• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Komponen Bioaktif Propolis

Berdasarkan analisis fitokimia, didapatkan hasil secara kualitatif senyawa yang terkandung dalam propolis Indonesia (PI) hampir sama dengan propolis Brasil (PB), kecuali kandungan saponinnya dimana PB tidak mengandung saponin (Tabel 6). Selain itu dapat dilihat bahwa kandungan flavonoid serta senyawa fenolik dari PI lebih tinggi dua kali lipat dibanding PB. Hal ini menunjukkan bahwa PI mirip dengan kandungan propolis Cina yang banyak mengandung flavonoid dan asam fenolat. Negara lainnya yang terbukti mempunyai kandungan flavonoid tinggi pada propolisnya adalah Argentina, Australia, Bulgaria, Hungaria, New Zealand, dan Uruguay. Sedangkan kandungan PB terutama mengandung terpenoid, turunan prenylated (Bankova et al. 2008; Kumazawa et al.2004).

Hasil analisis fitokimia secara kualitatif PI ditemukan tanin, flavanoid, steroid. Kandungan tersebut juga ditemukan pada propolis Pandeglang dalam penelitian Tukan (2009). Namun propolis pada penelitian Tukan tidak mengandung alkaloid yang dikandung pada PI di penelitian ini.

Tabel 6.Hasil analisis fitokimia secara kualitatif

Golongan Ekstrak Etanol PI Ekstrak Etanol PB

1. Flavonoid & senyawa

fenolik ++ +

2. Tanin + +

3. Minyak Atsiri + +

4. Steroid & Triterpenoid + +

5. Saponin + -

6. Alkaloid + +

7. Glikosida + +

8. Gula Produksi + +

Keterangan: Tanda + menunujukkan ada kandungan, dan tanda – menunjukkan tidak ada atau tidak terdeteksi. Tanda ++ menunjukkan lebih banyak dari tanda +

Uji komponen bioaktif propolis untuk mencari komponen bioaktif CAPE dan Artepillin C dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi. Komponen Artepillin C hanya ditemukan pada PB dan tidak pada PI. Sedangkan komponen bioaktif CAPE tidak ditemukan pada kedua propolis tersebut. Hal ini mendukung penemuan Sforcin dan Bankova (2011) dan Salatino et al. (2005) yang menyatakan bahwa kandungan utama PB (Green Brazilian) adalah prenylated p- coumaric acid dimana Artepillin C merupakan komponen bioaktif dari kandungan ini. Sedangkan komponen bioaktif CAPE biasanya ditemukan pada jenis propolis “poplar” yaitu yang berasal dari Eropa, Amerika Utara, beberapa daerah non-tropis di Asia, dan New Zealand (Sforcin & Bankova 2011; Bankova

et al. 2000).

Tidak ditemukannya CAPE dan Artepillin C pada PI juga sejalan dengan penelitian lain yang menggunakan juga PI yaitu penelitian Tukan (2009) dengan menggunakan propolis dari Pandeglang, penelitian Syamsudin et al.(2009) yang menggunakan propolis dari tiga tempat yang berbeda di Jawa dan penelitian Trusheva et al.(2011) menggunakan propolis di Jawa Timur.

Uji komponen bioaktif kemudian dilanjutkan dengan menggunakan teknik kromatografi gas spektrometri massa (KG-SM). Berdasarkan teknik KG- SM, ditemukan komponen bioaktif utama dalam PI yaitu α Amyrin, cyclolanost, turunan fenol (termasuk senyawa resorcinol), senyawa eudesmane, senyawa

ethyl acridine, senyawa lupeol, senyawa friedoolean, senyawa pyrimidine. Sedangkan komponen bioaktif utama dari PB adalah α Amyrin, β Amyrin,

hydrocinnamic ethyl ester, Cyclolanost, turunan fenol, dan senyawa pyrimidine

(Tabel 7).

