• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil eksplorasi diperoleh 6 isolat cendawan endofit yang didapat dari tanaman kelapa sawit sehatdan cendawan Ganoderma. Selanjutnya isolat tersebut diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis (Tabel 3) dandigunakan dalam penelitian.

Tabel 3. Karakteristik dan identifikasi cendawanGanoderma dan endofit asal akar tanaman kelapa sawit.

Kode

isolat Genus Sumber sampel Karakteristik Makro-/Mikroskopis R0 Ganoderma sp Koleksi

Laboratorium Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian USU

Koloni jamur berwarna putih dan tipis, tepi kolonihalus. Pertumbuhan koloni cepat, Hifa tidak bersekat, reproduksi seksual dengan basidiospore, terdapat basidium dengan tiga tonjolan sterigma. Tangkai basidium ramping dan tidak bercabang.

Ra Aspergillus sp1. Kebun PTPN II Tandem Hulu

Permukaan koloni berwarna putih dan tebal, tepi koloni teratur dan melingkar. Hifa tidak bersekat, konidiofor panjang dan tidak bercabang,ujung konidiofor membengkak atau disebut vesikel dan tempatmelekatnya kumpulan fialid/konidia,Konidia berbentuk bulatdan berwarna hitam.

Rb Aspergillus sp2. Kebun PTPN II Tandem Hulu

Permukaan koloni berwarna putih dengan bintik warna hijau yang menyebar dan halus, pola pertumbuhan tidak teratur. Pada bagian belakang koloni berwarna kekuningan. Hifa tidak bersekat, konidiofor hialin panjang dan tidak bercabang, ujung konidiofor membengkak atau disebut vesikel dan tempat melekatnya kumpulan fialid/konidia, Konidia berbentuk bulat dan tidak berwarna

Rc Rhopalomyces sp.

Kebun PTPN II Tandem Hulu

Warna koloni putih, tebal, permukaannya sedikit kasar dan bergelombang, pertumbuhannya merata dan melingkar kemudian teratur. Hifa bersekat, konidiofor tegak, ramping, sederhana, di ujung konidia membesar tempat melekatnya sporadan berbentuklonjong danhialin. Rd Chrysosporium sp. Kebun PTPN II Tandem Hulu

Warna miselium putih mengembang dibagian tengah seperti kapas dan halus, permukaan koloni bergelombang, ujung hifanya teratur dan melekat dipermukaan media. Struktur hifa bersekat, konidiofor pendek dan konidiamelekat di ujung konidiofor, konidia berbentuk bulat agak lonjong seperti buah pir.

Re Gongronella sp1.

Kebun PTPN II Tandem Hulu

Warna koloni putih, halus dan berwarna gelap di tengah koloni, pertumbuhannya cepat, pola pertumbuhan merata dan ujung koloni bergerigi,dapat merubah warna media PDA menjadi merah

muda. Struktur hifanya

tidakbersekat, sporangiofornyatidak bercabang, kolumela, bulat dan hialin berada di ujungsporangiofor, danspora berbentuk bulat dan hialin. Rf Gongronella

sp2.

Kebun PTPN II Tandem Hulu

Warna koloni putih,halus dan awal pertumbuhan tipis kemudian menebal, pertumbuhannya cepat dalam 6 hari sudah dapat memenuhi cawan petri, semakin tua koloni berwarna kehitaman. Struktur hifanyatidakbersekat,

sporangiofornyatidakbercabang, kolumelabulat dan hialin beradadi ujung sporangiofor, sporangium bulat yangberisi sporadidalamnya, spora berbentuk bulat dan hialin.

Rb

Rc Ra R0

Tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai) dan dan lilit batang (cm).

Berdasarkan hasilanalisissidik ragam tinggi tanaman menunjukkan bahwa pemberian cendawan endofit berbeda tidak nyata pada 4 sampai28 minggu setelah tanam (mst). Tinggi tanaman 4 sampai 28 mst dapat dilihat pada Gambar 3dan Lampiran 2.

Rd

Re

Gambar 3.Perbedaan pemberian cendawan endofit terhadap tinggi tanaman kelapa sawit.

