Pengamatan Klinis
Gambar 4 Pemeriksaan temperatur tubuh (A), denyut jantung (B), dan respirasi (C) domba yang telah diimplan
Fluktuasi temperatur tubuh setelah implantasi masih berada dalam kisaran normal. Fluktuasi tersebut diduga masih dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Dengan demikian, data temperatur tubuh domba tidak menunjukan adanya gangguan klinis yang berarti.
Tabel 3 Pengamatan temperatur tubuh, frekuensi respirasi, dan frekuensi denyut jantung H0 H+3 H+7 H+14 H+21 H+30 H+60 H+90 Temperatur (T°) HA-TKF 39,2 39,8 39,7 39,0 38,7 39,2 39,3 38,7 HA-K 39,3 39,6 39,5 39,0 39,0 39,0 39,1 39,4 Respirasi/ menit HA-TKF 36 22,7 29,3 37,3 52 38,7 32 32 HA-K 36 34 29,3 33 35 36 30 20 Denyut Jantung/menit HA-TKF 104 100 82,7 98,7 117,3 108 122 80 HA-K 88 100 105 112 100 108 98 88
Selain fluktuasi temperatur tubuh, frekuensi respirasi dan frekuensi denyut jantung terlihat mengalami fluktuasi tapi masih berada dalam kisaran nilai normalnya. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terhadap fisiologi domba lokal Indonesia (Raharjo 2011), frekuensi respirasi permenit berkisar dari 25-35 kali permenit dan frekuensi denyut jantung 70-110 kali permenit. Hal ini menunjukkan senyawa yang terkandung dalam implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis frekuensi respirasi dan denyut jantung domba. Tabel 4 Rerata parameter peradangan mulai hari pertama pembentukan kalus
domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan dan kontrol positif
Parameter Perlakuan Nyeri (hari) Merah (hari) Panas (hari) Bengkak (hari) Pembentukan kalus (hari ke-) HA-K 2,00 ± 0 2,00 ± 3,06 3,00 ± 3,00 7,00 ± 1,00 8,00 ± 1,00 HA-TKF 2,00 ± 0 4,33 ± 3,51 1,33 ± 2,31 5 ± 2,65 7 ± 1,00 Kontrol Positif 2,00 ± 0 4,67 ± 4,27 2,67 ± 2,34 6,83 ± 2,93 8,33 ± 2,07
14
Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit) dan tumor (pembengkakan) (Abrams 1995). Tabel 4 memperlihatkan bahwa tanda peradangan pada domba dengan implan HA-K, implan HA-TKF dan domba normal memiliki nilai bervariasi yaitu beberapa hari setelah penanaman implan. Namun gejala peradangan yang ditemukan sehingga peradangan yang terjadi pada setiap perlakuan merupakan proses yang wajar. Pembentukan kalus pada setiap perlakuan dan domba normal terjadi di hari ke-7 dan ke-8 setelah operasi.
Tabel 4 memperlihatkan persembuhan tulang setiap perlakuan berada pada kisaran standar deviasi persembuhan tulang normal. Hal ini menunjukkan persembuhan tulang setiap perlakuan sama baik dengan normal namun kurang dalam fungsi implan mempercepat proses persembuhan tulang seperti yang diharapkan.
Pemeriksaan fisik yang terdiri atas pemeriksaan temperatur tubuh, frekuensi denyut jantung dan frekuensi respirasi menunjukkan bahwa pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu fisiologis tubuh. Hal ini karena masing-masing material implan memiliki sifat-sifat yang mendukung dalam penggunaanya sebagai pengganti kerusakan tulang dan fraktur tulang, yaitu HA dan TKF terdiri atas kombinasi senyawa kalsium dan fosfat (Pane 2008) yang merupakan senyawa terbesar yang terdapat pada tulang dan menyusun tulang. Hal ini menyebabkan HA dan TKF memiliki sifat mirip dengan struktur tulang. Kitosan digunakan sebagai perekat atau implan dalam bedah ortopedi karena sifat biokompatibel yang dimilikinya (Ratajska et al. 2008).
