• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi DNA dan Amplifikasi PCR

Ekstraksi DNA merupakan bagian awal dalam analisis molekuler. Prinsip dasar ekstraksi DNA adalah pemecahan lisis (dinding sel), pemisahan DNA dari protein dan selulosa serta pemurnian DNA. Untuk mengetahui DNA sudah berhasil diekstraksi dengan melakukan uji kualitas DNA yang dilakukan dengan melakukan proses elektroforesis yang kemudian divisualisasikan dengan menggunakan UV transilluminator seperti pada Gambar 1. Triwibowo (2008) menyatakan Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan ukurannya. Teknik ini memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul misalnya DNA yang bermuatan negatif. DNA yang berkualitas baik apabila pita DNA terlihat tebal dan bersih. Pita DNA yang kurang jelas dan terdapat smear diduga disebabkan karena adanya sisa-sisa etanol pada saat proses pengeringan pelet DNA dan kontaminasi zat-zat dari dinding sel pada saat proses ekstraksi DNA (Ardiana, 2009). Konsentrasi DNA yang tinggi menyebabkan DNA tidak turun dan ini ditandai dengan adanya smear (Komalasari, 2009).

.

Gambar 1. Hasil Ekstraksi DNA DNA leader

DNA

Sampel

19

19

Dari 20 sampel yang diekstraksi, seluruh DNA berhasil diekstraksi namun pita DNA yang diperoleh tipis dan terdapat banyak smear. Setelah diperoleh DNA selanjutnya dilakukan proses PCR, pada proses ini DNA akan melewati 3 tahapan yaitu denaturasi DNA (peleburan DNA dengan suhu tinggi dimana DNA menjadi bentuk tunggal), annealing (pada tahap ini primer akan menempel pada DNA templat yang sesuai dengan urutan basanya), dan elongasi DNA (proses pemanjangan untai DNA baru). Tahapan ini disebut replikasi DNA secara enzimatik. Dari proses PCR ini sampel yang teramplifikasi untuk locus matK hanya berjumlah tujuh sampel dan sampel yang teramplifikasi untuk locus rbcL berjumlah 13 sampel. Rendahnya jumlah sampel yang teramplifikasi kemungkinan dikarenakan pada saat proses ekstraksi DNA, DNA yang diperoleh tidak berupa DNA murni melainkan masih banyak zat kimia lainnya dan kualitas produk PCR. Dimana zat kimia lain tetap terlihat sampai pada hasil dari produk PCR seperti pada Gambar 2. Selain itu faktor yang mempengaruhi kualitas produk PCR adalah terjadinya kontaminasi primer pada saat pencampuran komponen PCR (Anwar, 2015) dan kondisi penyimpanan produk PCR yang kurang optimal (Rangkuti, 2016).

Gambar 2. Hasil produk PCR DNA Leader

Sampel DNA teramplifikasi

20

20 Analisis Sekuen dan Analisis Data

Setelah melalui proses amplifikasi DNA maka dilakukan proses sekuensing. Hasil sekuensing kemudian diedit menggunakan BioEdit pada sekuen reverse dan forward, tujuan dari proses pengeditan sekuen adalah untuk membuang sekuen yang tidak jelas, selanjutnya dilakukan penjajaran dengan menggunakan MEGA 5.0. Setelah melalui proses penjajaran maka sekuen yang diperoleh digunakan untuk analisis BLAST di dengan tujuan untuk memperoleh informasi lengkap mengenai jenis tersebut.

Dari hasil sekuensing untuk lokus rbcL dari 13 sampel yang teramplifikasi hanya tujuh sampel yang memiliki kromatogram yang baik, sedangkan untuk lokus matK tujuh sampel yang teramplifikasi dan memiliki kromatogram yang baik. Dimana untuk lokus rbcL jumlah basa yang diperoleh sebanyak 588bp dan untuk lokus matK jumlah basa yang diperoleh sebanyak 894bp. Kromatogram terdiri dari beberapa kurva dengan tinggi puncak dan warna yang berbeda pada setiap basa. Jika dilihat hasil sekuensing terdapat lebih dari satu puncak yang bertumpuk pada satu posisi dengan tinggi puncak yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah templat DNA, kemurnian DNA dan kualitas primer.

Kromatogram yang baik adalah kromatogram yang memiliki puncak yang tinggi serta tidak saling bertumpuk.

Analisis DNA

Penelusuran dalam NCBI (National Center for Biotechnology Information) untuk sekuens matK sampel kemenyan batak yang berasal dari Pakpak Bharat dan kemenyan durame yang berasal dari Tapanuli Utara menghasilkan tingkat kemiripan 100% (identik) dengan Styrax benzoin yang ada

21

21

didalam Genebank NCBI, sedangkan kemenyan durame yang berasal dari Humbang Hasundutan menghasilkan tingkat kemiripan yang tinggi 99,44%

dengan Styrax benzoin. Ini menandakan bahwa gen matK telah mampu membedakan spesies ini dengan baik dan bisa dimanfaatkan untuk identifikasi.

