• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Contoh

Seluruh contoh merupakan mahasiswa yang menyebar dari tingkat pertama hingga tingkat terakhir. Karakteristik contoh dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, dan status gizi. Tabel 4 menunjukkan sebaran karakteristik contoh berdasarkan jenis kelamin, usia, dan status gizi.

Tabel 4 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan jenis kelamin, usia dan status gizi Karakteristik Contoh n % Jenis kelamin Laki-laki 39 68.4 Perempuan 18 31.6 Total 57 100.0 Usia(tahun) 20 25 43.9 21 23 40.4 22 7 12.3 23 2 3.5 Total 57 100.0 Rata-rataSD 20.750.8 Status Gizi Underweight (<18,5 kg/m2) 0 0 Normal (18,5-25 kg/m2) 45 78.9 Overweight (25-29.9 kg/m2) 12 21.1 Obese (≥30 kg/m2) 0 0 Total 57 100 Rata-rataSD 22.832.74

Tabel 4 menunjukkan bahwa contoh penelitian terdiri dari 39 orang laki-laki (68.4%) dan 18 orang perempuan (31.6%). Usia contoh berada pada rentang 20-23 tahun dengan sebagian besar contoh berusia 20 tahun (43.9%). Jenis kelamin dan usia menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan gizi. Kebutuhan gizi pada usia muda akan lebih tinggi daripada usia tua (Almatsier 2010).

Pengukuran antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan gizi dan status gizi contoh. Sebagian besar contoh memiliki status gizi normal (78.9%) dan lainnya (21.1%) memiliki status gizi overweight. Penelitian yang dilakukan Pangesti (2013) di Akademi Imigrasi yang merupakan sekolah kedinasan, menunjukkan sebagian besar taruna (82.5%) memiliki status gizi normal.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik diukur dengan menggunakan metode record aktivitas fisik sehari selama penelitian berlangsung yaitu 4 hari. Durasi waktu setiap aktivitas akan dikalikan dengan nilai Physical Activity Ratio (PAR) sesuai dengan jenis aktivitas fisik yang dilakukan. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan dalam 24 jam dinyatakan sebagai tingkat aktivitas fisik atau Physical Activity Level (PAL). Tabel 5 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik

PAL level Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4

n % n % n % n % Ringan (1.4-1.69) 45 78.9 52 91.2 32 56.1 22 38.6 Sedang (1.70-1.99) 12 21.1 5 8.8 22 38.6 32 56.1 Berat (2.0-2.49) 0 0 0 0 3 5.3 3 5.3 Total 57 100 57 100 57 100 57 100 Rata-rata 1.600.11 1.580.11 1.690.18 1.740.16 Tingkat aktivitas fisik dikategorikan menjadi ringan, sedang dan berat (FAO/WHO/UNU 2001). Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari pertama sebesar 1.600.11 dengan mayoritas tingkat aktivitas contoh tergolong dalam kategori ringan (78.9%). Sebagian besar contoh pada hari kedua memiliki tingkat aktivitas fisik dalam kategori ringan (91.2%). Hal ini terjadi karena sebagian besar aktivitas fisik contoh yaitu duduk dan berbaring yang tergolong ringan. Rutinitas mahasiswa yaitu apel dan lari pagi tidak memberikan kontribusi besar dalam perhitungan aktivitas fisik karena durasi aktivitas yang singkat.

Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari ketiga sebesar 1.690.18 dengan jumlah contoh pada kategori ringan 32 orang (56.1%), kategori sedang 22 orang (38.6%) dan kategori berat 3 orang (5.3%). Hal ini terjadi karena adanya kegiatan tambahan olahraga pada sore hari. Kegiatan tambahan olahraga yang dilakukan meliputi bulutangkis, basket, sepakbola, voli, dan tenis lapangan.

Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari keempat sebesar 1.740.16 dengan jumlah contoh pada kategori ringan 22 orang (38.6%), kategori sedang 32 orang (56.1%) dan kategori berat 3 orang (5.3%). Hal ini terjadi karena adanya kegiatan bersih-bersih area kampus dan kegiatan tambahan wajib yaitu senam pagi dan bela diri.

