• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIAYA MAKAN, KETERSEDIAAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI MAHASISWA DI PENYELENGGARAAN MAKANAN ASRAMA FITRI ASY SYIFA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIAYA MAKAN, KETERSEDIAAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI MAHASISWA DI PENYELENGGARAAN MAKANAN ASRAMA FITRI ASY SYIFA"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BIAYA MAKAN, KETERSEDIAAN ENERGI DAN ZAT GIZI

SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI MAHASISWA DI

PENYELENGGARAAN MAKANAN ASRAMA

FITRI ASY SYIFA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biaya Makan, Ketersediaan Energi dan Zat Gizi serta Tingkat Kecukupan Gizi Mahasiswa di Penyelenggaraan Makanan Asrama adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Fitri Asy Syifa NIM I14120098

(4)
(5)

ABSTRAK

FITRI ASY SYIFA. Biaya Makan, Ketersediaan Energi dan Zat Gizi, serta Tingkat Kecukupan Gizi Mahasiswa di Penyelenggaraan Makanan Asrama. Dibimbing oleh TIURMA SINAGA.

Biaya makan yang ditetapkan untuk menyelenggarakan makanan perlu direncanakan dengan baik sehingga dapat menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan gizi konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan biaya makan terhadap ketersediaan energi dan zat gizi di penyelenggaraan makanan asrama. Desain penelitian adalah cross sectional yang dilakukan bulan April-Juni 2016. Pengambilan data konsumsi dilakukan dengan metode food weighing dan food record selama 4 hari. Contoh penelitian berjumlah 57 mahasiswa (39 laki-laki dan 18 perempuan) dengan usia 20-23 tahun. Dana yang digunakan untuk penyelenggaraan makanan sebesar Rp87 500 per orang per hari. Sebagian besar biaya dialokasikan untuk biaya bahan pangan (45.90%). Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi di asrama mahasiswa belum memenuhi kebutuhan gizi mereka. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif antara biaya makan dengan ketersediaan energi (p<0.05, r =-0.170), ketersediaan protein (p<0.05, r = -0.418), dan ketersediaan lemak (p<0.05, r =-0.652). Terdapat hubungan positif antara biaya makan dengan ketersediaan karbohidrat (p<0.05,r = 0.255).

Kata kunci : Biaya makan, ketersediaan zat gizi, tingkat kecukupan gizi

ABSTRACT

FITRI ASY SYIFA. Food Costs, Energy and Nutrients Availability, and Nutritional Adequacy Level of College Student in Dormitory Food Service. Supervised by TIURMA SINAGA.

The food costs are set to hold the foodservice needs to be well planned so that can provide food according to nutritional requirements of consumers. This study aimed to analyze the correlation between the food cost and energy and nutrients availability in dormitory food service. This study was a cross sectional study and conducted in April-June 2016. This research obtain food consumption data by the method of food weighing and food record. The subjects were 57 college students (39 male and 18 female) aged of 20-23 years old. Food service fund amounting to Rp87 500 per person per day. Most of the costs are allocated as food costs (45.90%). The average availability of energy and nutrients in dormitory not meet the nutritional requirements of college students. There is an inverse relation between food costs and energy density (p<0.05,r=-0.170), availability of dietary protein (p<0.05,r = -0.418), and availability of dietary fat (p<0.05, r =-0.652). There is a correlation between food costs and availability of dietary carbohydrate (p<0.05, r = 0.255).

(6)
(7)

BIAYA MAKAN, KETERSEDIAAN ENERGI DAN ZAT GIZI

SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI MAHASISWA DI

PENYELENGGARAAN MAKANAN ASRAMA

FITRI ASY SYIFA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari program studi ilmu gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr Tiurma Sinaga, MFSA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

Tanggal disetujui :

Judul Skripsi : Biaya Makan, Ketersediaan Energi dan Zat Gizi, serta Tingkat Kecukupan Gizi Mahasiswa di Penyelenggaraan Makanan Asrama

Nama : Fitri Asy Syifa

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2016 sampai Juni 2016 ini ialah penyelenggaraan makanan, dengan judul Biaya Makan, Ketersediaan Energi dan Zat Gizi serta Tingkat Kecukupan Gizi Mahasiswa di Penyelenggaraan Makanan Asrama. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran terkait kesesuaian biaya makan dengan tingkat kecukupan gizi sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan dalam suatu penyelenggaraan makanan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tiurma Sinaga, MFSA selaku pembimbing dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes yang telah banyak memberi saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada ketua institusi beserta staf yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 2 Tujuan 3 Manfaat Penelitian 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE PENELITIAN 5

Desain, Tempat, dan Metode Penelitian 5

Jumlah dan Cara Pemilihan Unit Analisis 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakteristik Contoh 10

Aktivitas Fisik 11

Penyelenggaraan Makanan 11

Perencanaan Anggaran dan Biaya Makan 16

Ketersediaan Energi dan Zat Gizi 17

Biaya dan Ketersediaan Energi dan Zat Gizi 19

Konsumsi 19

Tingkat Kecukupan 20

Hubungan Biaya Makan dengan Ketersediaan Energi dan Zat Gizi 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 8

3 Jenis dan kategori variabel 9

4 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan jenis kelamin, usia dan

status gizi 10

5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik 11 6 Sebaran jabatan dan upah tenaga kerja perusahaan katering 12 7 Standar porsi makanan yang disediakan oleh pihak katering 15 8 Alokasi anggaran dana penyelenggaraan makanan 16 9 Ketersediaan energi dan zat gizi makanan dari katering 18

10 Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi 18

11 Perbandingan biaya bahan pangan antara makanan yang disediakan

katering dan idealnya 19

12 Kontribusi asupan dari katering dan luar katering 20 13 Sebaran tingkat kecukupan energi selama 4 hari 20 14 Sebaran tingkat kecukupan protein selama 4 hari 21 15 Sebaran tingkat kecukupan lemak selama 4 hari 21 16 Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat selama 4 hari 22 17 Hasil uji statistik hubungan antara biaya makan dengan ketersediaan

energi, protein, lemak, dan karbohidrat 22

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Tahap pengambilan contoh 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Menu asrama 28

2 Ketersediaan energi dan zat gizi 37

3 Kebutuhan gizi contoh 40

4 Rencana menu ideal 40

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa dan negara. Kualitas sumber daya manusia tercermin dalam suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu indeks pembangunan manusia atau human development index yang meliputi tiga hal yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Peringkat HDI Indonesia berada pada posisi 108 dari 187 negara di dunia dan tergolong dalam kategori negara medium human development. Posisi Indonesia masih lebih rendah diantara beberapa negara-negara ASEAN seperti Singapura (9), Brunei Darussalam (30), Malaysia (62), dan Thailand (89) (UNDP 2014). Indonesia perlu segera melakukan perbaikan-perbaikan dalam pembangunan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mencapai keberhasilan pembangunan.

Pembangunan bidang kesehatan menjadi salah satu investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesehatan sangat erat kaitannya dengan konsumsi pangan dan pemenuhan kecukupan gizi. Kekurangan zat gizi akan menurunkan produktivitas sehingga mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (Baliwati et al. 2010). Perbaikan bidang gizi dapat meningkatkan produktivitas kerja yang akan berdampak positif pada perkembangan ekonomi, kesehatan, dan kualitas hidup manusia (Suhardjo 2013).

Upaya pemenuhan kecukupan gizi bagi individu dapat dilakukan melalui konsumsi pangan. Pemilihan makanan sehari-hari yang tepat dengan jumlah yang cukup akan menyediakan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Almatsier 2010). Perencanaan yang baik diperlukan dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi baik secara individu maupun dalam suatu institusi. Penyediaan makanan suatu institusi sebagai upaya pemenuhan kecukupan gizi dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan.

Penyelenggaraan makanan diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu komersial dan non komersial. Penyelenggaraan makanan nonkomersial atau institusi tidak berorientasi pada keuntungan (Gregoire dan Spears 2006). Penyelenggaraan makanan di lembaga pendidikan merupakan salah satu jenis dari penyelenggaraan makanan non komersial atau institusi yang mengutamakan pelayanan dalam menyediakan makanan untuk memenuhi kecukupan gizi.