Keterangan:Perlakuan R0 (Tanpa endofit), Ra (Aspergillus sp1), Rb(Aspergillus sp2), Rc (Rhopalomyces sp), Rd (Chrysosporium sp), Re (Gongronella sp1), Rf (Gongronella sp2).

Dari Gambar 3 terlihat bahwa rataan tinggi tanaman menunjukkan berbeda tidak nyata, dengan tanaman tertinggi terdapat pada 28 mst pada perlakuan Rc (Rhopalomyces sp + Ganoderma) yaitu 95,23 cm dan terendah ialah terdapat pada perlakuan kontrol (R0) (Tanpa endofit) yaitu 84,07 cm (Lampiran 2). Selama 28 mst belum menunjukkan adanya tanaman yang kerdil akibat infeksi patogen, di karenakan infeksi Ganodermayang bersifat lambat, sehingga gejala pada tahap awal pembibitan tidak begitu terlihat jelas secara visual terutama pada tinggi tanaman. Seperti pernyataan dari Basset dan Peters (2003); Mohd Su’ud et al. (2007), menjelaskan bahwaGanoderma mampu menyebabkan penyakit pada tanaman perkebunan yang serangannya baru diketahui ketika tingkat infeksi sudah kritis dan tanaman sudah sulit diselamatkan.

Tinggi tanaman dipengaruhi oleh pemberian cendawan endofit, disebabkan endofit merupakan biofertilizer bagi tanaman dan memiliki senyawa yang bisa bersifat toksik bagi patogen. Djafarudin (2000); Kristiana (2012)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 4 mst 8 mst 12 mst 16 mst 20 mst 24 mst 28 mst T inggi t ana m an ( cm )

Pengamatan per minggu setelah tanam (mst)

R0 Ra Rb Rc Rd Re Rf

mengungkapkan bahwa cendawan endofit dapat mengeluarkan senyawa toksin seperti aflatoksin, aspergilin dan fumigatin serta menghasilkan agens antifungi volatil sehingga dapat menghambat perkembangan pathogen tanah. Tanaman dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

Keterangan : R0 (Tanpa endofit), Ra (Aspergillus sp1), Rb (Aspergillus sp2), Rc (Rhopalomyces sp), Rd (Chrysosporium sp), Re (Gongronella sp1), Rf (Gongronella sp2).

Gambar 4terlihat bahwa pengaplikasian cendawan endofit memiliki pertumbuhan tinggi yang hampir sama, sedangkan tanpa perlakuan cendawan endofit (R0) terlihat lebih pendek. Hal ini di karenakan pemberian cendawan endofit memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman.Menurut Yulianti (2012), beberapa jenis cendawan endofit memilki kemampuan sebagai penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan sebagai agens biokontrol. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Pratiwi (2014), bahwa kemampuan menghambat cendawan endofit karena mampu menghasilkan senyawa aktif yang berpotensi sebagai antimikroba.

Hasil sidik ragam pemberian cendawan endofit terhadap jumlah daun tanamanmenunjukkan berbeda tidak nyata pada 4 sampai 28 minggu setelah

tanam (mst). Jumlah daun 4 sampai 28 mst dapat dilihat pada Gambar 5Lampiran 3.

Gambar 5. Perbedaan pemberian cendawan endofit terhadap jumlah daun tanaman kelapa sawit.

Keterangan : R0 (Tanpa endofit), Ra (Aspergillus sp1), Rb(Aspergillus sp2), Rc (Rhopalomyces sp), Rd (Chrysosporium sp), Re (Gongronella sp1), Rf (Gongronella sp2).

Dari Gambar 5 terlihat bahwa jumlah daun menunjukkan berbeda tidak nyata, dengan jumlah daun terbanyak pada 16 dan 24 mst yaitu pada perlakuan Rf ( Gongronella sp2 + Ganoderma) yaitu 11,33 helai dan Rd (Chrysosporium sp + Ganoderma) yaitu 11,33 helai (Lampiran 3). Sedangkan jumlah daun terendah pada 16 dan 24 mst ialah pada perlakuan kontrol (R0) (Tanpa endofit) yaitu 9,33 helai.

