• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK BAKTERI ANTAGONIS Bacillus subtilis DAN POTENSINYA SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT TANAMAN

N/A
N/A
Yena Harmelayati

Academic year: 2023

Membagikan "KARAKTERISTIK BAKTERI ANTAGONIS Bacillus subtilis DAN POTENSINYA SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT TANAMAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BAKTERI ANTAGONIS Bacillus subtilis DAN POTENSINYA SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI

PENYAKIT TANAMAN

Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis

Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514

e-mail: asia_dj@ymail.com

ABSTRAK

Pengendalian penyakit penting pada tanaman jagung sejauh ini lebih banyak dengan fungisida sintetik yang tidak ramah lingkungan atau dengan varietas tahan yang jumlahnya masih sangat terbatas. Perlu dicari alternatif pengendalian, diantaranya adalah dengan bakteri antagonis Bacillus subtilis yang ramah lingkungan. Makalah ini mebahas tentang karakteristik B. subtilis dan potensi pemanfaatannya terhadap tanaman baik dalam menekan perkembangan penyakit- penyakit tanaman maupun dalam peningkatan pertumbuhan tanaman. Bakteri ini merupakan kelompok bakteri yang umum ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, baik di tanah, air, maupun udara. Bakteri antagonis dalam perannya sebagai agens pengendalian hayati melalui mekanisme menghasilkan senyawa penghambat pertumbuhan patogen, kompetisi pemanfaatan senyawa tertentu atau kompetisi tempat. Kelompok Bacillus juga dikenal sebagai bakteri kelompok Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui berbagai macam mekanisme. Budidaya tanaman dengan menggunakan pengendalian agens hayati formulasi biopestisida Bacillus subtilis telah banyak dilakukan untuk mengendalikan patogen tanaman.

Kata kunci: Bakteri antagonis, B. subtilis, penyakit tanaman

PENDAHULUAN

Penyakit tanaman merupakan salah satu faktor pembatas utama produksi tanaman yang selalu ada di setiap musim tanam. Penggunaan pestisida sintetis untuk mengendalikan penyakit tanaman telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat yang semakin sadar untuk mengkonsumsi produk pertanian bebas residu kimia. Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut, pengendalian hayati menjadi satu pilihan cara mengendalikan penyakit tanaman yang harus dipertimbangkan.

Pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami untuk mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh organisme yang berbahaya atau pengaturan populasi penyakit oleh musuh alaminya. Salah satu upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengatasi keberadaan patogen adalah menggunakan bakteri antagonis. Bakteri antagonis adalah bakteri yang memiliki sifat berlawanan dengan mikroorganisme patogen. Bakteri antagonis sering disebut sebagai bakteri menguntungkan, karena dapat digunakan untuk menghambat atau menghentikan aktivitas patogen yang merugikan.

Selain itu, produksi agensia pengendali hayati berformula dapat dilakukan dengan menggunakan bahan yang murah dan mudah didapat, khususnya penggunaan limbah pertanian. Misalnya, penggunaan sisa-sisa tanaman kacang-kacangan untuk memperbanyak dan memformula B. subtilis. Selain itu pembuatan formulasinya juga

(2)

menggunakan alat yang sederhana, mudah diperoleh, dan mudah dilakukan oleh tenaga yang tidak berkeahlian khusus.

Makalah ini membahas karakteristik bakteri antagonis B. subtilis dan potensi pemanfaatannya terhadap tanaman baik dalam menekan perkembangan penyakit- penyakit tanaman maupun dalam peningkatan pertumbuhan tanaman.

PENCIRIAN B. subtilis

B. subtilis merupakan bakteri gram positif yang dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di bagian sentral sel. Hasil uji pewarnaan gram menunjukkan bahwa B. subtilis merupakan bakteri gram positif karena menghasilkan warna ungu saat ditetesi dengan larutan KOH. Warna ungu yang muncul pada pewarnaan gram tersebut dikarenakan dinding sel B. subtilis mampu mempertahankan zat warna kristal violet (Aini et al. 2013). Sel Bacillus spp. berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0 μm dan mempunyai flagel peritrikus, memproduksi spora bentuk silinder yang tidak membengkak, bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta heterotrof, katalase positif, sel gerak yang membentuk endospora elips lebih tahan daripada sel vegetatif terhadap panas, kering dan faktor lingkungan lain yang merusak. Permukaan sel bakteri ditumbuhi merata flagellum pristikus. B. subtilis merupakan kelompok fisiologi yang berbeda dari bakteri non-patogen, yang relatif mudah dimanipulasi secara genetika dan sederhana dibiakkan, yang memperkuat kesesuaiannya untuk kepentingan industri (Soesanto 2008).