Penyelenggaraan makanan merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi (Kemenkes 2013). Tahap awal rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan yaitu perencanaan menu. Lembaga pendidikan yang mengadakan penyelenggaraan makanan harus membentuk tim khusus untuk merencanakan menu makanan dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan yaitu menyediakan makanan yang memenuhi kecukupan gizi, aman, sesuai dengan biaya dan dapat diterima. Perencanaan menu mempertimbangkan beberapa hal yaitu tujuan

(17)

organisasi, sasaran atau konsumen, anggaran dana, dan kapabilitas produksi dan pelayanan (Palacio dan Theis 2009).

Dana yang dianggarkan perlu dipertimbangkan dan direncanakan dengan baik. Anggaran merupakan rencana dan kontrol dalam sistem penyelenggaraan makanan (Gregoire dan Spears 2006). Proses penyelenggaraan makanan dapat dikontrol melalui kesesuaian anggaran yang telah direncanakan dengan biaya yang dikeluarkan. Beberapa penyelenggaraan makanan institusi menetapkan anggaran penyelenggaraan makanan sebagai biaya makan yang dibayarkan oleh konsumen setiap bulan.

Biaya makan akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas menu yang disediakan. Keberagaman menu makanan dapat dicapai dengan menyeimbangkan antara jumlah bahan makanan yang murah dan mahal (Palacio dan Theis 2009). Biaya makan yang dikeluarkan seseorang diharapkan dapat menyediakan makanan yang beragam dengan jumlah yang mencukupi untuk memenuhi kecukupan gizi. Penelitian Pujianti (2015) yang dilakukan pada siswi SMA di pesantren menyatakan bahwa semakin tinggi biaya konsumsi pangan yang dikeluarkan maka tingkat kecukupan individu tersebut cenderung lebih baik. Penelitian serupa yang dilakukan di Taruna Akademi Imigrasi, menunjukkan adanya hubungan positif antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan energi dan protein (Zulfa 2014). Upaya pemenuhan kecukupan gizi melalui konsumsi pangan yang beragam dan jumlah yang sesuai diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas sumberdaya manusia.

Salah satu institusi yang mengadakan penyelenggaraan makanan adalah institusi asrama di Kabupaten Bogor. Institusi tersebut merupakan perguruan tinggi kedinasan semi-militer yang mengadakan penyelenggaraan makanan dengan anggaran dana yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ketersediaan energi dan zat gizi yang dapat terpenuhi dari biaya makan yang telah ditetapkan oleh pihak asrama.

Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik individu mahasiswa yaitu usia, berat badan, dan aktivitas fisik ?

2. Bagaimana proses penyelenggaraan makanan di institusi asrama secara umum ?

3. Bagaimana pengelolaan biaya makan mahasiswa ?

4. Bagaimana ketersediaan energi dan zat gizi dari menu yang disediakan di institusi asrama?

5. Bagaiman tingkat kecukupan gizi mahasiswa ?

6. Bagaimana hubungan biaya makan dengan ketersediaan energi dan zat gizi?

(18)

Tujuan Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan biaya makan terhadap ketersediaan energi dan zat gizi mahasiswa di penyelenggaraan makanan asrama.

Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik individu mahasiswa yaitu usia, berat badan, dan aktivitas fisik

2. Mengidentifikasi proses penyelenggaraan makanan di asrama secara umum

3. Menganalisis biaya makan mahasiswa

4. Menganalisis ketersediaan energi dan zat gizi dari menu yang disediakan di asrama

5. Menganalisis tingkat kecukupan mahasiswa

6. Menganalisis hubungan biaya makan dengan ketersediaan energi dan zat gizi

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi pihak institusi dan masyarakat umum. Bagi pihak institusi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran terkait kesesuaian biaya makan dengan tingkat kecukupan mahasiswa sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan dalam penyelenggaraan makanan asrama. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai sistem penyelenggaraan makanan dan biaya makan dalam lingkup institusi khususnya lembaga pendidikan kedinasan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Secara umum, penyelenggaraan makanan terdiri dari dua jenis yaitu komersial dan non-komersial atau institusi. Penyelenggaraan makanan institusi didefinisikan sebagai outlet makanan di industri dan bisnis, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, pusat keterampilan, panti jompo, lembaga pemasyarakatan, fasilitas rekreasi seperti stadion, dan pusat penitipan anak (Reynolds 2003). Penyelenggaraan makanan institusi umumnya tidak bertujuan mencari keuntungan dan menyediakan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi konsumen sehingga dapat mencapai kesehatan yang optimal. Pihak asrama menggunakan jasa perusahaan katering sebagai penyelenggara makanan. Perusahan katering yang menjalankan usahanya dalam sektor ini disebut dengan public sector catering (Foskett et al. 2012).

(19)

Penyelenggaraan makanan merupakan suatu sistem yang terdiri dari input, proses, dan output. Input dari penyelenggaraan makanan meliputi dana, tenaga kerja, fasilitas dan peralatan. Alokasi dana harus direncanakan dengan baik dan tepat sehingga tujuan dari suatu penyelenggaraan makanan dapat tercapai. Penyelenggaraan makanan membutuhkan proses perencanaan yang baik termasuk perencanaan menu dan perencanaan dana.

Proses dalam penyelenggaraan makanan akan mengolah input menjadi output. Dana, tenaga kerja, fasilitas dan peralatan yang tersedia menjadi dasar dalam proses perencanaan. Hasil perencanaan akan diimplementasikan dengan melakukan pengadaan bahan pangan, penerimaan, persiapan, dan pengolahan. Output dari penyelenggaraan makanan berupa makanan yang akan disajikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Perencanaan yang baik tentu akan menyediakan makanan sesuai dengan yang direncanakan dan tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa.

Mahasiswa akan mengonsumsi makanan yang disediakan dari pihak penyelenggara makanan dan makanan selain yang disediakan pihak penyelenggara makanan. Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kecukupan mahasiswa. Makanan yang disediakan pihak penyelenggara makanan merupakan makanan utama bagi mahasiswa sehingga memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kecukupan mahasiswa. Tingkat kecukupan gizi mahasiswa juga dipengaruhi karakteristik individu yaitu usia, jenis kelamin, berat badan dan aktivitas fisik. Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran penelitian.

Gambar 1 Kerangka pemikiran Biaya Makan

Penyelenggaraan Makanan (Perencanaan Menu dan Anggaran)

Ketersediaan Makanan Konsumsi makanan asrama Konsumsi makanan luar asrama Konsumsi Makanan Tingkat Kecukupan Karakteristik contoh :  Usia  Jenis kelamin  Berat badan  Aktivitas fisik Status Gizi Menu

(20)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Metode Penelitian

Desain penelitan yang digunakan adalah cross sectional study yang dilaksanakan di institusi asrama, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa belum pernah dilakukan penelitian serupa di asrama tersebut. Waktu pengambilan data penelitian dimulai dari bulan April-Juni 2016.

Jumlah dan Cara Pemilihan Unit Analisis

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan usia ≥20 tahun dengan jumlah 134 orang. Contoh merupakan mahasiswa yang tinggal di asrama dan mengonsumsi makanan dari penyelenggaraan makanan asrama. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 57 orang. Berikut perhitungan dalam menentukan jumlah contoh : Keterangan : n : besar sampel N : besar populasi

d : presisi(penyimpangan terhadap populasi) = 10% (Setiawan 2007)

Metode pengambilan contoh dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Pengambilan contoh dilakukan melalui beberapa tahap. Berikut tahap dalam menentukan contoh penelitian :

Gambar 2 Tahap pengambilan Contoh

Penentuan populasi (mahasiswa dengan usia ≥20), 134 orang Penentuan nomor urut mahasiswa (1-134)

Pengacakan nomor urut menggunakan Microsoft Excell untuk mendapatkan 57 nomor

Contoh merupakan mahasiswa yang memiliki nomor terpilih Terpilih 57 nomor dari proses pengacakan

(21)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer. Data primer terdiri dari karakteristik individu (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan); data ketersediaan energi dan zat gizi; data konsumsi pangan; data aktivitas fisik; dan gambaran umum proses penyelenggaraan makanan, biaya makan, rencana anggaran dan perencanaan menu pihak penyelenggara makanan. Data karakteritik individu diperoleh melalui wawancara dan pengukuran antropometri. Data ketersediaan dan konsumsi pangan didapatkan dengan melakukan food weighing dan food record 4 hari. Data aktivitas fisik diperoleh melalui record aktivitas fisik selama 4 hari. Data gambaran umum penyelenggaraan makanan, biaya makan, rencana anggaran dan perencanaan menu didapatkan melalui proses wawancara dan observasi. Jenis dan cara pengumpulan data ditunjukkan di Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data Cara Pengumpulan Data

1 Karakteristik individu

Usia Wawancara dan pengukuran

Jenis kelamin Berat badan Tinggi badan

2 Aktivitas fisik Aktivitas sehari Record aktivitas fisik 3 Gambaran

penyelenggaraan makanan

Input, proses, dan output penyelenggaraan makanan

Wawancara dan observasi

4 Biaya makan Anggaran biaya makan mahasiswa

Wawancara dan observasi 5 Rencana anggaran biaya serta perencanaan menu Distribusi anggaran (biaya bahan makanan, biaya tenaga kerja, biaya operasional, dan biaya lainnya) serta perencanaan menu

Wawancara dan observasi

6 Ketersediaan energi dan zat gizi

Jumlah dan jenis makanan yang disediakan

Food weighing selama 4 hari berturut-turut

7 Konsumsi makanan

Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

Food weighing dan food record 4 hari

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahap pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam pemasukan data dan pengolahan data. Data yang telah diberikan kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel yang telah ada. Pengecekan ulang dilakukan untuk

(22)

memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir yaitu analisis data yang diolah dengan progam Microsoft Excell dan Statistical Program for Sosial Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Spearman.