Komponen bioaktif propolis yang hanya ditemukan pada PI dan tidak pada PB adalah senyawa lupeol, senyawa friedooleanan, 5 heptyl resorcinol, senyawa eudesmane, dan senyawa ethyl acridine. Sedangkan β Amyrin dan

Hydrocinnamic ethyl ester hanya ditemukan pada PB dan tidak pada PI. Semua komponen bioaktif yang ditemukan pada PI dan PB, terlihat bahwa PI mempunyai kandungan lebih besar daripada PB yaitu α Amyrin (1.5 kali),

cyclolanost (8.7 kali), turunan fenol (1.2 kali) dan senyawa pyrimidine (2 kali) (Lampiran 8, 9 dan 10)

Dari semua kandungan bioaktif yang ditemukan pada PB dan PI, kandungan kimia yang pertama kali ditemukan pada propolis adalah senyawa

friedoolean,senyawa eudesmane, ethyl acridinedan senyawa pyrimidine. Semua temuan baru ini berbeda dengan penelitian Syamsudin et al. (2009) menggunakan PI dari tiga tempat yang berbeda di Indonesia (Batang, Lawang, dan Sukabumi) yaitu menemukan 1,3-bis(trimethylsilylloxy)-5,5-proyllbenzene, 3,4-dimethylthio quinoline, 4-oxo-2-thioxo-3-thiazolidinepropionic acid, D-gluco furanuronic acid, dofuranuronic acid, patchoulene dan 3-quinolinecarbox amine.

Komponen α Amyrin, β Amyrin, lupeol, senyawa friedooleanan dan

cyclolanost merupakan senyawa triterpenoid. Ditemukannya komponen α

Amyrin, β Amyrindan lupeol pada PB sejalan dengan penelitian yang dilakukan Furukawa et al. (2002). Sedangkan pada PI ditemukan komponen α Amyrin,

senyawa lupeol dan senyawa friedoolean.

Ditemukannya komponen α Amyrin dan cyclolanost pada PI sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tukan (2009). Komponen α, ß-Amyrin

dan lupeol diketahui mempunyai khasiat antiinflamasi (Pinto et al. 2007; Akihisa

et al.2010) dan antitumor (Akihisa et al,2010; Akihisa et al. 2001; Saleem et al. 2001). Senyawa friedooleanan juga mempunyai aktifitas antiinflamasi (Akihisa

et al.1994) dan anti tumor (Akihisa et al. 2001; Tanaka 2008).

Senyawa cyclolanost yang ditemukan pada PI lebih besar 8 kali lipat dibanding dengan PB. Senyawa cyclolanost yaitu suatu senyawa saponin cycloartane yang telah diteliti oleh Shen et al. (2008) secara in vitro berkhasiat sitotoksik terhadap human prostate tumor cell line. Penelitian yang dilakukan oleh Tukan (2009), menemukan bahwa senyawa cyclolanost mempunyai aktifitas antibakteri yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diisolasi dari usus halus sapi. Cyclolanost merupakan senyawa saponin cycloartane yang

ditemukan pertama kali pada propolis oleh Trusheva et al. (2011) yang menggunakan propolis dari Jawa Timur.

Tabel 7.Hasil analisis komponen bioaktif dengan KGSM/GCMS

Komponen bioaktif Propolis Indonesia - PI (%) Propolis Brasil - PB (%) Perbandingan PI dan PB (PI/PB) Terpenoid αAmyrin 4.32 2.87 1.5 βAmyrin - 1.40 - Senyawa lupeol 0.68 - - Senyawa friedooleanan 3.92 - - Cyclolanost 15.75 1.81 8.7 Senyawa eudesmane 0.66 - - Senyawa Polifenol Turunan fenol 0.57 0.47 1.2 5 heptyl resorcinol 9.33 - -

Prenylated p-coumaric acid

Hydrocinnamic ethyl ester - 9.70 -

Senyawa Nitrogen

Senyawa ethyl acridine 1.93 - - Senyawa pyrimidine 0.81 0.40 2

Senyawa terpen lainnya adalah komponen eudesmane yang merupakan suatu senyawa sesquiterpen lakton eudesmane dan hanya ditemukan pada PI. Pada penelitian Zhang et al. (2010) komponen ini mempunyai sifat sitotoksik terhadap beberapa cell linekanker.