Penelitian yang dilakukan Rahmawati (2013) di Akademi Imigrasi menunjukkan sebagian besar mahasiswa memiliki aktivitas fisik kategori sedang pada hari pendidikan. Aktivitas fisik menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, durasi, dan berat pekerjaan yang dilakukan (Alamatsier 2010).

Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan di asrama merupakan jenis penyelenggaraan makanan institusi. Penyelenggaraan makanan institusi didefinisikan sebagai outlet

makanan di industri dan bisnis, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, pusat keterampilan, panti jompo, lembaga pemasyarakatan, fasilitas rekreasi seperti stadion, dan pusat penitipan anak (Reynolds 2003). Penyelenggaraan makanan nonkomersial atau institusi tidak berorientasi pada keuntungan (Gregoire dan Spears 2006).

Pihak institusi menggunakan jasa perusahaan katering sebagai penyelenggara makanan. Perusahaan katering ditentukan melalui proses lelang eproc yang dilakukan secara online. Perusahaan-perusahaan katering yang telah memenuhi syarat akan mendaftar dalam proses tersebut. Katering terpilih merupakan katering dengan penawaran harga terendah yang memenuhi syarat dan dapat menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan energi dan zat gizi mahasiswa.

Katering yang menyelenggarakan makanan di tempat-tempat seperti rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, lembaga pemasyarakatan, akademi militer dikenal sebagai public sector catering. Bisnis di sektor ini sebenarnya tidak perlu mencari keuntungan. Perusahaan-perusahaan katering akan berkompetisi memenangkan kontrak melalui proses pelelangan dan kontrak yang dilakukan bertujuan mencari keuntungan (Foskett et al. 2012)

Pihak katering tergolong jasaboga A3 yaitu jasaboga yang melayani masyarakat umum dan memiliki dapur khusus serta memperkerjakan tenaga kerja (Kemenkes 2011). Perusahaan katering menyiapkan makanan sebanyak 266 porsi setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Proses persiapan dan pengolahan dilakukan di dapur katering. Lokasi dapur katering dengan asrama cukup jauh yaitu 41 km. Proses distribusi dari dapur katering menuju asrama membutuhkan waktu 1-1.5 jam yang ditempuh dengan menggunakan mobil. Input Penyelenggaraan Makanan

Perusahaan katering yang terpilih merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyelenggaraan makanan dengan jenis konsumen yang berbeda. Perusahaan katering ini telah memiliki struktur organisasi dengan jumlah tenaga kerja yang menangani asrama sebanyak 17 orang dari 39 orang total tenaga kerja. Tabel 6 menunjukkan sebaran jabatan dan upah tenaga kerja perusahaan katering.

Tabel 6 Sebaran jabatan dan upah tenaga kerja perusahaan katering

Jabatan Jumlah (orang) Tingkat pendidikan Gaji/bulan (Rp)

Service manager 1 SMK 5 250 000 Supervisor 2 SMA 3 350 000 Supervisor 1 SMA 3 300 000 Sekretaris 1 D3 3 000 000 Pengadaan 1 SMK 3 500 000 Pengolah 2 SMA 4 000 000 Pengolah 1 D3 3 100 000 Pengolah 1 SMA 3 000 000 Penyaji 7 SMA 1 800 000 Total 37 650 000

Tenaga kerja yang berperan dalam menyediakan makanan untuk asrama terdiri dari satu orang service manager, tiga orang supervisor, satu orang sekretaris, satu orang pembelian, empat orang pengolah makanan, dan tujuh orang penyaji. Tingkat pendidikan tenaga kerja tersebar dari tingkat SMA/SMK hingga

Diploma 3. Gaji/upah tenaga kerja diberikan setiap bulan sesuai dengan jabatan atau beban kerja yang ditanggung.

Area proses penyelenggaraan makanan terdiri dari beberapa area yaitu area penerimaan, penyimpanan, persiapan, dan pengolahan atau dapur utama. Area penyimpanan terbagi menjadi dua yaitu penyimpanan buah dan penyimpanan bahan kering. Bahan pangan basah akan disimpan dalam freezer dan chiller. Ruang persipan terbagi menjadi dua yaitu persiapan nabati dan persiapan hewani. Setiap sekat antar ruang dilengkapi dengan tirai PVC untuk menghindari kontaminasi. Pintu masuk dapur utama dilengkapi dengan insect killer lamp.