Data ketersediaan energi dan zat gizi didapatkan dengan menghitung jumlah makanan yang disediakan dengan metode food weighing dan kandungan zat gizi yaitu energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Data konsumsi didapatkan dengan menghitung makanan yang dikonsumsi dengan metode food weighing dan food record selama 4 hari berturut-turut. Data konsumsi yang diperoleh berupa jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam satuan gram yang kemudian dihitung kandungan zat gizi makro. Rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan gizi makanan yang dikonsumsi yaitu :

KGij= (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan :

KGij = penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi sebanyak j

Bj = berat bahan makanan j (gram)

Gij = kandungan zat gizi dari bahan makanan j BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan formula berikut (Gerrior et al. 2006) :

Laki-laki

TEE = 864-9.72xusia(tahun)+PAx(14.2xBB(kg)+ 503xTB(meter)) Perempuan

TEE = 387-7.31xusia(tahun)+PAx(10.9xBB(kg)+ 660.7xTB(meter)) Keterangan :

TEE = Total Energy Expenditure PA = nilai Physical Activity

Tingkat kecukupan gizi energi dan zat gizi lainnya kemudian dihitung menggunakan rumus

Tingkat kecukupan gizi = konsumsi zat gizi aktual x 100 kebutuhan

Data aktivitas fisik didapatkan melalui wawancara dan record aktifitas sehari. Alokasi waktu setiap aktivitas akan dikalikan dengan nilai Physical Activity Ratio (PAR) sesuai dengan jenis aktivitas fisik yang dilakukan. Hasil perkalian alokasi waktu dengan nilai PAR akan didapatkan nila PAL (Physical Activity Level). Nilai PAL akan digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas fisik sehari. Nilai PAR (Physical Activity Ratio) pada tiap jenis aktivitas ditunjukkan di Tabel 2.

(23)

Tabel 2 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik

Jenis Aktivitas PAR/satuan waktu

Laki-laki Perempuan

Tidur 1.0 1.0

Tidur-tiduran (tidak tidur) 1.2 1.2

Duduk diam 1.2 1.2

Berdiri 1.4 1.5

Berpakaian 2.4 3.3

Makan dan minum 1.4 1.6

Berjalan-jalan 2.1 2.5

Berjalan dengan pelan 2.8 3.0

Berjalan dengan cepat 3.8 2.3

Duduk di bus/kereta 1.2

Mengendarai motor 2.7

Mengendarai mobil 2.0

Mencuci piring 1.7

Melakukan pekerjaan rumah tangga 2.8

Mencuci baju (duduk) 2.8

Menjemur pakaian 4.4 Menyetrika baju 3.5 1.7 Mengepel 4.4 Membaca 1.3 1.5 Duduk di bangku 1.3 Berdiri/mondar-mandir 1.6 1.6 Mengetik 1.8 1.8 Menulis 1.4 1.4

Senam aerobik (intensitas ringan) 3.51 4.24

Senam aerobik (intensitas tinggi) 7.93 8.31

Bermain basket 6.95 7.74

Bermasin sepak bola 8.0

Berlari (jarak jauh) 6.34 6.55

Berlari (sprint) 8.21 8.28

Berenang 9

Bermain tenis 5.8 5.92

Sumber : FAO/WHO/UNU 2001

Record aktivitas fisik dilakukan selama empat hari. Hasil record dan wawancara berupa jenis dan alokasi waktu dari setiap aktivitas yang kemudian dikalikan dengan nilai PAR untuk mendapatkan nilai PAL. Nilai PAL dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

PAL = (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam

Keterangan :

PAL = Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical Activyti Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan persatuan waktu tertentu)

(24)

Tabel 3 Jenis dan kategori variabel

Variabel Kategori

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein (Depkes 1996)

1. Defisit Berat (<70% AKG) 2. Defisit Ringan (70-79% AKG) 3. Defisit Sedang (80-89% AKG) 4. Normal (90-119% AKG) 5. Lebih (>120% AKG) Tingkat Kecukupan Lemak (Hardinsyah

et al. 2013)

1. Defisit (<20% AKE) 2. Normal (20-30% AKE) 3. Lebih (>30% AKE) Tingkat Kecukupan Karbohidrat

(Hardinsyah et al. 2013)

1. Defisit (<45% AKE) 2. Normal (45-65% AKE) 3. Lebih (>65% AKE) Tingkat Aktivitas Fisik

(FAO/WHO/UNU 2001)

1. Ringan (nilai PAL : 1.40-1.69) 2. Sedang (nilai PAL : 1.70-1.99) 3. Berat (nilai PAL : 2.00-2.49)

Definisi Operasional

Biaya bahan pangan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan sebagai biaya pembelian bahan pangan dalam penyelenggaraan makanan.

Biaya lainnya adalah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pihak penyelenggaran makanan selain biaya bahan pangan, biaya tenaga kerja dan biaya operasional.

Biaya makan adalah jumlah dana yang disediakan pihak instansi untuk makan mahasiswa.

Biaya operasional adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara proses penyelenggaraan makanan.

Karakteristik individu adalah karakteristik individu mahasiswa yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas fisik

Ketersediaan energi dan zat gizi adalah jumlah zat gizi yaitu energi, protein, lemak, dan karbohidrat pada makanan yang disediakan oleh penyelenggaran makanan.

Konsumsi makanan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh mahasiswa baik dari makanan yang disediakan maupun makanan dari luar asrama.

Perencanaan anggaran adalah proses penyusunan dan pengelolaan anggaran dalam penyelenggaraan makanan untuk menyediakan makanan bagi mahasiswa.

Perencanaan menu adalah proses penyusunan menu makan mahasiswa dalam kurun waktu tertentu.

Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi energi dan zat gizi dengan kebutuhan yang dinyatakan dalam persen (%).

Tingkat ketersediaan makanan adalah perbandingan antara ketersediaan energi dan zat gizi dengan kebutuhan yang dinyatakan dalam persen (%).

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Seluruh contoh merupakan mahasiswa yang menyebar dari tingkat pertama hingga tingkat terakhir. Karakteristik contoh dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, dan status gizi. Tabel 4 menunjukkan sebaran karakteristik contoh berdasarkan jenis kelamin, usia, dan status gizi.

Tabel 4 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan jenis kelamin, usia dan status gizi Karakteristik Contoh n % Jenis kelamin Laki-laki 39 68.4 Perempuan 18 31.6 Total 57 100.0 Usia(tahun) 20 25 43.9 21 23 40.4 22 7 12.3 23 2 3.5 Total 57 100.0 Rata-rataSD 20.750.8 Status Gizi Underweight (<18,5 kg/m2) 0 0 Normal (18,5-25 kg/m2) 45 78.9 Overweight (25-29.9 kg/m2) 12 21.1 Obese (≥30 kg/m2) 0 0 Total 57 100 Rata-rataSD 22.832.74

Tabel 4 menunjukkan bahwa contoh penelitian terdiri dari 39 orang laki-laki (68.4%) dan 18 orang perempuan (31.6%). Usia contoh berada pada rentang 20-23 tahun dengan sebagian besar contoh berusia 20 tahun (43.9%). Jenis kelamin dan usia menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan gizi. Kebutuhan gizi pada usia muda akan lebih tinggi daripada usia tua (Almatsier 2010).