Analisa Hematologi
Pemeriksaan darah dilakukan sesaat sebelum operasi penanaman material implan (H0), dan beberapa hari setelah operasi penanaman, yaitu hari ke-3, 7, 14, 21, 30 , 60 dan 90. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan berdasarkan waktu proses persembuhan tulang dan kerusakan jaringan (Cheville 2006). Pemeriksaan darah yang dilakukan adalah penghitungan indeks eritrosit, laju endap darah, jumlah total sel darah putih dan diferensial sel darah putih yang meliputi jumlah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil.
Analisa hematologi menunjukan adanya perbedaan signifikan pada jumlah SDM (tabel 5) pada kelompok HA-K dihari ke 14, 21, terhadap hari ke 30. Perbedaan signifikan juga ditemukan pada nilai VER (tabel 5) kelompok HA-K pada hari pertama terhadap hari ke 30, namun perbedaan nilai VER ini merupakan dampak dari perbedaan jumlah SDM pada kelompok yang sama. Perbedaan SDM yang signifikan antar kelompok juga ditemukan pada saat sebelum operasi implantasi (Hari H) yang mengakibatkan nilai VER juga berbeda signifikan.
Analisa hematologi pada nilai-nilai HER, KHER, dan hematokrit disajikan pada tabel 6. Dari nilai-nilai tersebut terlihat adanya fluktuasi, namun tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan dalam satu kelompok antar tahap perlakuan maupun antar kelompok.
Tabel 5 Rerata Dinamika Sel Darah Merah (SDM), Hemoglobin (Hb), dan Volume Eritrosit Rata-rata (VER)
Jumlah Sel Darah Merah Hemoglobin Volume Eritsorit Rata-rata Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K H 13,9 ± 0,6ax 7,2 ± 1,6ay 5,8 ± 2,7ax 5,5 ± 3,2ax 19,6 ± 0,8a x 39,8 ± 7,8a y H+3 11,2 ± 3,3ax 8,7 ± 3,1abx 6,3 ± 0,5ax 6,7 ± 1,8ax 21,8 ± 5,9ax 28,3 ± 4,4abx H+7 11,4 ± 7,2ax 8,0 ± 1,9abx 6,3 ± 0,4ax 5,3 ± 0,5ax 28,1 ± 12,1ax 31,6 ± 2,9abx H+14 8,2 ± 2,7ax 7,9 ± 2,8ax 6,4 ± 1,0ax 6,3 ± 1,5ax 31,6 ± 6,9ax 33,4 ± 11,1abx H+21 8,8 ± 1,8ax 7,8 ± 0,6ax 7,5 ± 2,5ax 5,8 ±1,0ax 31,0 ± 2,6ax 33,9 ± 0,9abx H+30 8,7 ± 6,3ax 11,8 ± 1,0bx 6,5 ± 1,0ax 6,6 ± 0,3ax 30,7 ± 11,8ax 24,4 ± 4,1bx H+60 12,2 ± 4,9 13,1 ± 6,8 6,4 ± 1,7 6,1 ± 1,0 26,8 ± 15,4 26,7 ± 16,5 H+90 9,2 ± 0,0 9,4 ± 0,0 5,4 ± 0,0 7,2 ± 0,0 28,3 ± 0,0 34,1 ± 0,0
Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Tabel 6 Rerata dinamika hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER), Kadar Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), dan Hematokrit pada berbagai waktu pengamatan Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER) Kadar Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER) Hematokrit
Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K H 4,1 ± 1,9ax 7,3 ± 3,1 ax 27,2 ± 1,0 ax 28,0 ± 3,5 ax 27,2 ± 1,0 ax 28,0 ± 3,5 ax H+3 6,0 ± 1,9 ax 7,9 ± 1,3 ax 23,7 ± 4,5 ax 24,0 ± 6,9 ax 23,7 ± 4,5 ax 24,0 ± 6,9 ax H+7 7,0 ± 4,0 ax 6,8 ± 1,3 ax 26,3 ± 3,8 ax 25,0 ± 3,5 ax 26,3 ± 3,8 ax 25,0 ± 3,5 ax H+14 8,2 ± 2,7 ax 8,7 ± 3,7 ax 25,0 ± 2,6 ax 24,3 ± 3,2 ax 25,0 ± 2,6 ax 24,3 ± 3,2 ax H+21 8,4 ± 1,8 ax 7,4 ± 0,7 ax 27,0 ± 3,5 ax 26,3 ± 1,5 ax 27,0 ± 3,5 ax 26,3 ± 1,5 ax H+30 11,1 ± 8,2 ax 5,6 ± 0,5 ax 27,0 ± 4,6 ax 28,7 ± 3,5 ax 27,0 ± 4,6 ax 28,7 ± 3,5 ax H+60 6,0 ± 3,8 5,6 ± 3,6 29,0 ± 5,6 29,5 ± 3,5 29,0 ± 5,6 29,5 ± 3,5 H+90 6,00 ± 0,0 7,7 ± 0,0 25,5 ± 0,0 32,0 ± 0,0 25,5 ± 0,0 32,0 ± 0,0
Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Perbedaan signifikan lainnya ditemukan pada jumlah monosit (tabel 7) pada kelompok HA-K yaitu pada hari ke 14 terhadap hari ke 21. Penghitungan terhadap nilai netrofil segmen, netrofil batang, eosinofil dan basofil ditunjukkan pada tabel 8. Terjadi fluktuasi nilai-nilai tersebut, namun tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan maupun dalam kelompok perlakuan.
Analisa hematologi memang menunjukan adanya beberapa perbedaan yang signifikan, namun perbedaan signifikan ini berada dalam nilai normal untuk domba lokal Indonesia (Maylina 2006). Fluktuasi terjadi dalam nilai normal dari masing-masing parameter. Reaksi inflamasi yang terjadi merupakan respon alami akibat adanya pembukaan jaringan saat operasi. Kedua implan baik HA-TKF dan HA-K, dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu dinamika sel darah putih dan dinamika sel darah merah domba.
16
Tabel 7 Rerata Dinamika Sel Darah Putih, Limfosit, dan Monosit pada berbagai waktu pengamatan
Sel Darah Putih (SDP) Limfosit Monosit
Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K
H 7183,3 ± 3960,5ax 10116,7 ± 1433,8ax 55,5 ± 9,2ax 45,7 ± 7,3ax 1,0 ± 0,9ax 1,1 ± 0,5ax H+3 10016,7 ± 4064,9ax 14733,3 ± 5755,3ax 43,7 ± 9,3ax 40,5 ± 5,4ax 0,8 ± 0,2ax 1,4 ± 1,0ax H+7 11600,0 ± 6406,8ax 10033,3 ± 4660,8ax 56,9 ± 11,2ax 48,2 ± 8,0 ax 0,8 ± 0,7ax 1,0 ± 0,9ax H+14 12691,67 ± 991,9ax 12416,7 ± 1371,4ax 47,2 ± 6,4ax 40,0 ± 8,5ax 0,4 ± 0,3ax 1,9 ± 0,4ay H+21 10483,3 ± 625,2ax 12025,0 ± 715,9ax 54,3 ± 6,0ax 43,0 ± 9,0ax 0,7 ± 0,3ax 2,0 ± 0,3ay H+30 10800,0 ± 2642,4ax 12833,3 ± 3924,7ax 54,7± 4,8ax 38,9 ± 11,9ax 0,9 ± 0,8ax 1,1 ± 0,5ax H+60 7900,0 ± 2934,5 11525,0 ± 2934,5 55,5 ± 10,1 62,5 ± 7,3 0,8 ± 1,2 1,5 ± 0,7 H+90 5725,0 ± 0,0 15950,0 ± 0,0 45,7 ± 0,0 54,3 ± 0,0 1,7 ± 0,0 2,3 ± 0,0 Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan
adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Tabel 8 Rerata Dinamika Netrofil Segmen, Netrofil Batang, Eosinofil, dan Basofil pada berbagai waktu pengamatan
Netrofil Segmen Netrofil Batang Eosinofil Basofil
Hari HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K HA-TKF HA-K
H 35,3 ± 11,0 ax 37,2 ± 8,9ax 3,2 ± 1,1ax 6,3 ± 6,0ax 4,9 ± 4,0ax 10,1 ± 2,3ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax H+3 47,5 ± 9,3ax 38,5 ± 14,8ax 4,2 ± 0,2ax 5,1 ± 1,9ax 3,8 ± 1,3ax 11,2 ± 7,7ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax H+7 34,1 ± 13,1ax 38,5 ± 8,6ax 3,1 ± 1,3ax 4,8 ± 2,8ax 5,1 ± 2,8ax 7,3 ± 4,7ax 0,0 ± 0,0ax 0,1 ± 0,2ax H+14 43,0 ± 2,6ax 39,0 ± 10,1ax 3,4 ± 1,4ax 7,3 ± 6,4ax 5,8 ± 3,8ax 11,7 ± 10,6ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax H+21 37,2 ± 8,1ax 43,0 ± 11,7ax 3,4 ± 0,4ax 2,5 ± 0,2ax 4,3 ± 2,3ax 9,3 ± 2,9ax 0,0 ± 0,0ax 0,0 ± 0,0ax H+30 35,6 ± 3,2ax 44,5 ± 11,1ax 3,3 ± 0,7ax 7,4 ± 3,2ax 5,0 ± 3,7ax 8,0 ± 4,4ax 0,1 ± 0,2ax 0,1 ± 0,2ax H+60 33,2 ± 14,9 25,6 ± 9,0 3,5 ± 2,1 8,0 ± 2,4 7,1 ± 1,6 2,1 ± 3,0 0,0 ± 0,0 0,1 ± 0,2 H+90 40,0 ± 0,0 31,7 ± 0,0 4,7 ± 0,0 2,7 ± 0,0 8,0 ± 0,0 8,7 ± 0,0 0,0 ± 0,0 0,3 ± 0,0
Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar tahapan pengambilan darah. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Evaluasi Elektrokardiografi
Evaluasi elektrokardiografi dilakukan pada saat sebelum operasi implantasi dan pada hari ke 30 setelah implantasi. Rekaman EKG yang telah diperoleh dievaluasi pada sadapan II menggunakan sadapan bipolar standar. Menurut Karim dan Kabo (1996), sadapan (Lead) II digunakan karena mencatat perbedaan potensial bioelektrik jantung yang paling besar. Hasil evaluasi gelombang EKG disajikan dalam Tabel 9. Pemeriksaan dengan EKG memungkinkan kita untuk melihat gangguan konduktivitas listrik jantung. Beberapa penyebab gangguan tersebut bisa disebabkan oleh perubahan ukuran jantung, kerusakan aliran listrik akibat kerusakan jaringan jantung, dan sebagainya.
Penggunaan semen tulang menurut (PAPSRS 2006), menyebabkan beban emboli. Beban emboli ini akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan
resistensi pembuluh darah pulmonal. Kedua hal tersebut menyebabkan dinding ventrikel kanan yang tipis berdilatasi. Hal ini ditandai dengan peningkatan ukuran ventrikel kanan. Dari evaluasi EKG terlihat tidak ada perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah penanaman implan. Evaluasi EKG pada domba yang diimplantasi memang menunjukkan flutuasi nilai-nilai EKG namun fluktuasi itupun masih berada dalam kisaran normal. Dari temuan ini terlihat bahwa aktivitas kelistrikan jantung tidak terganggu akibat implantasi material yang dilakukan.
