• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pertumbuhan Isolat pada Media Kultur

Pertumbuhan isolatBotryodiplodia sp. pada tiga jenis media kultur padat (PDA, PSA dan MEA) secara umum menunjukkan hasil yang tidak nyata antar perlakuan (Gambar 7). Meskipun secara statistik menunjukkan hasil yang tidak

19

nyata namun pertumbuhan isolatBotryodiplodiasp. pada media kultur PSA lebih cepat dibandingkan pertumbuhannya pada media PDA dan MEA. Koloni miselium isolat Botryodiplodia sp. pada media PSA memenuhi cawan petri berdiamater 9 cm setelah 3 hari masa inkubasi, sedangkan pada media PDA dan MEA koloni isolat Botryodiplodia sp. memenuhi cawan petri setelah 3.5 hari masa inkubasi.

Gambar 7 Pertumbuhan isolatBotryodiplodiasp. pada media kultur padat (a) dan cair (b)

Sementara itu pertumbuhan miselium isolat Botryodiplodia sp. pada media kultur cair menunjukkan hasil yang berbeda dengan pertumbuhan pada media kultur padat yaitu terjadi pengaruh yang nyata antara perlakuan media kultur cair dengan bobot kering biomassa isolat. Pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. pada media PSB menunjukkan bobot kering miselium lebih besar dibandingkan bobot miselium pada media PDB dan MEB meskipun secara statistik bobot miselium pada media PSB dan PDB tidak berbeda nyata, sedangkan terhadap bobot miselium pada media MEB menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Secara umum media kultur kentang sukrosa (Potatoes Sucrose Medium) baik padat maupun cair menunjukkan hasil yang optimal bagi pertumbuhan isolat

Botryodiplodiasp.

Bioaktivitas Ekstrak Mahoni

Hasil uji in vitro aktivitas antifungi ekstrak metanol beberapa bagian mahoni (daun, kulit batang, biji, kulit buah dan akar) pada taraf konsentrasi 16.67% menunjukkan adanya penghambatan yang nyata dari perlakuan EM terhadap pertumbuhan radial miselium isolatBotryodiplodiasp. (Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa EM memiliki sifat antifungi patogen penyakit tumbuhan khususnya jenisBotryodiplodiasp.

86.2 90.0 88.5 84 85 86 87 88 89 90 91

PDA PSA MEA

D iam e te r m is e li u m ( m m ) 0.2132 a 0.2212 a 0.1540 b 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 PDB PSB MEB B ob ot k e r in g m is e li u m ( g) a) b)

Gambar 8 Pengaruh ekstrak metanol beberapa bagian mahoni terhadap penghambatan pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. secara

in vitro. Huruf-huruf di atas balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah antar perlakuan berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 0.05

Gambar 8 menunjukkan semua sampel ekstrak dapat menghambat pertumbuhan isolat meskipun sebagian besar nilai persentase penghambatannya berbeda nyata secara statistik kecuali untuk pengaruh ekstrak biji dan akar yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Ekstrak metanol kulit buah mahoni memberikan pengaruh penghambatan yang terendah terhadap pertumbuhan isolat

Botryodiplodia sp. dibandingkan ekstrak lainnya, demikian pula ekstrak metanol daun dan kulit batang mahoni memberikan pengaruh yang berbeda jika dibandingkan dengan ekstrak biji dan akar.

Meskipun ekstrak metanol biji mahoni memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata secara statistik jika dibandingkan dengan ekstrak akar, namun ekstrak metanol biji mahoni yang akan digunakan dalam uji efikasi selanjutnya disebabkan nilai penghambatan pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. yang dihasilkan oleh ekstrak biji mahoni lebih besar dibandingkan dengan ekstrak akar mahoni. Disamping itu kajian mengenai kandungan fitokimia biji mahoni telah banyak dilakukan sebagai acuan dibandingkan kandungan fitokimia akar mahoni yang masih sangat jarang dilakukan.

Efikasi Ekstrak Biji Mahoni

Ekstrak metanol biji mahoni memiliki aktivitas antifungi tertinggi terhadap pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. dibandingkan sampel ekstrak mahoni lainnya, namun nilai persentase penghambatannya masih rendah (18.48%) sehingga diperlukan uji efikasi pada beberapa taraf konsentrasi yang berbeda dan pengembangan dengan jenis pelarut ekstrak yang berbeda yaitu pelarut air panas. Penggunaan air panas sebagai pelarut tambahan dalam mengekstrak biji mahoni dilakukan guna kepentingan aplikasi praktis dan komparasi pengaruh efikasi.

Adapun hasil uji efikasi ekstrak biji mahoni (EBM) baik dengan pelarut air panas (EAB) maupun pelarut metanol (EMB) terhadap isolat Botryodiplodia sp.

menunjukkan adanya pengaruh yang nyata perlakuan ekstrak terhadap penghambatan pertumbuhan miselium secara in vitro(Gambar 9). Disamping itu berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 0.05, perlakuan EAB dan EMB menunjukkan hasil yang berbeda.

5.14b 6.29b 18.48a 0.19b 16.95a 0 5 10 15 20

Daun Kulit Batang Biji Kulit Buah Akar

P e n gh am b at an ( % )

21 0 10 20 30 40 50 60 70 12 24 36 48 P e n g h a m b a ta n ( %)

Waktu Inkubasi (jam ke-)

Gambar 9 Pengaruh taraf konsentrasi ekstrak biji mahoni terhadap penghambatan pertumbuhan radial miselium isolat Botryodiplodia sp. EMB (■ ),

EAB (□ ). Huruf-huruf di atas balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah antar perlakuan berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 0.05

Gambar 9 menunjukkan secara umum adanya perbedaan pengaruh diantara ekstrak metanol dan air panas biji mahoni terhadap pertumbuhan isolat

Botryodiplodiasp. dengan nilai penghambatan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan EMB pada taraf konsentrasi 50% yaitu dapat menghambat pertumbuhan isolat sebesar 63.33%. Sedangkan perlakuan EAB pada taraf konsentrasi 50% menunjukkan pengaruh yang sama secara statistik dengan perlakuan EMB 25% meskipun nilai persentase penghambatannya secara nominal berbeda. Merujuk pada kriteria efektivitas penghambatan ekstrak pada Tabel 5, maka EMB cukup efektif dalam menghambat pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp., sedangkan EAB termasuk kategori efektivitas sedang.

Gambar 10 Pengaruh taraf konsentrasi ekstrak dan waktu inkubasi EMB (a) dan EAB (b) terhadap penghambatan pertumbuhan radial miselium

Botryodiplodiasp. -♦- 5%, -■ - 10%, -▲ - 25% dan -x- 50%. 4.07 e 23.70 c 35.93 b 63.33 a 4.63 e 10.19 de 17.41 cd 41.85 b 0 10 20 30 40 50 60 70 5% 10% 25% 50% P e n gh am b at an (% ) 0 10 20 30 40 50 60 70 12 24 36 48 P e n g h a m b a ta n ( %)

Waktu Inkubasi (jam ke-)

Selain itu Gambar 9 dan 10 menunjukkan adanya tren peningkatan nilai penghambatan dari kedua jenis ekstrak seiring dengan meningkatnya taraf konsentrasi ekstrak. Hal ini menunjukkan diperlukan adanya kajian lanjutan mengenai taraf konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi untuk mengetahui nilai penghambatan optimum dari EMB terhadap pertumbuhan isolatBotryodiplodiasp. secarain vitro.

Berdasarkan pengamatan pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. secara berulang setiap 12 jam pada setiap perlakuan ekstrak biji mahoni, diperoleh hasil yang menunjukkan adanya pengaruh perlakuan dan waktu inkubasi terhadap penghambatan pertumbuhan miselium isolat Botryodiplodia sp. (Gambar 10). Pengaruh waktu inkubasi ekstrak biji mahoni ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai penghambatan pada semua taraf konsentrasi kedua ekstrak biji mahoni hingga jam ke-48. Penurunan persentase penghambatan EMB pada taraf konsentrasi 50% menunjukkan nilai yang berbeda dan relatif tidak mengalami penurunan yang drastis sebagaimana terjadi pada EAB. Hal ini menunjukkan secara in vitro pengaruh EMB terhadap penghambatan pertumbuhan isolat

Botryodiplodiasp. lebih stabil dibandingkan EAB.

Mikroskopis Morfologi Hifa

Hasil pengamatan miskroskopis terhadap morfologi hifaBotryodiplodia sp. yang mendapatkan perlakuan EBM menunjukkan adanya bentuk morfologi hifa yang tidak normal yaitu berupa pengerutan hifa dan arah pertumbuhan hifa yang melingkar (Gambar 11). Morfologi hifa yang tidak normal ditemukan pada setiap perlakuan EBM baik EMB maupun EAB. Selain adanya morfologi hifa yang tidak normal, terlihat pula adanya kemampuan hifa untuk tumbuh kembali sebagai hifa normal setelah mengalami pengerutan (Gambar 11c). Demikian pula pada hifa yang mengalami pertumbuhan yang melingkar masih terjadi pertumbuhan normal meskipun secara radial pertumbuhannya akan mengalami hambatan.

Gambar 11 Morfologi hifa Botryodiplodia sp. secara mikroskopis : a. normal, b. mengerut c. perubahan arah pertumbuhan. Tanda panah menunjukkan letak morfologi hifa yang tidak normal.

Identifikasi Jenis Patogen

Karakteristik isolatBotryodiplodia sp. yang tumbuh pada media kultur agar menunjukkan pertumbuhan radial miselium yang cepat dan aerial. Koloni miselium muda berwarna putih kapas hingga berumur ± 7 hari dan berwarna abu-abu hingga hitam pekat pada miselium yang tua. HifaBotryodiplodiasp. bersekat, hialin ketika muda dan coklat kehijauan jika sudah tua. Salah satu penciri spesifik dari isolat Botryodiplodia sp. adalah pada koloni miselium yang sudah tua (> 2 bulan) muncul oozing pada permukaan koloni yang berisi cairan pekat

b

23

berwarna hitam. Penciri spesifik lain dari isolat Botryodiplodia sp. adalah morfologi konidia yang berbentukellipsoidatauavoid, hialin ketika muda dengan ukuran 12.5 µm x 9.5 µm dan bersel dua (septat) serta berwarna coklat tua ketika sudah matang, berdinding tipis dan berukuran 14.6 sampai 23.3 µm x 8.0 sampai 12.3 µm (Gambar 12). Berdasarkan ciri spesifik isolat Botryodiplodia sp. dan mengacu pada karakteristik B. theobromae maka isolat tersebut tergolong jenis

B. theobromae.

Gambar 12 Morfologi isolat Botryodiplodia sp. secara mikroskopis : a. hifa, b. konidia muda, c. konidia matang.

Sementara itu hasil isolasi dan sekuensi DNA isolat Botryodiplodia sp. dengan kode gen M114 18Sr RNAsetelah diunggah padaGenBank menunjukkan hasil bahwa isolat Botryodiplodia sp. memiliki kedekatan jenis sebesar 99% dengan fungi Botryosphaeria rhodina (Berk. & MA Curtis) yang merupakan teleomorf dariB. theobromae. Jumlah total basa isolat Botryodiplodia sp. adalah sebanyak 547 basa. Adapun perbedaan urutan DNA antara isolat patogen yang menjadi sampel penelitian dengan database GenBank pada BLAST library

terletak pada perbedaan sekuensi basa ke-87 dan 119. Pada sekuensi basa ke-87 terjadi insersi, sedangkan pada sekuensi basa ke-119 terjadi substitusi dari Citosin menjadi Timina (Lampiran 4).

Mengacu pada hasil identifikasi morfologis dan molekuler yang menunjukkan hasil yang sama maka isolat Botryodiplodia sp. yang menjadi penyebab penyakit mati pucuk pada bibit jabon adalah jenis B. theobromae

(teleomorf B. rhodina).

Pembahasan Pertumbuhan Isolat pada Media Kultur

Pertumbuhan fungi melibatkan banyak faktor yang menentukan seperti faktor organisme itu sendiri dan lingkungan (Griffin 1991). Media kultur dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengukur pertumbuhan fungi berdasarkan fungsi waktu baik pada media kultur padat maupun media kultur cair (Chang & Miles 2004). Hasil pengukuran pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. pada media kultur padat menunjukkan bahwa media PSA menjadi media yang terbaik bagi pertumbuhan radial miselium isolat Botryodiplodia sp. Hal ini senada dengan hasil penelitian Khanzada et al. (2006) bahwa isolat B. theobromae Pat. tumbuh optimum pada media PSA dengan produksi konidia yang sedang. Namun hasil penelitian Latha et al. (2013) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu isolat

b

L. theobromae tumbuh optimum pada media kultur PDA dibandingkan PSA. Meskipun hasil Lathaet al. (2013) berbeda dengan penelitian ini namun hasil uji beda antar perlakuan media secara statistik menunjukkan hasil yang sama yaitu pertumbuhan L. theobromae dan Botryodiplodia sp. pada media PDA tidak berbeda nyata dengan media PSA, sedangkan Alam et al. (2001) melaporkan pertumbuhan B. theobromae pada media PDA lebih cepat dibandingkan media lainnya meskipun tidak dibandingkan dengan media PSA.

Pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. pada media PSA lebih cepat dibandingkan pada media PDA kemungkinan disebabkan oleh sumber karbon yang terkandung di dalam media tersebut. Alam et al. (2001) melaporkan bahwa kecepatan pertumbuhan radial miselium B. theobromae menurun seiring dengan bertambahnya kadar glukosa pada media kultur. Demikian pula menurut Lathaet al. (2013) bahwa pertumbuhan radial miselium L. theobromaepada media kultur padat dengan sumber karbon sukrosa lebih cepat dibandingkan sumber karbon glukosa.

Sementara itu bobot biomassa miselium Botryodiplodia sp. pada media cair menunjukkan bahwa pertumbuhan isolat pada media PSB lebih baik dibandingkan media PDB dan MEB meskipun secara statistik bobot miselium pada media PSB dan PDB tidak berbeda nyata. Adanya perbedaan bobot biomassa miselium yang dihasilkan antara media PDB dengan MEB senada dengan Sahaet al. (2008) yang melaporkan bahwa bobot miselium L. theobromae pada media PDB lebih berat dibandingkan pada media MEB.

Secara umum, pertumbuhan miselium isolat Botryodiplodia sp. pada beberapa media kultur padat dan cair menunjukkan bahwa media kultur kentang sukrosa (Potatoes Sucrose Medium)menghasilkan pertumbuhan miselium terbaik dibanding media lainnya baik pada pertumbuhan radial maupun bobot biomassa. Ketiga jenis media kultur tersebut memiliki sumber karbon yang berbeda yaitu sukrosa, dekstrosa dan maltosa. Menurut Chang dan Miles (2004), sumber karbon merupakan unsur yang penting bagi struktur dan sumber energi pertumbuhan sel fungi. Sukrosa menjadi sumber karbon penting bagi pertumbuhan isolat

Botryodiplodia sp. pada media kultur yang ditunjukkan dengan pertumbuhan miselium yang lebih cepat dan bobot miselium yang lebih berat, meskipun berbeda dengan hasil DaCunha et al. (2012) dan Saha et al. (2008) yang melaporkan bahwa bobot miseliumL. theobromaepada media cair dengan sumber karbon glukosa dan maltosa lebih baik dibandingkan sumber karbon sukrosa. Meskipun secara umum glukosa menjadi sumber karbon yang utama bagi banyak fungi pada media kultur karena tergolong gula sederhana (Chang dan Miles 2004), namun secara khusus pertumbuhan isolat Botryodiplodia sp. lebih optimum pada media dengan sumber sukrosa dibandingkan glukosa.

Sukrosa merupakan sumber karbon yang tergolong disakarida sehingga metabolisme disakarida oleh fungi dilakukan dengan cara hidrolisis oleh enzim invertase (disebut juga sakarase atau sukrose) menjadi monomernya yang kemudian diangkut ke dalam sel (Floreset al.2000). Menurut Oetari (2006), tidak banyak jenis fungi yang mampu menghidrolisis sukrosa. Adapun beberapa jenis fungi lain yang tumbuh lebih baik pada media cair dengan sumber karbon berupa sukrosa dibandingkan glukosa dan maltosa diantaranya adalah Hericium erinaceus (Huang et al. 2007), Coriolus versicolor (Wang et al. 2012) dan

25

Bioaktivitas Ekstrak Mahoni

Hasil uji bioaktivitas menunjukkan bahwa semua ekstrak sampel mahoni dapat menghambat petumbuhan isolat Botryodiplodia sp. secara in vitro atau ekstrak metanol daun, kulit batang, kulit buah, biji dan akar mahoni memiliki sifat antifungi. Adanya aktivitas antifungi beberapa bagian mahoni senada dengan hasil penelitian Tan et al. (2009) dan Ayyappadhas et al. (2012) bahwa ekstrak daun mahoni bersifat antifungi khususnya terhadap jenis C. albicans, A. flavus, A. niger dan T. mentagrophyte. Di samping itu Maiti et al. (2007a) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji mahoni dapat menghambat pertumbuhan fungi

C. albicans, A. niger, A. flavus dan C. albidus secara in vitro. Demikian pula Dewanjee et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak metanol kulit batang dapat menghambat pertumbuhan fungi C. albicans, A. niger, P. notatum dan

P. funiculosum. Adapun informasi mengenai sifat antifungi ekstrak kulit buah dan akar mahoni belum ada laporan melalui publikasi ilmiah.

Adanya aktivitas antifungi dari beberapa ekstrak bagian mahoni menunjukkan bahwa semua bagian mahoni mengandung metabolit sekunder yang bersifat antifungi Botryodiplodia sp. Komponen utama yang terkandung pada beberapa bagian mahoni adalah limonoid seperti terdapat pada daun, biji, dan ranting meskipun kandungan tipe limonoid pada biji lebih banyak (Moghadamtousi et al. 2013). Menurut Harborne (1987), limonoid adalah turunan dari limonin yang merupakan senyawa pahit dan larut dalam lemak serta turunan dari triterpenoid yang banyak dijumpai pada tanaman famili Meliaceae

dan Euphorbiaceae. Triterpenoid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat tumbuhan tinggi yang berpotensi sebagai senyawa antifungi, antimalaria, antidiabetes dan antiserangga (Robinson 1995). Di samping itu, ekstrak metanol beberapa bagian mahoni mengandung senyawa fenol, tanin dan flavonoid (Chen

et al. 2010). Menurut Vickery dan Vickery (1981), senyawa-senyawa fenolat seperti fenol, flavonoid dan tanin digunakan tumbuhan tingkat tinggi sebagai pertahanan alami terhadap serangan fungi melalui mekanisme gangguan terhadap fungsi metokondria fungi atau kerja respirasi sel sehingga pertumbuhan fungi menjadi terganggu.

Sementara itu kulit batang mahoni disamping mengandung terpenoid yang bersifat antifungi, mengandung pula komponen polifenol seperti

swietemacrophyllanin, catechin dan epicatechin (Falah et al. 2008). Senyawa katekin tergolong flavonoid yang tanwarna dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan terutama pada tumbuhan berkayu serta telah dikenal sebagai komponen metabolit sekunder tanaman yang bersifat obat beberapa penyakit pada manusia termasuk bersifat antifungi (Robinson 1995). Dewanjee et al.(2007) melaporkan bahwa ekstrak metanol kulit batang mahoni memberikan efek antifungi yang berbeda dengan efikasi terbaik terhadap fungi C. albicans pada konsentrasi 2000 µg ml-1.

Meskipun sifat antifungi ekstrak daun, kulit batang dan biji telah dilaporkan sebelumnya, namun sampel fungi yang digunakan dalam uji berasal dari isolat patogen penyakit pada manusia bukan patogen penyakit tanaman, sehingga adanya aktivitas antifungi ekstrak beberapa sampel mahoni terhadap isolat

Botryodiplodiasp. penyebab mati pucuk pada bibit jabon dapat menjadi informasi awal mengenai potensi sampel mahoni sebagai bahan baku fungisida nabati. Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak tanaman dapat

digunakan untuk mengendalikan fungi patogen tanaman jenis Botryodiplodia sp.

sebagaimana beberapa hasil penelitian lain menunjukkan adanya efikasi ekstrak bagian tanaman berkayu terhadap pertumbuhan fungi B. theobromae antara lain ekstrak bagian daunClerodendrum viscosumdanTerminalia cebula (Begumet al.

2007),A. indica (Aunokworji et al.2012), A. occidentales (Agbeniyi & Ayodele 2013), serta ekstrak kulit kayu dari pohon Cinnamomum zeylanicum(Ranasinghe

et al.2002) danR. racemosa(Ukoimaet al.2013).

Efikasi Ekstrak Biji Mahoni

Ekstrak metanol dan air biji mahoni memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penghambatan pertumbuhan miselium isolat Botryodiplodia sp. dengan nilai penghambatan tertinggi dihasilkan oleh EMB. Hal ini senada dengan Maiti

et al. (2007a) bahwa ekstrak metanol biji mahoni memberikan pengaruh penghambatan yang lebih besar terhadap pertumbuhan fungi secara in vitro

dibandingkan dengan ekstrak biji mahoni dengan pelarut air. Demikian pula hasil penelitian Kagale et al. (2004) bahwa ekstrak Datura metel dengan pelarut metanol lebih toksik 10-35% terhadap pertumbuhan Rhizoctonia solani secara in vitrodibandingkan ekstrak tanaman yang sama dengan pelarut air.

Perbedaan pengaruh antar jenis pelarut kemungkinan berkaitan dengan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan, sehingga senyawa yang terekstrak akan berbeda. Metanol mengandung pelarut polar dan beberapa semipolar, sedangkan air merupakan pelarut yang polar sehingga kemungkinan senyawa kimia yang terekstrak akan berbeda. Hal ini dibuktikan oleh Tanet al. (2009), bahwa terdapat perbedaan total senyawa fenol, tannin dan flavonoid serta sifat antifungi yang dihasilkan dari ekstrak daun mahoni dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. Demikian pula hasil penelitian Ayyappadhas et al. (2012) yang menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari ekstrak daun mahoni dengan pelarut yang berbeda menghasilkan kandungan saponin, flavonoid, tanin, alkaloid, antrakuinon dan terpenoid yang berbeda serta efikasi antibakteri dan antifungi yang berbeda pula.

Adanya efikasi EBM terhadap penghambatan pertumbuhan isolat

Botryodiplodia sp. menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada biji mahoni mampu menghambat pertumbuhan sel fungi. Menurut Moghadamtousi et al. (2013), kandungan utama biji mahoni adalah limonoid, kumarin, asam pati ester dan steroid. Limonoid telah diketahui bersifat antifungi sebagaimana telah dilaporkan oleh Govindachari et al. (1999) bahwa beberapa senyawa triterpenoid yang tergolong limonoid dari ekstrak biji mahoni daun kecil (S. mahagoni) yaitu6-acetylswieteninedan 6-acetyl-3-tygloylswietonolide, efektif dalam menghambat fungi patogen pada kacang tanah jenis Puccinia arachidis.

Demikian pula senyawa kumarin yang tergolong senyawa aromatik telah diketahui bersifat antifungi dan antiserangga (Robinson 1995), sedangkan asam pati yang terkandung pada biji mahoni dilaporkan memiliki sifat antibakteri (Sulimanet al.2013).

Diantara semua komponen utama metabolit sekunder yang terdapat pada ektrak biji mahoni, turunan limonoid merupakan komponen kimia terbanyak yang telah ditemukan. Mootoo et al. (1999) menyebutkan sekitar 15 limonoid telah diisolasi dari ekstrak biji mahoni. Sedangkan menurut Chen et al. (2010), limonoid merupakan turunan dari tetracyclic triterpenes yang mirip dengan

27

euphol (H-20β) atau tirucallol (H-20α) dan turunannya telah diketahui sebanyak 16 komponen limonoid serta tipe phragmalin yang baru yaitu 6-0-acetyl-3’-demethylswietephragmin E. Sementara itu hasil ulasan Moghadamtousi et al.

(2013) menunjukkan bahwa sebanyak 28 komponen kimia turunan limonoid telah diisolasi dari ekstrak biji mahoni.

Perlakuan taraf konsentrasi EBM memberikan pengaruh efikasi yang berbeda dan meningkat seiring dengan meningkatnya taraf yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitas ketersediaan senyawa metabolit sekunder pada EBM memberikan pengaruh pada penghambatan isolat Botryodiplodia sp. dan hingga taraf konsentrasi 50% atau sebanyak 250 mg EBM yang diberikan pada nutrisi media kultur belum menunjukkan penurunan nilai penghambatan pertumbuhan isolat. Tingkat optimasi konsentrasi ekstrak akan mencapai maksimal jika penambahan taraf konsentrasi ekstrak menyebabkan penurunan tingkat efikasi antifungi sebagaimana hasil penelitian Ayyappadhas et al. (2012) yang menunjukkan adanya penurunan efikasi antifungiCandidaspp,A. flavus dan T. mentogrophytes setelah konsentrasi ekstrak air, etanol dan petroleum eter dari daun mahoni ditingkatkan menjadi 333 mg ml-1. Demikian pula hasil penelitian Aswini et al. (2009) bahwa peningkatan taraf konsentrasi ekstrak metanol

adenocalimma alliaceumMiers. menjadi 12.5% tidak meningkatkan daya hambat pertumbuhan isolat B. theobromae patogen busuk pangkal batang pada mangga, serta hasil penelitian Dubey et al. (2007) yang menunjukkan peningkatan pemberian minyak Eupatorium cannabinum lebih dari 1000 µg ml-1pada isolat

B. theobromaetidak meningkatkan lagi daya hambat pertumbuhan isolat.

Hasil pengamatan miskroskopis terhadap morfologi hifaBotryodiplodia sp.

yang mendapatkan perlakuan EBM menunjukkan adanya bentuk morfologi hifa yang tidak normal yaitu berupa pengerutan hifa dan arah pertumbuhan hifa yang melingkar. Perubahan morfologi hifa menjadi tidak normal kemungkinan menjadi penyebab terjadinya penghambatan pertumbuhan isolatBotryodiplodia sp. akibat perlakuan EBM sebagaimana menurut Hu et al. (2003) bahwa perubahan morfologi hifa patogen yang tidak normal akibat media kultur yang mengalami peracunan oleh metabolit sekunder tanaman dapat berupa pembengkakan, berbentuk manik-manik, pertumbuhan yang melingkar dan berlebihan. Bentuk hifa yang mengerut akibat metabolit sekunder dilaporkan pula oleh Nguyenet al.

(2013), yaitu terjadi pengerutan morfologi hifaFusarium solaniakibat asam galat yang terkandung pada ekstrak metanolTerminalia nigrovenulosa. Sedangkan arah pertumbuhan hifa yang melingkar terjadi pula pada pertumbuhan Ganodermasp. pada media kultur akibat metabolit sekunder dari ekstrak kulit Acacia mangium

sebagaimana dilaporkan oleh Yuniarti (2010). Sementara itu bentuk morfologi hifa tidak normal lain akibat ekstrak tanaman yaitu berupa bentuk manik-manik dan percabangan yang berlebih terjadi pada hifa Colletotrichum lagenarium

patogen antraknosa pada kukumbar akibat ekstrak Cinnamomum camphora (L.) sebagaimana dilaporkan oleh Chen dan Dai (2012).

Kerusakan morfologi hifa Botryodiplodia sp. berupa pengerutan kemungkinan disebabkan adanya degradasi dinding sel fungi dan penghambatan aktivitas enzim kitinase oleh metabolit sekunder dari ekstrak biji mahoni, sedangkan kitin merupakan penyusun utama dari dinding sel fungi. Hal ini

Dokumen terkait