penghambatan 0% (A), persen penghambatan
>0-25% (B), persen penghambatan >25-50% (C), tidak menghambat (D), menghambat (E).
Isolat Bakteri Potensial Menghambat
H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae
Karakter Morfologi Koloni
Berdasarkan hasil seleksi yang telah dilakukan, dipilih dua isolat bakteri yang paling berpotensi sebagai agens hayati yaitu isolat WYTS1 dan NATS2. Kedua isolat tersebut menunjukkan persentase penghambatan paling besar terhadap ketiga patogen yang diujikan (Lampiran 1). Isolat bakteri WYTS1 berwarna kuning, elevasi datar, tepian tak beraturan, serta bentuk beraturan dan menyebar (Gambar 5). Isolat tersebut tergolong kedalam Gram positif dan berdasarkan uji hipersensitif tidak menunjukkan potensinya sebagai patogen tanaaman. Isolat NATS2 berwarna krem, berelevasi cembung, tepian siliat, dan bentuk bundar. Isolat NATS2 merupakan bakteri Gram negatif dan tidak bersifat patogenik terhadap tanaman berdasarkan uji hipersensitif yang telah dilakukan.
Gambar 5 Isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari termitarium M. gilvus.
WYTS1 (A), NATS2 (B).
A B C
D E
18
Bentuk Sel
Reaksi Gram berhubungan dengan struktur dan sifat kimia dinding sel dan hal tersebut merupakan langkah dasar dalam mengidentifikasi bakteri yang belum diketahui (Schaad et al. 2001). Prosedur pewarnaan Gram pertama kali dikembangkan oleh Christian Gram (Bartholomew dan Mittwer 1952). Pada prosedur tersebut melibatkan beberapa komponen utama diantaranya pewarna ungu kristal. Pewarna ungu Kristal (C25H30CIN3) adalah pewarna berwarna biru yang
diekstrak dari tanaman genus Gentiana. Ungu kristal terdisosiasi menjadi ion positif (+) dan ion negatif (-) yang menembus kedua sel bakteri Gram positif dan Gram negatif . Ion positif berinteraksi dengan komponen bermuatan negatif dari dinding sel bakteri termasuk lipopolisakarida, peptidoglikan, dan DNA (NCBI 2015).
Hasil pewarnaan Gram terhadap dua isolat terpilih disajikan pada Gambar 6. Isolat WYTS1 merupakan bakteri Gram positif karena menunjukkan sel berwarna ungu. Warna ungu tersebut merupakan investasi ungu kristal pada dinding sel bakteri Gram positif. Menurut Schaad et al. (2001), pada proses pewarnaan Gram, bakteri Gram positif mempertahankan pewarna utama, ungu kristal, sehingga menampakkan warna ungu atau biru kehitaman. Hadioetomo (1993) menyatakan bahwa bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal sehingga menyebabkan pori-pori dinding tersebut menyusut ketika perlakuan alkohol pada proses pewarnaan Gram karena terjadinya dehidrasi sehingga menyebabkan ungu kristal terinvestasi pada dinding sel. Bentuk sel bakteri WYTS1 berdasarkan hasil pewarnaan adalah batang.
Isolat bakteri NATS2 adalah bakteri Gram negatif karena selnya berwarna merah setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri tersebut termasuk Gram negatif karena terwarnai oleh pewarna tandingan yaitu safranin. Menurut Schaad et al. (2001), sel-sel Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding sel-selnya dan lipid pada umumnya larut dalam alkohol dan aseton sehingga saat penetesan dengan alkohol, dinding sel larut dan ungu kristal pun ikut tercuci. Bentuk sel bakteri NATS2 yang telah diamati adalah batang.
Gambar 6 Hasil pewarnaan Gram isolat WYTS1 dan NATS2 (perbesaran 10 x 100). WYTS1 Gram positif (A), NATS2 Gram negatif (B).
Hasil Uji Antagonis
Hasil uji antagonis isolat WYTS1 dan NATS2 terhadap H. oryzae dan X. oryzae pv. oryzae menunjukkan bahwa persentase penghambatan isolat WYTS1
tidak berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan isolat NATS2 berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 4 dan Lampiran 2). Persentase penghambatan isolat WYTS1 dan NATS2 masing-masing berbeda nyata dengan kontrol pada pengujian terhadap P. oryzae (Tabel 4). Hasil uji antagonis tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
19
Tabel 4 Hasil uji antagonis isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari termitarium M. gilvus
Isolat Rata-rata daya hambat terhadap patogen [(y + ½)
1/2]a
H. oryzaeb P. oryzaeb X. oryzae pv. oryzaeb
Kontrol 0.71b 0.71c 0.71b
WYTS1 0.71b 4.68b 0.71b
NATS2 7.58a 7.92a 1.06a
aTransformasi akar kuadrat, bAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada uji beda nyata jujur pada taraf nyata 5%.