Sumber dana yang digunakan sebagai biaya makan mahasiswa berasal dari pemerintah. Anggaran dana yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan makan mahasiswa adalah Rp6 258 000 000 yang dimulai dari 6 Maret 2016 hingga 31 Desember 2016. Alokasi biaya makan mahasiswa yaitu Rp87 500 per orang per hari. Dana digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan penyelenggaraan makanan yaitu pembelian bahan makanan, upah tenaga kerja, pajak, dan biaya operasional lainnya. Dana akan dibayarkan setiap bulan setelah penyerahan data keuangan penyelenggaraan makanan dari pihak katering kepada pihak asrama Proses Penyelenggaraan Makanan

Perencanaan merupakan tahap awal dalam suatu penyelenggaraan makanan. Perencanaan menu merupakan kegiatan penyusunan menu yang akan diolah sesuai dengan prinsip gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan menu yaitu tujuan institusi, karakteristik konsumen (usia, jenis kelamin, status kesehatan, etnis, tingkat pendidikan, kebutuhan gizi, kebiasaan, preferensi konsumsi), anggaran dana, fasilitas dan sumberdaya yang tersedia (Palacio dan Theis 2009).

Perencanaan menu dilakukan sesuai dengan harga yang ditawarkan saat lelang e-proc. Menu yang disediakan menjadi aspek penting dalam menentukan biaya yang dianggarkan (Barnard 2009). Kecukupan gizi konsumen juga diperhatikan dalam merencanakan menu. Perencanaan menu juga dipengaruhi oleh syarat yang diberikan pihak asrama yaitu mengacu pada 4 sehat 5 sempurna. Proses perencanaan menu melibatkan ahli gizi sehingga diharapkan menu yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Jenis menu yang digunakan di asrama yaitu menu bersiklus. Siklus menu yang digunakan yaitu 14 hari. Daftar siklus menu yang digunakan terlampir di Lampiran 1.

Tahap selanjutnya setelah perencanaan menu yaitu perencanaan kebutuhan dan pembelian bahan pangan. Pembelian bahan pangan merupakan serangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai ketentuan yang berlaku (Kemenkes 2013). Proses pembelian yang baik akan mendapatkan produk yang tepat, dalam jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan harga yang tepat (Gregoire dan Spears 2006).

Perusahaan katering melakukan pengadaan bahan pangan dengan melakukan pembelian melalui rekanan. Pembelian bahan pangan kering dilakukan seminggu sekali, sedangkan pembelian bahan pangan basah dilakukan setiap hari. Pihak katering akan memesan bahan pangan kering dan basah kepada rekanan sesuai dengan kebutuhan. Bahan pangan yang datang akan dilakukan pengecekan dan pencatatan.

Bahan pangan yang telah melalui proses penerimaan akan masuk ke ruang penyimpanan dan ruang persiapan. Persiapan pangan hewani dan sayuran berada di ruang terpisah. Bahan pangan kemudian akan melalui proses pengolahan di dapur utama. Pengolahan makanan akan dilakukan oleh tenaga kerja sesuai dengan shift masing-masing. Tenaga kerja katering terbagi menjadi dua shift yaitu shift pagi dan shift malam. Shift pagi yaitu pukul 07.00-16.00 WIB bertugas untuk mempersiapkan dan mengolah makan siang dan malam. Shift malam yaitu pukul 16.00-07.00 WIB bertugas mempersiapkan dan mengolah makan pagi serta mempersiapkan makan siang keesokan harinya.

Makanan yang telah matang dimasukkan dalam food container dan didistribusikan ke asramamenggunakan mobil Avanza. Makanan pagi akan diantar pada pukul 05.00 WIB, makan siang diantar pada pukul 09.00 WIB, dan makan malam diantar pada pukul 16.00 WIB. Distribusi dari dapur pengolahan sampai ke ruang makan di asrama membutuhkan waktu 1 sampai 1,5 jam dengan jarak 41 km. Makanan yang telah sampai di asrama akan disiapkan untuk disajikan. Khusus makanan yang berkuah, kuah akan dihangatkan kembali sebelum disajikan.

