• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstrak dan Karakteristik FitokimiaBuah Kawista

Buah kawista yang dianalisis merupakan buah kawista yang berasal dari kota Bima-NTB. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan perbedaan diameter buahnya. Buah dengan diameter 6 sampai 7.6 cm dikategorikan sebagai buah muda dan buah berdiameter 8 hingga 8.5 cm dikategorikan sebagai buah tua, sedangkan buah matang berdiameter sekitar ±10 cm. Sampel buah kawista dibuat menjadi serbuk bertujuan agar memudahkan untuk mengekstrak zat aktifnya karena memiliki permukaan yang lebih luas, sehingga memudahkan pelarut mengambil zat aktifnya. Sebelum buah kawista di ekstraksi, buah kawista harus ditentukan kadar airnya terlebih dahulu karena akan berpengaruh pada proses penyimpanan sampel serta merupakan salah satu persyaratan sebagai obat tradisional dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 661/Menkes/sk/vii/1994.

Hasil analisis kadar air dapat dilihat dari Lampiran 2 dengan rerata kadar air untuk buah kawista muda sebesar 7.06%, sedangkan buah kawista tua diperoleh sebesar 8.28%, dan buah kawista matang diperoleh sebesar 9.47%. Hal ini sesuai dengan keadaan buahnya, karena buah kawista muda sangat berbeda dengan buah tua yang berwarna merah gelap dan sedikit berlendir, sehingga kadar air kawista

13

tua lebih besar dibandingkan buah kawista muda. Begitupun pada buah kawsita matang memiliki warna lebih merah gelap dan sangat berlendir, sehingga kadar airnya akan lebih tinggi daripada buah kawista muda dan tua. Hasil kadar air rerata ketiga jenis sampel buah kawista dibawah 10%. Hasil ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 661/Menkes/sk/vii/1994 mengenai persyaratan obat tradisional bahwa kadar air sediaan serbuk tidak lebih dari 10%. Kadar air suatu sampel akan mempengaruhi rendemen suatu ekstrak karena kadar air termasuk faktor koreksi pada perhitungan rendemen.

Ekstraksi buah kawista dilakukan dengan metode maserasi, hidrolisis dengan asam dan partisi. Ekstraksi maserasi dilakukan dengan pelarut metanol dan dipartisi dengan pelarut n-heksana. Hidrolisis dengan menggunakan asam bertujuan agar senyawa fenolik bebas yang terekstrak dari pelarut metanol berubah menjadi glikosida fenolik yang pada penelitian sebelumnya dihasilkan aktivitas antioksidan yang tinggi (Taheri et al. 2010). Partisi dilakukan dengan tujuan memisahkan senyawa yang berbeda sifat kepolarannya (Khopkar 2002). Pada penelitian ini dilakukan partisi dengan menggunakan n-heksana dengan tujuan menghilangkan lemak dari buah kawista (Taheri et al. 2010). Partisi menggunakan etil asetat juga dilakukan dengan tujuan sebagai pebanding pelarut yang terbaik yang dapat menghasilkan ekstrak yang memberi aktivitas antioksidan yang terbaik (Attarde et al. 2011). Rendemen yang didapatkan dari ketiga jenis buah kawista tersebut berbeda (Gambar 7). Terdapat perbedaan rendemen yang diperoleh dari kedua pelarut tersebut (Lampiran 3). Rendemen tertinggi diperoleh dari pelarut metanol pada buah kawista matang. Rendemen buah kawista matang pada pelarut metanol diperoleh sebesar 16.604%.

Gambar 7 Persen rendemen ekstrak buah kawista

Uji fitokimia dilakukan untuk menunjukkan kandungan metabolit sekunder yang terekstrak dari sampel secara kualitatif selain itu hasil uji pendahuluan ini dapat digunakan sebagai pendugaan awal golongan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Uji fitokimia ekstrak buah kawista dengan pelarut metanol dan etil asetat menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena mengandung flavonoid, saponin, dan tanin (Lampiran 4). Hasil uji negatif ditunjukkan pada uji alkaloid. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan Ilango et al. (2009). Uji alkaloid ini dilakukan karena memungkinkan adanya alkaloid yang tersisa atau yang terbawa dari ekstrak kawista tersebut. Hasil uji fitokimia dari buah kawista terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Uji fitokimia estrak buah kawista

Sampel Falvonoid Saponin Tanin Alkaloid

EA M EA M EA M EA M

Muda +3 +2 +1 +2 +3 - -

-Tua +4 +4 +2 +3 +2 +1 -

-Matang +4 +4 +2 +3 +2 +2 -

-Keterangan:

EA : ekstrak dari etil asetat

M : ekstrak hasil hidrolisis menggunakan HCl 2 N dalam metanol (-) : tidak mengandung senyawa metabolit sekunder

(+) : mengandung senyawa metabolit sekunder sesuai intensitasnya Perbedaan hasil fitokimia untuk kedua pelarut terlihat dari intensitas tanin dan saponin diperoleh beragam.Hal ini terlihat dari intensitas warna hijau kehitaman yang cukup tinggi serta buih yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan hasil ekstrak sisa partisi. Buah kawista terpartisi oleh etil asetat menghasilkan intensitas warna hijau kehitaman yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak dari sisa partisi. Hal ini dikarenakan pelarut etil asetat dapat mengekstrak senyawa yang bersifat semi polar seperti saponin dan tanin.Ekstrak buah kawista hasil hidrolisis pada pelarut metanol menghasilkan uji positif pada flavonoid karena metanol bersifat polar, sehingga dapat mengekstrak senyawa bersifat polar. Salah satunya adalah antosianin yang diduga memiliki aktivitas antioksidan pada ekstrak buah kawista (Thakur et al.2010).

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kawista

Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak buah kawista hasil partisi etil asetat dan hasil hidrolisis pada pelarut metanol dilakukan dengan metode penangkapan radikal DPPH (2,2 difenil-1-pikrihidrazil). Metode ini dipilih karena mudah, cepat, dan sensitivitas tinggi terhadap suatu senyawa (Koleva et al. 2001). Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang akan mengurangi intensitas atau hilangnya warna ungu dari radikal DPPH yang sebanding dengan jumlah elektron yang telah berikatan (Sunarni 2005).

Aktivitas antioksidan dinyatakaan dengan IC50, yaitu konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi radikal DPPH sebesar 50%. Nilai IC50 diperoleh dari persamaan garis yang dibentuk dari persen penangkapan radikal bebas dengan beragam konsentrasi. Hasil IC50 dari sampel ekstrak buah kawista terlihat pada Tabel 3.

15

Tabel 3 Nilai aktivitas antioksidan buah kawista

Sampel IC50 (µg/mL) Matang M 97.78±3.38 Tua M 320.71±12.38 Muda M >500 Matang E >500 Tua E >500 Muda E >500 Asam askorbat 2.828±0.2472 Keterangan:

EA : ekstrak dari etil asetat

M : ekstrak hasil hidrolisis menggunakan HCl 2 N dalam metanol Hasil uji aktivitas antioksidan terlihat bahwa nilai IC50 terbaik diperoleh dari buah matang dan tua dari hasil hidrolisis dengan asam dalam metanol dengan IC50 berturut-turut diperoleh sebesar 97.78±3.33 µg/mL dan 320.71±12.38 µg/mL. Nilai IC50 diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak dapat menangkap 50% radikal bebas pada DPPH (Lampiran 5). Penelitian ini menggunakan vitamin C sebagai kontrol positif. Nilai IC50 vitamin C pada penelitian ini diperoleh sebesar 2.828

µg/mL. Hasil IC50 pada buah kawista sangat berbeda jauh dengan kontrol positif karena vitamin C merupakan senyawa antiradikal yang memiliki kinetika reaksi yang cepat, sehingga mudah bereaksi dengan radikal DPPH.

Data di atas menunjukkan bahwa ekstrak buah kawista matang memiliki aktivitas lebih baik dibandingkan dengan ekstrak buah kawista tua karena memiliki nilai IC50 lebih kecil daripada ekstrak tua hasil hidrolisis dalam metanol.Perbedaan usia atau fisiologi ternyata sangat berpengaruh terhadap nilai IC50 yang dihasilkan. Banyaknya flavonoid dalam suatu senyawa akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia buah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil uji fitokimia (Tabel 2), bahwa buah kawista semakin matang akan semakin banyak flavonoid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada ekstrak buah kawista matang dari hasil hidrolisis dalam metanol memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik.

Toksisitas Ekstrak Kawista

Hasil pengujian toksisitas larva udang ekstrak buah kawista matang dari kedua pelarut menunjukkan nilai toksisitas yang berbeda nyata, artinya bahwa pada ekstrak kawista membentuk kelompok karena perbedaan nilai LC50 yang dimiliki setiap ekstrak(Lampiran 6). Hal ini disebabkan dari hasil uji Duncan dan ANOVA yang menghasilkan bahwa buah kawista terbagi dalam 3 kelompok. Kelompok pertama, yaitu ekstrak buah kawista matang dengan pelarut metanol dan ekstrak hasil partisi etil asetat. Kelompok kedua, yaitu ekstrak buah kawista dengan pelarut metanol hasil hidrolisis tua dan muda serta ekstrak kawista partisi etil asetat tua. Kelompok ketiga, yaitu ekstrak buah kawista muda hasil partisi etil asetat. Adapun nilai LC50 ekstrak buah kawista terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Uji toksisitas ekstrak buah kawista Jenis Sampel LC50 (µg/mL) Matang E 58.702a Tua E 292.93b Muda E 746.61c Matang M 64.514a Tua M 222.35b Muda M 118.40b

Ket: jika diikuti oleh huruf yang sama maka nilai tersebut tidak berbeda nyata

Proses penetasan larva udang A. salina menggunakan air laut dengan bantuan aerator untuk menjaga agar kadar oksigen yang terlarut. Telur akan sulit menetas jika oksigen dalam air kurang. Umur larva udang yang digunakan adalah 24 jam setelah menetas. Kondisi larva udang pada umur tersebut masih lunak, sehingga memudahkan senyawa asing dalam air laut masuk dan menyebabkan kematian. Kematian larva udang yang disebabkan masuknya senyawa asing dijadikan dasar untuk pengujian toksisitas ekstrak aktif buah kawista. Pada penelitian ini nilai kematian dikonversi menjadi nilai probit yang diperoleh dari tabel probit hubungannya lebih linear. Selain itu hubungan antara persen kematian dengan dosis bersifat logistik, sehingga tidak dapat menghasilkan suatu linearitas yang baik.

Uji toksisitas digunakan untuk menentukan toksisitas senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman obat dan untuk menentukan potensi bioaktif senyawa bahan alam (Sukadirman et al. 2004). Hasil uji toksisitas dinyatakan dengan nilai LC50. Nilai LC50 yaitu konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk menurunkan kemampuan hidup larva udang sebesar 50%. Jika nilai LC50 dibawah 1000 µg/mL maka suatu senyawa atau ekstrak aktif dari suatu sampel memiliki potensi bioaktif (Meyer et al. 1982).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh ekstrak buah kawista baik yang terpartisi oleh etil asetat maupun yang berasal dari metanol yang telah dihidrolisis memiliki sifat toksisitas karena nilai LC50 masih berada di bawah 1000

µg/mL. Jenis sampel yang memiliki aktivitas toksik yang tinggi yaitu ekstrak buah kawista matang dengan 2 pelarut berbeda menunjukkan nilai LC50 yang terbaik.

Sidik Jari Ekstrak Kawista dengan KLT

Analisis sidik jari pada penelitian ini dilakukan dengan metode KLT. Sampel yang akan dianalisis sidik jari yaitu sampel ekstrak buah kawista matang dan tua hasil hidrolisis dalam metanol. Hal ini didasarkan karena memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibanding seluruh sampel ekstrak buah kawista yang lain. Pemilihan fase gerak terbaik pada saat analisis sidik jari dengan metode KLT pada metode pertama dilakukan dengan menggunakan rancangan Simplex Centroid Design (SCD) dengan mengkombinaksikan 3 pelarut. Hasil dari kombinasi tersebut diperoleh hasil jumlah spot seperti Tabel 5 yang sebelumnya telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ.

17

Tabel 5 Jumlah spot hasil piranti lunak ImageJ Formula pelarut Jumlah spot tua (1) Jumlah spot matang (2) Jumlah spot standar (3) F1 1 2 3 F2 6 4 2 F3 4 7 4 F4 1 1 3 F5 5 5 2 F6 1 1 2 F7 4 6 3 F8 5 5 3 F9 7 7 4 F10 1 2 2

Pada prinsipnya bahwa ImageJ merupakan suatu piranti lunak yang dapat mengubah citra dari bentuk pita menjadi bentuk densitogram dan terkuantifikasi dengan baik. Selain itu, ImageJ juga mampu memperlihatkan besar kecilnya kandungan suatu komponen di dalam sampel dengan jelas, terutama pada komponen pencirinya. Semakin besar konsentrasi komponennya, semakin tinggi puncak yang dihasilkan karena intensitas warna gambar yang semakin terang dan sebaliknya. Berdasarkan tabel di atas, banyaknya pita darihasil pengolahan dari ImageJ tersebut sesuai dengan banyaknya pita dari hasil penampakan dengan cahaya UV 254 nm dan 366 nm pada rancangan SCD komposisi fase gerak paling banyak memunculkan pita dengan keterpisahan cukup baik adalah asam format berbanding etil asetat berbanding asam format (F9).Pola KLT tertera pada Gambar 8.

(a) (b)

Gambar 8 Visualisasi gambar hasil eluen terbaik dari metode SCD (a) UV 254 nm dan (b) UV 366 nm.

Spot pertama dari kiri merupakan spot dari ekstrak kawista tua, spot kedua merupakan spot dari ekstrak kawista matang dan spot ketiga merupakan spot dari standar kuersetin. Hasil dari optimasi pelarut dengan SCD yang telah diolah dengan menggunakan piranti lunak ImageJ terlihat bahwa seluruh sampel baik buah kawista tua, matang dan standar memiliki kesamaan komponen fase gerak, yaitu kloroform, etil asetat dan asam format, yaitu dengan perbandingan etil asetat lebih banyak dibanding dengan asam format dan kloroform. Hal ini karena sifat

dari flavonoid yang semipolar, sehingga kombinasi pelarut antara etil asetat, kloroform dan asam format dengan komposisi dominan adalah etil asetat akan mengelusi senyawa yang bersifat semipolar.

Metode kedua yaitu kombinasi pelarut berdasarkan berbagai pustaka diperoleh 3 kombinasi terbaik, yaitu pertama (P1) kloroform : etil asetat : asam format : air, kedua (P2) kloroform : etil asetat : asam format : HCl 2N dan ketiga (P3) kloroform : etil asetat : asam format : asam asetat dengan perbandingan (6:3:1:0,5). Hasil ini terlihat pada Gambar 9. Hasil dari visualisasi ini diolah dengan piranti lunak ImageJ. Pengolahan gambar dengan ImageJ dihasilkan suatu densitogram, dari densitogram tersebut diperoleh suatu kombinasi pelarut yang terbaik, yaitu kloroform : etil asetat : asam format : asam asetat (P3). Hal ini didasarkan pada banyaknya pita serta keterpisahan pita kromatogramnya.

Gambar 9 Visualisasi gambar hasil kombinasi pelarut berdasrkan pustaka (1) kombinasi pertama, (2) kombinasi kedua dan (3) kombinasi ketiga Pemilihan pelarut berdasarkan pustaka dari zat aktif antosianin didasarkan oleh hasil penelitian dari Thakur et al. (2010) yang mengatakan bahwa zat aktif yang diduga berperan positif pada aktivitas antioksidan buah kawista adalah antosianin. Hasil ketiga kombinasi tersebut diolah dengan piranti ImageJ sehingga diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah spot eluen terbaik pada UV 366 nm Formula Jumlah spot

tua (a) Jumlah spot matang (b) Jumlah spot standar (c) P1 7 6 2 P2 5 4 3 P3 5 7 5

Hasil di atas menunjukkan bahwa eluen terbaik diperoleh pada formula 3, yaitu, kloroform:etil asetat:asam format:asam asetat (P3). Hal ini dikarenakan bahwa jumlah spot lebih banyak. Penampakan dari semua komponen dilakukan dengan 2 cara cahaya, yaitu UV 254 nm dan 366 nm berdasarkan cara ini diperoleh jumlah spot yang berbeda-beda dan keterpisahan yang beragam. Hasil yang diperoleh di atas menunjukkan penampakan jumlah pita pada UV 366 nm terlihat jelas karena menunjukkan jumlah pita yang banyak dan keterpisahan yang baik (Lampiran 7). Hal ini disebabkan karena banyak spot yang berflouresensi pada UV 366 nm akibat adanya kromofor dari flavonoid yang memiliki ikatan

19

rangkap terkonjugasi. Pengolahan gambar dengan menggunakan bantuan piranti lunak ImageJ diperoleh berbagai macam jumlah smoothing gambar dengan tujuan agar memperoleh jumlah pita yang terpisah secara jelas. Proses smoothing merupakan proses penyaringan data agar dihasilkan data yang dapat mewakili suatu densitogram sehingga menghasilkan suatu densitogram yang lebih terlihat jelas.

Perbedaan metode yang digunakan dalam mencari pelarut terbaik sangat mempengaruhi hasil dari jumlah spot yang diperoleh. Pada metode pertama yang menggunakan rancangan SCD diperoleh eluen terbaik asam format : kloroform : etil asetat (F9). Dalam pelarut terbaik ini diperoleh jumlah spot yang banyak tetapi tidak memberikan spot yang terpisah dengan baik. Hal ini ditunjukkan dari densitogram yang memiliki puncak yang interval koordinat jarak yang melebar untuk ketiga spot yang ada. Hasil dari kedua metode diperoleh eluen terbaik, yaitu kloroform : etil asetat : asam format : asam asetat (P3) menunjukkan pemisahan yang baik pada spot ekstrak kawista matang, karena menghasilkan spot yang banyak dan keterpisahan yang baik. Halini lebih jelas terlihat pada densitogram.

Evaluasi KLT dengan Piranti Lunak ImageJ

Analisis sidik jari merupakan suatu cara yang digunakan untuk menunjukkan informasi senyawa kimia dari suatu sampel dalam bentuk spektrogram, kromatogram, atau grafik lain yang didapatkan dari teknik analisis secara menyeluruh (Liang et al. 2009). Metode ini dilakukan karena dapat digunakan sebagai metode kendali mutu, metode validasi dan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu sampel tanaman. Pada penelitian ini dilakukan analisis pola sidik jari secara densitogram dengan membandingkan hasil KLT sampel buah kawista dengan standar kuarsetin. Kuersetin merupakan jenis flavonoid yang banyak ditemukan di berbagai tanaman sehingga pada penelitian ini digunakan sebagai standar.

ImageJ dapat mengubah citra dari bentuk pita pada pelat KLT menjadi bentuk densitogram dan terkuantifikasi dengan baik. Selain itu, ImageJ juga mampu memperlihatkan besar kecilnya kandungan suatu komponen di dalam sampel dengan jelas, terutama pada komponen pencirinya. Hasil dari pola sidik jari KLT dari dua metode yang terbentuk dari sampel buah kawista tua dan matang hasil hidrolisis dalam metanol dengan fase gerak terbaik, yaituasam format : kloroform: etil asetat (F9) untuk metode pertama dan kloroform : etil asetat : asam format : asam asetat (P3) divisualisasikan dengan UV 254 nm dan 366 nm menghasilkan jumlah pita yang terpisah dengan baik hal tersebut didukung dengan densitogram hasil dari ImageJ. Densitogram pada metode pertama diperoleh sebagai berikut.

a.

b.

c.

Gambar 10 Densitogram (a) kawista tua, (b) kawista matang dan (c) standar kuersetin dari metode rancangan SCD

Densitogram dengan metode rancangan SCD yang dihasilkan dari grafik hubungan antara koordinat jarak dan AU (Arbritary Unit) masing-masing puncak untuk memberikan informasi yang menyeluruh mengenai sidik jari sampel buah kawista tua dan matang hasil hidrolisis dalam metanol. Informasi yang dapat diperoleh dari gambar densitogram tersebut adalah pola sidik jari ekstrak kawista tua dan matang memiliki perbedaan pola dengan standar kuersetin, tetapi masih ada beberapa puncak yang menunjukkan kemiripan dengan kuersetin. Hasil densitogram ini terlihat pada beberapa puncak AU pada sampel dan standar yang memiliki beberapa kemiripan seperti yang disampaikan pada Lampiran 8. Densitogram menggambarkan besarnya densitas suatu spot yang ada pada pola sidik jari ekstrak kawista dan standar. Semakin tinggi nilai AU yang diperoleh maka akan semakin besar intensitas warna spot pada pelat KLT.

21

a.

b.

c.

Gambar 11 Densitogram (a) ekstrak kawista tua hasil hidrolisis dalam metanol; (b) ekstrak kawista matang hasil hidrolisis dalam metanol; dan (c) standar kuarsetin metode kombinasi eluen antosianin

Densitogram diatas menunjukkan hasil dari pengolahan ImageJ pada metode kedua. Grafik hubungan antara kooordinat jarak dan AU dari masing-masing puncak untuk memberikan informasi yang menyeluruh mengenai sidik jari ektsrak buah kawista. Informasi yang dapat diperoleh dari gambar densitogram tersebut adalah pola sidik jari ekstrak kawista tua dan matang memiliki perbedaan pola dengan standar kuersetin, tetapi masih ada beberapa pucak yang menunjukkan kesamaan dengan kuersetin (Lampiran 8). Semakin tinggi nilai AU maka semakin besar konsentrasi komponen yang diperoleh. Pola sidik jari di atas menunjukkan hasil pemisahan eluen yang baik karena densitogram ekstrak kawista matang (densitogram b) menghasilkan keterpisahan pola sidik jari yang terbaik dibandingkan dengan pola sidik jari dari ekstrak kawista tua dan pola sidik jari dari eluen metode SCD. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam analisis sidik jari diperoleh pola sidik jari dari ekstrak kawista matang hasil hidrolisis dalam metanol dapat menjadi kendali mutu suatu buah kawista sebagai antioksidan karena dapat mewakili seluruh hasil analisis sidik jari.

Dokumen terkait