Bacillus pertama kali dideskripsikan oleh Cohn pada tahun 1872 pada B. subtilis yang semula disebut Vibrio subtilis oleh Ehrenberg pada 1835 (Gordon 1981 dalam Hatmanti 2000). Cohn menunjukkan bahwa spora tersebut mempunyai resistensi yang lebih dibandingkan sel vegetatifnya, keberadaan endospora yang berbentuk elips merupakan suatu keuntungan untuk penerapan industri dan penggunaan bioteknologi.

Tabel 1. Karakteristik morfologi dan biokimia B. subtilis

Pengujian Reaksi

Sifat Gram Flagela Katalase

Endospora (sentral)

Pembengkakan sel berspora Tumbuh pada suhu 45oC Tumbuh pada pH 5,70

Tumbuh pada kandungan NaCl 1%

Penggunaan sitrat

Hidup dalam medium glukosa pada kondisi tanpa oksigen Produksi asam dari karbon: arabinosa, manitol dan xylosa Produksi indol

VP test Hidrolisis pati Hidrolisis gelatin

+ + + + - + + + + - + - + + +

Sumber: Leary dan Chun (1988) dalam Supriadi (2006); Aini et al. (2013)

(3)

EKOLOGI B. subtilis

Bakteri antagonis B. subtilis dapat bertahan pada kondisi lingkungan tertentu, yaitu pada suhu -5o C sampai 75oC, dengan tingkat keasaman (pH) antara 2-8. Pada kondisi yang sesuai dan mendukung, populasinya akan menjadi dua kali banyaknya selama waktu tertentu. Waktu ini dikenal dengan waktu generasi atau waktu penggandaan, yang untuk B. subtilis adalah 28,5 menit pada suhu 40oC (Soesanto 2008).

B. subtilis juga merupakan kelompok bakteri antagonis yang banyak digunakan untuk mengendalikan patogen filosfer. Akan tetapi, kelompok bakteri ini memerlukan kelembaban sangat tinggi dan bahkan adanya air bebas di permukaan filosfer yang teratur. Populasi bakteri antagonis di filosfer dapat turun dengan cepat, sehingga membutuhkan penerapan yang baru (Elad et al. 2002).

Di dalam tanah, bakteri antagonis B. subtilis memanfaatkan eksudat akar dan bahan tanaman mati untuk sumber nutrisinya. Apabila kondisi tidak sesuai bagi pertumbuhannya, misalnya karena suhu tinggi, tekanan fisik dan kimia, atau kahat nutrisi, bakteri akan membentuk endospora. Endospora yang dihasilkan oleh Bacillus mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap faktor kimia dan fisika, seperti suhu ekstrim, alkohol dan sebagainya. Pembentukan endospora terjadi selama lebih kurang 8 jam dan dapat bertahan selama 6 tahun (Soesanto 2008).

Bakteri B. subtilis juga efektif dalam melarutkan fosfat. Fosfat dapat menjadi tersedia untuk perakaran melalui sekresi asam organik mikroorganisme. Pada pH netral dan basa yang memiliki kandungan kalsium yang tinggi, terjadi pengendapan kalsium fosfat, sehingga mikroorganisme mampu melarutkan fosfat dan mengubahnya menjadi tersedia dan mudah diserap bagi tanaman (Avivi et.al. 2010).

Isolat B. subtilis sering digunakan dalam penelitian dengan bentuk mutan rifampisin. Suatu kapsul bak-matriks diamati mengelilingi sel bakteri yang terletak pada epidermis akar primer. Letak bakteri dalam sel jelas ditunjukkan pada tingkat ultrastruktur. Penggandaan sel bakteri terjadi di dalam ruang antarsel, khususnya ruang yang terhubung (Soesanto 2008).

FISIOLOGI B. subtilis

Bakteri B. subtilis ketika diinfeksikan ke tanaman tidak menampakkan gejala penyakit baik pada kondisi tertentu pertumbuhan tanaman maupun di sepanjang pertumbuhan tanaman. Bahkan bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas tanaman, serta meningkatkan laju perkecambahan benih. Daya perlindungan bakteri ditampakkan ketika tanaman ditanam pada lahan terinfeksi patogen, misalnya Fusarium moniliforme. Hal ini membuktikan bahwa bakteri mampu melindungi benih dan tanaman dengan jalan mengkoloni daerah perakaran tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kemampuan bakteri didalam mengkoloni perakaran tanaman dapat sampai masa dua bulan dan kepadatan populasinya relatif seragam (Soesanto 2008).

