Kondisi Umum
Pengujian benih ditujukan untuk mengetahui mutu atau kualitas dari suatu
lot benih. Kondisi awal benih dari semua lot benih sebelum digunakan memiliki
rata-rata daya berkecambah diatas 90% dan kadar air 8%. Keterangan lebih
lengkap tentang daya berkecambah dan kadar air awal benih dapat dilihat di
Lampiran 1. Lot benih yang digunakan memiliki umur panen yang relatif sama
agar kondisi vigor awal benih juga sama sebelum mendapat perlakuan cekaman.
Pengujian benih pada kondisi cekaman kekeringan dilakukan dengan
menggunakan Polyethylen glycol (PEG) dengan bobot molekul 6000 dan tingkat
tekanan osmotik yaitu 0 bar, -0.5 bar, -1 bar, -2 bar dan -3 bar. Pengujian benih
menggunakan PEG 6000 harus dihitung dengan teliti. Perhitungan kebutuhan
PEG 6000 untuk membuat berbagai tingkat tekanan osmotik dapat dilihat pada
Lampiran 2. Pada proses pengujian masih ditemukan serangan cendawan pada
benih. Serangan cendawan semakin banyak pada tingkat tekanan osmotik yang
lebih tinggi.
Penentuan kadar air benih dari suatu lot benih sangat penting untuk
dilakukan karena laju kemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya
(Sutopo, 2004). Benih sebelum digunakan untuk controlled deterioration test
dinaikkan kadar airnya sesuai dengan perlakuan. Suhu water bath yang digunakan
adalah 45°C dan selalu dijaga kondisinya selama proses penderaan berlangsung.
Kondisi kadar air benih rata-rata setelah dikeluarkan dari water bath cukup sesuai
dengan kadar air perlakuan yang diinginkan. Keterangan lebih lengkapnya dapat
dilihat di Lampiran 3 dan 4.
Keadaan benih setelah perlakuan menggambarkan vigor benih setelah
perlakuan. Benih tidak berkecambah terutama pada tingkat kadar air yang
semakin tinggi (KA 24% dan 26%) dan lama penderaan yang semakin lama (48
jam dan 72 jam). Benih mengalami proses pembusukan dan strukturnya menjadi
lembek, hal tersebut menandakan bahwa benih mulai kehilangan viabilitas dan
Pengaruh Varietas dan Tekanan Osmotik PEG 6000 terhadap Vigor
Kekeringan
Hasil analisis ragam dari perlakuan pengaruh varietas dan tekanan osmotik
PEG 6000 terhadap variabel persentase kecambah normal (%KN), kecepatan
tumbuh (KCT), indeks vigor (IV), panjang akar (PA), panjang hipokotil (PH) serta
bobot kering kecambah normal (BKKN) menunjukkan respon yang beragam
(Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan
osmotik PEG 6000 serta interaksi keduanya terhadap variabel yang
diamati Variabel
Varietas Tekanan Interaksi
(L) osmotik (K) (L x K) KK (%) Pr > F Pr > F Pr > F %KNt <0.0001** <0.0001** 0.0006** 9.03 KCT (%/etmal) t <0.0001** <0.0001** 0.0008** 12.95 IV (%) t <0.0001** <0.0001** <0.0001** 8.74 Panjang Akar (cm) t 0.0023** <0.0001** 0.0386* 11.27 Panjang Hipokotil (cm) t 0.1338tn <0.0001** 0.0372* 8.03 BKKN (g) t <0.0001** <0.0001** 0.0012** 6.94
Keterangan : **) berpengaruh n ata p≤ 0.01 ; *) berpengaruh nyata; p≤ 0.05 ; tn= tidak
nyata; KK= Koefisien keragaman ; %KN= persentase kecambah normal;
KCT=Kecepatan tumbuh; IV= indeks vigor; BKKN= Bobot kering kecambah
normal; t ) data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2
Faktor varietas menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap
variabel %KN, KCT, IV, PA serta BKKN namun pada variabel panjang hipokotil
tidak berpengaruh nyata. Faktor tekanan osmotik PEG 6000 menunjukkan
pengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati. Hasil analisis
statistik menunjukkan adanya interaksi antara varietas dengan tekanan osmotik
PEG 6000 terhadap variabel pengamatan. Pada variabel %KN, KCT, IV dan
BKKN menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, sedangkan pada variabel PA
dan PH interaksi keduanya nyata. Pengaruh interaksi varietas dan tekanan osmotik