Pengukuran antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan gizi dan status gizi contoh. Sebagian besar contoh memiliki status gizi normal (78.9%) dan lainnya (21.1%) memiliki status gizi overweight. Penelitian yang dilakukan Pangesti (2013) di Akademi Imigrasi yang merupakan sekolah kedinasan, menunjukkan sebagian besar taruna (82.5%) memiliki status gizi normal.

(26)

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik diukur dengan menggunakan metode record aktivitas fisik sehari selama penelitian berlangsung yaitu 4 hari. Durasi waktu setiap aktivitas akan dikalikan dengan nilai Physical Activity Ratio (PAR) sesuai dengan jenis aktivitas fisik yang dilakukan. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan dalam 24 jam dinyatakan sebagai tingkat aktivitas fisik atau Physical Activity Level (PAL). Tabel 5 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik

PAL level Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4

n % n % n % n % Ringan (1.4-1.69) 45 78.9 52 91.2 32 56.1 22 38.6 Sedang (1.70-1.99) 12 21.1 5 8.8 22 38.6 32 56.1 Berat (2.0-2.49) 0 0 0 0 3 5.3 3 5.3 Total 57 100 57 100 57 100 57 100 Rata-rata 1.600.11 1.580.11 1.690.18 1.740.16 Tingkat aktivitas fisik dikategorikan menjadi ringan, sedang dan berat (FAO/WHO/UNU 2001). Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari pertama sebesar 1.600.11 dengan mayoritas tingkat aktivitas contoh tergolong dalam kategori ringan (78.9%). Sebagian besar contoh pada hari kedua memiliki tingkat aktivitas fisik dalam kategori ringan (91.2%). Hal ini terjadi karena sebagian besar aktivitas fisik contoh yaitu duduk dan berbaring yang tergolong ringan. Rutinitas mahasiswa yaitu apel dan lari pagi tidak memberikan kontribusi besar dalam perhitungan aktivitas fisik karena durasi aktivitas yang singkat.

Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari ketiga sebesar 1.690.18 dengan jumlah contoh pada kategori ringan 32 orang (56.1%), kategori sedang 22 orang (38.6%) dan kategori berat 3 orang (5.3%). Hal ini terjadi karena adanya kegiatan tambahan olahraga pada sore hari. Kegiatan tambahan olahraga yang dilakukan meliputi bulutangkis, basket, sepakbola, voli, dan tenis lapangan.

Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari keempat sebesar 1.740.16 dengan jumlah contoh pada kategori ringan 22 orang (38.6%), kategori sedang 32 orang (56.1%) dan kategori berat 3 orang (5.3%). Hal ini terjadi karena adanya kegiatan bersih-bersih area kampus dan kegiatan tambahan wajib yaitu senam pagi dan bela diri.

Penelitian yang dilakukan Rahmawati (2013) di Akademi Imigrasi menunjukkan sebagian besar mahasiswa memiliki aktivitas fisik kategori sedang pada hari pendidikan. Aktivitas fisik menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, durasi, dan berat pekerjaan yang dilakukan (Alamatsier 2010).

Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan di asrama merupakan jenis penyelenggaraan makanan institusi. Penyelenggaraan makanan institusi didefinisikan sebagai outlet

(27)

makanan di industri dan bisnis, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, pusat keterampilan, panti jompo, lembaga pemasyarakatan, fasilitas rekreasi seperti stadion, dan pusat penitipan anak (Reynolds 2003). Penyelenggaraan makanan nonkomersial atau institusi tidak berorientasi pada keuntungan (Gregoire dan Spears 2006).

Pihak institusi menggunakan jasa perusahaan katering sebagai penyelenggara makanan. Perusahaan katering ditentukan melalui proses lelang eproc yang dilakukan secara online. Perusahaan-perusahaan katering yang telah memenuhi syarat akan mendaftar dalam proses tersebut. Katering terpilih merupakan katering dengan penawaran harga terendah yang memenuhi syarat dan dapat menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan energi dan zat gizi mahasiswa.

Katering yang menyelenggarakan makanan di tempat-tempat seperti rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, lembaga pemasyarakatan, akademi militer dikenal sebagai public sector catering. Bisnis di sektor ini sebenarnya tidak perlu mencari keuntungan. Perusahaan-perusahaan katering akan berkompetisi memenangkan kontrak melalui proses pelelangan dan kontrak yang dilakukan bertujuan mencari keuntungan (Foskett et al. 2012)

Pihak katering tergolong jasaboga A3 yaitu jasaboga yang melayani masyarakat umum dan memiliki dapur khusus serta memperkerjakan tenaga kerja (Kemenkes 2011). Perusahaan katering menyiapkan makanan sebanyak 266 porsi setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Proses persiapan dan pengolahan dilakukan di dapur katering. Lokasi dapur katering dengan asrama cukup jauh yaitu 41 km. Proses distribusi dari dapur katering menuju asrama membutuhkan waktu 1-1.5 jam yang ditempuh dengan menggunakan mobil. Input Penyelenggaraan Makanan

Perusahaan katering yang terpilih merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyelenggaraan makanan dengan jenis konsumen yang berbeda. Perusahaan katering ini telah memiliki struktur organisasi dengan jumlah tenaga kerja yang menangani asrama sebanyak 17 orang dari 39 orang total tenaga kerja. Tabel 6 menunjukkan sebaran jabatan dan upah tenaga kerja perusahaan katering.

Tabel 6 Sebaran jabatan dan upah tenaga kerja perusahaan katering

Jabatan Jumlah (orang) Tingkat pendidikan Gaji/bulan (Rp)

Service manager 1 SMK 5 250 000 Supervisor 2 SMA 3 350 000 Supervisor 1 SMA 3 300 000 Sekretaris 1 D3 3 000 000 Pengadaan 1 SMK 3 500 000 Pengolah 2 SMA 4 000 000 Pengolah 1 D3 3 100 000 Pengolah 1 SMA 3 000 000 Penyaji 7 SMA 1 800 000 Total 37 650 000

Tenaga kerja yang berperan dalam menyediakan makanan untuk asrama terdiri dari satu orang service manager, tiga orang supervisor, satu orang sekretaris, satu orang pembelian, empat orang pengolah makanan, dan tujuh orang penyaji. Tingkat pendidikan tenaga kerja tersebar dari tingkat SMA/SMK hingga

(28)

Diploma 3. Gaji/upah tenaga kerja diberikan setiap bulan sesuai dengan jabatan atau beban kerja yang ditanggung.

Area proses penyelenggaraan makanan terdiri dari beberapa area yaitu area penerimaan, penyimpanan, persiapan, dan pengolahan atau dapur utama. Area penyimpanan terbagi menjadi dua yaitu penyimpanan buah dan penyimpanan bahan kering. Bahan pangan basah akan disimpan dalam freezer dan chiller. Ruang persipan terbagi menjadi dua yaitu persiapan nabati dan persiapan hewani. Setiap sekat antar ruang dilengkapi dengan tirai PVC untuk menghindari kontaminasi. Pintu masuk dapur utama dilengkapi dengan insect killer lamp.

Sumber dana yang digunakan sebagai biaya makan mahasiswa berasal dari pemerintah. Anggaran dana yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan makan mahasiswa adalah Rp6 258 000 000 yang dimulai dari 6 Maret 2016 hingga 31 Desember 2016. Alokasi biaya makan mahasiswa yaitu Rp87 500 per orang per hari. Dana digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan penyelenggaraan makanan yaitu pembelian bahan makanan, upah tenaga kerja, pajak, dan biaya operasional lainnya. Dana akan dibayarkan setiap bulan setelah penyerahan data keuangan penyelenggaraan makanan dari pihak katering kepada pihak asrama Proses Penyelenggaraan Makanan

Perencanaan merupakan tahap awal dalam suatu penyelenggaraan makanan. Perencanaan menu merupakan kegiatan penyusunan menu yang akan diolah sesuai dengan prinsip gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan menu yaitu tujuan institusi, karakteristik konsumen (usia, jenis kelamin, status kesehatan, etnis, tingkat pendidikan, kebutuhan gizi, kebiasaan, preferensi konsumsi), anggaran dana, fasilitas dan sumberdaya yang tersedia (Palacio dan Theis 2009).