Berdasarkan sifat pertumbuhannya, B. subtilis bersifat mesofilik. Bakteri B.

subtilis menghasilkan enzim protease, amilase, lipase, serta kutinase sebagai enzim pengurai dinding sel patogen (Rahayu 1990 dalam Hatmanti 2000). Bakteri ini dan anggota genus lain digunakan didalam fermentasi untuk kegunaan pangan manusia,

(4)

sumber enzim luar sel untuk kegunaan industri dan pengobatan, dan produksi antibiotika peptida.

Mekanisme penghambatan bakteri antagonis B. subtilis adalah melalui antibiosis, persaingan, dan pemacu pertumbuhan. B. subtilis menghasilkan antibiotika yang bersifat racun terhadap mikroba lain. Antibiotika yang dihasilkannya antara lain streptovidin, basitrasin, surfaktin, fengisin, iturin A, polimiksin, difisidin, subtilin, subtilosin, protein, sedangkan subtilin merupakan senyawa peptide dan surfaktin, fengisin, serta iturin A merupakan lipoprotein. Basitrasin merupakan polipeptida yang efektif terhadap bakteri gram positif dan bekerja menghambat pembentukan dinding sel (Soesanto 2008).

Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang berpotensi untuk mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan. Secara tidak langsung fitohormon dari bakteri menghambat aktivitas patogen pada tanaman, sedangkan pengaruh secara langsung fitohormon tersebut adalah meningkatkan petumbuhan tanaman dan dapat bertindak sebagai fasilitator dalam penyerapan beberapa unsur hara dari lingkungan (Greenlite 2009 dalam Sari 2015).

Menurut Rao (1994) B. subtilis mampu memproduksi antibiotik aterimin dan basitrasin yang sangat beracun bagi patogen.

B. subtilis SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT TANAMAN

Genus Bacillus sering digunakan sebagai pengendali hayati penyakit tular tanah. Anggota dari genus ini mempunyai keuntungan, khususnya karena bakteri membentuk spora yang mudah disimpan dan mempunyai daya hidup lama, dan relatif mudah diinokulasi ke dalam tanah (Soesanto 2008).

B. subtilis telah terbukti sebagai agensia pengendali hayati yang baik, Djaenuddin et al. (2014) melaporkan bahwa delapan isolat terbaik bakteri antagonis yang telah diidentifikasi adalah B. subtilis yang memiliki kemampuan menghambat perkembangan penyakit hawar pelepah Rhizoctonia solani, hawar daun Bipolaris maydis dan busuk tongkol Fusarium moniliforme pada jagung secara in vitro dan in vivo. Bakteri pengendali hayati, B. subtilis isolat 112 dan 87 tampak mempunyai sifat meningkatkan pertumbuhan tanaman sebaik menjadi endofit yang mampu melindungi tanaman jagung dari organisme patogen. B.subtilis mampu menghasilkan enzim degradatif makromolekul yang bisa menghancurkan dinding sel jamur, seperti protease (intraseluler) dan beberapa enzim yang disekresikan pada medium seperti -amylase,- glukanase, levansukrase, xilanase, kitinase dan protease (Kunst dan Rapoport 1995 dalam Aini et al. 2013)

Metode aplikasi bakteri dengan perendaman akar pada suspensi bakteri lebih efektif dibanding dengan metode penyiraman suspensi ke dalam tanah dalam menekan populasi nematoda peluka akar Pratylenchus brachyurus pada tanaman nilam. Bacillus NA22, Bacillus NJ46 dan Bacillus NJ2 dengan metode perendaman akar mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menekan populasi nematoda di akar yaitu sebesar 75%, 63% dan 60% (Harni et al. 2006).

Bakteri antagonis ini juga dapat digabung penerapannya dengan pestisida nabati, dan dapat mengurangi penggunaan pestisida sintetik secara tunggal sampai 50% (Supriadi 2013). Bakteri ini pada umumnya diaktivasikan pada benih untuk mencegah patogen tular tanah seperti Fusarium sp., R. solani, dan Sclerotium sp.

pada padi (Baker and Cook 1974 dalam Sulistiani 2009).

(5)

PENUTUP

B. subtilis merupakan agensia pengendali hayati yang termasuk dalam kelompok bakteri antagonis. Bakteri antagonis ini menunjukkan kemampuannya didalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan penyakit tanaman dengan mekanisme penghambatan yang khas yang berbeda antar-antagonis lainnya.