Tabel 2. Interaksi varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap
beberapa variabel yang diamati
Varietas Tekanan osmotik PEG 6000
0 -0.5 -1 -2 -3
---Persentase Kecambah Normal---
Walet 95.33 a 96.00 a 84.00 a 36.67 dc 1.33 e
Sriti 99.33 a 96.00 a 92.67 a 46.00 bcd 2.00 e
Murai 98.67 a 92.00 a 70.00 ab 26.00 d 1.33 e
Kutilang 98.67 a 91.33 a 57.33 abc 20.00 d 0.00 e
Vima-1 87.33 a 40.00 dc 19.33 d 0.00 e 0.00 e
---Kecepatan Tumbuh (%/etmal)---
Walet 31.50 ab 22.94 cd 15.69 ef 5.81 hi 0.19 j Sriti 32.32 a 24.21 cd 17.22 def 7.13 hi 0.29 j Murai 31.99 ab 20.77 de 11.78 gf 3.83 i 0.19 j Kutilang 31.61 ab 19.26 de 9.69 gh 3.17 i 0.00 j Vima-1 29.00 abc 8.10 h 3.24 i 0.00 j 0.00 j ---Indeks Vigor (%)--- Walet 94.67 a 77.33 ab 43.33 c 5.33 e 0.00 f Sriti 99.33 a 84.67 a 48.67 bc 3.33 ef 0.00 f Murai 98.67 a 79.33 a 20.00 d 0.00 f 0.00 f Kutilang 98.00 a 67.33 abc 16.67 d 4.00 e 0.00 f Vima-1 87.33 a 27.33 d 4.67 e 0.00 f 0.00 f ---Panjang Akar (cm) --- Walet 12.4 a 11.9 ab 11.9 ab 8.4 abc 3.2 dc Sriti 12.2 ab 10.8 ab 11.1 ab 10.8 ab 0.0 d Murai 12.8 a 11.2 ab 12.0 ab 10.3 ab 0.0 d Kutilang 12.7 a 11.2 ab 10.4 ab 6.9 abc 0.0 d Vima-1 12.3 ab 9.4 ab 6.1 bc 0.0 d 0.0 d ---Panjang Hipokotil (cm) --- Walet 12.0 a 5.0 c-f 4.2 c-f 2.6 f-h 0.7 hi Sriti 11.1 a 7.9 a-c 4.2 c-f 4.2 c-f 0.0 i
Murai 11.1 a 7.6 a-c 5.7 b-e 2.9 a-g 0.0 i
Kutilang 10.4 ab 6.7 a-d 4.6 c-f 1.5 gh 0.0 i
Vima-1 11.8 a 8.2 a-c 4.9 d-f 0.0 i 0.0 i
---BKKN (g) ---
Walet 1.27 b 0.68 def 0.57 efg 0.11 j 0.01 j
Sriti 1.34 ab 1.06 bc 0.44 efg 0.18 ij 0.00 j
Murai 1.64 a 0.92 dc 0.35 ghi 0.06 j 0.00 j
Kutilang 1.65 a 0.76 de 0.34 ghi 0.03 j 0.00 j
Vima-1 1.19 bc 0.32 hi 0.07 j 0.00 j 0.00 j
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang berbeda untuk setiap
variabel tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji
Tabel 2 menunjukkan pengaruh tekanan osmotik PEG yang berinteraksi
sangat nyata terhadap kelima varietas yang digunakan. Pada variabel %KN, KCT
dan IV terlihat bahwa pada tekanan osmotik 0 bar, %KN, KCT dan IV pada kelima
varietas yang digunakan masih sama tinggi yaitu berturut-turut berkisar antara
87.33% - 99.33%, 29.00 %/etmal – 32.32 %/etmal dan 87.33% - 99.33%. Pada
variabel PA, PH dan BKKN menunjukkan nilai yang berkisar antara 12.2 cm –
12.9 cm, 10.4 cm – 12.0 cm dan 1.19 g - 1.65 g. BKKN menunjukkan nilai yang
berbeda antara varietas Walet dengan Murai dan Kutilang.
Meningkatnya tekanan osmotik menyebabkan perubahan pada %KN
masing-masing varietas. Pada tekanan osmotik -0.5 bar %KN dengan kisaran nilai
40% - 96% tidak berbeda nyata pada varietas Walet, Sriti, Murai dan Kutilang,
beda nyata terjadi pada varietas Vima-1. Pemberian tekanan osmotik -1 bar
menunjukkan nilai %KN yang tidak berbeda nyata kecuali pada varietas Vima-1.
Peningkatan tekanan osmotik menjadi -2 dan -3 bar menyebabkan %KN pada
semua varietas menurun masing-masing pada kisaran 0.00% - 46.00% dan 0.00%
- 2.00%.
Menurut Sadjad et al. (1999), benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih
tersebut mampu mengatasi berbagai macam kondisi suboptimum. Pada variabel
KCT, kondisi awal benih tidak berbeda antar kelima varietas yaitu pada kisaran
29.00 %/etmal - 32.32 %/etmal. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -0.5 bar
menyebabkan penurunan KCT yang cukup signifikan dibandingkan pada 0 bar
dengan kisaran nilai 8.10 %/etmal - 24.21 %/etmal. KCT antara varietas Walet,
Sriti, Murai dan Kutilang memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Hanya varietas
Vima-1 yang nilainya berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
tekanan osmotik menurunkan nilai KCT benih.