Berbagai penelitian menunjukkan komponen fenol seperti flavonoid, asam aromatik dan benzopiren mempunyai efek biologis yang sangat bermanfaat untuk pengobatan (Bankovaet al. 2000; Burdock 1998; Sforcin 2007). Propolis diketahui mempunyai kandungan flavonoid yang tinggi (Ahn et al. 2007; Bankova et al. 2008; Chen et al. 2004; Coneac et al. 2008; Kumazawa et al. 2004; Salatino et al. 2005; Sheng et al.2007). Pada penelitian secara in vitro

diketahui bahwa flavonoid mempunyai efek antiimflamasi, antialergi, antiviral, dan antikarsinogenesis (Middleton 1998; Middleton et al. 2000; Benavente & Castillo, 2008; Moonet al. 2006; González-Gallego et al. 2010).

Pada PI banyak mengandung senyawa polifenol seperti turunan fenol dan senyawa resorcinol. Senyawa 5 heptyl resorcinol, merupakan kandungan yang pertama kali ditemukan pada PI. Senyawa resorcinol juga ditemukan pada penelitian Trusheva et al. (2011) yang tepatnya menemukan empat kandungan

alk(en)ylresorcinol. Penemuan ini merupakan yang pertama kali di dunia.

Resorcinol merupakan turunan dari fenol (WHO 2006). Senyawa resorcinol ditemukan secara luas di berbagai produk seperti pada broad bean (Vicia faba), komponen pembentuk rasa pada honey mushroom (Armillaria mellea) dan ditemukan pada eksudat bibit bunga lili (Nuphar lutea). Senyawa polifenol merupakan senyawa yang berkhasiat terutama sebagai antioksidan (Nijveldt et al. 2001).

Komponen Hydrocinnamic ethyl esteradalah bentuk ester hydrocinnamic acid yang merupakan senyawa prenylated p-coumaric acids. Senyawa ini hanya ditemukan pada PB. Hal ini memang mendukung pembuktian dari Bankova et al. (2008) yaitu turunan prenylated terutama berasal dari PB. Senyawa ini mempunyai efek antibakteri dan antiparasit (Marcucci et al. 2001), hepatoprotektif dan antitumor (Bankova 2005a)

Komponen ethyl acridine adalah turunan dari acridine merupakan salah satu komponen yang baru ditemui pada propolis. Komponen ini tidak ditemukan pada penelitian lainnya yang menggunakan PI. Ethyl acridine mempunyai efek anti tumor pada murine Lewis lung carcinoma (Finlay et al. 1993; Finlay &

Bagulay 1989), antitumor pada tumor solid (Kestel et al. 1999), dan leukemia (Finlay et al. 1996). Komponen ini merupakan agen antitumor yang berikatan dengan Topoisomerase II DNA dan mempunyai DNA binding properties.

Pyrimidinemerupakan senyawa aromatik heterosiklik organik yang mirip dengan benzene dan pyridine. Penelitian terhadap senyawa pyrimidine seperti oleh Dao dan Grinberg (1963) ditemukan bahwa pyrimidine berkhasiat pada pengobatan pasien kanker payudara. Penelitian lain yang dilakukan oleh Saad (2001) menemukan bahwa pyrimidineberkhasiat pada pengobatan solid tumor.

Perbedaan kandungan bioaktif antara PI dan PB ini sekali lagi mendukung pernyataan Bankova (2005b) yaitu bahwa kandungan propolis sangat dipengaruhi oleh letak geografis, jenis lebah, jenis tanaman habitatnya, dan musim.