Tabel 9 Evaluasi elektrokardiogram sebelum dan 30 hari setelah implantasi
Perlakuan HA-K HA-TKF Standar
Amplitudo P (mV) Sebelum 0,176 ± 0,041a 0,117 ± 0,026a 0,130
Sesudah 0,150 ± 0,032a 0,123 ± 0,038a
Durasi P (detik) Sebelum 0,038 ± 0,004a 0,041 ± 0,005a 0,040
Sesudah 0,040 ± 0,008a 0,037 ± 0,012a
Interval PR (detik) Sebelum 0,092 ± 0,013a 0,101 ± 0,002a
0,140 Sesudah 0,106 ± 0,020a 0,110 ± 0,009a
Amplitudo QRS (mV) Sebelum 0,802 ± 0,438a 0,825 ± 0,357a
0.300 Sesudah 0,425 ± 0,042a 0,683 ± 0,279a
Durasi QRS (detik) Sebelum 0,024 ± 0,005a 0,034 ± 0,014a
0.060 Sesudah 0,030 ± 0,006a 0,031 ± 0,005a
Durasi Segmen ST (detik) Sebelum 0,168 ± 0,018a 0,205 ± 0,028a 0,120 Sesudah 0,198 ± 0,013a 0,215 ± 0,016a
Keterangan: Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t)
Gambaran Radiografi Tulang
Gambaran radiografi dari implan HA-K tidak menunjukan adanya perubahan bentuk implan. Perubahan yang terjadi berupa penurunan opasitas, peningkatan zona radiolusen disekitar implan, dan gambaran marjin implan yang semakin kabur. Perubahan ini menunjukan adanya reaksi dengan jaringan sekitar, tapi tidak cukup untuk menunjukkan adanya absorpsi implan. Pada gambaran radiografi hari ke-90, terlihat implan berubah posisi masuk kedalam rongga sumsum tulang. Pada hari ke -90 ini, implan tidak terlihat mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Defek yang ditinggalkan akibat implantasi terlihat memiliki opasitas yang sama dengan jaringan tulang sehat disekitarnya. Diduga implan mengalami perubahan posisi setelah operasi sehingga persembuhan defek terjadi menyerupai tulang normal.
Gambaran radiografi implan HA-TKF menunjukan perubahan yang lebih drastis dibandingkan implan HA-K. Perubahan yang terjadi adalah perubahan ukuran, penurunan opasitas implan, peningkatan zona radiolusen disekitar implan, dan fragmentasi implan. Perubahan semakin meningkat dari hari ke hari. Pada hari ke-90 implan terlihat mengalami fragmentasi dan meninggalkan beberapa serpihan kecil implan yang belum terserap sempuna. Perubahan ini menunjukan bahwa tubuh lebih cepat dalam merespon keberadaan implan HA-TKF. Defek
18
yang ditinggalkan selama implantasi mulai mengalami peningkat opasitas akibat dimulainya proses persembuhan dengan terbetuknya jaringan.
Perubahan radiografi defek yang diciptakan pada kelompok kontrol menunjukkan perubahan dalam ukuran dan peningkatan opasitas defek pada defek yang ditinggalkan. Perubahan ini terlihat semakin berarti sesuai dengan berjalannya waktu. Pada akhir pengamatan, yaitu hari ke-90, defek yang diciptakan tidak bisa teridentifikasi dengan jelas. Opasitas defek terlihat memiliki derajat yang sama dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Dengan demikian diduga persembuhan tulang telah mencapai tahap sempurna pada kelompok kontrol.
Waktu pengamatan
JENIS IMPLAN
HA-K HA-TKF Kontrol
Hari ke-0 Hari ke-30 Hari ke-60 Hari ke-90
Gambar 5 Gambaran radiografi os tibia kontrol dan perlakuan pada hari ke-30, ke-60, dan ke-90 setelah implantasi. Terlihat implan HA-K tidak mengalami perubahan ukuran sementara implan HA-TKF mengalami penyusutan akibat biodegradasi. Tulang kontrol menunjukkan persembuhan bertahap lesio yang diciptakan. Tanda panah ( ) menunjukan bagian tulang yang ditanami implan atau lesio pada kelompok kontrol dan perlakuan
Gambaran Histopatologi
Gambaran histopatologi tidak menunjukkan adanya reaksi inflamasi (tabel 10) ataupun reaksi penolakan implan. Dengan demikian kedua implan dapat diterima oleh tubuh (biokompatibel). Akan tetapi kedua implan memiliki karakter yang berbeda dalam hal biodegradasi, dan osteokonduktivitasnya (tabel 10).
Tabel 10 Perbedaan karakteristik kedua jenis implan
No. Karakteristik Waktu Evaluasi
Implan HA-TKF Implan HA-K H-30 H-60 H-90 H-30 H-60 H-90 1 Proliferasi jaringan ikat kedalam
implan
+ ++ +++ - - -
2 Pertumbuhan tulang baru di sekitar implan
+ ++ +++ - - -
3 Pertumbuhan tulang baru di dalam implan
- ++ +++ - - -
4 Proliferasi Sumsum tulang - - - -
5 Hubungan tulang lama dengan implan + - - - - - 6 Pembentukan trabekula pada bagian
dalam implan
+ + + - - -
7 Biodegradasi + ++ +++ - - -
8 Reaksi Inflamasi pada bagian perifer implan
- - - -
9 Neovaskularisasi pada bagian internal implan
+ ++ +++ - - -
Kondisi implan HA-TKF pada hari 30, 60, dan 90 setelah implantasi menunjukkan peningkatan absorbsi dan degradasi implan bersamaan dengan peningkatan proses osteogenesis pada defek tulang (Gambar 6). Pertumbuhan jaringan ikat juga meningkat sesuai dengan berjalannya waktu Pada HA-TKF, jaringan ikat tidak terlihat menyelimuti implan, melainkan tumbuh hingga ke bagian dalam implan. Pengamatan Histologi pada hari 30 menunjukkan adanya pertumbuhan osteoblas antara implan dan tulang, serta pembuluh darah di sekitar sumsum tulang. Osteogenesis mulai terlihat dan meningkat pada hari ke 60 dan 90. Antara implan dan jaringan tulang terlihat lebih banyak osteoblas dan sel osteosit mengelilingi kanal Haversian, tetapi periosteum lebih tebal pada daerah implantasi.
Pada tulang implan HA-K, kondisi histologi implan pada hari 30, 60, dan 90 terlihat masih lengkap, kompak, dan padat (Gambar 7). Jaringan ikat tidak tumbuh kedalam bagian implan tidak seperti perlakuan HA-TKF. Dari tiga waktu panen yang berbeda, semua implan dilapisi dengan jaringan ikat (Gambar 7). Tidak ada penyatuan, degradasi atau absorbsi antara implan dan jaringan di sekitarnya. Tulang baru terbentuk hanya di tepi implan dan lubang. Pembuluh darah dan sel-sel lemak dapat dilihat pada sumsum tulang. Tetapi pada hari 90 histologi menunjukkan implan masuk ke sumsum tulang dan osteogenesis terlihat pada defek bekas implantasi. Kondisi ini diidentifikasikan oleh distribusi osteosit dan
20
lamellas sekitar Haversian kanal. Kanal Volkmann juga dapat terlihat menghubungkan kanal Haversian.
Gambar 6 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang diimplantasi HA-TKF. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B) Hari ke-60 setelah operasi; (C) Hari ke-90 setelah operasi. Jaringan ikat terlihat memasuki celah-celah bagian dalam implan. Tidak terlihat adanya gejala peradangan yang berarti. Keterangan: JI = Jaringan ikat; I = Posisi Implan; TR = Tulang Rawan. Garis pada gambar A = 30 µm; Garis pada gambar B dan C = 20 µm; Pewarnaan HE.
Gambar 7 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang diimplantasi HA-K. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B) Hari ke-60 setelah operasi; (C) Hari ke-90 setelah operasi. Terlihat implan HA-K masih berada utuh. Tak terlihat adanya gejala peradangan yang berarti. Keterangan: JI = Jaringan ikat; I = Posisi Implan. Garis pada gambar A = 20 µm; Garis pada gambar B dan C. = 10 µm Pewarnaan HE.
Lemahnya Biodegradasi Implan HA-TKF dan HA-K
Proses osteogenesis pada defek tulang kontrol lebih cepat daripada defek tulang HA-TKF. Ketidakmampuan implan untuk menginduksi pemulihan tulang lebih cepat dibanding kontrol diperkirakan karena semakin sedikit jumlah TKF dan oktakalsium fosfat (OCP) yang berfungsi sebagai bahan mendominasi komposisi. OCP sebagai mendominasi materi dalam implan ini menunjukkan reaksi biodegradasi cepat daripada TKF. Studi lebih lanjut masih harus dilakukan untuk memeriksa ukuran pori-pori dibuat dalam implan ini.
Implan HA-K terlihat diselubungi oleh jaringan ikat yang menunjukkan bahwa implan itu masih diakui sebagai benda asing. Selain itu, implan tidak dapat
A B C
diserap oleh tulang diduga karena sebagai tingginya jumlah kitosan yang disusun dalam implan HA-K. Kitosan memiliki karakteristik tidak stabil di dalam jaringan. Meski begitu, perlakuan kontrol menunjukkan pemulihan tulang terbaik dibandingkan dengan tulang implan. Hal ini terlihat baik pada pengamatan makroskopis atau mikroskopis. Kitosan memiliki pori-pori yang padat dan kecil sehingga sulit ditembus oleh pembuluh darah dan sel-sel tulang.
Sebuah implan yang baik harus memiliki ukuran pori yang sesuai sehingga proses penetrasi bisa dilakukan dan prekursor osteogenesis dapat dibentuk (Nandi et al. 2009). Dalam evaluasinya, Nurlaela (2009) menunjukkan bahwa morfologi komposit HA-K terlihat lebih rapat dibandingkan dengan HA-TKF yang lebih rapuh, sehingga HA-K lebih sulit terdegradasi dibandingkan HA-TKF. Kitosan mengikat kristal apatit sehingga struktur komposit ini terlihat lebih rapat dari struktur kristal apatit. Struktur yang lebih rapat tersebut mengakibatkan implan bersifat padat. Implan yang padat dapat menjadi rintangan fisik yang menghambat pertumbuhan tulang karena menghambat proliferasi pembuluh darah yang penting bagi persembuhan tulang (Nandi et al. 2009).
Biodegradasi dari suatu bahan implan keramik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti pori-pori (porosity), kepadatan (density), rasio bahan implan HA-TKF, ukuran partikel serta waktu dan temperatur pembuatan (Maiti et al. 1995). Pori-pori di dalam implan akan meningkatkan kemampuan ikatan tulang, karena beberapa alasan antara lain a) adanya pori-pori akan memperbesar area permukaan sehingga menghasilkan daya bioreabsorpsi yang tinggi, dan dapat lebih menginduksi bioaktivitas, b) pori-pori yang saling berhubungan dapat memberikan suatu kerangka atau tempat untuk pertumbuhan tulang ke dalam matriks implan, c) hubungan antara pori juga berfungsi sebagai tempat saluran vaskularisasi, sehingga pembuluh darah dapat masuk ke dalam implan dan dapat menyuplai nutrien untuk pertumbuhan tulang (Nandi et al. 2009).
Pada penelitian ini porositas dan kepadatan dari implan HA-TKF dan HA-K yang digunakan belum diketahui secara mendetail sehingga perlu pengkajian lebih lanjut dalam mendesain struktur implan untuk meningkatkan daya biodegradasi dan resorpsi agar dapat mendukung persembuhan tulang dengan baik.
Berdasarkan hasil yang didapatkan tersebut, maka implan yang digunakan dalam penelitian kali ini dianggap belum memperlihatkan sifat biodegradable dan bioresorbable yang optimal. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain: belum sesuainya komposisi material penyusun komposit untuk ukuran dan jenis defek yang diamatti, serta implan yang terlalu padat sehingga tidak ada struktur pori pada implan yang dapat mempercepat interaksinya dengan tulang. Kesesuaian komposisi dari bahan penyusun komposit berperan penting terhadap suatu sifat material (Turck et al. 2007). Saat ini, masih belum diketahui proporsi yang sesuai dari kitosan untuk dapat menghasilkan biomaterial sintetik pengganti tulang yang ideal.
Selain kepadatan yang dimiliki implan, tidak adanya suatu struktur pori yang saling berhubungan (interconnected pores) diduga menjadi penyebab implan tersebut tidak terserap dan terdegradasi. Porositas memperluas area penyerapan pada implan sehingga memperbesar kecenderungan terjadinya bioresorpsi dan menginduksi bioaktivitas (Nandi et al. 2009). Struktur pori tersebut mampu menyajikan sebuah kerangka untuk pertumbuhan jaringan tulang baru ke dalam matriks implan yang kemudian dapat membentuk ikatan antara implan dengan
22
jaringan tulang di sekitarnya. Implan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki struktur pori yang baik sehingga sel-sel tulang baru di sekitarnya tidak dapat melekat dan membentuk suatu ikatan yang baik dengan permukaan implan.
Berdasarkan uraian tersebut, diduga implan yang digunakan dalam penelitian ini belum memperlihatkan sifat osteokonduktif karena belum mampu menjadi tempat pelekatan sel-sel tulang sekitarnya, serta belum memperlihatkan sifat bioaktif karena belum mampu menghasilkan ikatan yang baik dengan jaringan sekitarnya. Ikatan yang baik antara tulang dengan implan sangat penting untuk mencegah pergerakan implan (Nandi et al. 2009). Walaupun bersifat mikro, pergerakan implan dapat menghambat pertumbuhan kapiler darah serta mempengaruhi proses diferensiasi sel-sel osteogenik di sekitar implan menjadi sel sel fibroblas sehingga proses osteointegrasi tidak dapat berlangsung (Spiekermann et al. 1995).
Biokompatibilitas Implan HA-TKF dan HA-K
Sifat biokompatibel dari implan yang digunakan dapat disebabkan karena kitosan memiliki kemampuan antibakterial dan antifungal (Roller dan Coville 1999). Kitosan juga bersifat bakteristatik dan bakterisidal terhadap sejumlah bakteri gram positif dan gram negatif (No et al 2002). Implan juga telah mengalami proses sterilisasi dengan lampu UV (ultraviolet) sebelum diimplankan. Proses implantasi dilakukan dibawah prosedur operasi yang aseptis dan lege artis sehingga resiko infeksi mikroba dapat diminimalkan.
Walaupun kedua implan tidak berhasil menunjukkan sifat osteoinduktif yang lebih baik dari pada kontrol, kedua implan menunjukkan kemampuan yang paling baik dalam biokompatibilitas selain sifat lainnya. Tubuh dapat menerima kedua jenis implan tanda terjadi gangguan yang berarti secara klinis, maupun histologis. Kondisi ini menjadi berarti mengingat beberapa implan yang telah beredar menunjukkan adanya gangguan yang dikenal sebagai bone cement implantation syndrome (BCIS). Beberapa gejala yang ditemukan pada BCIS (Parvizi et al. 1999, Byrick 1997) antara hipotensi sistemik, hipertensi pulmonum, peningkatan tekanan vena sentral, edema pulmonum, bronkokontriksi, hipoksemia, kardiak disritmia, syok kardiogenik, dan gagal jantung. Gejala-gejala ini tidak ditemukan pada kedua implan yang digunakan dalam penelitian ini.
Beberapa gejala BCIS diatas berkaitan erat dengan aktivitas jantung sebagai pusat dari sistem sirkulasi-kardiovaskular. Jika gejala tersebut ditemukan, biasanya aktivitas jantung juga terganggu. Gangguan pada aktivitas jantung dapat didiagnosa dengan menggunakan elektrokardiogram. Analisa elektrokardiogram pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya gangguan pada aktivitas jantung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua implan memiliki karakter biokompatibilitas yang baik. Kemampuan biokompatibilitas ini dianggap penting untuk menjadi landasan bagi perbaikan implan selanjutnya.
Potensi Implan HA-TKF dan HA-K
Dengan tetap utuh dan kompak sampai akhir periode pengamatan maka implan HA-K dapat dikembangkan menjadi biomaterial sintetik pengganti tulang dengan kegunaan tertentu. Suatu implan tulang alamiah, baik autologous maupun allogenous, berdasarkan struktur anatominya dibagi menjadi tipe cortical dan cancellous bone (Kalfas 2001). Tipe cortical bone biasa diambil dari tulang rusuk, ulna bagian distal, dan fibula (Fossum et al. 2007). Keuntungan dari tipe cortical bone adalah kekuatan strukturalnya yang unggul sehingga sering digunakan untuk mengganti kehilangan tulang pada daerah yang membutuhkan sokongan structural (Kalfas 2001), misalnya untuk menggantikan kehilangan tulang pada defek berukuran besar.
Tahapan pertama remodelling pada tulang kortikal adalah tahap resorbsi karena aktivitas osteoklastik sangat dominan. Tandur tulang kortikal secara