Pengembangan antagonis, khususnya bakteri antagonis B. subtilis perlu terus dilanjutkan agar dapat tercipta keseimbangan ekosistem, terwujudnya kesehatan manusia, dan terjaganya kelestarian lingkungan hidup untuk keberlangsungan generasi mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, F.N., S. Sukamto, D. Wahyuni, R.G Suhesti, dan Q. Ayyunin. 2013.

Penghambatan pertumbuhan Colletotrichum gloeosporioides oleh Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii, Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens. Jurnal Pelita Perkebunan 29(1): 44-52.

Avivi, S., I.S Suyani, S. Winarco. 2010. Efek bakteri pelarut fosfat terhadap pertumbuhan Aspergillus flavus pada perkecambahan kacang tanah. Jurnal HPT Tropika 10(1): 64-72. ISSN 1411-7525.

Bellows, T.S. 1999. Controlling Soil Borne Plant Pathogens. pp. 699-712. In : T.S.

Bellows, T.W. Fisher, L.E. Caltagirone, D.L. Dahlsten, G. Gordh, and C.B.

Huffaker (Eds.), Handbook of Biological Control, Principles and Applications of Biological Control. Academic Press, San Diego.

Djaenuddin, N., N. Nonci, dan A. Muis. 2014. Viabilitas dan Uji Formulasi Bakteri Antagonis sebagai Biopestisida Pengendalian Penyakit Hawar Upih Daun Rhizoctonia solani dan Bercak Daun Bipolaris maydis. Laporan Akhir Tahun.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Djatmiko, H.A. dan E. Dewanto. 2012. Potensi biobakterisida Bacillus subtilis B1 untuk menekan penyakit hawar daun bakteri dan meningkatkan pertumbuhan padi di dataran medium. Perencanaan dan Sistem Informasi. Fakultas Pertanian.

Universitas Soedirman. Http://www.faperta.unsoed.ac.id. [30 Juli 2015]

Elad, Y. and S. Freeman. 2002. Biological Control of Fungal Plant Pathogen. pp. 92- 109. In Kempken (Ed.), The Mycota XI, Agricultural Applications. Springer- Verlag, Berlin.

Hatmanti, A. 2000. Pengenalan Bacillus Spp. Oseana, 25(1): 31-41.

Rao SNS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI-Press.

Jakarta.

Sary, A. 2015. Mikroorganisme. Http://www.academia.edu. [18 Agustus 2015]

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman, Suplemen ke Gulma dan Nematoda. Rajawali Pers. 573 p.

Sulistiani. 2009. Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada Berbagai Bahan Pembawa.

Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

(6)

Supriadi. 2006. Analisis resiko agens Hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, 25(3) : 75-80.

Supriadi. 2013. Optimasi pemanfaatan beragam jenis pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 32(1): 1-9

Wartono, Giyanto, dan K. H. Mutaqin. 2015. Efektifitas formulasi spora Bacillus subtilis B12 sebagai agen pengendali hayati penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 34(1): 21-28.

Whipps, J. M. 2001. Microbial interactions and biocontrol in the rhizosphere. J.

Experimental Botany 52:487-511.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Keandalan Bakteri Pasteuria penetrans Sebagai Agens Pengendali Hayati Nematoda Puru Akar Meloidogyne incognita Pada Tanaman Kopi (Coffea arabica) dilaksanakan

Beberapa diantara mikrob antagonis ini adalah sebagai agens biokontrol, pemacu pertumbuhan tanaman, dan penginduksi ketahanan tanaman terhadap

Hasil pengujian di tingkat in vivo, ternyata tiga isolat dari 30 isolat bakteri antagonis tersebut menunjukkan penekanan signifikan terhadap perkembangan penyakit hawar pelepah,

Sebanyak 4 isolat bakteri, yaitu RF3, RF5, FP16 dan EDF23 memperlihatkan potensi sebagai agens hayati dan pemacu pertumbuhan berdasarkan uji patogenisitas secara in-vitro , uji

Bakteri endofit yang unggul sebagai agens pengendali hayati, selain memiliki daya penghambatan yang kuat terhadap cendawan diharapkan memiliki karakter fisiologi

Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium merupakan bakteri yang sering digunakan sebagai agensia pengendali hayati sehingga dapat digunakan sebagai alternatif

Pengembangan pengendali hayati (agens hayati) yang efektif dan efisien sebagai pengendali hama sangat penting untuk dapat meningkatkan produktivitas tanaman kapas

Dalam penelitian ini, kandungan fenol pada tanaman tomat yang diberi perlakuan agens hayati lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol kecuali pada B. Hal ini