Perencanaan menu dilakukan sesuai dengan harga yang ditawarkan saat lelang e-proc. Menu yang disediakan menjadi aspek penting dalam menentukan biaya yang dianggarkan (Barnard 2009). Kecukupan gizi konsumen juga diperhatikan dalam merencanakan menu. Perencanaan menu juga dipengaruhi oleh syarat yang diberikan pihak asrama yaitu mengacu pada 4 sehat 5 sempurna. Proses perencanaan menu melibatkan ahli gizi sehingga diharapkan menu yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Jenis menu yang digunakan di asrama yaitu menu bersiklus. Siklus menu yang digunakan yaitu 14 hari. Daftar siklus menu yang digunakan terlampir di Lampiran 1.

Tahap selanjutnya setelah perencanaan menu yaitu perencanaan kebutuhan dan pembelian bahan pangan. Pembelian bahan pangan merupakan serangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai ketentuan yang berlaku (Kemenkes 2013). Proses pembelian yang baik akan mendapatkan produk yang tepat, dalam jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan harga yang tepat (Gregoire dan Spears 2006).

Perusahaan katering melakukan pengadaan bahan pangan dengan melakukan pembelian melalui rekanan. Pembelian bahan pangan kering dilakukan seminggu sekali, sedangkan pembelian bahan pangan basah dilakukan setiap hari. Pihak katering akan memesan bahan pangan kering dan basah kepada rekanan sesuai dengan kebutuhan. Bahan pangan yang datang akan dilakukan pengecekan dan pencatatan.

(29)

Bahan pangan yang telah melalui proses penerimaan akan masuk ke ruang penyimpanan dan ruang persiapan. Persiapan pangan hewani dan sayuran berada di ruang terpisah. Bahan pangan kemudian akan melalui proses pengolahan di dapur utama. Pengolahan makanan akan dilakukan oleh tenaga kerja sesuai dengan shift masing-masing. Tenaga kerja katering terbagi menjadi dua shift yaitu shift pagi dan shift malam. Shift pagi yaitu pukul 07.00-16.00 WIB bertugas untuk mempersiapkan dan mengolah makan siang dan malam. Shift malam yaitu pukul 16.00-07.00 WIB bertugas mempersiapkan dan mengolah makan pagi serta mempersiapkan makan siang keesokan harinya.

Makanan yang telah matang dimasukkan dalam food container dan didistribusikan ke asramamenggunakan mobil Avanza. Makanan pagi akan diantar pada pukul 05.00 WIB, makan siang diantar pada pukul 09.00 WIB, dan makan malam diantar pada pukul 16.00 WIB. Distribusi dari dapur pengolahan sampai ke ruang makan di asrama membutuhkan waktu 1 sampai 1,5 jam dengan jarak 41 km. Makanan yang telah sampai di asrama akan disiapkan untuk disajikan. Khusus makanan yang berkuah, kuah akan dihangatkan kembali sebelum disajikan.

Output Penyelenggaraan Makanan

Waktu makan di asrama terbagi menjadi tiga kali yaitu pagi hari pukul 07.00 WIB, siang hari pukul 13.00 WIB, dan sore hari pukul 19.00 WIB. Makanan selingan pertama akan diberikan pada makan pagi, sedangkan selingan kedua diberikan pada saat makan sore. Mahasiswa dapat mengonsumsi makanan selingan langsung setelah makan utama atau dibawa untuk dimakan di luar waktu makan utama.

Makanan dapat disajikan dengan berbagai tipe penyajian yaitu pre-plated meals, family style, buffet style, dan cafeteria style (Illinois State Board of Education 2015). Tipe penyajian makanan yang diterapkan di asrama ini yaitu family style. Tipe ini menyajikan makanan di piring dan makan bersama-sama di meja (The National Center on Health 2015). Mahasiswa makan secara berkelompok-kelompok di meja makan. Setiap meja makan terdiri dari 7-8 orang. Makanan akan disajikan dalam wadah-wadah dengan porsi sebanyak 7-8 porsi. Masing-masing mahasiswa akan mengambil makanan yang disajikan di mejanya. Pengambilan dilakukan secara berurut dimulai dari mahasiswa tingkat akhir hingga mahasiswa tingkat pertama. Kelemahan dari sistem ini yaitu sebagian mahasiswa dapat mengonsumsi makanan yang lebih banyak dari yang lainnya sehingga porsi makan mahasiswa lainnya menjadi lebih sedikit.

Makanan yang disediakan dalam sehari diharapkan mampu memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi tubuh normal (Almatsier 2010). Salah satu pilar dalam prinsip Gizi Seimbang menganjurkan untuk mengonsumsi makanan beragam dengan proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan, dan dilakukan secara teratur (Kemenkes 2014). Pihak katering menentukan standar porsi yang digunakan dalam menyediakan makanan bagi mahasiswa. Tabel 7 menunjukkan standar porsi makanan yang direncanakan oleh pihak katering.

(30)

Tabel 7 Standar porsi makanan yang direncanakan oleh pihak katering

Hari

Jenis makanan (porsi) Makana n pokok Protein hewani Protein nabati

Buah Sayuran Minyak Gula

Senin-01 6.75 4.0 1.5 2.0 2.5 6.5 2.0 Selasa-02 6.50 5.0 1.5 2.0 1.5 6.0 2.0 Rabu-03 6.50 5.0 2.5 2.0 2.0 5.5 2.0 Kamis-04 6.50 4.0 3.5 2.0 2.0 5.5 2.0 Jumat-05 6.50 5.0 4.0 2.0 0.5 5.0 2.0 Sabtu-06 6.50 4.0 3.5 2.0 1.0 6.0 2.0 Minggu-07 6.50 6.0 2.5 2.0 0.5 6.0 2.0 Senin-08 6.50 4.0 3.0 2.0 1.5 6.5 2.0 Selasa-09 6.50 4.0 2.0 2.0 2.0 6.5 2.0 Rabu-10 6.50 4.0 1.5 2.0 1.5 5.0 2.0 Kamis-11 7.50 4.0 2.5 1.0 2.5 5.5 2.0 Jumat-12 6.75 4.0 1.5 2.0 2.5 6.0 2.0 Sabtu-13 6.00 6.0 2.0 2.0 1.0 6.0 2.0 Minggu-14 7.75 4.0 1.0 2.0 2.0 5.0 2.0 Rata-rata 6.67 4.5 2.3 1.9 1.6 5.8 2.0 Stan dar Laki-laki 8.0 3.0 3.0 5.0 3.0 7.0 2.0 Perem puan 5.0 3.0 3.0 5.0 3.0 5.0 2.0

Rata-rata standar porsi yang direncanakan pihak katering untuk makanan pokok sebesar 6.67 porsi. Standar porsi ini tidak sesuai dengan anjuran Kemenkes (2014) dalam Pedoman Gizi Seimbang yang menyatakan anjuran jumlah porsi makanan pokok pada kelompok usia 19-29 tahun sebesar 8 porsi untuk laki-laki dan 5 porsi untuk perempuan. Penyajian dengan tipe family style memungkinkan porsi yang berlebih pada perempuan dapat menutupi porsi yang kurang pada laki-laki.

Rata-rata standar porsi protein hewani sebesar 4.5 porsi. Porsi tersebut sudah sesuai dengan anjuran dalam Pedoman Gizi Seimbang. Standar porsi protein nabati 2.3 porsi belum sesuai dengan anjuran yaitu 3 porsi. Hal ini terjadi karena beberapa susunan menu tidak menyajikan protein nabati dalam setiap kali makan.

Rata-rata standar porsi buah sebesar 1.9 porsi. Jumlah tersebut belum memenuhi jumlah porsi yang dianjurkan yaitu 5 porsi. Hal ini terjadi karena standar buah disediakan oleh pihak katering diberikan dalam dua kali waktu makan dengan masing-masing 1 porsi. Rata-rata standar porsi sayuran sebesar 1.6 porsi. Jumlah tersebut tidak sesuai dengan anjuran dalam Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes 2014) yaitu 3 porsi. Ketidaksesuain tersebut terjadi karena tidak adanya menu sayur dalam beberapa susunan menu.

Rata-rata standar porsi minyak sebesar 5.8 porsi dan gula sebesar 2 porsi. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan anjuran Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes 2014). Gula berasal dari minuman teh manis yang direncankan untuk disediakan bersama dengan makanan selingan.

Beberapa kelompok makanan yang direncanakan pihak katering masih tidak sesuai dengan anjuran Pedoman Gizi Seimbang. Kelompok protein nabati,

(31)

buah dan sayur masih belum memenuhi anjuran. Hal ini dapat terjadi karena menu direncanakan berdasarkan konsep 4 sehat 5 sempurna bukan Pedoman Gizi Seimbang yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2014 (Kemenkes 2014).