5.2.Analisis Kandungan Vitamin dan Mineral Propolis

Berdasarkan hasil analisis kandungan vitamin dan mineral didapatkan bahwa kedua jenis propolis mengandung zat gizi vitamin A, C, E, B1, B2, B6, dan mineral Cu, Zn, Mn, Fe, Na, Ca, dan Mg. Temuan berbagai jenis vitamin dan mineral pada PI mendukung penelitian sebelumnya yang telah menemukan kandungan vitamin dan mineral pada propolis (Bankova et al. 2000; Hegazi 1998; Syamsudin et al. 2009). Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengkaji kandungan gizi vitamin dan mineral dari PI.

Hampir semua kandungan vitamin dan mineral pada PI lebih tinggi dari PB kecuali kadar vitamin A (Tabel 8). Beberapa kandungan vitamin dan mineral PI jauh melebihi PB yaitu terutama berturut-turut vitamin B2 (115.6 kali lipat), vitamin B1 (44 kali lipat), magnesium (43 kali lipat), vitamin C (27.6 kali lipat), vitamin B6 (17.5 kali lipat) dan vitamin E (10.2 kali lipat), hal tersebut kemungkinan disebabkan karena untuk analisa PI digunakan ekstrak propolis segar yang baru dibuat sedangkan untuk analisa PB digunakan ekstrak propolis yang sudah dilarutkan dalam propilenglikol sehingga mempengaruhi kadar dari

vitamin yang seperti diketahui vitamin adalah zat organik sehingga dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier 2006).

Tabel 8. Hasil uji zat gizi vitamin dan mineral Propolis Indonesia dan Brasil

Parameter Satuan Indonesia Propolis

(PI) SD (PI) Propolis Brasil (PB) (PB)SD Perbandingan PI dan PB (PI/PB) Vitamin A IU/100 gram < 0.5tt/tt - 448.5/441.35445 5.06 <0.001 Vitamin B1 mg/100 gram 1.14/1.071.10 0.05 <0.025tt/tt - >44 Vitamin B2 mg/100 gram 2.92/2.882.89 0.03 <0.025tt/tt - >115.6 Vitamin B6 mg/100 gram 0.33/0.360.35 0.02 <0.02tt/tt - >17.5 Vitamin C mg/100 gram 5,51/-5.51 - <0.2tt/tt - >27.6 Vitamin E mg/kg 4.09 4.61/3.56 0.74 0.41/0.390.40 0.01 10.2 Tembaga (Cu) mg/kg 4.51 4.55/4.47 0.06 1.17/0.981,07 0.13 4.2 Seng (Zn) mg/kg 35.2 35.6/34.7 0.64 1.87/1.361.61 0.36 21.9 Mangan (Mn) mg/kg 5.98 5.98/5.83 0.11 0.28/0.310.30 0.02 20 Besi (Fe) mg/kg 5.32 5.78/4.86 0.65 3.22/-3.22 - 1.7 Natrium (Na) mg/100 gram 56.6- - 34.034/- - 1.7 Kalsium (Ca) mg/100 gram 69.6- - 1.04/-1.04 - 67 Magnesium ((Mg) mg/100 gram 80.6- - 1.84/1.881.86 0.03 43.3

Vitamin B merupakan koenzim dalam proses reaksi reduksi oksidasi metabolisme karbohidrat (B1 atau tiamin), protein (B6 atau piridoksin) dan lemak (B3 atau niasin) untuk menghasilkan energi (Disckinson 2002). Vitamin A, C, E, tembaga, dan Zn berperan sebagai antioksidan dan dapat mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas (Maggini 2007; Winarsi 2007).

Magnesium bersama dengan kalsium, mangan, vitamin D, fosfor, dan fluoride berperan dalam metabolisme tulang (Dickinson, 2002), membantu dalam pembentukan formasi tulang dan secara tidak langsung terlibat dengan hormon pengatur metabolisme tulang (Cotter et al. 2007). Selain berguna dalam pembentukan tulang, mangan (Mn) merupakan komponen esensial dalam enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Dickinson 2002).

