• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Perbedaan Media Tanam

Media merupakan tempat tumbuh dan berkembang mahluk hidup, sehingga perlu dilakukan percobaan pendahuluan untuk menentukan media yang paling efektif. Pada percobaan pendahuluan digunakan dua media tanam yang berbeda, yaitu campuran serbuk gergaji dengan pepton (Gambar 1a) dan campuran serbuk gergaji dengan dedak (Gambar 1b). Warna putih menunjukkan hifa dari jamur

Omphalina sp. sehingga semakin banyak warna putih, membuktikan bahwa semakin banyak biomassa yang tumbuh dalam media tersebut.

a b

Gambar 1 Media serbuk gergaji dengan campuran yang berbeda, yaitu : a. serbuk gergaji dengan pepton, b. serbuk gergaji dengan dedak

Pengaruh Waktu terhadap Biosorpsi oleh Omphalina sp.

Penentuan pengaruh waktu, seberapa lama biomassa tersebut akan mengalami kejenuhan dapat dilihat dari selisih presentase penyerapan logam pada jam ke 1, 3, 5, 7, dan 24. Presentase penyerapan dihitung dengan menganggap konsentrasi awal logam adalah 100 %. Konsentrasi ion logam yang terserap merupakan selisih dari konsentrasi sebelum dan setelah kontak dengan biomassa.

Penyerapan tertinggi terjadi pada satu jam pertama di semua metode, dan pada dua jam berikutnya tidak terjadi penyerapan yang berarti. Hal itu menandakan bahwa biomassa sudah mulai jenuh oleh ion-ion logam. Konsentrasi logam pada jam ke 7 terdapat penurunan sampai 23.58 % (78.3 ppm) pada Cu 100 ppm dan pada jam ke-24 konsentrasi Cu tidak jauh berbeda dengan jam ke-7 yaitu 78.4 ppm dan pada Cu 200 ppm terjadi penurunan sampai 14.55 % (175.815 ppm) dan pada jam ke 24 konsentrasi logam menjadi 168.4315 ppm (Gambar 2).

8

Biosorpsi Hg maksimal juga terjadi pada satu jam pertama, pada satu jam pertama dalam larutan Hg 3 ppm metode rotary berhasil menyerap logam sebanyak 70.63%, metode biotray 62.36 %, pack bed flow 46.11 %, dan metode batch sebesar 9.50 %. Biomassa Omphalina sp. masih dapat menyerapa logam sampai jam ke 24 tetapi jumlahnya sangat sedikit, hal itu dikarenakan biomassa sudah mulai jenuh sehingga persentase penyerapan sudah mulai konstan. Hal yang sama terjadi pada Hg dengan konsentrasi 5 ppm, penyerapan tertinggi terjadi pada satu jam pertama (Gambar 2c dan 2d).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2 Persentase penyerapan Omphalina sp.: a) Cu 100 ppm, b) Cu 200 ppm, c) Hg 3 ppm, d) Hg 5 ppm.

Cairan limbah yang berwarna bening belum tentu bebas dari logam berat baik Cu maupun Hg. Menurut Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup (PPLH) Nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah menetapkan bahwa konsentrasi tembaga (Cu) pada limbah cair kurang dari 3 ppm dan merkuri (Hg) kurang dari 0.005 ppm. Untuk memenuhi standar baku mutu air limbah tersebut, maka dilakukan pengulangan perlakuan. Dua kali pengulangan perlakuan pada Hg membuat konsentrasi Hg turun menjadi 0.259 ppm, dan pada Cu dilakukan 3 kali pengulangan perlakuan konsentrasi akhir menjadi 8.51 ppm (Gambar 3). Perlu dilakukan beberapa kali pengulangan untuk memenuhi standar baku mutu air limbah. 0 5 10 15 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Absor psi (% ) Waktu (Jam) 0 5 10 15 20 25 0 1 2 3 4 5 6 7 Absor psi (% ) Waktu (Jam) 0 20 40 60 80 100 0 1 2 3 4 5 6 7 Absor psi (% ) Waktu (Jam) 0 50 100 0 1 2 3 4 5 6 7 Absor psi (% ) Waktu (Jam)

9

Setelah dilakukan pengulangan selama 48 jam konsentrasi Hg pada larutan menjadi 0.25 ppm (92.39%) dan pada larutan campuran Hg dan Cu konsentrasi Hg setelah 55 jam menjadi 0.002 ppm (99.99 %). Konsentrasi Cu menjadi 8.51 ppm (91.57 %) setelah dilakukan penyerapan selama 72 jam, dan pada larutan campuran konsentrasi Cu menjadi 26.25 ppm (74.02%) (Gambar 3 a dan b).

a b

Gambar 3 Perpanjangan waktu kontak. a).Persentase penyerapan pada Cu dan Hg selama 48 jam. b). Penyerapan campuran Cu dan Hg selama 72 jam

Penyerapan Ion Logam Campuran Cu dan Hg

Penyerapan logam pada larutan campuran Cu dan Hg terjadi penyerapan maksimal pada satu jam pertama untuk Hg konsentrasi menjadi 2.254 ppm (24.88 %) dan masih terjadi penyerapan yang cukup tinggi sampai jam ke-24, pada jam ke-24 konsentrasi menjadi 0.847 ppm (71.77%). Masih terjadi penyerapan yang cukup drastis untuk Cu sampai pada jam ke 5 konsentrasi menjadi 72.32 ppm (26.43%) dan pada jam ke-24 penyerapannya konsentrasi menjadi 67.52 ppm ( 33.17%) (Gambar 4).

Gambar 4 Persentase penyerapan larutan ion logam campuran

Pengaruh Konsentrasi terhadap Biosorpsi oleh Omphalina sp.

Konsentrasi penyerapan pada Cu 200 ppm lebih besar daripada Cu 100 ppm (Gambar 5 a dan b). Banyaknya konsentrasi yang diserap pada Cu 100 ppm dan 200 ppm berturut-turut adalah: 24.15 ppm dan 29.97 ppm pada metode rotary, biotray

20.67 ppm dan 24.89 ppm , pack bed flow 10.18 ppm dan 11.81 ppm, dan batch

8.51 ppm 0.25 ppm 0 20 40 60 80 100 0 10 20 30 40 50 60 70 P eny era pa n (% ) Waktu (Jam) 0.002 ppm 26.25 ppm 0 50 100 150 0 1 3 5 7 24 31 48 55 P eny era pa n (%) Waktu 24, 33.17 24, 76.62 0 50 100 0 10 20 P eny era pa n (% ) Waktu (Jam)

10

sebanyak 10.41 ppm dan 11.94 ppm. Pada Hg juga terjadi hal yang sama, semakin tinggi konsentrasi semain banyak ion yang dapat diserap. Banyaknya ion yang terserap pada Hg 3 ppm dan 5 ppm berturut-turut adalah: 1.344 ppm dan 3.686 ppm pada metode rotary, biotray 1.237 ppm dan 3.672 ppm, pack bed flow 1.284 ppm dan 3,028 ppm, dan pada metode sebanyak 0.462 ppm dan 2.961 ppm (Gambar 5 c dan d).

a b

c d

Gambar 5 Konsentrasi penyerapan Omphalina sp. a) Cu 100 ppm, b) Cu 200 ppm, c) Hg 3 ppm, d) Hg 5 ppm.

Kondisi Biomassa Omphalina sp.

Semakin tinggi viabilitas dari suatu metode maka metode tersebut semakin bagus. Viabilitas dari msing-masing metode dapat dilihat dari banyaknya biomassa jamur yang masih hidup setelah perlakuan, semakin banyak biomassa jamur

Omphalina(yang ditandai dengan banyaknya hifa Omphalina yang berwarna putih) yang hidup maka viabilitas semakin tinggi. Omphalina sp. masih dapat hidup setalah dilakukan perlakuan selama 24 jam dengan menggunakan metode batch,

pack bed flow, rotary, maupun biotray. Tetapi dari keempat metode tersebut penggunaan metode rotary memungkinkan biomassa yang hidup lebih banyak dari metode yang lain (Gambar 6). Hal itu menunjukkan bahwa metode rotary memiliki viabilitas yang lebih bagus dari metode yang lain.

0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3 4 5 6 7 Konse ntra si (ppm) Waktu (Jam) 0 5 10 15 20 25 30 35 0 1 2 3 4 5 6 7 Konse ntra si (ppm) Waktu (Jam) 0 0.5 1 1.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Konse ntra si (ppm) Waktu (Jam) 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 Konse ntra si (ppm) Waktu (Jam)

11

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6 Kondisi biomassa setelah terjadi proses biosorpsi pada berbagai metode. (a) batch, (b) pack bed flow, (c) rotary, (d) biotray

Penggunaan Ulang Jamur (Reuse)

Biomassa yang masih hidup setelah dilakukan perlakuan memungkinkan masih dapat digunakan kembali formula tersebut dengan larutan limbah yang baru. Baik pada Cu maupun Hg masing-masing masih dapat digunakan sebanyak dua kali perlakuan, pada perlakuan ketiga penyerapan yang terjadi sangat sedikit, yaitu 9.38 % (0.28 ppm) untuk Hg dan 1.39 % (1.46 ppm) untuk Cu (Gambar 7).

a b

Gambar 7 Persentase penyerapan reuse Omphalina sp. sebanyak tiga kali penggunaan, yaitu : reuse 1 ( R ), reuse 2 (R2), reuse 3 (R3). (a) persentase penyerapan pada Hg, (b) persentase penyerapan pada Cu.

24, 33.12 24, 22.96 5, 1.461 0 10 20 30 40 0 10 20 30 Konse ntra si (ppm) Waktu 24, 2.15 24, 2.29 3, 0.28 0 1 2 3 0 20 40 Konse ntra si (ppm) Waktu

12

Penentuan Serapan Maksimum

Masing-masing biosorben memiliki kapasitas maksimum penyerapan yang berbeda-beda, tergantung dari banyaknya biomassa, dan besarnya konsentrasi larutan yang digunakan. Nilai serapan maksimum (qmax) dapat diketahui menggunakan persamaan Langmuir, dengan mula-mula menentukan persamaan linear Langmuir. Persamaan linear Langmuir diperoleh dengan membuat grafik antara 1/q pada sumbu X dan 1/cf pada sumbu Y, yang nantinya akan diperoleh nilai dari koefisien determinasi, serapan maksimum, dan konstanta Langmuir.

Metode rotary yang digunakan memiliki serapan maksimum tertinggi dari metode lain, pada konsentrasi Cu 100 ppm dan 200 ppm, maupun pada Hg dengan konsentrasi 3 ppm dan 5 ppm, berturut-turut nilainya adalah : 0.0975 mg/g, 0.0747 mg/g, 0.0239 mg/g, 0.0538 mg/g. lalu metode biotray berturut-turut adalah: 0.0927 mg/g, 0.0402 mg/g, 0.0202 mg/g, 0.0499 mg/g. Metode peck bed flow yaitu: 0.0285 mg/g, 0.0133 mg/g, 0.0173 mg/g, 0.0308 mg/g, dan metode yang memiliki serapan maksimum terendah adalah metode batch, yaitu sebesar: 0.0176 mg/g, 0.0067 mg/g, 0.0011 mg/g, dan 0.0206 mg/g (Tabel 1).

Tabel 1 Perhitungan qMax (serapan maksimum), b (konstanta)

Konsentrasi qmax (mg/g) b Cu 100 ppm Rotary 0.0975 0.0152 Biotray 0.0927 0.0150

Pack bed flow 0.0285 0.0123

Batch 0.0176 0.0117

Cu 200 ppm

Rotary 0.0747 0.0064

Biotray 0.0402 0.0059

Pack bed flow 0.0133 0.0055

Batch 0.0067 0.0053

Hg 3 ppm

Rotary 0.0239 24.6842

Biotray 0.0202 12.0082

Pack bed flow 0.0173 11.114

Batch 0.0011 1.04893

Hg 5 ppm

Rotary 0.0538 2.6932

Biotray 0.0499 2.3673

Pack bed flow 0.0308 1.0655

13

Nilai serapan maksimum setelah 24 jam pada konsentrasi Cu 100 ppm tidak ada perbedaan yang nyata antara rotary dengan biotray, dan antara pack bed flow

dengan batch (Tabel 2). Pada konsentrasi Cu 200 ppm terdapat perbedaan yang nyata antara metode rotary, dan biotray, tetapi tidak berbeda nyata dengan metode

pack bed flow dan batch. Terdapat perbedaan yang nyata untuk semua metode pada Hg dengan konsentrasi awal 3 ppm dan 5 ppm.

Tabel 2 Optimasi metode

Metode Konsentrasi

(ppm)

100 200 3 5

Rotary 78.49 a 168.4 c 0.129 f 0.852 j

Biotray 81.75 a 180.9 d 0.236 g 0.852 k

Pack bed flow 92.24 b 193.9 e 0.189 h 1.495 l

Batch 89.93 b 188.9 e 1.011 i 1.563 m

Keterangan: Huruf superscrift (a,b,c,d,e,f,g,h,i,j,k,l,m) pada tabel menunjukkan hasil yang berbeda

nyata (p<0.05)

.

Pembahasan Perbedaan Media Tanam

Perbedaan penggunaan media tanam menyebabkan perbedaan banyaknya biomassa dalam media tersebut. Media dengan tambahan dedak menghasilkan lebih banyak biomassa jamur dari pada media dengan tambahan pepton. Untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, jamur membutuhkan media tumbuh dengan sedikit nitrogen, karbohidrat lebih tinggi, dan pada pH optimum (Suprihatin. 2009). Pepton merupakan hasil dari reaksi hidrolisis protein oleh enzim protease dan digunakan sebagai sumber nitrogen pada media tanam mikroba (Sinuhaji. 2012), sedangkan dedak selain mengandung karbohidrat juga terdapat kandungan serat yang cukup tinggi (Murni et al. 2008). Omphalina merupakan jamur pelapuk putih dan tumbuh dengan cepat pada media dengan kandungan lignoselulosa tinggai (Suharyanto et al. 2014). Sehingga penggunaan dedak yang banyak mengandung lignin lebih membantu pertumbuhan Omphalina.

Pengaruh Waktu terhadap Biosorpsi oleh Omphalina sp.

Mekanisme biosorpsi logam oleh mikroorganisme, merupakan proses yang kompleks dan melibatakan banyak proses yang berbeda, seperti: kompleksasi, pertukaran ion, kelasi, adsorpsi, difusi (Sud et al. 2008). Proses biosorpsi terjadi pada dua tahap, tahap petama merupakan penyerapan pasif, tidak tergantung pada proses metabolisme dan penyerapan cepat oleh benyak mekanisme pengikatan seperti : kompleksasi, pertukaran ion, adsorpsi fisik. Ion logam akan berikatan dengan permukaan, agen pengkelat. Pada tahap kedua terjadi penyerapan secara aktif, ion logam menembus membran sel dan masuk kedalam sel (Das et al. 2008). Proses biosorpsi dapat terjadi melalui proses pertukaran ion dan dapat juga melalui proses pembentukan ikatan kompleks antara gugus fungsi pada dinding sel

14

Gambar 8 Mekanisme penyarapan logam oleh mikroorganisme (Sud et al. 2008) Serapan maksimum logam oleh jamur terjadi pada satu jam pertama, dan diikuti penyerapan dengan periode yang lebih lama sampai jamur benar-benar jenuh oleh ion-ion logam. Hal itu dikarenakan, serapan logam terjadi pada dua tahap, yaitu tahap penyerapan logam yang sangat cepat dan diikuti penyerapan logam yang lambat dengan periode yang lebih lama sampai terjadi keseimbangan (Mitic-stojanovic et al. 2011). Sesuai dengan pendapat Javaid et al. 2011, bahwa serapan cepat oleh permukaan jamur, lalu dilanjutkan penyerapan lambat karena transportasi ion logam ke dalam sitoplasma sel atau lambatnya difusi intraseluler. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Akar et al. 2006, menggunakan Aspergillus flavus untuk biosorpsi Cu memiliki waktu optimum 15-120 menit, dan Javaid et al. 2001 menggunakan Pleurotus ostreatus untuk menyerap Cu terjadi penurunan konsentrasi logam yang sangat tajam pada 15-120 menit pertama.

Gambar 9 Proses pengikatan kitin dengan logam. Logam (M) ( Bellion et al. 2005)

15

Penyerapan awal yang cepat terjadi karena adanya ikatan ion logam yang dipengaruhi kelompok-kelompok fungsional yang berada di permukaan jamur, mula-mula dengan cepat ion logam akan berikatan dengan sisi negatif dari dinding sel jamur (Say et al. 2007). Kualitas dan kuantitas penyerapan logam oleh permukaan biomassa sangat ditentukan oleh gugus fungsional yang terdapat dalam permukaan dinding sel jamur. Dinding sel jamur pada umumya terdiri dari kitin, glukan, kitosan, selulosa (Feofilova. 2010) (Gambar 10), dengan gugus-gugus seperti karbonil, amino, tiol, hidroksil, dan fosfat, dengan sisi aktif bermuatan negatif sehingga mudah mengikat ion logam yang bermuatan positif (Suharyanto et al. 2014). Proses pengikatan kitin dengan logam dapat dilihat pada Gambar 9.

Ganbar 10 Polisakarida dinding sel jamur yang berperan dalam biosorpsi (Siegel et al. 1990)

Pertukaran ion juga merupakan salah satu cara yang digunakan oleh jamur untuk dapat menyerap logam, sehingga terjadi penyerapan yang cepat pada periode pertama. Proses ini terjadi karena adanya pertukaran ion-ion mono ataupun divalen pada dinding sel jamur seperti Na, Mg, dan Ca, digantikan oleh ion-ion logam berat (Suharyanto et al. 2014). Mekanisme pertukaran ion dapat dilihat pada Gambar 11.

Selulosa Glikan Kitosan Poliuronidin Kitin Glikan (6-56 termasuk selulosa)

16

Gambar 11 Mekanisme pertukaran ion pada jamur. Ion logam (Me). (Mitic-stojanovic et al. 2011)

Penyerapan yang cepat pada permukaan dinding sel, lalu dilanjutkan dengan penyerapan yang mulai melambat dengan difusi intraselluler. Pada awalnya penyerapan cepat oleh dinding sel terjadi pada 30 menit-1 jam pertama, lalu dilanjutkan dengan difusi intraselluler lambat (2-3 jam) dan lama-kelamaan akan mencapai keseimbangan (Baldrian. 2003). Proses difusi intraselluler yang terjadi cukup lama mengakibatkan perpindahan ion-ion logam dari dinding sel kedalam sitoplasma terjadi cukup lambat. Hal itu menyebabkan ion-ion logam akan memenuhi dinding sel jamur dalam waktu yang cukup lama, sehingga penyerapan mulai melambat sampai jamur telah benar-benar jenuh oleh logam (Gambar 12).

Gambar 12 Skema mekanisme seluler penyerapan logam. Ion logam (M); 1. Kelasi ekstraseluler oleh ligan (L), 2. Pengikatan oleh dinding sel, 3. Efflux, 4. Kelasi intraselluler oleh matallothionein (MT), 5. Kellasi intraselluler oleh gluthathione (GSH), 6. Bagian pengumpul subseluler, 7. GSH-M komplekx pada vakuola (Bellion et al. 2005)

17

Perpanjangan waktu kontak dengan penggantian biomassa jamur setiap 24 jam dapat mengurangi konsentrasi ion logam berat secara konsisten baik dalam larutan tunggal ataupun larutan campuran. Hal itu memungkinkan serapan yang tinggi tiap awal pergantian. Salah satu faktor yang mempengaruhi biosorpsi adalah banyaknyan biomassa (Das et al. 2008; Tukey et al. 2006). Penggantian biomassa tiap 24 jam menyebabkan jumlah biomassa yang digunakan lebih banyak sehingga konsentrasi logam dalam larutan akan semakin berkurang. Bertambahnya waktu interaksi sebanding dengan meningkatnya proses absorbsi (Buhani et al. 2006; Akar dan Tunali. 2005).

Penyerapan Ion Logam Campuran Cu dan Hg

Terjadi serapan yang cukup tinggi sampai jam ke-5, baik pada Cu maupun Hg pada larutan logam campuran. Pada larutan yang terdiri lebih dari satu ion logam menyebabkan persaingan dalam pengikat sisi aktif yang terdapat pada dinding sel jamur (Manzoo et al. 2012). Penyerapan pada logam campuran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: efek gabungan dari dua atau lebih ion logam, dan juga banyaknya jenis ion logam yang bersaing untuk mengikat sisi aktif dari jamur, serta konsentrasi masing-masing jenis ion logam dalam larutan (Sheng et al. 2007).

Persentase penyerapan Cu pada larutan campuran tidak sebanyak serapan Cu pada larutan logam tunggal. Satu jam pertama pada larutan tunggal terjadi penurunan sampai 16.25 % namun pada larutan dengan campuran Cu dan Hg pada 1 jam pertama penyerapannya hanya 7.95 %. Hal itu dikarenakan, ketika terdapat dua macam logam dalam satu larutan maka kedua logam tersebut akan berkompetisi untuk dapat berikatan dengan sisi aktif dari dinding sel jamur (Manzoo et al. 2012). Persentase penyerapan Hg pada larutan campuran Cu dan Hg lebih kecil dari pada persentase penyerapan Hg pada larutan tunggal Hg. Namun, persentase penyerapan Hg lebih tinggi dari pada persentase penyerapan Cu. Hal itu dikarenakan konsentrasi awal untuk Hg dan Cu tidak sama. Konsentrasi awal untuk Cu adalah 100 ppm, sedangkan untuk Hg adalah 3 ppm. Konsentrasi Hg yang lebih sedikit mengakibatkan jumlah ion Hg pada larutan campuran lebih sedikit dari pada jumlah ion Cu, sehingga persentase penyerapan Hg lebih tinggi dari pada Cu. Adanya ion logam lain dalam suatu sistem penyerapan akan menurunkan kapasitas serapan untuk logam lainnya (Tsekova et al. 2007; Sheng et al. 2007).

Pengaruh Konsentrasi terhadap Biosorpsi oleh Omphalina sp.

Semakin besar konsentrasi logam maka semakin besar pula massa ion logam yang terserap. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin besar konsentrasi larutan, maka semakin banyak jumlah zat terlarut yang dapat diserap hingga mencapai keseimbangan tertentu (Handayani dan Sulistiyono. 2009). Biosorpsi merupakan perpindahan massa ion logam dari fase cair ke fase padat. Konsentrasi awal ion logam memiliki peran yang peting sebagai pendorong untuk mengatasi hambatan perpindahan massa dari fase cair ke fase padat (Dang et al. 2009), sehingga semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak massa yang dapat diserap.

Keempat metode dapat digunakan dalam biosorpsi Cu dan Hg oleh

Omphalina sp. Larutan logam yang digunakan pada metode rotary memiliki konsentrasi akhir paling rendah, hal itu dikarenkan Omphalina merupakan organisme aerob(Suharyanto et al. 2014) sehingga untuk menunjang kelangsungan hidupnya Omphalina sp. memerlukan oksigen. Metode rotary membuat aerasi lebih

18

lancar sehingga Omphalina masih dapat hidup dan diharapkan biomassa bertambah banyak. Semakin banyak biomassa maka serapan logam semakin banyak (Victor et al. 2012).

Kondisi Biomassa Omphalina sp.

Metode rotary memungkinkan biomassa yang hidup lebih banyak dari pada metode biotray, pack bed flow, ataupun batch. Hal itu dikarenakan dengan penggunaan metode rotary memungkinkan terjadinya aerasi yang merata pada seluruh permukaan jamur sehingga seluruh jamur mendapatkan oksigen yang cukup untuk bertahan hidup. Tetapi, pada metode pack bed flow dan biotray aerasi yang terjadi tidak merata pada seluruh tubuh jamur, sehingga jumlah biomassa tidak sebanyak pada metode rotary. Sedangkan pada metode batch tidak terjadi aerasi sehingga jamur yang terrendam terus-menerus lama-kelamaan akan membusuk. Jamur merupakan organisme aerob (Suharyanto et al. 2014), sehingga aktivitas biologisnya juga dipengaruhi oleh adanya oksigen dalam lingkungan. Omphalina

dapat tumbuh pada kondisi-kondisi optimum misalnya, pada pH rendah (berkisar antara 4-9), media yang tinggi karbohidrat dan selulosa, pada suhu optimum 39 ◦C, dan kelembaban udara yang cukup (Suprihatin 2009, Soeprijanto et al).

Selain faktor lingkungan, kemampuan tumbuh jamur untuk bertahan hidup juga memiliki peranan yang penting. Omphalina mampu bertahan hidup pada lingkungan yang tercemar oleh limbah, pada konsentrasi Cu 300 ppm dan Hg 5 ppm (Suharyanto et a.l 2014). Hal itu menandakan pada konsentrasi Cu 300 ppm dan Hg 5 ppm, logam berat belum mempengaruhi metabolisme dari Omphalina tersebut (Yulianto et al. 2006).

Jamur memiliki mekanisme pertahanan terhadap logam, salah satunya menggunakan senyawa pengkelat baik ekstraseluler maupun intraseluler. Secara intraseluler, kelasi logam berat dilakukan oleh molekul peptida yang terdiri dari senyawa phytochelatins atau metallothioneins. Kelasi secara ekstraseluler pada jamur pelapuk putih adalah dengan produksi asam oksalat. Produksi asam oksalat oleh jamur dapat mengamobilisasi ion logam larut, atau sebagai larutan oksalat tembaga, sehingga meningkatkan toleransi terhadap toksisitas logam (Baldrian P. 2003). Terdapat juga ligan dari hasil metabolisme yang dapat digunakan sebagai pengikatan logam seperti: D-glukosamin, L-lisin, L-asparagin, sitrat dan asam ketoglutarik yang aktif terhadap logam Cu, Zn, Cd, Hg (Seagel et al. 1990). Selain itu melanin juga memiliki peranan dalam pertahanan terhadap logam berat. Melanin digunakan sebagai akumulasi logam berat pada miselium. Menurut Rizzo et al. 1992, melanin yang dihasilkan dapat meningkat seiring dengan meningkatnya logam yang diserap.

Penggunaan Ulang Jamur (Reuse)

Biosorben harus dapat digunakan berkali-kali untuk mengurangi biaya (Say

et al. 2007). Pada penelitian ini dapat dilakukan penggunaan ulang jamur pada larutan logam baru sampai dua kali penggunaan, dan pada penggunaan ketiga tidak terjadi serapan ion logam yang berarti. Masih adanya biomassa jamur yang hidup setelah penggunaan pada siklus pertama, menandakan biosorben masih berpotensi untuk menyerap ion-ion logam. Akan tetapi tidak hanya biomassa yang masih hidup saja yang dapat digunakan sebagai biosorben untuk menyerap ion-ion logam,

19

biomassa yang sudah matipun dapat digunakan untuk meyerap ion-ion logam dalam larutan (Javaid et al. 2011).

Jamur yang digunakan pada penelitian kali ini hanya dapat digunakan sebanyak tiga kali siklus. Hasil ini tidak sebanyak yang dilakukan oleh Khumar et al. 2011, menggunakan Trichoderma viride yang dapat digunakan sebanyak lima kali siklus. Dikarenakan, sebelum digunakan Trichoderma viride dicuci terlebih dahulu dengan 0.1 N HCl untuk menghilangkan ion-ion logam yang terdapat di dalam biomassa Trichoderma viride, sehingga biomassa yang digunakan tidak memiliki kandungan logam yang tinggi. Hal itu membuktikan bahwa, penggunaan

Omphalina sp. lebih efektif dan efisien, karena dapat digunakan berulang tanpa dilakukan pretreatmen menggunakan HCl terlebih dahulu, dan dapat digunakan modifikasi pada sistem kontinyu dengan gabungan beberapa metode, sehingga penyerapan logam lebih maksimal

Penentuan Serapan Maksimum

Serapan maksimum merupakan banyaknya ion logam yang terserap (mg) tiap satuan berat biomassa jamur (g). Metode rotary memiliki nilai serapan maksimum paling tinggi pada berbagai konsentrasi dan berbagai jenis ion logam, lalu diikuti oleh metode biotray, pack bed flow, dan batch (Tabel 1). Hal itu dikarenakan pada metode rotary memiliki sistem aerasi yang baik dan luas permukaan biosorben yang berinteraksi dengan ion logam lebih banyak dari pada metode biotray, pack bed flow, ataupun batch (Handayani dan Sulistiyono. 2009).

Serapan maksimum tertinggi adalah pada Cu 100 ppm yaitu sebesar 0.0975 mg/g dan pada Cu 200 ppm sebesar 0.0747 mg/g. Hasil ini jauh berbeda dengan Suprijanto et al. 2007 yang menggunakan Phanerochaete chrysosporium sebagai biosorben Cu dengan konsentrasi awal 200 ppm, dan mendapatkan serapan maksimum sebesar 3.99 mg/g. Hal itu dikarenakan Phanerochaete chrysosporium

yang digunakan merupakan biomassa murni yang dalam pembuatannya memerlukan waktu dan biaya yang cukup mahal. Selain itu sebelum digunakan biomassa tersebut diberi perlakuan dengan NaOH 0.5 N selama 5 menit untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada dipermukaan. Namun meskipun

Omphalina sp. memiliki serapan maksimum yang jauh lebih kecil dari

Phanerochaete chrysosporium, tetapi besarnya konsentrasi penurunan Cu tidak jauh berbeda. Omphalina sp. mampu menurunkan konsentrasi menjadi 168.43 ppm dan pada Phanerochaete chrysosporiumi menjadi 170 ppm.

Konsentrasi akhir yang jauh berbeda dengan metode-metode yang lain, membuat metode rotary berbeda nyata dengan metode-metode yang lain. Tetapi pada konsentrasi Cu 100 ppm penggunaan metode rotary tidak berbeda nyata dengan metode biotray, hal itu dikarenakan konsentrasi ion logam yang terserap pada kedua metode tidak jauh berbeda.

Metode rotary memiliki serapan maksimum dan berbeda nyata dengan metode-metode yang lain. Selain itu, pada metode rotary memiliki nilai viabilitas

Dokumen terkait