• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden Tabel 4 Karakteristik responden

No Karakteristik Jumlah Responden

Jumlah % 1 Usia (tahun) ≤ 20 21-30 31-40 41-50 46 53 1 0 46 53 1 0 2 Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan

40 60

40 60 3 Pekerjaan Pelajar/ Mahasiswa

Karyawan swasta Wiraswasta Lainnya 62 8 2 28 62 8 2 28 4 Domisili Jakarta Bogor 61 39 61 39 Sumber : data diolah (2015)

Uji validitas dan reabilitas terhadap kuisioner sebagai instrumen penelitian yang dilakukan pada 30 responden menunjukkan bahwa semua pertanyaan valid dan reliabel. Nilai r hitung > r-tabel (0.361). Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% sedangkan nilai Cronbach Alpa 0.862 lebih besar dari 0.6. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Pada penelitian ini, responden dikaji dari beberapa karakteristik di antaranya adalah usia, pekerjaan, jenis kelamin dan domisili.

Berdasarkan hasil olahan data mengenai karakteristik responden penonton film Filosofi Kopi terdapat 53% terdiri dari responden usia 21-30 tahun. Ini dikarenakan mayoritas penonton bioskop itu terdiri dari kalangan muda dan remaja yang memilih bioskop sebagai alternatif pemuas kebutuhan untuk hiburan mereka. Selanjutnya terdapat sekitar 60% perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Ini artinya sedikit lebih banyak perempuan dari pada laki-laki yang menyukai dan berinisiatif untuk menonton film Filosofi Kopi. Dari faktor pekerjaan, mayoritas mahasiswa atau pelajar yang banyak untuk datang menonton film Filosofi Kopi. Ini berhubungan dengan mayoritas usia seperti yang telah dibahas, bahwa pelajar atau mahasiswa merupakan usia remaja dan terdiri dari kalangan muda yang biasanya memenuhi bioskop untuk pemenuhan kebutuhan atas hiburan mereka. Sedangkan pada faktor domisili sekitar 61% responden berasal dari Jakarta dan 39% berasal dari Bogor.

15 Bauran Pemasaran yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam

Menonton Film di Bioskop

Alat analisis yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam menonton film filosofi kopi adalah Partial Least Square (PLS) yang merupakan salah satu jenis Structural Equation Modeling (SEM). Variabel laten (konstruk) yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah tujuh variabel yaitu produk, harga, tempat, promosi, proses, orang/SDM dan bukti fisik. Setiap variabel memiliki beberapa variabel manifest (indikator) yang reflektif terhadap tiap variabel latennya. Indikator-indokator tersebut diperoleh dari studi pustaka.

Model pengukuran dibagi menjadi dua yaitu model pengukuran atau yang sering disebut dengan outer model dan model struktural atau sering disebut dengan

inner model. Outer model menunjukkan variabel manifest yang merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Bila nilai loading factor pada masing-masing indikator > 0,7 maka ukuran reflektif indikator terhadap variabel latennya dapat dikatakan tinggi. Fungsi dari Inner model adalah menunjukkan kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk.

Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)

Analisis outer model dimulai dari model awal dari penelitian ini yang dapat dilihat pada gambar yang menunjukkan model awal penelitian. Masing-masing direfleksikan oleh 26 indikator yang berasal dari tujuh variabel laten yaitu produk, harga, tempat, promosi, proses, orang/SDM, bukti fisik. Indikator-indikator yang terdapat pada gambar telah sesuai dengan literartur rujukan yaitu Lovelock, et al.

(2010).

Suatu model penelitian dikatakan sesuai dengan kriteria bila nilai loading factor lebih besar dari 0.7. Gambar 3 menunjukkan bahwa beberapa indikator memiliki nilai loading factor yang kurang dari 0.7. Oleh karena itu agar model penelitian sesuai dengan kriteria maka dilakukan proses dropping. Proses dropping

adalah proses penghapusan nilai loading factor pada sebuah model penelitian secara satu per satu hingga diperoleh nilai loading factor yang sesuai dengan kriteria. Pada penelitian ini dilakukan proses droping terhadap 26 indikator. Berdasarkan proses droping tersebut diperoleh model akhir faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih film filosofi kopi yang terlihat pada Gambar 4.