Gambar 7 Hasil uji antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus yang potensial sebagai agens hayati. WYTS1 terhadap H. oryzae dan P. oryzae (A), NATS2 terhadap H. oryzae. dan P. oryzae (B), WYTS1
terhadap X. oryzae pv. oryzae (C), NATS2 terhadap X. oryzae pv.
oryzae (D).
Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Hayati secara Molekuler
Amplifikasi DNA gen 16S rRNA. Pengujian secara molekuler bertujuan
mengidentifikasi isolat bakteri yang telah dipilih sebagai calon agens hayati. Teknik molekuler yang dilakukan yaitu PCR. Reaksi PCR merupakan teknik ilmiah dalam biologi molekuler untuk memperkuat satu atau beberapa salinan dari sepotong DNA (deoxyribonucleic acid) menjadi beberapa kali lipat salinan urutan DNA
tertentu (Joshi 2010). Reaksi PCR dimulai dari dua utas pendek DNA sebagai materi genetik atau lebih dikenal sebagai primer. DNA adalah salinan identik dari
A
B
C
20
genom yang terkandung dalam hampir setiap sel dari suatu organisme (Saunders dan Parkes 1999).
Gambar 8 merupakan visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat WYTS1 dan NATS2. Kedua isolat bakteri menunjukkan hasil positif yaitu dengan ditandai terbentuknya pita DNA berukuran ±1500 pb (pasang basa). Pita tersebut merupakan fragmen 16S rRNA pada DNA bakteri yang dilihat pada lembaran agarose 0.8% melalui prosedur elektroforesis.
Gambar 8 Visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat bakteri WYTS1 (A) dan NATS2 (B) dari termitarium M. gilvus
Analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA. Urutan nukleotida
gen 16S rRNA isolat bakteri WYTS1 hasil perunutan adalah sebanyak 1329 pb (Lampiran 3a). Hasil analisis homologi urutan nukleotida tersebut dengan data yang terdapat di GenBank menunjukkan lima urutan persentase kemiripan tertinggi
masing-masing sebesar 80% dan nilai query cover 65% dengan Leifsonia sp. (Tabel
5). Leifsonia telah banyak ditemukan dan diteliti oleh para peneliti, diantaranya adalah Leifsonia ginsengi sp. Nov. yang diisolasi dari perakaran ginseng. Koloninya
pada media corynebacterial (CB) berwarna putih hingga kuning, membentuk
lingkaran, cembung, berkilau atau buram, dan diameter 1-2 mm. Selnya berupa Gram positif, tidak membentuk spora, bersifat aerobik, dan berbentuk batang melengkung atau lurus (panjang 1.2-2.5 µm, lebar 0.6-0.8 µm) (Qiu et al. 2007).
Selain itu adapula Leifsonia rubra sp. nov. dan Leifsonia aurea sp. nov. yang diisolasi dari sebuah kolam di antartika (Reddy et al. 2003). Spesies lain yang telah dipelajari yaitu Leifsonia soli sp. nov. berupa aktinobakterium berwarna kuning
yang diisolasi dari tanah pada rizosfer pohon jati (Madhaiyan et al. 2010). Spesies Leifsonia yang telah digunakan dalam bidang pertanian adalah Leifsonia xyli subsp.
cynodontis. Spesies tersebut digunakan sebagai agen biokontrol penggerek batang,
Lepidoptera melalui rekayasa genetik (Rutherford et al. 2002).
Urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri NATS2 hasil perunutan adalah sebanyak 1132 pb (Lampiran 3b). Sementara itu, hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat NATS2 dengan data yang terdapat di
GenBank menunjukkan lima tingkat kemiripan terdekat dengan genus Brevibacillus
sebesar 81-80%. Nilai query cover masing-masing adalah 86% (Tabel 5). Beberapa contoh spesies dari genus Brevibacillus yang telah dipelajari adalah Brevibacillus levickii. Spesies tersebut merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang dan
aktif bergerak (motil). Pada umur 24-48 jam, bakteri dapat kehilangan reaksi positif ketika pewarnaan Gram dan membentuk spora-spora berbentuk elips pada sporangia yang membengkak (Allan et al. 2005), sehingga tidak heran apabila hasil
1500 pb 1000 pb 2000 pb
21
uji Gram menunjukkan bahwa isolat NATS2 yang memiliki kekerabatan dengan
Brevibacillus adalah bakteri Gram negatif. Selain itu adapula spesies dari genus
Brevibacillus yang telah dimanfaatkan dalam bidang pertanian yaitu Brevibacillus laterosporus. Bakteri tersebut dapat menghasilkan senyawa antifungal dan antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan patogen P. oryzae penyebab penyakit blas pada padi sebesar 30-67% (Saikia et al. 2011).