Output Penyelenggaraan Makanan

Waktu makan di asrama terbagi menjadi tiga kali yaitu pagi hari pukul 07.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB, dan sore hari pukul 19.00 WIB. Makanan selingan pertama akan diberikan pada makan pagi, sedangkan selingan kedua diberikan pada saat makan sore. Mahasiswa dapat mengonsumsi makanan selingan langsung setelah makan utama atau dibawa untuk dimakan di luar waktu makan utama.

Makanan dapat disajikan dengan berbagai tipe penyajian yaitu pre-plated meals, family style, buffet style, dan cafeteria style (Illinois State Board of Education 2015). Tipe penyajian makanan yang diterapkan di asrama ini yaitu family style. Tipe ini menyajikan makanan di piring dan makan bersama-sama di meja (The National Center on Health 2015). Mahasiswa makan secara berkelompok-kelompok di meja makan. Setiap meja makan terdiri dari 7-8 orang. Makanan akan disajikan dalam wadah-wadah dengan porsi sebanyak 7-8 porsi. Masing-masing mahasiswa akan mengambil makanan yang disajikan di mejanya. Pengambilan dilakukan secara berurut dimulai dari mahasiswa tingkat akhir hingga mahasiswa tingkat pertama. Kelemahan dari sistem ini yaitu sebagian mahasiswa dapat mengonsumsi makanan yang lebih banyak dari yang lainnya sehingga porsi makan mahasiswa lainnya menjadi lebih sedikit.

Makanan yang disediakan dalam sehari diharapkan mampu memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi tubuh normal (Almatsier 2010). Salah satu pilar dalam prinsip Gizi Seimbang menganjurkan untuk mengonsumsi makanan beragam dengan proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan, dan dilakukan secara teratur (Kemenkes 2014). Pihak katering menentukan standar porsi yang digunakan dalam menyediakan makanan bagi mahasiswa. Tabel 7 menunjukkan standar porsi makanan yang direncanakan oleh pihak katering.

Tabel 7 Standar porsi makanan yang direncanakan oleh pihak katering

Hari

Jenis makanan (porsi) Makana n pokok Protein hewani Protein nabati

Buah Sayuran Minyak Gula

Senin-01 6.75 4.0 1.5 2.0 2.5 6.5 2.0 Selasa-02 6.50 5.0 1.5 2.0 1.5 6.0 2.0 Rabu-03 6.50 5.0 2.5 2.0 2.0 5.5 2.0 Kamis-04 6.50 4.0 3.5 2.0 2.0 5.5 2.0 Jumat-05 6.50 5.0 4.0 2.0 0.5 5.0 2.0 Sabtu-06 6.50 4.0 3.5 2.0 1.0 6.0 2.0 Minggu-07 6.50 6.0 2.5 2.0 0.5 6.0 2.0 Senin-08 6.50 4.0 3.0 2.0 1.5 6.5 2.0 Selasa-09 6.50 4.0 2.0 2.0 2.0 6.5 2.0 Rabu-10 6.50 4.0 1.5 2.0 1.5 5.0 2.0 Kamis-11 7.50 4.0 2.5 1.0 2.5 5.5 2.0 Jumat-12 6.75 4.0 1.5 2.0 2.5 6.0 2.0 Sabtu-13 6.00 6.0 2.0 2.0 1.0 6.0 2.0 Minggu-14 7.75 4.0 1.0 2.0 2.0 5.0 2.0 Rata-rata 6.67 4.5 2.3 1.9 1.6 5.8 2.0 Stan dar Laki-laki 8.0 3.0 3.0 5.0 3.0 7.0 2.0 Perem puan 5.0 3.0 3.0 5.0 3.0 5.0 2.0

Rata-rata standar porsi yang direncanakan pihak katering untuk makanan pokok sebesar 6.67 porsi. Standar porsi ini tidak sesuai dengan anjuran Kemenkes (2014) dalam Pedoman Gizi Seimbang yang menyatakan anjuran jumlah porsi makanan pokok pada kelompok usia 19-29 tahun sebesar 8 porsi untuk laki-laki dan 5 porsi untuk perempuan. Penyajian dengan tipe family style memungkinkan porsi yang berlebih pada perempuan dapat menutupi porsi yang kurang pada laki-laki.