Untuk kemenyan toba dan kemenyan minyak yang berasal dari Pakpak Bharat, kemenyan toba yang berasal dari Tapanuli Utara dan kemenyan durame yang berasal dari Humbang Hasundutan memiliki tingkat kemiripan yang tinggi dengan Styrax grandiflorus dimana tingkat kemiripan diatas 99% pada analisis BLAST Genebank NCBI. Pengunaan gen matK ini dapat membedakan tanaman sampai tingkat jenis yang cukup akurat. Dimana jenis kemenyan dengan penamaan yang sama dan berasal dari tempat yang berbeda memiliki genetik yang sama yaitu kemenyan durame. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kolondam (2012) yang menyatakan gen matK memiliki tingkat evolusi yang tinggi dan urutan sekuen yang lebih bervariasi sehingga gen matK dianggap lebih baik dan lebih akurat dalam membedakan dan mengidentifikasi suatu jenis. Karena tingkat keakuratannya yang lebih baik dalam mengidentifikasi jenis tanaman, sehingga gen matK lebih banyak digunakan dalam penelitian dibandingkan dengan gen rbcL. Hal senada juga dikemukakan Barthet (2012) bahwa gen matK lebih banyak digunakan dalam penelitian dibandingkan dengan gen rbcL karena gen matK dapat membedakan sampai tingkat spesies. Walaupun gen matK mampu membedakan hingga tingkat spesies, tetapi gen matK belum mampu menyusun jenis yang sama kedalam satu kelompok seperti yang terlihat pada pohon filogeni (Gambar 3) susunan dalam satu kelompok masih tidak beraturan. Berdasarkan pohon filogeni lokus matK terlihat ada 2 klad yang terbentuk. Dimana spesies

22

22

yang berada dalam satu suku ataupun yang memiliki kekerabatan dekat akan berada dalam satu klad dan diduga memiliki perbedaan susunan basa yang sangat kecil.

Gambar 3. Pohon filogenetik lokus matK

Penelusuran dalam NCBI gen rbcL untuk semua sampel kemenyan yang berhasil teramplifikasi dan memiliki kromatogram yang baik memiliki tingkat kemiripan yang tinggi >99% namun tidak ada yang identik dengan spesies yang ada didalam GeneBank. Kemungkinan yang terjadi adalah gen rbcL memiliki kemampuan pembeda yang rendah. Kemampuan pembeda gen rbcL ini telah diperkirakan pada beberapa publikasi ilmiah yang merekomendasikan penggunaan gen ini. Tetapi penggunaan gen rbcL ini membuktikan bahwa gen ini mampu mengamplifikasi DNA lebih baik dibandingkan dengan gen matK tetapi resolusi yang rendah dalam membedakan spesies. Hal ini sesuai dengan pernyataan Holingsworth et al (2011) yang menyatakan gen matK lebih sulit teramplifikasi tetapi membrikan resolusi yang tinggi dalam membedakan spesies tumbuhan, sedangkan gen rbcL lebih mudah diamplifikasi akan tetapi resolusinya rendah dalam membedakan spesies tanaman. Konfirmasi keberhasilan amplifikasi DNA dilakukan dengan melakukan visualisasi melalui elektroforesis. Pada pohon filogeni diatas hanya kemenyan durame dan kemenyan toba yang berasal dari

Kemenyan Toba TU01 matK

23

23

Humbang Hasundutan yang memiliki kekerabatan dekat. Untuk jenis kemenyan yang lainnya tidak berada dalam satu tempat yang sama. Ini juga membuktikan bahwa gen rbcL rendah dala membedakan jenis tanaman hingga tingkat spesies.

Gambar 4. Pohon filogenetik lokus rbcL

DNA kloroplas berbentuk lingkaran dimana lokus-lokus seperti gen rbcL dan matK dapat dikombinasikan. Jumlah pasang basa yang diperoleh dengan menggabungkan lokus matK + rbcL adalah 1482 bp. Seperti halnya dengan lokus rbcL + matK, sekuen dengan kombinasi antara gen matK + rbcL dilakukan penelusuran di NCBI untuk melihat spesies kerabatnya. Dalam penelusuran di NCBI kemenyan durame yang berasal dari Tapanuli Utara, kemenyan minyak dan kemeyan batak yang berasal dari Pakpak Bharat memiliki tingkat kemiripan yang tinggi dengan Styrax benzoin yaitu 100% (identik), sedangkan kemenyan durame yang berasal dari Humbang Hasundutan memiliki tingkat kemiripan yang tinggi yaitu 99,44% dengan Styrax benzoin. Ini menunjukkan bahwa kombinasi antar dua gen (rbcL + matK) menunjukkan hasil yang sama dengan lokus matK. Hal ini juga terlihat pada pohon filogeni, hasil yang diperoleh dengan mengkombinasikan kedua gen tersebut membentuk dua kelompok seperti hasil pada lokus matK.

KemenyanToba TU01 rbcL

24

24

Gambar 5. Pohon filogenetik Lokus matK + rbcL

Berdasarkan hasil tersebut untuk membedakan jenis hingga tingkat spesies lokus matK atau pun kombinasi antar dua lokus (matK + rbcL) menghasilkan hasil yang lebih baik untuk identifikasi ataupun konfirmasi jenis hingga tingkat spesies bila dibandingkan dengan lokus rbcL. Sehingga lokus matK maupun lokus matK+rbcL lebih direkomendasikan untuk identifikasi tanaman hingga tingkat spesies, hanya saja lokus matK lebih sulit untuk teramplifikasi. Untuk lokus rbcL meskipun memiliki kemampuan yang rendah dalam membedakan jenis hingga tingkat spesies, namun lokus rbcL lebih mudah untuk teramplifikasi. Meskipun belum memberikan hasil yang cukup kuat untuk membedakan jenis Styrax yang ada di Sumatera Utara.

Kemenyan Durame HB05 KemenyanToba TU01 Kemenyan Toba PB03 Kemenyan Minyak PB02 Kemenyan Batak PB02 Kemenyan Durame TU01 Kemenyan Minyak PB01 29

87

16 16

25

25

Dokumen terkait