Tabel 5 Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri calon agens hayati dari termitarium M. gilvus terhadap data pada GenBank
Nama spesies bakteri Nomor
aksesi Homologi
Nilai query cover WYTS1
Leifsonia sp. L118 KJ944120.1 80% 65%
Leifsonia sp. 10(2014) KF922656.1 80% 65%
Leifsonia sp. 06(2014) KF922655.1 80% 65%
Leifsonia sp. L114 KJ944117.1 80% 65%
Leifsonia sp. MUSC122T KF682177.1 80% 65%
NATS2
Brevibacillus sp. PAP04 KC437093.1 81% 86%
Brevibacillus sp. NL110 KF111726.1 81% 86%
Brevibacillus laterosporus strain NRRL B-4189 KT363757.1 80% 86%
Brevibacillus laterosporus strain B9 CP011074.1 80% 86%
22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil isolasi bakteri pada termitarium M. gilvus diperoleh sebanyak 29 isolat berdasarkan perbedaan morfologi dan warna koloni tunggal. Isolat bakteri yang dapat dikulturkan lebih lanjut dan diuji antagonis terhadap H. oryzae, P. oryzae,
dan X. oryzae pv. oryzae sebanyak 22 isolat. WYTS1 dan NATS2 adalah isolat yang potensial sebagai agens hayati. Isolat WYTS1 dapat menghambat P. oryzae
rata-rata 21.48%, sedangkan isolat NATS2 dapat menghambat H. oryzae, P. oryzae,
dan X. oryzae pv. oryzae rata-rata sebesar 57.14%, 62.22%, dan 15.60%. Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA kedua isolat tersebut dengan data yang terdapat di GenBank masing-masing menunjukkan kemiripan dengan Leifsonia sp. sebesar 80% dan Brevibacillus antara 80-81%.
Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap isolat bakteri potensial WYTS1 dan NATS2 mengenai potensi dan keamanannya sebagai agens hayati. Selain itu, eksplorasi bakteri calon agens hayati juga dapat dilakukan dari berbagai sumber yang lain selain termitarium M. gilvus dengan tetap menjaga keseimbangan
23
DAFTAR PUSTAKA
Abadi A. 1990. Antagonistic effect of four fungal isolates to Ganoderma boninense,
the causal agent of basal steam rot of oil palm. Biotropia. 3:41-49.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Florida (US): Elsevier Academic Press.
Ahmad M. 1965. Termites (Isoptera) of Thailand. Bulletin America Natational Hisistory. 131:33-195.
Allan RN, Lebbe L, Heyrman J, Vos PD, Buchanan CJ, Logan NA. 2005.
Brevibacillus levickii sp. nov. and Aneurinibacillus terranovensis sp. nov., two novel thermoacidophiles isolated from geothermal soils of northern Victoria Land, Antartica. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 55: 1039-1050. doi: 10.1099/ijs.0.63397-0. Arifin Z, Dahlan Z, Sabaruddin, Irsan C, Hartono Y. 2014. Characteristics,
morphometry, and spatial distribution of populations of subterranean termites
Macrotermes gilvus Hagen. (Isoptera: Termitidae) in teh rubber plantation land habitat which managed without pesticides and chemical fertilizers.
International Journal of Science and Research. 3(4): 2319-7064.
Bartholomew JW, Mittwer T. 1952. The Gram stain. California (USA): Department of Bacteriology, University of Southern California.
Borror DJ, Charles AT, Norman FJ. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed
ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects.
Budi G. 2014. Peluang dan tantangan perdagangan produk pertanian menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Di dalam: Strategi Perlindungan Tanaman dalam Memperkuat Sistem Pertanian Menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; 2014 Nop 13; Bogor.
Bogor (ID): Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT) Departemen Proteksi Tanaman Fakulats Pertanian IPB. Hlm 12-16.
Crawford DL, Lynch. JM, Whipps JM, Ousley MA. 1993. Isolation and characterization of actinomycete antagonists of a fungal root pathogen.