Kegunaan mineral tembaga adalah untuk memepertahankan kesehatan tulang, pembuluh darah dan saraf (Fernandez & Adams 2007). Sedangkan kegunaan besi (Fe) adalah sebagai komponen pembentuk hemoglobin yang berguna dalam transportasi oksigen ke seluruh jaringan tubuh, dan juga sebagai komponen dalam berbagai protein dan enzim (Dickinson 2002).

5.3.Analisis Aktifitas Antioksidan

Metode yang digunakan untuk menguji aktifitas antioksidan ada beberapa yaitu dengan menggunakan metode β-carotene bleaching, ferric thiocyanate

(FTC), ferric reducing ability assay(FRAP), chemoluminescenscence assay dan dengan assayantiradikal 1,1-diphenyl-2-pierylhydrazyl (DPPH). Pada penelitian ini digunakan metode yang ke-dua untuk menguji aktifitas antioksidan pada PI dan PB. Metode penelitian DPPH merupakan metode yang paling sering digunakan dan telah berhasil baik dalam mengukur aktifitas antioksidan (Sawaya

et al. 2011). Penelitian ini merupakan yang pertama kali dalam hal pengujian efek antioksidan yang terkandung dalam PI.

Efek antioksidan dipengaruhi oleh kandungan polifenol dalam propolis yaitu salah satunya adalah flavonoid. Kumazawa et al. (2004) meneliti

kandungan polifenol dan flavonoid yang berasal dari 16 negara menemukan bahwa propolis dari negara Argentina, Australia, Cina, Hungaria dan New Zealand mempunyai aktifitas antioksidan yang tinggi dan berkorelasi dengan kandungan polifenol dan flavonoidnya. Matsushige et al. (1996) mengisolasi komponen ekstrak Baccharis dracunculifolia propolis yang menunjukkan adanya aktifitas antioksidan lebih kuat dari vitamin C dan E.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa kandungan flavonoid dan senyawa fenol dari PI lebih tinggi dua kali lipat dibanding PB. Namun, uji aktifitas ditemukan bahwa PB mempunyai aktifitas antioksidan 1.2 kali lipat lebih kuat dari PI yaitu PB 55451.95 dan PI 44656.8 (Tabel 9). Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kandungan aktif dari propolis PB yang mempunyai aktifitas antioksidan selain flavonoid. Namun lebih jauh lagi Kumazawa et al. (2003), menemukan bahwa komponen caffeic acid, quarcetin, kaempferol, phenetyl caffeate, cinamyl caffeatedan artepillin C mempunyai aktifitas antiradikal DPPH kuat melebihi 60%. Pada penelitian ini diketahui bahwa PB mempunyai kandungan bioaktif utama yang tidak dimiliki oleh PI yaitu Artepillin C.

Hasil uji t-studentaktifitas antioksidan PI dan PB menyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna diantara PI dan PB dengan p=0.02 (p< 0.05) yang menunjukkan bahwa PB mempunyai kekuatan antioksidan lebih kuat dari PI.

Tabel 9.Hasil uji aktifitas antioksidan PI dan PB

No. Jenis Contoh Unit Aktifitas Antioksidan

1 PI in Alkohol 20% μg/g AAE 44656.8±574.17 55451.95±1286.23 2 PB in Alkohol 21% μg/g AAE

Keterangan : AAE = Ascorbic Acid Equivalent Activity

PI in alkohol 20 %= 20 % Propolis Indonesia dilarutkan dalam alkohol 70 % PB in alkohol 21 %= 21 % Propoils Brasil dilarutkan dalam alkohol 70 %

Selain itu jenis ekstraksi dari propolis juga dapat mempengaruhi kandungan flavonoid dan aktifitas antioksidannya. Penelitian Sheng et al (2007) dengan menggunakan PB, menemukan bahwa aktifitas antioksidan PB lebih kuat jika menggunakan metode ekstraksi ethanol dibanding dengan metode

petroleum. Penelitian Banskota et al. (2000) menemukan bahwa aktifitas antioksidan PB lebih kuat dengan menggunakan ekstraksi dari air dibanding dengan methanol.