Rata-rata standar porsi protein hewani sebesar 4.5 porsi. Porsi tersebut sudah sesuai dengan anjuran dalam Pedoman Gizi Seimbang. Standar porsi protein nabati 2.3 porsi belum sesuai dengan anjuran yaitu 3 porsi. Hal ini terjadi karena beberapa susunan menu tidak menyajikan protein nabati dalam setiap kali makan.

Rata-rata standar porsi buah sebesar 1.9 porsi. Jumlah tersebut belum memenuhi jumlah porsi yang dianjurkan yaitu 5 porsi. Hal ini terjadi karena standar buah disediakan oleh pihak katering diberikan dalam dua kali waktu makan dengan masing-masing 1 porsi. Rata-rata standar porsi sayuran sebesar 1.6 porsi. Jumlah tersebut tidak sesuai dengan anjuran dalam Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes 2014) yaitu 3 porsi. Ketidaksesuain tersebut terjadi karena tidak adanya menu sayur dalam beberapa susunan menu.

Rata-rata standar porsi minyak sebesar 5.8 porsi dan gula sebesar 2 porsi. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan anjuran Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes 2014). Gula berasal dari minuman teh manis yang direncankan untuk disediakan bersama dengan makanan selingan.

Beberapa kelompok makanan yang direncanakan pihak katering masih tidak sesuai dengan anjuran Pedoman Gizi Seimbang. Kelompok protein nabati,

buah dan sayur masih belum memenuhi anjuran. Hal ini dapat terjadi karena menu direncanakan berdasarkan konsep 4 sehat 5 sempurna bukan Pedoman Gizi Seimbang yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2014 (Kemenkes 2014).

Konsumsi buah dan sayur dapat ditingkatkan dengan menyediakan snack berupa buah atau sayur. Beragam buah dan sayur yang disediakan sebagai snack atau makanan selingan dapat membantu untuk memenuhi konsumsi yang dianjurkan ( Roe et al. 2013). Makanan selingan merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan makanan institusi karena dapat meningkatkan asupan gizi pada konsumen yang memiliki nafsu makan rendah. Makanan selingan dapat berupa minuman atau makanan ringan yang disajikan di antara waktu makan utama (Williams 2009). Snack untuk atlet, remaja dan dewasa dengan aktivitas yang tinggi dapat mengonsumsi snack yang mengandung 200-300 kkal (ADA 2010).

Perencanaan Anggaran dan Biaya Makan

Pihak asrama merencanakan anggaran untuk makan mahasiswa sebesar Rp87 500 per hari per mahasiswa. Mahasiswa yang menjadi konsumen yang dilayani pihak katering berjumlah 266 orang. Biaya akan dibayarkan kepada pihak katering setiap bulan setelah pihak katering menyerahkan data keuangan penyelenggaraan makanan kepada pihak asrama.

Perencanaan anggaran merupakan tahap penting dalam suatu sistem penyelenggaraan makanan. Anggaran merupakan perkiraan pendapatan, pengeluaran, dan keuntungan (Miller et al. 2002). Pengendalian biaya bahan pangan menjadi aspek penting untuk mencapai kesuksesan suatu bisnis (Onyeocha 2015). Tingkat produksi yang lebih efisien dan kualitas pelayanan yang lebih baik dapat dicapai melalui manajemen biaya yang efektif (Tracey 2009). Tabel 8 menunjukkan alokasi anggaran dana penyelenggaraan makanan.

Tabel 8 Alokasi anggaran dana penyelenggaraan makanan

Dana yang

diberikan (Rp) Jenis Pengeluaran Harga (Rp) Total

Persentase terhadap dana yang diberikan (%) 23275000 Food cost

Biaya bahan pangan 4 800 000

45.90 Biaya bahan kering 1 269 000

Biaya snack 2 128 000 10 684 000

Biaya buah dan sayur 2 261 000

Biaya guest supply 226 000

Labor cost 7 500 000 7 500 000 32.22 Operating cost Gas 300 000 3.48 Transportasi 320 000 810 000 Listrik 190 000 Total 18 994 000 81.61

Tabel 8 menunjukkan biaya yang digunakan oleh pihak katering dalam penyelenggaraan makanan sebesar 81.61% dari total biaya. Biaya untuk bahan pangan (food cost) sebesar 45.90%, biaya tenaga kerja (labor cost) 32.22%, biaya operasional (operating cost) sebesar 3.48%, dan sisanya digunakan untuk membayar pajak dan sebagai profit.