Applied and Environmental Microbiology. 59: 3899-3905.
Dangerfield JM, Mccarthy TS, Ellery WN. 1998. The mound-building termite
Macrotermes michaelseni as an ecosystem engineer. Journal of Tropical
Ecology. 14:507-520. doi: 10.1017/S0266467498000364. De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. Los Banos (PH):
International Rice Research Institute.
Frank JA, Reich CI, Sharma S, Weisbaun JS, Wilson BA, Olsen GJ. 2008. Critical evaluation of two primers commonly used for amplification of bacterial 16S rRNA genes. Applied and Environmental Microbiology. 74(8): 2461-2470.
doi: 10.1128/AEM.02272-07.
Grover P, Danadevi K, Mahboob M, Rozati R, Banu BS, Rahman MF. 2003. Evaluation of genetic damage in workers employed in pesticide production utilizing the Comet assay. 18(2): 201-205.
24
Heydari A, Pessarakli M. 2010. A review on biological control of fungal plant pathogens using microbial antagonists. Journal of Biological Sciences. 10(4): 273-290.
Hongbao M. 2005. Development application of polymerase chain rectaion (PCR).
The Journal of American Science. 1(3): 1-47.
Hyodo F, Inoue T, Azuma JI, Tayasu I, Abe T. 2000. Role of the mutualistic fungus in lignin degradation in the fungus-growing termite Macrotermes gilvus
(Isoptera; Macrotermitinae). Soil Biology and Biochemistry. 32: 653-658. Inward D, Beccaloni G, Eggleton P. 2007. Death of an order: a comprehensive
molecular phylogenetic study confirms that termites are eusosial cockroaches. Biol Lett. 3:331-335.
Janda JM, Abbott SL. 2007. 16S rRNA gen sequencing for bacterial identification in the diagnostic laboratory: pluses, perils, and pitfalls. Journal of Clinical Microbiology. P: 2761-2764. doi: 10.1128/JCM.01228-07.
Kaufman R. 2013. Fakta unik kotoran rayap [internet]. Jakarta (ID): National Geographic Indonesia; [diunduh 2014 Mei 8]. Tersedia pada: http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/09/fakta-unik-kotoran-rayap. Kurniawan H. 2015. Upaya Khusus (Upsus) Swasembada Pangan 2015-2017
[internet]. Bogor (ID): BB-Biogen, Bogor-Balitbangtan; [diunduh pada 2015 Okt 29]. Tersedia pada: http://biogen.litbang.pertanian.go.id/index.php/2015/ 02/upaya-khusus-swasembada-pangan-2015-2017/.
Lee BM, Park YJ, Park DS, Kang HW, Kim JG, Song ES, Park IC, Yoon UH, Hanh JH, Koo BS, Lee GB, Kim H, Park HS, Yoon KO, Kim JH, Jung CH, Koh NH, Seo JS, Go SJ. 2005. The genome sequence of Xanthomonas oryzae
pathovar oryzae KACC10331, the bacterial blight pathogen of rice. Journal of Nucleic Acids Research. 33 (2): 577-586. doi: 10.1093/nar/gki206.
Madhaiyan M, Poonguzhali S, Lee JS, Senthilkumar M, Lee KC, Sundaram S. 2010. Leifsonia soli sp. nov., a yellow-pigmented actinobacterium isolated from teak rhizosphere soil. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 60: 1322-1327. doi: 10.1099/ijs.004373-0.
Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 1997. Brock Biology of Microorganims 8th edn. New Jersey (US): Prentice Hall.
Manjula A, Sathyavathi S, Pushpanathan M, Gunasekaran P, Rajendhran J. 2014. Microbial diversity in termite nest. Research Communications. 106(10): 1-5. Mohamad NA, Jusoh NA, Htike ZZ, Win SL. 2014. Bacteria identification from microscopic morphology using naïve bayes. Journal of Computer Science.
4(2). doi: 10.5121/ijcseit.2014.4201.
[NCBI] National Center for Biotechnology Information. 2015. Crystal Violet [internet] . Bethesda (USA): US National Library of Medicine. [diunduh 2015 Okt 31]. Tersedia pad: http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Crystal_ violet#section=Information-Sources.
Nega A. 2014. Review on concepts in biological control of plant pathogens. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. 4(27).
Ningsih DS, Julia ZR, Hilmi L, Darmi L. 2009. Rayap kayu (isoptera) pada rumah-rumah adat Minangkabau di Sumatera Barat. Padang (ID): Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Andalas.