Konsumsi buah dan sayur dapat ditingkatkan dengan menyediakan snack berupa buah atau sayur. Beragam buah dan sayur yang disediakan sebagai snack atau makanan selingan dapat membantu untuk memenuhi konsumsi yang dianjurkan ( Roe et al. 2013). Makanan selingan merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan makanan institusi karena dapat meningkatkan asupan gizi pada konsumen yang memiliki nafsu makan rendah. Makanan selingan dapat berupa minuman atau makanan ringan yang disajikan di antara waktu makan utama (Williams 2009). Snack untuk atlet, remaja dan dewasa dengan aktivitas yang tinggi dapat mengonsumsi snack yang mengandung 200-300 kkal (ADA 2010).

Perencanaan Anggaran dan Biaya Makan

Pihak asrama merencanakan anggaran untuk makan mahasiswa sebesar Rp87 500 per hari per mahasiswa. Mahasiswa yang menjadi konsumen yang dilayani pihak katering berjumlah 266 orang. Biaya akan dibayarkan kepada pihak katering setiap bulan setelah pihak katering menyerahkan data keuangan penyelenggaraan makanan kepada pihak asrama.

Perencanaan anggaran merupakan tahap penting dalam suatu sistem penyelenggaraan makanan. Anggaran merupakan perkiraan pendapatan, pengeluaran, dan keuntungan (Miller et al. 2002). Pengendalian biaya bahan pangan menjadi aspek penting untuk mencapai kesuksesan suatu bisnis (Onyeocha 2015). Tingkat produksi yang lebih efisien dan kualitas pelayanan yang lebih baik dapat dicapai melalui manajemen biaya yang efektif (Tracey 2009). Tabel 8 menunjukkan alokasi anggaran dana penyelenggaraan makanan.

Tabel 8 Alokasi anggaran dana penyelenggaraan makanan

Dana yang

diberikan (Rp) Jenis Pengeluaran Harga (Rp) Total

Persentase terhadap dana yang diberikan (%) 23275000 Food cost

Biaya bahan pangan 4 800 000

45.90 Biaya bahan kering 1 269 000

Biaya snack 2 128 000 10 684 000

Biaya buah dan sayur 2 261 000

Biaya guest supply 226 000

Labor cost 7 500 000 7 500 000 32.22 Operating cost Gas 300 000 3.48 Transportasi 320 000 810 000 Listrik 190 000 Total 18 994 000 81.61

(32)

Tabel 8 menunjukkan biaya yang digunakan oleh pihak katering dalam penyelenggaraan makanan sebesar 81.61% dari total biaya. Biaya untuk bahan pangan (food cost) sebesar 45.90%, biaya tenaga kerja (labor cost) 32.22%, biaya operasional (operating cost) sebesar 3.48%, dan sisanya digunakan untuk membayar pajak dan sebagai profit.

Biaya makan mahasiswa sebesar Rp87 500 dengan rincian makan pagi, makan siang, dan makan malam masing-masing Rp23 500 dan dua kali selingan masing-masing Rp8 500. Penelitian yang dilakukan di Akademi Militer (Sutanti 2014) menyatakan bahwa biaya yang disediakan untuk penyelenggaraan makanan dengan sistem swakelola sebesar Rp40 000 per taruna per hari dengan rincian, makan pagi Rp9 000, makan siang Rp12 500, makan malam Rp9 500, dan snack Rp9 000. Penelitian Zulfa (2014) terkait analisis konsumsi pangan di Akademi Imigrasi, Depok menunjukkan biaya makan dalam penyelenggaraan makanan secara swakelola sebesar Rp29 700 per orang per hari untuk makan pagi, makan siang, makan malam, dan extra fooding pada pagi hari.

Standar biaya pengadaan makan di wilayah Jawa Barat untuk siswa/mahasiswa militer/semimiliter yang diasramakan di lingkup sekolah kedinasan adalah Rp34 000/orang/hari (Kementerian Keuangan 2016). Standar tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan makan siswa/mahasiswa.

Biaya bahan pangan (food costs) yang dikeluarkan oleh pihak katering memberikan kontribusi sebesar 45.90% terhadap keseluruhan biaya penyelenggaraan makanan. Berbeda dengan hasil penelitian Sudrajat (2015) pada santri pondok pesantren Darul Arqam Garut yang menunjukkan persentase penggunaan biaya untuk bahan pangan sebesar 76.95%, biaya tenaga kerja 6.18%, biaya operasional 0.60% dan biaya lainnya 4.35%. Perbedaan tersebut terjadi karena penyelenggaraan makanan di asrama menggunakan sistem outsourcing sedangkan di pesantren Darul Arqam menggunakan sistem swakelola.

Penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing akan melimpahkan beban atau kegiatan menyelenggarakan makanan kepada pihak lain, dalam hal ini katering. Penggunaan sistem outsourcing diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan makanan karena adanya pelimpahan tanggung jawab kepada tenaga kerja profesional. Penerapan sistem outsourcing juga memiliki resiko adanya ketergantungan pihak asrama kepada pihak katering (Masruroh et al. 2014).

Penyelenggaraan makanan institusi umumnya tidak berorientasi pada keuntungan sehingga sebagian besar biaya penyelenggaraan makanan akan digunakan untuk biaya bahan pangan (food costs). Penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing dapat mengurangi persentase food cost. Hal ini terjadi karena biaya yang dikeluarkan selain biaya bahan pangan dapat menjadi lebih besar. Biaya-biaya tersebut yaitu biaya pemasaran, administrasi, pajak, sewa, transportasi, dan profit.

Ketersediaan Energi dan Zat Gizi

Ketersediaan makanan akan mempengaruhi konsumsi yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi. Ketersediaan energi dan zat gizi dalam penelitian ini merupakan ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan yang disediakan

(33)

pihak katering. Tabel 9 menunjukkan rata-rata ketersedian energi dan zat gizi makanan dari katering.

Tabel 9 Ketersediaan energi dan zat gizi makanan dari katering

Hari Ketersediaan

Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

1 1910 49.14 48.60 314.69

2 2297 62.64 63.23 361.61

3 2099 56.04 71.47 299.97

4 2453 97.55 105.69 282.93

rata-rata 2190 66.34 75.25 314.80

Penilaian ketersediaan energi dan zat gizi dilakukan selama empat hari dengan metode food weighing. Ketersediaan energi tertinggi diantara empat hari penelitian yaitu hari ke empat sebesar 2453 kkal dengan sumbangan terbesar dari makanan pokok. Ketersediaan protein tertinggi pada hari ke empat sebesar 97.55 gram dengan sumbangan terbesar dari protein hewani. Ketersediaan lemak tertinggi pada hari keempat sebesar 105.69 gram dengan sumbangan terbesar kandungan lemak dari makanan yang digoreng dan bersantan. Ketersediaan karbohidrat tertinggi pada hari kedua sebesar 361.61 gram dengan sumbangan terbesar dari makanan pokok. Ketersediaan energi dan zat gizi dari menu yang disediakan selama penelitian ditunjukkan pada Lampiran 2.

Perbandingan ketersediaan energi dan zat gizi dengan kebutuhan dihitung sebagai tingkat ketersediaan dalam persentase. Kebutuhan energi dan zat gizi contoh ditunjukkan pada Lampiran 3. Tingkat ketersediaan yang melebihi 100% akan dibulatkan menjadi 100%. Tabel 10 menunjukkan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi .

Tabel 10 Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi

Hari Tingkat Ketersediaan (%)

Energi Protein Lemak Karbohidrat

Hari 1 81.37 78.07 73.49 82.09

Hari 2 84.72 95.40 83.62 82.06

Hari 3 73.08 82.89 88.71 64.16

Hari 4 87.05 100.00 100.00 61.22

Rata-rata 81.56 89.09 86.46 72.38

Rata-rata tingkat ketersediaan energi yaitu 81.56% dengan tingkat energi tertinggi yaitu hari keempat sebesar 87.05%. Rata-rata tingkat ketersediaan karbohidrat sebesar 72.38%. Hal ini menunjukkan ketersediaan energi dan karbohidrat belum memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Salah satu output penyelenggaraan makanan yaitu kepuasan konsumen yang tidak hanya terkait kualitas makanan, namun juga kuantitas atau jumlah makanan yang akan disediakan (Gregoire and Spears 2006).