Biaya makan mahasiswa sebesar Rp87 500 dengan rincian makan pagi, makan siang, dan makan malam masing-masing Rp23 500 dan dua kali selingan masing-masing Rp8 500. Penelitian yang dilakukan di Akademi Militer (Sutanti 2014) menyatakan bahwa biaya yang disediakan untuk penyelenggaraan makanan dengan sistem swakelola sebesar Rp40 000 per taruna per hari dengan rincian, makan pagi Rp9 000, makan siang Rp12 500, makan malam Rp9 500, dan snack Rp9 000. Penelitian Zulfa (2014) terkait analisis konsumsi pangan di Akademi Imigrasi, Depok menunjukkan biaya makan dalam penyelenggaraan makanan secara swakelola sebesar Rp29 700 per orang per hari untuk makan pagi, makan siang, makan malam, dan extra fooding pada pagi hari.

Standar biaya pengadaan makan di wilayah Jawa Barat untuk siswa/mahasiswa militer/semimiliter yang diasramakan di lingkup sekolah kedinasan adalah Rp34 000/orang/hari (Kementerian Keuangan 2016). Standar tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan makan siswa/mahasiswa.

Biaya bahan pangan (food costs) yang dikeluarkan oleh pihak katering memberikan kontribusi sebesar 45.90% terhadap keseluruhan biaya penyelenggaraan makanan. Berbeda dengan hasil penelitian Sudrajat (2015) pada santri pondok pesantren Darul Arqam Garut yang menunjukkan persentase penggunaan biaya untuk bahan pangan sebesar 76.95%, biaya tenaga kerja 6.18%, biaya operasional 0.60% dan biaya lainnya 4.35%. Perbedaan tersebut terjadi karena penyelenggaraan makanan di asrama menggunakan sistem outsourcing sedangkan di pesantren Darul Arqam menggunakan sistem swakelola.

Penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing akan melimpahkan beban atau kegiatan menyelenggarakan makanan kepada pihak lain, dalam hal ini katering. Penggunaan sistem outsourcing diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan makanan karena adanya pelimpahan tanggung jawab kepada tenaga kerja profesional. Penerapan sistem outsourcing juga memiliki resiko adanya ketergantungan pihak asrama kepada pihak katering (Masruroh et al. 2014).

Penyelenggaraan makanan institusi umumnya tidak berorientasi pada keuntungan sehingga sebagian besar biaya penyelenggaraan makanan akan digunakan untuk biaya bahan pangan (food costs). Penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing dapat mengurangi persentase food cost. Hal ini terjadi karena biaya yang dikeluarkan selain biaya bahan pangan dapat menjadi lebih besar. Biaya-biaya tersebut yaitu biaya pemasaran, administrasi, pajak, sewa, transportasi, dan profit.

Ketersediaan Energi dan Zat Gizi

Ketersediaan makanan akan mempengaruhi konsumsi yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi. Ketersediaan energi dan zat gizi dalam penelitian ini merupakan ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan yang disediakan

pihak katering. Tabel 9 menunjukkan rata-rata ketersedian energi dan zat gizi makanan dari katering.

Tabel 9 Ketersediaan energi dan zat gizi makanan dari katering

Hari Ketersediaan

Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

1 1910 49.14 48.60 314.69

2 2297 62.64 63.23 361.61

3 2099 56.04 71.47 299.97

4 2453 97.55 105.69 282.93

rata-rata 2190 66.34 75.25 314.80

Penilaian ketersediaan energi dan zat gizi dilakukan selama empat hari dengan metode food weighing. Ketersediaan energi tertinggi diantara empat hari penelitian yaitu hari ke empat sebesar 2453 kkal dengan sumbangan terbesar dari makanan pokok. Ketersediaan protein tertinggi pada hari ke empat sebesar 97.55 gram dengan sumbangan terbesar dari protein hewani. Ketersediaan lemak tertinggi pada hari keempat sebesar 105.69 gram dengan sumbangan terbesar kandungan lemak dari makanan yang digoreng dan bersantan. Ketersediaan karbohidrat tertinggi pada hari kedua sebesar 361.61 gram dengan sumbangan terbesar dari makanan pokok. Ketersediaan energi dan zat gizi dari menu yang disediakan selama penelitian ditunjukkan pada Lampiran 2.

Perbandingan ketersediaan energi dan zat gizi dengan kebutuhan dihitung sebagai tingkat ketersediaan dalam persentase. Kebutuhan energi dan zat gizi contoh ditunjukkan pada Lampiran 3. Tingkat ketersediaan yang melebihi 100% akan dibulatkan menjadi 100%. Tabel 10 menunjukkan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi .

Tabel 10 Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi

Hari Tingkat Ketersediaan (%)

Energi Protein Lemak Karbohidrat

Hari 1 81.37 78.07 73.49 82.09

Hari 2 84.72 95.40 83.62 82.06

Hari 3 73.08 82.89 88.71 64.16

Hari 4 87.05 100.00 100.00 61.22

Rata-rata 81.56 89.09 86.46 72.38

Rata-rata tingkat ketersediaan energi yaitu 81.56% dengan tingkat energi tertinggi yaitu hari keempat sebesar 87.05%. Rata-rata tingkat ketersediaan karbohidrat sebesar 72.38%. Hal ini menunjukkan ketersediaan energi dan karbohidrat belum memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Salah satu output penyelenggaraan makanan yaitu kepuasan konsumen yang tidak hanya terkait kualitas makanan, namun juga kuantitas atau jumlah makanan yang akan disediakan (Gregoire and Spears 2006).

Rata-rata tingkat ketersediaan protein yaitu 89.09% dengan tingkat ketersediaan protein tertinggi yaitu hari keempat sebesar 100%. Protein hewani tidak disediakan pada menu makan malam hari ketiga dan diganti pada menu

makan malam hari keempat. Kondisi ini mengakibatkan ketersediaan protein pada hari keempat dapat mencapai kebutuhan protein mahasiswa.

Biaya dan Ketersediaan Energi dan Zat Gizi

Kuantitas dan kualitas makanan yang disediakan berkaitan dengan dana dan sumberdaya yang ada. Makanan yang disediakan pada hari pertama penelitian menunjukkan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi yang belum mencapai 100%. Ketersediaan yang kurang berkaitan dengan biaya bahan pangan yang dikeluarkan. Peningkatan ketersediaan energi dan zat gizi dapat dilakukan melalui peningkatan biaya bahan pangan. Perbandingan biaya bahan pangan yang dikeluarkan antara makanan yang disediakan dengan idealnya ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Perbandingan biaya bahan pangan antara makanan yang disediakan katering dan idealnya

Kandungan Energi dan Zat Gizi Biaya Bahan Pangan (Rp) Anggaran (Rp) Biaya Bahan Pangan (%) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Katering 1910 49.14 48.60 314.69 38 500 87 500 44 Ideal 2750 69.60 67.17 461.81 47 247 54

Menurut Foskett et al. (2012), persentase biaya bahan pangan (food cost) bagi perusahaan katering umumnya sebesar 33.3-60%. Persentase biaya bahan pangan pada menu hari pertama sebesar 44% atau setara dengan Rp38 500 dari anggaran Rp 87 500 per orang per hari. Perencanaan biaya bahan pangan ideal direncanakan untuk menyediakan makanan yang dapat memnuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Ketersediaan energi dan zat gizi ideal direncanakan mengacu pada kebutuhan gizi mahasiswa. Hasil perhitungan menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi dapat ditingkatkan melalui peningkatan biaya bahan pangan. Biaya bahan pangan ideal sebesar Rp 47 247 dengan persentase biaya bahan pangan terhadap anggaran sebesar 54%. Rencana menu ideal ditunjukkan pada Lampiran 4 dan perhitungan biaya bahan pangan ideal ditunjukkan pada Lampiran 5.

Konsumsi

Pengukuran konsumsi makanan adalah salah satu metode pengukuran

Dokumen terkait