16

Gambar 3 Model awal penelitian

Pada konstruk produk (PRD) tersisa satu indikator yang dapat merefleksikan produk dengan baik, yaitu PRD4. PRD4 adalah tingkat pengaruh keputusan konsumen, di mana film diangkat dari novel karangan penulis pertama. Film Filosofi Kopi merupakan film yang diangkat dari sebuah novel karangan ternama Dee Lestari. Sudah beberapa karangan Dee Lestari yang diangkat ke layar lebar salah satunya yaitu Perahu Kertas yang sukses di tahun 2012. Oleh sebab itu, ini menjadi alasan untuk penonton jadi lebih mengenal karangan Dee Lestari dan menantikan karangan selanjutnya untuk difilmkan. Selain itu pada penelitian lain Ciceo (2012) menyebutkan untuk beberapa orang yang menjadi faktor untuk menonton teater adalah dikarenakan para aktor dan penulis yang menjadi daya tarik orang untuk menonton.

17

Gambar 4 Model akhir penelitian

Pada konstruk harga (HRG) tersisa dua indikator yang dapat merefleksikan harga dengan baik, yaitu HRG2 dan HRG3. HRG2 adalah kesesuaian harga dengan kualitas, sedangkan HRG3 adalah manfaat yang didapatkan senilai dengan harga yang ditawarkan. Ini menjadi alasan responden untuk mewakilkan konstruk harga yaitu kesesuain kualitas (HRG2) dan manfaat yang didapatkan (HRG3). Sesuai dengan Kotler (2005) menyatakan bahwa harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan kepada konsumen untuk mendapatkan suatu produk barang atau jasa untuk dapat digunakan atau dirasakan manfaatnya. Selain itu pada penelitian lain Lalitamanik, et al (2014) menyebutkan bahwa persepsi harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menonton dan merupakan variabel dengan pengaruh terbesar yaitu 44.8%. Hal ini dikarenakan konsumen mempersepsikan harga yang dibayarkan sesuai dengan manfaat yang dirasakn setelah menonton film di bioskop E-Plaza Semarang.

Pada konstruk tempat (TMP) tersisa dua indikator yang dapat merefleksikan tempat dengan baik , yaitu TMP2 dan TMP3. TMP2 adalah lokasi bioskop yang dekat dengan tempat tinggal atau tempat beraktivitas, sedangkan TMP3 adalah karena bioskop berlokasi di mall terkenal. Kedua indikator ini menjadi alasan

18

responden untuk mewakilkan konstruk tempat. Dekatnya lokasi bioskop dengan tempat tinggal atau tempat melakukan aktivitas dan berlokasi di mall terkenal menjadikan daya tarik/alasan responden untuk kontruk tempat.

Pada kontruk promosi (PRM) tersisa dua indikator dari enam indikator yang dapat merefleksikan promo dengan baik, yaitu PRM2 dan PRM5. PRM2 yaitu ketertarikan menonton karena pengaruh orang-orang sekitar (word of mouth). Dalam hal ini, peranan orang sekitar sangat penting dalam mempromosikan jasa. Pelanggan sangat dekat dengan penyampaian jasa. Dengan kata lain, pelanggan tersebut akan berbicara kepada pelanggan lain atau orang terdekatnya yang berpotensial tentang pengalamannya dalam menerima jasa tersebut sehingga informasi dari mulut ke mulut (WoM) ini sangat besar pengaruh dan dampaknya terhadap pemasaran jasa dibandingkan dengan aktivitas komunikasi lainnya (Lupiyoadi, 2013). PRM5 adalah ketertarikan karena melihat liputan di media massa. Di zaman yang sudah canggih dengan era teknologi seperti ini, sangat mungkin bahwa informasi sangat cepat menyebar melalui media massa. Tidak sedikit juga yang terpengaruh melalui jalur ini, jadi memungkinkan bahwa responden menjadi tertarik dengan film Filosofi Kopi ketika mereka melihat liputan di media massa. Selanjutnya pada penelitian lain, Jerrick (2013) menyebutkan bahwa trailer lebih mempengaruhi konsumen dalam menonton film sebesar 48%.

Pada kontruk proses (PRS) tersisa dua indikator yang dapat merefleksikan proses dengan baik, yaitu PRS4 dan PRS5. PRS4 yaitu karyawan menuntun penonton ke tempat duduk saat film sudah diputar dan PRS5 adalah karyawan mengucapkan terimakasih saat penonton keluar melalui pintu keluar. Proses sangat penting dalam layanan jasa. Menurut Lovelock, et al. (2010), proses menggambarkan metode dan rentetan wantu dimana sistem operasi jasa bekerja dan merinci bagaimana mereka berkaitan satu sama lain untuk menciptakan tawaran nilai (value proposition) yang dijanjikan kepada pelanggan. Pada penelitian ini indikator yang dapat merefleksikan kontruk proses dengan baik yaitu saat karyawan menuntun penonton ke bangku saat film dimulai dan saat karyawan mengucapkan terimakasih saat keluar dari teater.

Pada konstruk orang/SDM (ORG) ketiga indikator memenuhi kriteria. Artinya ORG1, ORG2 dan ORG3 sama-sama dapat merefleksikan konstruk orang/SDM dengan baik. Menurut Lovelock, et al. (2010) pegawai yang bekerja didalam pekerjaan yang berhadapan dengan pelanggan menjadi input utama dalam menghantarkan keunggulan layanan dan keunggulan bersaing. ORG1 adalah layanan yang diberikan karyawan bioskop ramah. ORG2 adalah karyawan cepat tanggap dengan permintaan penonton. ORG3 adalah karyawan yang melayani pelanggan dengan sabar. Sesuai pernyataan Lovelock, et al. (2010) dalam pelayanan jasa, karyawan/ pegawai menjadi input utama dalam menghantarkan layanan. Jadi karyawan merupakan aset terpenting dalam layanan jasa. Dan ketika indikator dirasa dapat merefleksikan kosntruk orang dengan baik.

Bukti fisik menurut Lovelock, et al. (2010) adalah kondisi fisik lingkungan layanan yang dialami oleh pelanggan menjadi peranan penting dalam membentuk pengalaman layanan dan memperkuat (atau mengurangi) kepuasaan pelanggan. Pada konstruk bukti fisik (BFS) tersisa dua indikator yang merefleksikan konstruk bukti fisik dengan baik yaitu BFS3 dan BFS4. BFS3 adalah terdapatnya kursi nyaman untuk menunggu pemutaran film dimulai sedangkan BFS4 adalah

19 terdapatnya food corner didalam bioskop. Kedua indikator tersebut menjadi peranan dalam memperkuat layanan pelanggan dari segi bukti fisik.

Tabel 5 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai mode reflektif No Kriteria Standar Hasil Penelitian

1 Loading Factor (LF) adalah kekuatan indikator dalam merefleksikan laten. ≥ 0.7 PRD1 = 1 HRG2 = 0.926 HRG3 = 0.945 TMP2 = 0.724 TMP3 = 0.856 PRM2 = 0.815 PRM5 = 0.760 PRS4 = 0.839 PRS5 = 0.839 ORG1 = 0.756 ORG2 = 0.905 ORG3 = 0.901 BFS3 = 0.959 BFS4 = 0.708 KPM1 = 0.837 EAL2 = 0.847 EAL3 = 0.824 2 Composite reliability adalah konsistensi internal ≥ 0.7 PRD = 1 HRG = 0.933 TMP = 0.771 PRM = 0.766 PRS = 0.906 ORG = 0.892 BFS= 0.828 KK = 0.875 3 Average Variance Extracted (AVE) adalah validitas konstruk ≥ 0.5 PRD = 1 HRG = 0.875 TMP = 0.628 PRM = 0.621 PRS = 0.829 ORG = 0.734 BFS = 0.711 KK = 0.699 4 Cross Loading adalah validitas diskriminan Setiap indikator memiliki LF > indikator untuk laten lainnya

Indikator Prd, Harga, Tempat, Promo, Proses, KP, Orang, BF, Kup memiliki LF > indikator laten lainnya.

Sumber : Data Primer, diolah (2015)

Pada faktor keputusan pembelian, indikator yang dapat merefleksikan faktor tersebut adalah KPM1, EAL2 dan EAL3. KPM1 (keputusan pembelian) adalah keputusan responden memutuskan menonton film di bioskop ini secara terencana. EAL2 (evaluasi alternatif) adalah keputusan responden dikarenakan cerita yang diangkat dari novel karangan penulis bestseller, sedangkan EAL3 (evaluasi alternatif) adalah keputusan responden dikarenakan tempat yang nyaman menjadi pertimbangan dalam menonton film Filosofi Kopi. Dari ketiga indikator tersebut EAL2 (evaluasi alternatif) sebagai indikator yang paling mewakili karena memiliki nilai loading factor yang paling tinggi yaitu 0.849. Berdasarkan hasil dari konstruk keputusan konsumen dapat disimpulkan bahwa responden melihat dari cerita yang diangkat dari novel karangan penulis pertama dan evaluasi alternatif dalam keputusan menonton film di bioskop studi kasus pada film “Filosofi Kopi”.

Outer model pada penelitian ini bersifat reflektif sehingga dapat dievaluasi melalui validitas convergent dan diskriminan dari indikator pembentuk konstruk laten dan composite reliability. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu model dapat dikatakan valid dan reliabel. Kriteria tersebut diantaranya adalah

loading factor, Average variance Extracted(AVE),composite reliability, dan cross loading (Ghozali dan Latan 2015). Pada tabel 5 diketahui bahwa outer model telah

20

memenuhi lima kriteria tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua model tersebut memiliki validitas dan reliabilitas model yang baik.

Evaluasi Model Struktural (Inner Model)

Evaluasi model struktural dapat dilihat dari R square yang merupakan uji

goodness-fit model. Bauran pemasaran yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam menonton film di bioskop memberikan nilai R-square sebesar 0.415 yang dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas konstruk keputusan konsumen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk bauran pemasaran sebesar 41.5% sedangkan 58.5% dijelaskan oleh variabel lain diluar yang diteliti.

Tabel 6 Nilai analisis inner model

No Kriteria Standar Hasil Penelitian 1 dari peubah laten endogen adalah Variabilitas konstruk endogen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk eksogen sebesar 0.67 substansial; 0.33 sebagai moderat; 0.19 sebagai lemah (Chin dan Peter dalam Ghazali dan Latan, 2015) = 0.415 2 Estimasi koefisien jalur adalah konsistensi internal

Pengaruh nyata bila t-statistik > t-tabel. Pada alpha 5% nilai T-tabel =1.96 T-statistik: PRD = 2.554 HRG = 1.107 TMP = 2.860 PRM =1.243 PRS = 0.549 ORG = 0.120 BFS = 1.167 Nilai koefisien: PRD = 0.268 HRG = 0.111 TMP = 0.317 PRM = 0.167 PRS = -0.082 ORG = 0.015 BFS = 0.124 Sumber : Data primer, diolah (2015)

Berdasarkan hasil bootstrapping diperoleh nilai t-statistik sebagai acuan menilai signifikasi statistik model penelitian dengan menguji hipotesis untuk setiap jalur hubungan. Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 5 diketahui bahwa hanya ada dua dari tujuh variabel yang memiliki pengaruh signifikan (t-statistik lebih besar dari 1.96). Variabel produk berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam menonton film di bioskop. Berdasarkan nilai t-statistik yang dapat dilihat pada tabel, diketahui bahwa variabel tempat juga berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam menonton film di bioskop. Variabel produk memiliki pengaruh positif terhadap keputusan keputusan menonton film Filosofi Kopi sebesar 0.268 dapat diinterpretasikan bahwa setiap peningkatan pengaruh faktor produk sebesar 1% maka akan meningkatkan keputusan menonton sebesar 26.8%. Hasil yang lebih signifikan terlihat pada pengaruh variabel tempat, yaitu setiap kenaikan 1% pengaruh faktor tempat akan meningkatkan keputusan menonton sebesar 3.17%.

21

Gambar 5 Bootstrapping

Variabel-variabel lain seperti harga, promosi, proses, orang, bukti fisik, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan menonton film di bioskop. Berdasarkan hasil analisis inner model dan outer model maka disimpulkan bahwa hipotesis yang dapat diterima adalah H01 (faktor produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menonton film Filosofi Kopi) dan H03 (faktor tempat berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan menonton film di bioskop).

Implikasi Manajerial

Kim dan Mouborgne (2005) menyatakan bahwa ada empat kerangka kerja dalam penerapan Strategi Samudra Biru antara lain tingkatkan, ciptakan, kurangi dan hapuskan. Guna meningkatkan keputusan dalam menonton film di bioskop, beberapa startegi harus diperhatikan sebagai implikasi manajerial yang harus dilakukan oleh para produsen film. Dari 7 konsep marketing mix yang digunakan terdapat 2 faktor yang signifikan yaitu faktor produk dan tempat. Penerapan manajerial dikaitkan dengan kerangka kerja empat langkah Strategi Samudera Biru. Empat kerangka kerja tersebut dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan-kebijakan manajerial yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keputusan konsumen dalam menonton film di bioskop.

22

Hal yang harus ditingkatkan dalam faktor produk adalah film bukan hanya sebatas hiburan tetapi juga seperti media pada umumnya. Film berpotensi sebagai agen perubahan. Untuk itu perlu peningkatan dari segi kualitas atau jalan cerita. Dalam penelitian ini indikator yang paling berpengaruh adalah cerita film yang diangkat dari penulis novel terkenal. Karena kiprah dari penulis sudah bagus, menjadikan menonton penasaran untuk menyaksikan novel yang mereka baca dalam bentuk film. Berikutnya dari faktor tempat, agar sebaiknya jumlah layar (bioskop) di Indonesia perlu ditambah atau diperbanyak ke daerah-daerah di Indonesia. Dengan demikian akses penonton akan lebih mudah untuk menonton film.

Hal yang harus diciptakan adalah ada baiknya meniru kemajuan atau kecanggihan teknologi film internasional, contonya filmFast and Farious 7. Salah satu pemeran salah satu film ini yaitu Paul Walker meninggal saat film ini dibuat. Tetapi dengan kecanggihan teknologi, film berhasil menampilkan peran Paul Walker hingga film selesai, yaitu beberapa adegan yang belum sempat diambil digantikan oleh adiknya, tetapi dengan kecanggihan teknologi penonton tidak tahu adegan yana mana yang digantikan. Selain ini film pun bisa menjadi agen sosialisasi budaya. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari film-film Korea Selatan yang menggunakan produk dalam negeri sebagai properti film. Berikutnya dari faktor tempat, karena kesempatan pemutaran film Indonesia dan film internasional tidak sama. Maka perlu adanya bioskop alternatif. Bioskop alternatif yaitu pemutaran film khusus film Indonesia, agar film Indonesia dapat bertahan lama di bioskop dari biasanya sehingga dapat diakses lebih mudah oleh penonton tanpa harus mengejar pada minggu pertama pemutaran.

Hal yang harus dikurangi adalah film bergenre horor yang minim nilai. Beberapa tahun terakhir film horor sempat menjadi booming dan memiliki banyak peminat. Tetapi dari sisi lain tidak sedikit juga yang memprotes film tersebut karena banyak nilai yang tidak baik yang disampaikan film horor tersebut. Oleh sebab itu, jika ingin memproduksi film horor hendaklah membuat film horor yang berkualitas. Berikutnya dari faktor tempat, berdasarkan penelitian ini, konsumen lebih menyukai bioskop yang berlokasi di mall terkenal. Oleh sebab itu, sebaiknya untuk pembangunan bioskop berikutnya hendaknya berlokasi di kawasan ramai atau di

mall terkenal dari pada berlokasi di tempat hanya untuk bioskop saja.

Hal yang harus dihapuskan dari faktor produk adalah film yang kontroversial dan mengandung unsur SARA hendaknya dihapuskan. Karena film bukan hanya sebagai sarana hiburan tetapi juga agen perubahan, yang dapat mempengaruhi penonton. Berikutnya faktor tempat, lokasi bioskop penting diperhatikan. Jika bioskop berlokasi di daerah tidak tepat misalnya daerah lokalisasi, bioskop dapat dijadikan sarana untuk melakukan perbuatan tidak senonoh oleh beberapa pihak, dan ini sudah sering terjadi.

23

Dokumen terkait