Rata-rata tingkat ketersediaan protein yaitu 89.09% dengan tingkat ketersediaan protein tertinggi yaitu hari keempat sebesar 100%. Protein hewani tidak disediakan pada menu makan malam hari ketiga dan diganti pada menu

(34)

makan malam hari keempat. Kondisi ini mengakibatkan ketersediaan protein pada hari keempat dapat mencapai kebutuhan protein mahasiswa.

Biaya dan Ketersediaan Energi dan Zat Gizi

Kuantitas dan kualitas makanan yang disediakan berkaitan dengan dana dan sumberdaya yang ada. Makanan yang disediakan pada hari pertama penelitian menunjukkan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi yang belum mencapai 100%. Ketersediaan yang kurang berkaitan dengan biaya bahan pangan yang dikeluarkan. Peningkatan ketersediaan energi dan zat gizi dapat dilakukan melalui peningkatan biaya bahan pangan. Perbandingan biaya bahan pangan yang dikeluarkan antara makanan yang disediakan dengan idealnya ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Perbandingan biaya bahan pangan antara makanan yang disediakan katering dan idealnya

Kandungan Energi dan Zat Gizi Biaya Bahan Pangan (Rp) Anggaran (Rp) Biaya Bahan Pangan (%) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Katering 1910 49.14 48.60 314.69 38 500 87 500 44 Ideal 2750 69.60 67.17 461.81 47 247 54

Menurut Foskett et al. (2012), persentase biaya bahan pangan (food cost) bagi perusahaan katering umumnya sebesar 33.3-60%. Persentase biaya bahan pangan pada menu hari pertama sebesar 44% atau setara dengan Rp38 500 dari anggaran Rp 87 500 per orang per hari. Perencanaan biaya bahan pangan ideal direncanakan untuk menyediakan makanan yang dapat memnuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Ketersediaan energi dan zat gizi ideal direncanakan mengacu pada kebutuhan gizi mahasiswa. Hasil perhitungan menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi dapat ditingkatkan melalui peningkatan biaya bahan pangan. Biaya bahan pangan ideal sebesar Rp 47 247 dengan persentase biaya bahan pangan terhadap anggaran sebesar 54%. Rencana menu ideal ditunjukkan pada Lampiran 4 dan perhitungan biaya bahan pangan ideal ditunjukkan pada Lampiran 5.

Konsumsi

Pengukuran konsumsi makanan adalah salah satu metode pengukuran status gizi secara tidak langsung dengan mengukur kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi (Kusharto dan Supariasa 2014). Penilaian konsumsi makanan pada mahasiswa dilakukan dengan dua metode yaitu metode food weighing untuk menilai konsumsi dari katering dan metode food record untuk menilai makanan yang berasal dari luar katering. Penilaian konsumsi makanan dilakukan selama empat hari. Kontribusi asupan dihitung dengan membandingkan asupan dari katering dan luar katering terhadap kebutuhan. Tabel 12 menunjukkan rata-rata dan kontribusi asupan dari katering dan luar katering.

(35)

Tabel 12 Kontribusi asupan dari katering dan luar katering Sumber

Makanan

Kontribusi Energi dan Zat Gizi (%)

Energi Protein Lemak Karbohidrat

Katering 76.36 89.81 88.73 68.61

Luar katering 7.99 9.02 9.62 7.80

Tabel 12 menunjukkan sebagian besar asupan zat gizi berasal dari katering. Kontribusi asupan energi dari katering terhadap kebutuhan sebesar 76.36%, asupan protein 89.81%, asupan lemak 88.73%, dan asupan karbohidrat 68.61%. Mahasiswa diwajibkan untuk menghabiskan makanan dari katering. Makanan dari katering menjadi makanan utama bagi mahasiswa. Mahasiswa biasanya mengonsumsi makanan dari luar katering pada saat istirahat berupa makanan ringan dan mie instan.

Tingkat Kecukupan Tingkat Kecukupan Energi

Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein (Almatsier 2010). Energi dibutuhkan untuk semua fungsi tubuh yang dijalankan oleh tubuh meliputi : aktivitas metabolik, aktivitas fisik, dan pertumbuhan (Barasi 2007). Tingkat kecukupan energi dihitung untuk mengetahui pemenuhan asupan energi terhadap kebutuhan. Tabel 13 menunjukkan sebaran tingkat kecukupan energi selama 4 hari.

Tabel 13 Sebaran tingkat kecukupan energi selama 4 hari

Tingkat Kecukupan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4

n % n % n % n % Defisit berat (<70%) 8 14.0 8 14.0 16 28.1 8 14.0 Defisit sedang (70-79%) 17 29.8 13 22.8 15 26.3 11 19.3 Kurang (80-89%) 14 24.6 11 19.3 16 28.1 14 24.6 Cukup (90-119%) 18 31.6 23 40.4 9 15.8 20 35.1 Lebih (>120%) 0 0 2 3.5 1 1.8 4 7.0 Total 57 100 57 100 57 100 57 100

Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan energi dalam kategori cukup pada hari pertama (31.6%), hari kedua (40.4%), dan hari keempat (35.1%). Penelitian yang dilakukan pada siswa di Pusat Pendidikan TNI menunjukkan tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan contoh menyebar pada tingkat kecukupan normal (Dewi 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Pangesti (2013) pada taruna Akademi Imigrasi yang menunjukkan sebagian besar taruna memiliki tingkat kecukupan energi defisit berat (30.2%) yang terjadi karena konsumsi yang kurang akibat rasa bosan dengan variasi menu yang disediakan.

Protein

Protein dibutuhkan untuk memelihara struktur dan fungsi tubuh setiap saat. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein yaitu tingkat asupan

(36)

energi (Almatsier 2004). Peningkatan kebutuhan protein yang tidak diikuti dengan peningkatan asupan protein dapat menurunkan tingkat kecukupan protein. Tabel 14 menunjukkan sebaran tingkat kecukupan protein selama 4 hari.

Tabel 14 Sebaran tingkat kecukupan protein selama 4 hari

Tingkat Kecukupan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4

n % n % n % n % Defisit berat (<70%) 20 35.1 4 7.0 8 14.0 0 0 Defisit sedang (70-79%) 16 28.1 8 14.0 9 15.8 1 1.8 Kurang (80-89%) 11 19.3 12 21.1 16 28.1 2 3.5 Cukup (90-119%) 10 17.5 28 49.1 20 35.1 11 19.3 Lebih (>120%) 0 0 5 8.8 4 7.0 43 75.4 Total 57 100 57 100 57 100 57 100

Sebagian besar tingkat kecukupan protein contoh dalam kategori defisit berat pada hari pertama (35.1%). Tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh tergolong cukup pada hari kedua (49.1%) dan ketiga (35.1%). Hari keempat pengambilan data menunjukkan sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori lebih (75.4%). Hal ini terjadi sejalan dengan tingkat ketersediaan protein yang dapat mencapai 100% pada hari keempat. Penelitian yang dilakukan oleh Pangesti (2013) pada taruna Akademi Imigrasi yang menunjukkan 27% contoh memiliki tingkat kecukupan protein tergolong normal.

Lemak

Lemak sangat penting dalam diet sebagai sumber energi berkonsentrasi tinggi yang menghasilkan 9 kkal/g (Barasi 2007). Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat yaitu 2.5 kali lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier 2010). Asupan lemak yang berlebih akan disimpan sebagai simpanan lemak. Tabel 15 menunjukkan tingkat kecukupan lemak selama 4 hari.

Tabel 15 Sebaran tingkat kecukupan lemak selama 4 hari

Tingkat Kecukupan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4

n % n % n % n %

Defisit (<20% AKE) 36 63.2 28 49.1 13 22.8 0 0

Normal (20-30% AKE) 19 33.3 27 47.4 39 68.4 17 29.8

Lebih (30% AKE) 2 3.5 2 3.5 5 8.8 40 70.2

Total 57 100 57 100 57 100 57 100

Tabel 15 menunjukkan terjadi adanya perubahan tingkat kecukupan lemak dari hari pertama hingga hari keermpat. Mayoritas tingkat kecukupan lemak contoh tergolong defisit pada hari pertama (63.2%) dan hari kedua (49.1%), normal pada hari ketiga (68.4%) dan lebih pada hari keempat (70.2%). Hal ini sejalan dengan ketersediaan lemak pada hari keempat paling tinggi dibandingkan hari lainnya. Makanan dari katering merupakan makanan utama bagi mahasiswa sehingga ketersediaan makanan dari katering akan mempengaruhi besarnya konsumsi dan tingkat kecukupan. Penelitian yang dilakukan Rahmawati dan Riyadi (2013) pada taruna Akademi Imigrasi menunjukkan 61.9% contoh

(37)

memiliki tingkat kecukupan lemak normal, 27% tergolong defisit, dan 11.1% tergolong lebih.