Berdasarkan hasilsidik ragam pemberian cendawan endofit terhadap lilit batang pada 4 sampai 28minggu setelah tanam (mst) menunjukkan berbeda tidak nyata. Lilit batang tanaman 4 sampai 28mstdapat dilihat pada Gambar 6Lampiran 4. 0 2 4 6 8 10 12 4 mst 8 mst 12 mst 16 mst 20 mst 24 mst 28 mst Jum la h da un ( he la i)

Pengamatan jumlah daun per minggu setelah tanam (mst)

R0 Ra Rb Rc Rd Re Rf

Gambar 6.Perbedaan pemberian cendawan endofit terhadap lilit batang tanaman kelapa sawit.

Keterangan :R0 (Tanpa endofit), Ra (Aspergillus sp1), Rb(Aspergillus sp2), Rc (Rhopalomyces sp), Rd (Chrysosporium sp), Re (Gongronella sp1), Rf (Gongronella sp2).

Dari Gambar 6terlihat bahwa pertambahan lilit batang mulai 4 sampai 28 mst tetap meningkat secara kualitatif, terutama pada perlakuan Ra (Aspergillus sp1 + Ganoderma) yang merupakan lilit batang tertinggi yaitu 12,47 cm. Namun berbeda tidak nyata pada perlakuan lainnya. Sedangkan lilit batang terendah pada 28 mst ialah perlakuan Rd (Chrysosporium sp + Ganoderma) yaitu 10,13 cm (Lampiran 4).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian cendawan endofit terhadap infeksi Ganodermabelum terlalu signifikan dalam mempengaruhi faktor pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun hingga lilit batang. Hal ini dikarenakan periode yang pendek dalam penelitian menjadi salah satu faktor yang kemungkinan belum secara nyata memberikan pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang terinfeksi pathogen(Risanda, 2008). Karena semakin lama periode perlakuan maka semakin besar penghambatan pertumbuhan yang terjadi pada tanaman. Susanto (2011),

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 4 mst 8 mst 12 mst 16 mst 20 mst 24 mst 28 mst L ilit ba ta ng ( cm )

Pengamatan per minggu setelah tanam (mst)

R0 Ra Rb Rc Rd Re Rf

menyatakan bahwa gejala awal penyakit sulit dideteksi karena perkembangannya yang lambat dan dikarenakan gejala eksternal berbeda dengan gejala internal. Hal ini dikarenakan penyakit busuk akar merupakan jenis penyakit monosiklik yang lambat perkembangannya, sehingga gejala awal serangan sulit untuk diketahui apabila tidak melihat kondisi perakarannya (Puspitasariet al. 2009).

Luas daun tanaman kelapa sawit (cm2)

Berdasarkan hasilanalisis sidik ragam luas daun tanaman menunjukkan bahwa pemberian cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 Lampiran 5.

Tabel 3. Pengaruh pemberian cendawan endofit terhadap luas daun tanaman.

Perlakuan Total Luas daun (cm2 )

R0 469,77 b Ra 905,36 a Rb 509,38 b Rc 987,95 a Rd 718,58 ab Re 650,08 ab Rf 807,89 ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. R0 (Tanpa endofit), Ra (Aspergillus sp1), Rb(Aspergillus sp2), Rc(Rhopalomyces sp), Rd (Chrysosporium sp), Re (Gongronella sp1), Rf (Gongronella sp2). Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa daun terluas terdapat pada perlakuan Rc(Rhopalomyces sp. + Ganoderma) yaitu 987,95 cm2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan Ra(Aspergillus sp1 + Ganoderma) yaitu905,36 cm2. Rd (Chrysosporium sp+ Ganoderma) yaitu 718,58cm2. Re (Gongronella sp1 + Ganoderma) yaitu 650,08 cm2 dan Rf(Gongronella sp2 + Ganoderma) yaitu 807,89 cm2. Berbeda nyata pada perlakuan Rb(Aspergillus sp2 + Ganoderma)

yaitu 650,08 cm2dan luas daun tanaman terkecil ialah pada perlakuan R0(Tanpa endofit) yaitu 469,77 cm2.

Tanaman dengan tanpa pemberian cendawan endofit menunjukkan pertumbuhan daun yang lebih sempit. Hal ini karena proses penyerapan unsur hara melalui akar terganggu akibat adanya infeksi dari patogen, sehingga serapan hara untuk melakukan fotosintesis terhambat dan mempengaruhi luasan permukaan daun kelapa sawit.Susanto et al. (2002), menyatakan akibat kurangnya unsur hara yang diangkut dari akar menuju daun, sehingga proses fotosintesis dan sintesis klorofil terganggu, akibatnya daun tidak sempurna dan dapat menyebabkan kematian pada tanaman.Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7. Pengaruh pemberian cendawan endofit terhadap luas daun tanaman kelapa sawit. R0 (Tanpa endofit), Ra (Aspergillus sp1), Rb (Aspergillus sp2), Rc (Rhopalomyces sp), Rd (Chrysosporium sp), Re (Gongronella sp1), Rf (Gongronella sp2).

Gambar 4 memperlihatkan perbedaan yang cukup jelas dari masing- masing daun tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit terhadap infeksi Ganoderma. Pada tanaman muda gejala eksternal ditandai dengan menguningnya sebagian besar daun atau pola belang dibeberapa bagian daun yang diikuti

klorosis. Daun ukurannya lebih kecil daripada daun normal dan mengalami nekrosis pada bagian ujungnya. Selain itu tanaman yang terserang juga kelihatan lebih pucat dari tanaman lain yang ada disekitarnya (Ariffin et al. 2000; Sinaga et al. 2003; Yanti & Susanto 2004). Hal ini dikarenakan cendawan endofit memilikiperanan penting sebagai biofertilizer terhadap tanaman, sehingga dapat memperbaiki penyerapan unsur hara maupun asimilasi metabolit dalam proses fotosintesis. Menurut Rusdiana et al.,(2000), akar merupakan pintu masuk bagi hara dan air dari tanah yang sangat penting untuk proses fisiologi tanaman. Jika fungsi bagian akar terganggu maka pertumbuhan bagian pucuk, warna daun bahkan luas permukaan daunnya akan terganggu pula. Efek ini akan segera menjalar ke sistem respirasi pada daun karena unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi sangat berkurang.

Periode inkubasi (mst), Kejadian penyakit (%), dan Keparahan penyakit (%)

Respon pemberian cendawan endofit dalam menekan infeksi Ganoderma terhadap periode inkubasi, kejadian penyakit dan keparahan penyakit dapat dilihat pada Tabel 4 Lampiran 6.

Tabel 4. Respon pemberian cendawan endofit terhadap periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakitbusuk pangkal batang.

Perlakuan Pengamatan Periode inkubasi (mst) Kejadian Penyakit (%) Keparahan penyakit(%) R0 12 90 41,66 Ra 27 30 8,33 Rb 12 60 8,33 Rc 28 30 8,33 Rd 22 60 8,33 Re 16 90 16,66 Rf 19 60 8,33

Keterangan : R0 (Tanpa endofit), Ra(Aspergillus sp1), Rb (Aspergillus sp2),Rc (Rhopalomyces sp), Rd (Chrysosporium sp), Re (Gongronella sp1), Rf (Gongronella sp2).

Tabel 4 terlihat bahwa periode inkubasi munculnya gejala tanaman yang terinfeksi Ganoderma bervariasi antara 12 sampai 28 mst. Gejala tercepat di peroleh pada perlakuan kontrol (R0) yaitu 12 mst terlihat adanya klorosis pada bagian daun kelapa sawit. Hal ini sama dengan hasil yang di laporkan oleh Susanto (2013) menyatakan bahwa gejala visual penyakit busuk pangkal batang muncul pertama kali pada 3 bulan setelah inokulasi Ganoderma. Sedangkan gejala inkubasi terlama pada perlakuan cendawan Rhopalomyces sp (Rc) yaitu 28 mst. Adanya perbedaan periode inkubasi di sebabkan karena ketersediaan unsur hara yang diserap tanaman menjadi terganggu. Seperti pernyataan dari Nurbaiti et al. (2012) menyatakan bahwa keadaan jaringan tanaman, khususnya pada daun yang kekurangan klorofil akan menyebabkan klorosis yaitu daun berwarna kuning pucat hingga kecoklatan, ini merupakan petunjuk terjadinya kekurangan hara pada daun atau serangan penyakit yang dialami oleh tanaman. Sehingga mempengaruhi ketersediaan unsur N dan Mg yang berperan penting dalam sintesis klorofil (Syafi 2008). Gejala klorosis dan nekrosis dapat dilihat pada Gambar 8berikut ini.

Gambar8. A: daun klorosis, B: daun sehat, C: daun nekrosis dan D: munculnya tubuh buah pada pangkal batang.

Dari Gambar 8 menunjukkan gejala serangan penyakit pada bibit kelapa sawit terjadi sebagian besar menunjukkan perubahan warna daun menjadi kuning dan pucat, diikuti dengan adanya nekrosis (kematian jaringan) pada pertulangan daun.Hal yang sama di laporkan oleh Susanto et al. (2002) menyatakan bahwa sebagian besar bibit kelapa sawit menunjukkan perubahan warna dan nekrosis pada daun selanjutnya diikuti pertumbuhan tubuh buah Ganoderma yang muncul pada pangkal batang kemudian bibit kelapa sawit mengalami kematian.

Gejala visual penyakit busuk pangkal batang pada daun terlihat ialah klorosis dan nekrosis pada helaian daun, sedangkan pada pangkal batang muncul tubuh buah Ganoderma (Gambar 8). Hal ini membuktikan bahwa infeksi Ganodermatidak hanya terjadi pada tanaman tua saja, tetapi juga dapat terjadi pada bibit atau tanaman muda kelapa sawit. Risanda (2008) mengungkapkan bahwa gangguan fisiologis dari patogen terhadap daun kelapa sawit mengalami perubahan warna (klorosis) dan diikuti dengan kematian jaringan (nekrosis). Suciatmih (2001) melaporkan bahwa cendawan endofit merupakan salah satu mikroba tanah yang mempunyai peranan besar pada siklus makanan yang selanjutnya akan menentukan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman.

Hasil sidik ragam kejadian dan keparahan penyakit menunjukkan bahwa pemberian cendawan endofit berpengaruh tidak nyata (Tabel 4 Lampiran 6). Kejadian penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (R0) (Tanpa endofit) yaitu 90% dengan tingkat keparahan penyakit yaitu 41,67% dan Re (Gongronella

sp1 + Ganoderma) yaitu 90% dengan keparahan penyakit 16,67% berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan Ra (Aspergillus sp1+ Ganoderma) yaitu 30% dengan keparahan penyakit yaitu 8,33% dan Rc (Rhopalomyces sp + Ganoderma) yaitu 30% dengan tingkat keparahan penyakit yaitu 8,33%.

Tingginya persentase kejadian penyakit disebabkan oleh besarnya tingkat keparahan yang terjadi pada bagian akar tanaman. Hal ini sesuai pernyataan dari Ariffin et al. (2000); Sinaga et al. (2003); Yanti & Susanto (2004); Risanda, (2008) menyebutkan bahwa gejala yang tampak pada daun menandakan bahwa penampang pangkal batang maupun akar telah mengalami kerusakan sebesar ± 50%. Pertumbuhannya terhambat, daun tidak membuka, adanya nekrosis, dan selanjutnya daun akan patah.

Kejadian penyakit dilihat pada tanaman yang bergejala yang muncul pada bagian daun tanaman seperti klorosis, nekrosis, dan munculnya tubuh buah. Hal yang sama juga dilakukan oleh Herliyana et al., (2012) yang melaporkan bahwa gejala Ganoderma pada tanaman terlihat pada bagian tanaman yaitu adanya penurunan vigor yang cepat yang ditandai dengan perubahan warna (klorosis), pelayuan daun, pengguguran daun serta munculnya tubuh buah dan akhirnya kematian tanaman.Tingkat keparahan penyakit terlihat adanya miselium yang berada pada permukaan akar. Hal ini sesuai dengan yang di laporkan oleh Puspitasariet al., (2009) menyebutkan pada awal serangan terdapat miselium jamur yang menutupi permukaan akar, miselium putih ini akan mendegradasi lignin dan selulosa yang terdapat didalam akar kemudian akar akan mengalami pembusukan. Hal yang sama dilakukan oleh Prasetyo et al., (2008) yang

menjelaskan bahwa pengamatan gejala serangan penyakit dapat di lihat secara visual tanaman yang sakit dan sehat pada bagian akar tanaman.

Histopatologi

Pengamatan yang dilakukan secara mikroskopis pada akar yang terserang Ganoderma ditunjukkan oleh adanya bercak nekrotik berwarna coklat dan menghitam, kemudian meluas seiring dengan perkembangan penyakit (Risanda, 2008). Tahap penyerangan Ganoderma terhadap akar tanaman sehat terjadi melalui penetrasi, infeksi serta kolonisasi. Setelah kontak dengan permukaan akar tanaman,Ganoderma harus menembus dinding sel yang terdiri dari selulosa. Taniwiryono dan Panji (1999) menambahkan bahwa penularan Ganoderma terjadi melalui kontak akar, setelah itu luka pada akar dapat meningkatkan kemungkinan infeksi patogen dari busuk akar. Susanto (2002), menjelaskan bahwa adanya pengaruh umur tanaman, yaitu apabila tanaman semakin dewasa, maka akan membuat sistem perakarannya semakin panjang sehingga tingkat probabilitas terjadinya inokulan dengan inokulum patogen semakin tinggi. Menurut Paterson (2007) ; Shobah (2015), tanaman yang terinfeksi oleh Ganoderma akan terdegradasi ligninnya karena cendawan bersifat lignolitik dan lama kelamaan akan mengalami kematian.

Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat dilihat sejauh mana Ganoderma sudah menginfeksi tanaman. Gejala yang di tunjukkan ditandai dengan rusaknya bagian pangkal batang dan jaringan akar yang terinfeksi dan semakin lama pangkal batang dan akar akan mengalami pembusukan (Gambar 6). Hal ini didukung dengan pernyataan Ariffin et al. (2000); Semangun (2000); Susanto (2002), bahwa akar tanaman yang terserang Ganoderma akan sangat

rapuh, jaringan kortikel menjadi berwarna coklat, mudah untuk didisintegrasikan, stele menjadi kehitaman, terkadang pada bagian permukaan sebelah dalam eksodermis ditemukan tanda penyakit berupa hifa berwarna keputihan dan umumnya disertai pembusukkan berwarna coklat muda dengan jalur-jalur tidak teratur yang berwarna lebih gelap. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.

jyfv

Gambar9. A. pangkal batang sehat dan B. Jaringan akar sehat, C. pangkal batang terserang dan D. Jaringan akar terserang .

Dari Gambar 9terlihat jaringan akar yang sehat tidak terdapat miselium patogen maupun bercak nekrotik dan pembusukan pada akar (Gambar 9A dan B). Sedangkan jaringan akar yang sakit akan berubah warna dari putih menjadi coklat bahkan menghitam (Gambar 9C dan D). Penyerapan nutrisi dari akar tanaman akan berpengaruh karna rusaknya jaringan akibat perkembangan patogen di dalam akar. Risanda (2008) mengungkapkan kemampuan patogen untuk hidup dan

D G C

berkembang di dalam jaringan sel tanaman saling berhubungan. Ketika cendawan mampu memanfaatkan bahan-bahan yang berada pada inang (akar tanaman) sebagai food base-nya yang baru, cendawan akan mampu melanjutkan siklus patogenesis hingga menimbulkan kerusakan pada sistem perakaran.

Secara mikroskopis Gambar 9B dan 9D terlihat bahwa adanya perbedaan antara jaringan akar yang sakit dengan akar yang sehat. Pada akar sehat (Gambar 9B) tidak terjadi kerusakan jaringan. Sedangkan pada akar yang sakit (Gambar 9D) terlihat bahwa terjadi kerusakan jaringan pada bagian epidermis, korteks, endodermis, xylem dan floem. Hal ini sesuai dari pernyataan Ariffin et al. (2000); Susanto, (2002); Risanda, (2008) menyatakan bahwa pada serangan yang sudah lanjut, jaringan korteks rapuh dan mudah hancur. Hifa biasanya terdapat di jaringan korteks, endodermis, xylem, dan floem. Sehingga terjadi pembusukan pada akar dan menyebabkan kematian pada tanaman.

Dokumen terkait