Lebih jauh lagi penelitian Jun (2006) membandingkan ektraksi ethanol dengan menggunakan metode ekstraksi yang berbeda yaitu ekstraksi tekanan hidrostatik tinggi, leachingpada suhu ruang, dan ekstraksi heat reflux. Penelitian tersebut menemukan bahwa metode ekstraksi dengan menggunakan tekanan hidrostatik tinggi mempunyai aktifitas paling tinggi dibanding 2 metode ekstraksi lainnya.

Jenis metode pemeriksaan aktifitas antioksidan juga ikut mempengaruhi. Misalnya, metoda penelitian DPPH berhasil membuktikan korelasi dengan kandungan flavonoid pada ekstraks propolis dari Brazil Selatan namun tidak jika menggunakan metoda penelitian FRAP. Sedangkan kandungan fenol berkorelasi baik dengan kedua metode penelitian tersebut (Cottica et al. 2011). Metode lain yaitu chemoluminescenscence assayyang diaplikasikan pada green

propolis, dan ditemukan bahwa 3-prenyl-4-hydroxycinnamic acid mempunyai aktifitas antioksidan paling tinggi jika menggunakan metode ini. Oleh karena banyaknya metode yang menjadi pilihan dalam memeriksa aktifitas antioksidan, direkomendasikan untuk menggunakan lebih dari 1 metode (Sawayaet al. 2011).

5.4.Uji Sitotoksik (Daya Hambat) Propolis pada MCF-7 cell line.

Uji sitotoksik PI dan PB dengan menggunakan teknik MTT assay

terhadap cell line kanker payudara MCF-7. Uji ini menghasilkan bahwa bahwa PI memiliki potensi menghambat pertumbuhan cell line MCF-7 lebih kuat dari PB (Tabel 10) yaitu hampir dua kali lipat. Jika dibandingkan dengan kontrol positif yaitu cisplatin, PI mempunyai daya hambat seperlima kalinya dan PB hanya sepersepuluhnya.

Penelitian sitotoksisitas propolis dari beberapa negara telah dilakukan, di banyak negara. Di Indonesia, penelitian sejenis telah dilakukan oleh Nugrahaningsih (2009) yang menguji sitotoksisitas berbagai ekstrak dan fraksi

propolis Malang terhadap sel HeLa (kanker serviks) dan MCF-7. Hasil yang di dapat adalah sebagai berikut, ekstrak metanol dan fraksi etil asetat propolis merupakan bahan uji yang paling sitotoksik terhadap sel HeLa dengan IC 50 164.83±4.34 dan 155.87±10.45 µg/ml. Namun selektivitasnya terhadap sel HeLa rendah dengan IS-nya berturut-turut 9.15±0.88 dan 6.33±0.59. Sitotoksisitas ekstrak metanol dan fraksi etil asetat propolis melalui jalur apoptosis ditunjukkan dengan EC 50 berturut-turut 398.11±24.43 dan 109.75±6.47 µg/ml. Disimpulkan bahwa ekstrak dan fraksi propolis tidak sitotoksik terhadap sel HeLa dan MCF-7 tetapi mampu menginduksi apoptosis dan gen p53 pada sel HeLa.

Penelitian Luo et al. (2001) dengan menggunakan PB telah menemukan

PM-3 (3-[2-dimethyl-8-(3-methyl-2-butenyl)benzopyran]-6-propenoic acid)yang diisolasi dari PB secara bermakna mempunyai efek menghambat pertumbuhan sel kanker payudara manusia MCF-7. Efek ini berhubungan dengan penghambatan pada progresi siklus sel dan induksi apoptosis. Terapi sel MCF-7 dengan PM-3 akan menghentikan sel pada fase G1 dan ditandai dengan penurunan protein siklin D1 dan siklin E. PM-3 juga menghambat ekspresi siklin D1 pada level traskripsi. Induksi apoptosis oleh PM-3 muncul 48 jam setelah pemberian terapi. Sel MCF-7 yang diterapi juga memperlihatkan adanya penurunan level reseptor estrogen dan menghambat aktifitas promoter estrogen response element(ERE). Hormon estrogen mempunyai peran dalam memperkuat proses perkembangan kanker dengan meningkatkan pembelahan sel yang sudah mengalami mutasi pada beberapa gen onkogen (sel kanker). Untuk memulai aksinya hormon estrogen harus berikatan dengan reseptor estrogen di sitoplasma. Kemudian kompleks hormon-reseptor yang terbentuk kemudian bergerak menuju nukleus dan kemudian berikatan dengan DNA spesifik sehingga membentuk estrogen-response element (ERE) dan mengaktifkan transkripsi di nukleus (Hendersonet al.1997).

Penelitian Najafi et al.(2007), dengan menggunakan ekstrak air propolis dari Iran menemukan bahwa propolis dapat menghambat pertumbuhan beberapa sel kanker seperti McCoy, HeLa, SP2/0 dan BHK21. Selain itu propolis juga

dapat menstimulasi pertumbuhan sel normal seperti limfosit manusia, ginjal tikus, liver tikus, dan limpa tikus. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa meskipun ekstrak air hanya mengandung beberapa bagian yang larut air, namun dapat menghambat pertumbuhan berbagai sel kanker dan meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis sel normal.

Penelitian sejenis lainnya yang juga menghasilkan efek daya hambat propolis terhadap berbagai jenis sel kanker seperti sel K-562 (Aliyazicioglu et al. 2005) sel HL-60 (Mishima et al. 2005), sel leukemia (Hamblin 2006, Kimoto et al.2001a), Melanoma (Chen et al. 2004a), Glioblastoma (Borges et al. 2011).

Menurut hasil dari beberapa penelitian pada sel kultur, sangat diduga kuat bahwa propolis dengan berbagai tipe komponen bioaktif di dalamnya, khususnya asam fenolat dan flavonoid, yang dapat mengkontrol pertumbuhan sel dan membedakan sel normal dari sel kanker. Terdapat beberapa laporan yang mengindikasikan adanya beberapa kandungan kimia spesifik dalam propolis seperti caffeic acid phenethyl ester (CAPE) yang dapat menghambat pertumbuhan sel yang telah mengalami mutasi tanpa menganggu sel normal (Guarini et al.1992; Rao et al. 1993).

Di dalam propolis juga ditemukan komponen lain yang juga mempunyai kemampuan sitotoksik dan sitostatik secara in vitro yaitu Artepillin C. Artepillin C, telah terbukti mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker gaster manusia, kanker paru manusia dan sel kanker usus besar tikus (Kimoto et al. 2001b). Lebih jauh lagi, peneliti lainnya (Kimoto et al. 2001c) melaporkan bahwa Artepillin C mengiduksi apoptosis dari sel kanker leukemia, namun dengan efek inhibisi yang terbatas pada limfosit normal. Hasil yang sejenis juga didapatkan oleh peneliti lain yaitu Matsuno et al.(1997) yang menemukan bahwa Artepillin C mempunyai kemampuan apoptosis-like DNA framntation. Komponen tersebut mempertihatkan efek antitumor yang lebih efektif dibanding 5-fluorouracil

(salah satu obat kemoterapi).

Pada penelitian ini, senyawa flavonoid dan fenol dari PI lebih tinggi dua kali lipat dibanding dengan PB. Kandungan komponen tersebut sejalan dengan

daya hambat PI yang hampir dua kali lipat dibanding PB. Tampak jelas bahwa kandungan Artepillin C yang dikandung dalam PB memberikan kontribusi dalam hal efek daya hambat terhadap sel kanker MCF-7. Sedangkan pada PI tidak mengandung kedua komponen tersebut, nampaknya ada komponen lain yang mempunyai kemampuan antitumor yang setara atau bahkan melebihi CAPE dan Artepillin C. Ini merupakan tantangan bagi penelitian selanjutnya untuk menemukan komponen bioaktif yang terkandung dalam PI.

Hasil uji t-student aktifitas/daya hambat PI dan PB terhadap MCF7 cell line menghasilkan perbedaan yang sangat bermakna dengan p=0.000 (p< 0.005). Hasil tersebut menunjukkan bahwa PI mempunyai aktifitas sititoksik/daya hambat terhadap MCF7 cell linesecara bermakna lebih kuat daripada PB.

Tabel 10.Hasil uji sitotoksik terhadap MCF-7 PI dan PB

No. Nama IC50 (μg/ml)

1. Sampel Propolis Brasil 115.74±2.39 2. Sampel Propolis Indonesia 67.3±1.20

Keterangan: Pada uji sitotoksik ini dipakai Kontrol (+) Cisplastin dengan nilai IC50 sebesar 12.47 μg/ml dan Kontrol (-) DMSO dengan IC50 sebesar 137931.93 μg/ml

5.5.Uji Keamanan Propolis Indonesia

Produk kesehatan dari bahan alami dipromosikan ke tengah-tengah masyarakat sama efektifnya atau bahkan lebih dengan toksistas yang kurang jika dibandingkan dengan obat-obatan konvensional. Propolis merupakan salah satu produk alami dari lebah yang mempunyai banyak komponen, sehingga merupakan masalah yang sangat menantang dalam hal penentuan dosis dan keamanan (Boukraâ & Sulaiman 2009).

Uji keamanan propolis Indonesia (PI) dilakukan menggunakan mencit, PI mempunyai toksisitas oral akut yang rendah, pada penelitian sebelumnya terhadap propolis luar negri dengan mengggunakan mencit membuktikan bahwa propolis tidak toksik dan mempunyai LD50 2000 sampai 7300 mg/kg, kadar

NOEL (No Effect Level) pada mencit adalah 1400mg/kg (Hunter 2006). Jadi LD50 propolis dari luar negeri termasuk Brazil pada penelitian sebelumnya setara dengan 120000 mg-438000 mg.

Tabel 11.Hasil uji toksisitas /keamanan propolis Indonesia

LD50 Gram/kg BB Potensi dari Toksisitas Akut

Tikus jantan 6.15 Hampir tidak toksik Tikus betina 6.32 Hampir tidak toksik

Toksisitas akut potensial berdasarkan LD50 (berdasarkan buku panduan laboratorium farmakologi UI Depok) : < 1mg= sangat tinggi, 1-50 mg/kg BB= tinggi, 50-500 mg/kg BB= menengah, 500-5000 mg/kg BB= agak toksik, 5-15 g/kg BB= hampir tidak toksik, >15 g/kg BB = relatif tidak berbahaya.

Dari hasil uji coba diketahui bahwa potensi dari toksisitas akut PI adalah Hampir Tidak Toksik (Tabel 11). Angka tersebut diatas setara dengan 6.32 gram x 60= 379.2 gram (379200 mg) perhari dan manusia tidak mungkin mengkonsumsi propolis sedemikian banyak (379.2 g/hari) karena harga yang mahal dan rasa yang tidak enak oleh karena itu PI aman untuk dikonsumsi.

Sedangkan efek samping yang pernah dilaporkan pada beberapa penelitian adalah berupa kejadian alergi dan dermatitis kontak (Sforcin 2007). Sebuah surveilens di Italia sejak April 2002 sampai Agustus 2007, terdapat 18 kasus efek simpang yang berhungan dengan produk yang mengandung propolis dilaporkan ke national surveillance system of natural health products. Enam belas kasus di antaranya adalah kejadian alergi (dengan gejala pada kulit dan saluran nafas), dan 2 kasus adalah gejala saluran cerna. Beberapa kasus

Dokumen terkait