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi paling berlimpah dan ekonomis dalam makanan (Gibney et al. 2002). Karbohidrat yang tidak mencukupi berakibat pada penggunaan asam amino dan gliserol yang diubah menjadi glukosa untuk keperluan energi otak dan sistem saraf pusat (Almatsier 2010). Tabel 16 menunjukkan sebaran tingkat kecukupan karbohidrat selama 4 hari.

Tabel 16 Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat selama 4 hari

Tingkat Kecukupan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4

N % n % n % n %

Defisit (<45% AKE) 8 14.0 12 21.1 30 52.6 31 54.4

Normal (45-65% AKE) 39 68.4 33 57.9 25 43.9 22 38.6

Lebih (>65% AKE) 10 17.5 12 21.1 2 3.5 4 7.0

Total 57 100 57 100 57 100 57 100

Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan karbohidrat dalam kategori normal pada hari pertama (68.4%) dan hari kedua (57.9%). Penelitian yang dilakukan oleh Pangesti (2013) pada taruna Akademi Imigrasi yang menunjukkan taruna memiliki tingkat kecukupan karbohidrat dalam kategori cukup sebanyak 44.4%, lebih 31.7%, dan defisit 23.8% dengan kontribusi asupan karbohidrat dari makanan luar asrama lebih tinggi daripada makanan asrama.

Tingkat kecukupan karbohidrat sebagian besar contoh pada hari ketiga (52.6%) dan hari keempat (54.4%) tergolong defisit. Hal ini terjadi karena tingkat ketersediaan karbohidrat kurang pada hari ketiga (64.16%) dan keempat (61.22%). Makanan asrama merupakan makanan utama bagi contoh sehingga tingkat kecukupan gizi contoh sangat dipengaruhi dengan tingkat ketersediaan.

Hubungan Biaya Makan dengan Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Uji statistik hubungan yang digunakan yaitu uji korelasi spearman. Hasil uji hubungan menunjukkan adanya hubungan antara biaya makan dengan ketersediaan energi, protein, lemak dan karbohidrat (nilai p<0.05). Tabel 17 menunjukkan hasil uji statistik hubungan antara biaya makan dengan ketersediaan energi, protein, lemak, dan karbohidrat.

Tabel 17 Hasil uji statistik hubungan antara biaya makan dengan ketersediaan energi, protein, lemak, dan karbohidrat

Variabel Biaya Makan

r p

Ketersediaan Energi -0.170 0.010

Ketersediaan Protein -0.418 0.000

Ketersediaan Lemak -0.652 0.000

Ketersediaan Karbohidrat 0.255 0.000

Uji korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif antara biaya makan dengan ketersediaan energi, protein, dan lemak. Hal ini menunjukkan

(38)

bahwa semakin tinggi biaya makan belum tentu meningkatkan ketersediaan energi, protein, dan lemak. Hal ini dapat terjadi karena harga bahan pangan yang berbeda. Bahan pangan yang mahal belum tentu memiliki kandungan gizi yang tinggi. Penggunaan bahan pangan tersebut akan meningkatkan biaya bahan pangan namun belum tentu kandungan gizi akan meningkat signifikan. Perbedaan terjadi pada menu daging dengan biaya mahal dan menu telur yang lebih murah namun kandungan protein tidak berbeda signifikan.

Hasil uji korelasi sejalan dengan penelitian Drewnowski dan Darmon (2005) yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara biaya makan dan ketersediaan energi. Penelitian yang dilakukan oleh Drewnowski dan Specter (2004) menunjukkan bahwa ketersediaan lemak berhubungan negatif dengan biaya makan.

Makanan padat energi tidak selalu memiliki harga yang tinggi. Hal ini terjadi karena adanya faktor perbedaan harga jenis bahan pangan (Drewnowski 2010). Menu perlu direncanakan dengan baik sehingga tersusun menu yang dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan penggunaan biaya dan sumberdaya yang efektif dan efisien. Hanya ada sedikit bukti bahwa makanan yang sehat membutuhkan biaya yang tinggi (Remnan dan Jean 2015).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penyelenggaraan makanan di asrama menggunakan jasa perusahaan katering dengan tenaga kerja 17 orang yang didukung peralatan dan fasilitas serta dana yang mencukupi. Proses penyelenggaraan makanan melalui beberapa tahap yaitu perencanaan, pengadaan bahan makanan, penerimaan, persiapan, pengolahan, pendistribusian, dan penyajian. Makanan disajikan dengan tipe penyajian family style.

Karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, dan status gizi. Contoh penelitian terdiri dari 39 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Usia contoh berada pada rentang 20-23 tahun yang sebagian besar contoh berusia 20 tahun. Sebagian besar contoh memiliki status gizi normal dan lainnya memiliki status gizi overweight. Tingkat aktivitas fisik contoh berbeda-beda setiap hari dengan rata-rata tingkat aktivitas fisik tertinggi pada hari keempat penelitian yaitu 1.740.16.

Dana yang digunakan untuk penyelenggaraan makanan sebesar Rp87 500 per orang per hari dengan total Rp23 275 000 per hari. Dana tersebut digunakan untuk menyediakan makanan dengan rincian 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan. Sebagian besar biaya dialokasikan sebagai biaya bahan pangan.

Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi di asrama belum memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa. Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh tergolong kurang, protein tergolong cukup, lemak tergolong normal, karbohidrat tergolong normal.

Hasil uji korelasi pearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan ketersediaan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Hubungan

(39)

yang negatif terjadi antara biaya makan dan ketersediaan energi (p<0.05,r=-0.170), ketersediaan protein (p<0.05,r = -0.418), dan ketersediaan lemak (p<0.05, r =-0.652). Hubungan positif terjadi antara biaya makan dengan ketersediaan karbohidrat (p<0.05, r = 0.255).

Saran

Pihak penyelenggaran makanan diharapkan lebih bijak dalam mengelola dana penyelenggaraan makanan sehingga tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa dapat terpenuhi. Perencanaan menu perlu dilakukan evaluasi kembali sehingga tersusun menu yang sesuai dengan kebutuhan gizi mahasiswa. Proses distribusi diharapkan dapat menggunakan alat transportasi khusus untuk menjaga keamanan dan kualitas makanan. Perusahaan katering yang melakukan kontrak dalam penyelenggaraan makanan dengan sistem outsourcing harus dapat menyediakan makanan yang mengacu dan sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi mahasiswa.

Pihak institusi asrama perlu melakukan survey sebelum melakukan kontrak kerjasama dengan pihak katering. Ahli gizi profesional perlu dilibatkan dalam pelaksanaan, pengontrolan, dan evaluasi proses penyelenggaraan makanan sehingga dapat dikontrol biaya dan mutu makanan yang disediakan. Pemantauan, pengontrolan dan evaluasi penyelenggaraan makanan perlu dilakukan secara periodik dan berkala. Pengembangan studi penelitian ini yaitu mengkaji biaya yang dikeluarkan untuk jajan sehingga dapat dilakukan uji hubungan antara biaya makan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran Biaya Makan
Gambar 2  Tahap pengambilan Contoh

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Kondisi kerapatan vegetasi di Kecamatan Ngaglik memiliki tiga kelas klasifikasi kerapatan yaitu kelas kerapatan rendah,

Penelitian menyatakan bahwa wanita yang memberikan ASI secara eksklusif dan belum mendapatkan menstruasinya maka biasanya tidak akan mengalami kehamilan selama masa 6

Aplikasi perkantoran adalah kumpulan perangkat lunak aplikasi yang berfungsi menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan administrasi perkantoran. Administrasi perkantoran

penelitian dengan judul “Penggunaan Situs Facebook dan Twitter Sebagai Media Personal branding” (Studi Pada A nggota Journalistic club Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi

ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN RETURN ON ASSETS TERHADAP

Mendorong keberlanjutan program BDMP melalui sinkronisasi dengan kegiatan SKPD Pemda Bima yang pelaksanaanya diintegrasikan dengan fasilitas yang tersedia di Kampus

[r]

Alhamdulillah, puji syukur tertuju ke hadirat Allah S.w.t, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, inayah, dan karunia-Nya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi