• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Vegetasi

Tabel 1. Hasil Perhitungan Jumlah Individu,Tinggi, dan Diameter pada tingkat semai, pancang

N o

Spesies Jumlah Individu Rata-Rata Tinggi

(cm)

Rata-Rata Diameter Semai Pancang Semai Pancang Pancang 1

Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa jenis yang mendominasi terdapat pada R. apiculata dan S. alba pada setiap tingkat pertumbuhan, sedangkan terendah terdapat pada A. marina tingkat semai dan E. agallocha pada tingkat pancang.

Pada lokasi penelitian ini ditemukan sebanyak 6 jenis spesies yang termaksud dalam 3 famili (Avicenniaceae, Rhizophoraceae, dan Sonneratiaceae) yang termasuk dalam mangrove sejati. Banyaknya spesies R. apiculata yang ditemukan disebabkan oleh peluang ditemukannya spesies ini di titik lebih banyak, selain itu kondisi substrat yang dijumpai di lokasi penelitian mendukung pertumbuhan spesies ini.

Hidayat (2017) mengatakan bahwa indeks nilai penting spesies tumbuhan pada suatu komunitas merupakan salah satu parameter yang menunjukkan peranan spesies tumbuhan tersebut dalam komunitasnya tersebut. Kehadiran suatu spesies tumbuhan pada suatu daerah menunjukkan kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan. Semakin besar nilai

18

INP suatu spesies semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya. Penguasaan spesies tertentu dalam suatu komunitas apabila spesies yang bersangkutan berhasil menempatkan sebagian besar sumberdaya yang ada dibandingkan dengan spesies yang lainnya

Adapun data hasil perhitungan Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif, dan Dominansi Relatif pada tingkat semai,pancang dan pohon dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif, dan Dominansi Relatif pada tingkat semai, pancang

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat pada kategori semai kerapatan relatif (KR) tertinggi terdapat pada spesies S. alba yaitu sebesar 48,50% dan terendah terdapat pada jenis A. marina sebesar 0.39%. Sedangkan pada kategori pancang kerapatan relatif (KR) tertinggi terdapat pada spesies R. apiculata sebesar 55,63%

dan terendah terdapat pada jenis E. agallocha sebesar 0.17%. Hal ini karena jumlah spesies yang ditemukan dikawasan penelitian adalah paling rendah, yaitu 13 individu diseluruh luas plot. kerapatan relatif (KR) keseluruhan tingkat baik dari semai maupun pancang yang tertinggi terdapat pada jenis R. apiculata sebesar 55,63%. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah individu yang

19

ditemukan pada seluruh plot dikawasan penelitian. Menurut Sari et al. (2018) Kerapatan menunjukkan padatnya pertumbuhan tumbuhan disetiap plot pengamatan.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat pada kategori semai frekuensi relatif (FR) tertinggi terdapat pada jenis R. apiculata dan S. alba yaitu sebesar 36.22% yang memiliki nilai dominansi relatif (DR) tertinggi yaitu sebesar 21,18%. Hal ini disebabkan jenis S. alba mampu berkompetisi dan memiliki daya adaptasi yang tinggi untuk memperoleh unsur hara yang lebih banyak daripada jenis lain sehingga volume batang cukup besar dan tajuk yang luas yang menyebabkan jenis S. alba tingkat penguasaan dari suatu jenis atau dominansinya lebih tinggi dari jenis lainnya bahkan lebih dominan daripada R. apiculata yang merupakan spesies yang ditanam awal pada areal penelitian ini. Sedangkan spesies E. agallocha memiliki nilai dominansi relatif (DR) terendah yaitu sebesar 2,54%.

Adapun data hasil perhitungan indeks nilai penting (INP) pada tingkat semai dan pancang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil perhitungan indeks nilai penting (INP) pada tingkat semai, pancang

No Spesies Indeks Nilai Penting

Semai (%) Pancang (%)

1 Avicennia marina 1,90 14,69

2 Bruguiera gymnorrhiza 3,21 18,84

3 Excoecaria agallocha - 4,60

4 Rhizophora apiculata 73,57 102,39

5 Rhizophora mucronata 2,76 17,22

6 Rhizophora stylosa 33,79 62,85

7 Sonneratia alba 84,72 76,36

8 Sonneratia caseolaris - 3,04

Total 200 300

Keterangan: (-) tidak ada

20

Berdasarkan Tabel. 3 dapat dilihat bahwa pada kategori pancang diperoleh Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi terdapat pada jenis R. apiculata sebesar 102,39% dan terendah terdapat pada jenis E. agallocha sebesar 4,60%. Hal ini disebabkan jenis R. apiculata memiliki indeks nilai penting tertinggi karena kondisi substrat sangat cocok untuk pertumbuhannya, sehingga mangrove jenis ini menyebar merata pada setiap stasiun pengamatan, sedangkan pada kategori semai indeks nilai penting (INP) tertinggi terdapat pada jenis S. alba sebesar 84,72% dan terendah terdapat pada jenis A. marina sebesar 1.90%.

Indeks nilai penting merupakan salah satu indikasi yang berguna untuk melihat dominasi antar masing-masing spesies yang ada pada lokasi penelitian dan juga dapat menunjukkan spesies mana yang mendominasi pada lokasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayat (2017) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting ini menunjukkan spesies yang mendominasi di lokasi penelitian

Menurut Sari et al. (2018) indeks nilai penting (INP) adalah nilai yang menunjukkan peranan dari keberadaan suatu jenis tumbuhan dalam komunitas tumbuhan. Berdasarkan hal tersebut Indeks nilai penting yang tinggi akan sangat mempengaruhi suatu komunitas tumbuhan. INP dikategorikan sebagai berikut INP > 42,66 dikategorikan tinggi, INP 21,96 – 42,66 dikategorikan sedang, INP<

21,96 dikategorikan rendah.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pada tingkat pancang

R. apiculata yang memiliki Indeks Nilai Penting yang tertinggi , sedangkan pada tingkat semai adalah S. alba. Hasil analisis vegetasi tumbuhan tersebut menunjukkan peranan penting terhadap komunitas tumbuhan dikawasan restorasi hutan mangrove Lubuk Kertang. Dan juga besarnya nilai INP menunjukkan seberapa besar pengaruh tumbuhan tersebut bagi ekosistem.

Jenis yang memiliki INP paling besar maka jenis tersebut yang mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lingkungan tertentu.

Dari jenis mangrove diatas, species R. apiculata dan S. alba yang memiliki nilai tertinggi ini mengindikasikan bahwa spesies ini dapat beregenerasi, berkompetisi

21

dan beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan mangrove seperti faktor salinitas, suhu dan lainnya.

Adapun data Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman pada tingkat semai, pancang dan pohon dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada tingkat semai, pancang

No Spesies Indeks Keanekaragaman

Semai Pancang

1 Avicennia marina 0,02 0.01

2 Bruguiera gymnorrhiza 0,02 0,01

3 Excoecaria agallocha - 0,01

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman pada kategori semai dan pancang hanya berkisar antara 0,01–0,36. Dapat disimpulkan bahwasanya indeks keanekaragaman pada lokasi ini rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mernisa dan Wahyu (2017) yang menyatakan bahwa Kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wiener adalah, H’ <

1 keanekaragaman rendah; H’ = 1 s/d 3 keanekaragaman sedang; H’ > 3 = keanekaragaman tinggi.

Menurut Kartika et al. (2018) nilai indeks keanekaragaman yang rendah menunjukkan rendahnya jenis mangrove yang mampu hidup di ekosistem mangrove dengan kondisi salinitas dan penggenangan. Pada tingkat semai, nilai indeks keanekaragaman yang tertinggi adalah R. apiculata dengan nilai 0,36, dan yang terendah terdapat pada A. marina, B. gymnorrhiza dan R. mucronata dengan nilai 0,02. Sedangkan pada tingkat pancang, nilai indeks keanekaragaman tertinggi adalah pada S. alba dengan nilai indeks 0,36, dan yang terendah adalah pada S. caseolaris dengan nilai indeks 0,00.

Pada hasil yang didapat pada Tabel 4 terlihat bahwa pengaruh yang tidak signifikan antara parameter lingkungan lokasi penelitian dengan keanekaragaman mangrove pada lokasi penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mernisa

22

dan Wahyu (2017) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang tidak signifikan antar parameter lingkungan dengan keanekaragaman mangrove.

Hubungan parameter lingkungan yaitu suhu air, suhu udara, kelembaban, salinitas, pH dan intensitas cahaya dengan keanekaragaman mangrove adalah rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi abiotik yang terdapat pada area pengamatan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap keanekaragaman mangrove.

Suhu merupakan faktor pembatas utama dalam ekosistem, bila suhu udara berubah dengan cepat maka tentu saja mempengaruhi perubahan suhu air. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap aktivitas organisme.

Kondisi lingkungan abiotik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keanekaragaman mangrove dimungkinkan karena faktor lain yaitu kemampuan mangrove untuk mentoleransi kondisi lingkungan abiotik yang ada di sekitarnya dengan cara merubah struktur morfologi maupun fisiologisnya untuk beradaptasi.

Keberhasilan hutan restorasi di Desa Lubuk Kertang ditandai dengan bertambahnya keanekaragaman jenis. Di kawasan restorasi ditemukan 9 jenis dalam 5 family mangrove sejati setelah 4 tahun dilakukan penanaman.

Pertumbuhan Hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, salinitas, kondisi subrat tempat tumbuh dan keterbukaan terhadap hempasan gelombang. Sonneratia dan Rhizophora spp. dapat tumbuh dengan baik di tepi daratan hutan mangrove yang airnya kurang asin, tanah berlumpur dan di sepanjang sungai kecil yang terkena pasang surut.

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman Taksonomi pada tingkat semai, pancang

No Spesies Indeks Keanekaragaman

Semai Pancang

23

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman taksonomi pada lokasi penelitian ini sangat rendah dimana berkisar hanya 0-0,48. Indeks keanekaragaman taksonomi ini digunakan untuk melihat persamaan atau perbandingan dengan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner. Warwick dan Clarke (1995) mendefinisikan keragaman/ perbedaan ukurann yang memenuhi hal diatas persaratan menggabungkan kekayaan takson yang lebih tinggi dan konsep kemerataan. Indeks keanekaragaman pada suatu komunitas sangat bergantung dengan jumlah individu serta jumlah spesies yang terdapat pada komunitas tersebut.

Data Logger mini bouy

Dari hasil pengukuran data logger mini buoy pada kawasan restorasi hutan mangrove Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat terdapat lima spesies yang diukur yaitu S. alba dan R. apiculata pada bulan Januari-Februari, dan R. mucronata, A. marina dan B. gymnorrhiza pada bulan Februari–Maret.

Adapun pengukuran pada spesies S. alba dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 6.

Gambar 5. Pengukuran logger mini buoy pada spesies S. alba

24

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa keceptan arus maksimum 0.11 m/s, sedangkan kecepatan arus minimum 0.05 m/s. Salah satu pengaruh arus laut adalah disebabkan oleh angin, dan juga angin dapat memengaruhi ekosistem mangrove. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arfan (2018) yang menyatakan bahwa angin dan badai juga dapat mempengaruhi ekosistem mangrove. Beberapa daerah dimana kecepatan angin yang tinggi terjadi dapat mempengaruhi struktur mangrove karena dapat merusak uap. Selain efek kecepatan angin, ia mampu mengganggu pertumbuhan mangrove dan hasil banyak sampah jatuh. Namun, angin dapat membantu mangrove tumbuh dengan menyebarkan benih dan meningkatkan evapotranspirasi.

Tabel 6. Pengukuran logger mini buoy pada spesies S. alba

min mean median maks Genangan per pasang (min) 5,00 156,17 170,83 262,33 Kecepatan arus (m/s) 0,05 0,06 0,06 0,11 Kecepatan gelombang (m/s) 0,00 0,00 0,00 0,10 Jendela kesempatan (d) 0,08 1,03 0,42 8,83

Pasang surut air laut mempunyai pengaruh terhadap jenis tumbuhan mangrove yang dapat tumbuh pada wilayah lokasi penelitian, dan juga pasang surut juga bervariasi itu karena variasi topografi di permukaan bumi sangat bervariasi serta pasang surut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi bumi dan juga efek sentrifugal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasriyanti (2015) yang menyatakan bahwa pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi bumi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan kea rah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Genangan air saat pasang pada spesies S. alba maximum 262.33 min, sedangkan minimum 5.00 min. Kecepatan gelombang maximum pada spesies S. alba mendapatkan nilai 0.10 m/s, sedangkan minimum 0.00 m/s, Kecepatan arus pada spesies S. alba mendapatkan nilai 0.11 m/s sedangkan minimum 0.05 m/s.

25

Hasriyanti (2005) juga menyatakan jenis dan sifat pasang surut di permukaan bumi sangat bervariasi, hal ini disebabkan karena faktor topografi yang bervariasi, terutama di daerah kepulauan dengan selat-selat yang sempit dan terjal akan nampak suatu pasang surut yang berada di laut lepas. Pasang tertinggi dan surut terendah dari kedudukan air terjadi pada bulan purnama dan bulan baru, pasang yang ditimbulkannya disebut pasang purnama, hal ini disebabkan karena pada kondisi bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis lurus. Sedangkan pasang dan surut terendah terjadi pada bulan seperempat dan tiga per empat. Pada kondisi ini kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi saling tegak lurus, sehingga gaya tarik diantaranya akan saling menghalangi dan peristiwa ini disebut pasang perbani.

Adapun pengukuran pada spesies R. apiculata dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 7.

Gambar 6. Pengukuran logger mini buoy pada spesies R. apiculata

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa kecepatan arus maksimum R.

apiculata adalah 0.11 m/s sedangkan kecepatan arus minimum adalah 0.07 m/s.

Di beberapa wilayah lokasi terdapat kecepatan angin yang tinggi hal ini dapat

26

terjadi karena pengaruh dari struktur mangrove yang dapat menyebabkan rusaknya uap. Sesuai pernyataan Arfan (2018) bahwa angin juga dapat membantu pertumbuhan mangrove dengan menyebarkan benih dan meningkatkan evapotranspirasi.

Tabel 7. Pengukuran logger mini buoy pada spesies R. apiculata

Min mean Median Maks kategori cocok terhadap kondisi lingkungan penelitian dengan nilai kecepatan arus minimum pada spesies R. apiculata bernilai 0.07 m/s, sedangkan nilai maksimum pada spesies R. apiculata adalah 0.11 m/s, dan juga nilai kecepatan gelombang minimum pada spesies R. apiculata ialah -0.00 m/s dan kecepatan gelombang maksimum pada spesies R. apiculata ialah 0.05 m/s.

Pada alat logger mini buoy yang masukkan ke dalam tabung harus padat dan mengarah ke atas atau kearah puncak centrifudge, hal tersebut dilakukan agar alat tidak goyang dan dapat membaca gelombang dengan baik, di mana jika alat di dalam tabung tersebut banyak guncangan maka data yang diperoleh tidak akurat.

Hasriyanti (2015) juga menyatakan bahwa gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda- benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut, gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak dan sebagainya.

Adapun pengukuran pada spesies R. mucronata dapat dilihat pada Gambar 7 dan Tabel 8.

27

Gambar 7. Pengukuran logger mini buoy pada spesies R. mucronata

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kecepatan arus maksimum R. mucronata adalah 0.31 m/s, sedangkan kecepatan arus minimum adalah 0.06 m/s, dikaitkan dengan data analisis vegetasi, spesies R. mucronata termasuk tidak banyak jumlahnya pada lokasi penelitian, hal tersebut dikarenakan lebih kuatnya spesies lain yang mendominasi dalam penyerapan unsur hara, intensitas cahaya dan juga ketersediaan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martiningsih et al.

(2015) yang menyatakan bahwa penyebaran dan zonasi hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Zonasi mangrove juga dapat terbentuk oleh adanya kisaran ekologi yang tersendiri dari niche (Relung) yang khusus dari masing-masing jenis. Pembagian zonasi hutan mangrove dapat disebabkan oleh adanya hasil kopetisi diantara spesies mangrove, dimana akan semakin banyak jumlah spesies mangrove maka semakin rumit pula bentuk kompetisinya, yang selanjutnya dipengaruhi oleh faktor lokasi. Selain itu kondisi lingkungan dalam suatu komunitas sangat penting karena dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Faktor lingkungan tersebut dapat berupa ketersediaan hara

28

intensitas cahaya dan kandungan air. Adanya faktor-faktor lingkungan tersebut, menyebutkan organisme dalam suatu komunitas dapat saling berinteraksi.

Tabel 8. Pengukuran logger mini buoy pada spesies R, mucronata

min mean median maks

Genangan per pasang (min) 3,67 143,73 145,33 416,00

Kecepatan arus (m/s) 0,06 0,08 0,07 0,31

Kecepatan gelombang (m/s) -0,00 0,01 0,00 0,78

Jendela kesempatan (d) 0,05 0,65 0,37 7,24

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa spesies R. mucronata genangan air pasang pada maksimum bernilai 416.00 min, sedangkan minimumnya bernilai 3.67 min. Kecepatan gelombang maksimum pada R. mucronata bernilai 0.78 m/s, sedangkan nilai minimumnya adalah -0.00 m/s, tinggi gelombang yang signifikan rata-rata terjadi pada siang hingga malam hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasriyanti (2015) yang menyatakan bahwa tinggi gelombang signifikan dan tinggi gelombang pecah yang paling tinggi rata-rata terjadi pada sore hari. Hal ini disebabkan oleh faktor angin yang berhembus dengan kecepatan yang lebih besar yang menjadi pembangkit gelombang, serta adanya pasang surut air laut.

Gelombang menjadi lebih tinggi ketika permukaan laut menuju pasang naik pada malam hari. Selain itu, bentuk topografi dasar perairan juga sangat menentukan tinggi gelombang air laut yang terbentuk.

Adapun pengukuran pada spesies A. marina dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 9.

29

Gambar 8. Pengukuran logger mini buoy pada spesies A. marina

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kecepatan arus maksimum A. marina adalah 0.11 m/s, sedangkan kecepatan arus minimum adalah 0.05 m/s. Pada lokasi penelitian ini termasuk cukup jauh dari laut, hal tersebut juga berpengaruh dengan pasang surut dan juga genangan dari lokasi penelitian ini, kondisi arus pada umumnya akan tergantung pada morfologi garis pantai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasriyanti (2015) yang menyatakan bahwa kondisi arus secara umum akan homogen tergantung kepada kondisi batimetri dan morfologi garis pantai.

Apabila muka laut mendapatkan tekanan angin (wind stress), terbentuklah tinggi gelombang dan selanjutnya arus permukaan terbentuk. Jika tinggi gelombang kuat, maka kecepatan arus berubah membesar dan terbentuklah longshore current yang kuat, yang mengakibatkan sedikit demi sedikit pantai tersebut akan terjadi abrasi. Penentu adanya abrasi selain oleh gelombang dan arus, juga ditentukan pula oleh kondisi batimetri yang tidak stabil.

Hendromi et al. (2015) juga menambahkan bahwa kecepatan arus laut dan elevasi muka air laut yang terjadi umumnya saling berkaitan. Arus laut akan sangat kecil ketika dalam keadaan pasang maksimum dan surut minimum. Selain

30

dipengaruhi oleh pasang surut air laut, fenomena alam seperti angin juga sangat mempengaruhi keadaan arus laut.

Tabel 9. Pengukuran logger mini buoy pada spesies A. marina min mean median maks Genangan per pasang (min) 11,33 160,40 152,33 248,00 Kecepatan arus (m/s) 0,05 0,06 0,06 0,11 Kecepatan gelombang (m/s) 0,00 0,00 0,00 0,10 Jendela kesempatan (d) 0,07 0,84 0,39 8,26

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa spesies A. marina genangan air pasang pada maksimum bernilai 248.00 min, sedangkan minimumnya bernilai 11.33 min.

Pada lokasi penelitian, spesies A. marina termasuk mempunyai individu yang sedikit, hal tersebut dikarenakan lokasi penelitian cukup jauh dari laut yang merupakan zona tersebut tidak sesuai dengan zonasi A. marina. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karuniastuti (2016) yang menyatakan bahwa zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.

Halidah dan Harwiyaddin (2013) juga menambahkan bahwa Avicennia sp.

dan Sonneratia sp. adalah dua jenis mangrove yang tumbuh dalam zona exposed mangrove (zona terluar, paling dekat dengan laut). Secara umum zona ini didominasi oleh S. alba, A. alba, dan A. marina sebagai bagian dari komunitas hutan mangrove dan pohon api-api biasanya tumbuh di tepi atau dekat laut. Pohon api-api bisa tumbuh di rawa-rawa air tawar, tepi pantai berlumpur, daerah mangrove, hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi. Ketinggian pohon bisa mencapai sekitar 20 meter. Substrat pada jenis S. alba dan A. marina adalah pasir kasar bercampur batu hingga sedikit campuran batu. Unsur-unsur tempat tumbuh lainnya sama karena campuran dari hasil contoh substrat.

Rendahnya kandungan hara tanah juga disebabkan karena substrat berpasir.

Tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butir-butirnya berukuran lebih besar,

31

maka setiap satuan beratnya mempunyai luas permukaan yang lebih kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara.

Adapun pengukuran pada spesies B. gymnorrhiza dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 10.

Gambar 9. Pengukuran logger mini buoy pada spesies B. gymnorrhiza

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa kecepatan arus maksimum

B. gymnorrhiza adalah 0.13 m/s, sedangkan kecepatan arus minimum adalah 0.09 m/s. Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi bumi dan efek sentrifugal dan juga dipengaruhi oleh bulan, dimana Hasriyanti (2015) menambahkan bahwa gaya sentrifugal adalah suatu tenaga yang didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan tenaga yang ditarik kepermukaan bumi. Gaya ini lebih kuat terjadi pada daerah-daerah yang letaknya lebih dekat dengan bulan. Sedangkan gaya lain yang berpengaruh terhadap pasang adalah gaya tarik gravitasi matahari, walaupun tenaga yang ditimbulkan terhadap lautan hanya berkisar 47 % dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya gravitasi bulan.

32

Tabel 10. Pengukuran logger mini buoy pada spesies B. gymnorrhiza min mean median maks pasang pada maksimum bernilai 273.33 min sedangkan minimumnya bernilai 8.67 min. Pada lokasi penelitian, spesies B. gymnorrhiza termasuk mempunyai individu yang sedikit dan tidak banyak tumbuh, hal tersebut dikarenakan lokasi penelitian tidak sesuai dengan syara tumbuh dari B. gymnorrhiza yang tumbuh pada lokasi yang berlumpur keras. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karuniastuti (2016) yang menyatakan bahwa zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan.

Lokasi penelitian merupakan area restorasi, dimana awal spesies yang ditanam adalah R. apiculata, banyaknya spesies yang lain yang tumbuh pada areal tersebut disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya ombak, angin suhu, unsur hara, dan juga zonasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arfan (2018) yang menyatakan bahwa angin dan badai juga dapat mempengaruhi ekosistem mangrove. Beberapa daerah di mana kecepatan angin yang tinggi terjadi dapat mempengaruhi struktur mangrove karena dapat merusak uap. Selain efek kecepatan angin, ia mampu mengganggu pertumbuhan mangrove dan hasil banyak sampah jatuh. Namun, angin dapat membantu mangrove tumbuh dengan menyebarkan benih dan meningkatkan evapotranspirasi.

Pada lokasi penelitian, S. alba ditemui pada setiap plotnya, hal tersebut karena areal lokasi sangat cocok dengan S. alba sehingga dia dapat lebih mendominasi dibandingkan dengan spesies lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martiningsih et al. (2015) yang menyatakan bahwa S. alba ditemukan pada plot dengan tipe pasir berlumpur yang cocok untuk struktur akar spesies Sonneratia alba yaitu akar nafas yang muncul dari substrat dan genangan air

Pada lokasi penelitian, S. alba ditemui pada setiap plotnya, hal tersebut karena areal lokasi sangat cocok dengan S. alba sehingga dia dapat lebih mendominasi dibandingkan dengan spesies lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martiningsih et al. (2015) yang menyatakan bahwa S. alba ditemukan pada plot dengan tipe pasir berlumpur yang cocok untuk struktur akar spesies Sonneratia alba yaitu akar nafas yang muncul dari substrat dan genangan air

Dokumen terkait