Pada tekanan osmotik -1 bar, nilai KCT varietas Walet tidak berbeda nyata
dengan varietas Sriti dan Murai sedangkan Murai tidak berbeda nyata dengan
Kutilang, varietas Vima-1 merupakan varietas yang paling berbeda nyata dan
memiliki nilai terendah pada kisaran 3.24 %/etmal - 17.22 %/etmal. Kondisi
tekanan osmotik -2 bar menyebabkan benih pada semua varietas hampir tidak
mampu berkecambah dan tidak dapat dibedakan tingkat ketahanan benih kelima
0.00 %/etmal - 7.13 %/etmal. Hal yang sama terjadi pada tekanan osmotik -3 bar
yang mengakibatkan benih hanya mampu tumbuh pada kisaran nilai KCT sebesar
0.00 %/etmal - 0.29 %/etmal.
Kecepatan tumbuh dan indeks vigor merupakan nilai yang menjadi tolok
ukur vigor benih. Semakin tinggi nilai Kecepatan tumbuh dan indeks vigor
menunjukkan vigor benih yang semakin baik. Indeks vigor benih akibat cekaman
kekeringan dengan simulasi PEG 6000 menunjukkan nilai yang semakin menurun
seiring dengan naiknya tekanan osmotik. Kondisi kelima varietas pada tekanan
osmotik 0 bar benih masih menunjukkan IV yang tidak berbeda nyata pada semua
varietas. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -0.5 bar menunjukkan nilai yang
tidak berbeda nyata antara varietas Walet, Sriti, Murai dan Kutilang. Perbedaan
yang nyata hanya terjadi pada Vima-1. Kisaran nilai IV yaitu 27.33% - 84.67%
dengan nilai tertinggi adalah varietas Sriti dan yang terendah adalah varietas
Vima-1. Tekanan osmotik -1 bar mulai terlihat perbedaan IV pada kelima varietas.
IV berada pada rentang nilai 4.67% - 48.67%. Varietas Walet tidak berbeda nyata
dengan Sriti, sedangkan varietas Walet dan Sriti berbeda nyata dengan Murai,
Kutilang dan Vima-1. Kondisi tekanan osmotik -2 bar semua varietas mengalami
penurunan nilai IV dengan kisaran nilai 0.00% - 5.33%. Hal yang sama terjadi
pada tekanan osmotik -3 bar dimana semua benih tidak mampu tumbuh.
Hasil analisis statistik pada variabel panjang akar menunjukkan bahwa nilai-
nilai panjang akar pada tekanan osmotik 0, -0.5 bar dan -1 bar tidak berbeda
nyata. Pengaruh tekanan osmotik pada panjang akar baru terlihat pada tekanan
osmotik -2 bar yaitu tidak berbeda nyata antara varietas Walet, Sriti, Murai dan
Kutilang, perbedaan yang nyata hanya terjadi pada Vima-1. Peningkatan tekanan
osmotik -3 bar benih sudah tidak mampu berkecambah.
Pengamatan pada variabel panjang hipokotil menunjukkan bahwa semakin
ditingkatkannya tekanan osmotik menyebabkan semakin pendeknya panjang
hipokotil. Kondisi 0 bar menunjukkan bahwa kelima varietas memiliki panjang
hipokotil yang tidak berbeda nyata. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -0.5 bar
menunjukkan bahwa semua varietas tidak berbeda nyata dengan kisaran nilai
panjang hipokotil 5.0 cm - 8.2 cm. Peningkatan tekanan osmotik menjadi -1 bar
Peningkatan tekanan osmotik menjadi -2 bar panjang hipokotil berada pada
kisaran nilai 0.0 cm - 4.2 cm dan pada tekanan osmotik -3 bar benih sudah tidak
mampu berkecambah.
Pemberian cekaman terhadap variabel BKKN menunjukkan bahwa pada
kondisi 0 bar varietas Walet berbeda dengan varietas Murai dan Kutilang namun
tidak berbeda dengan varietas Sriti dan Vima-1. Pemberian PEG 6000 tekanan
osmotik -0.5 bar varietas Sriti dan Murai tidak berbeda nyata dan varietas Walet,
Kutilang dan Murai tidak berbeda sedangkan varietas Vima-1 berbeda dengan
keempat varietas lainnya. Kisaran nilai BKKN berada pada 0.32 g - 1.06 g. Nilai
BKKN pada tekanan osmotik -1 bar sudah semakin menurun dan dari kelima
varietas hanya Vima-1 yang berbeda. Kisaran nilai BKKN yaitu 0.07 g - 0.57 g.
Peningkatan tekanan osmotik menjadi -2 dan -3 bar nilai BKKN tidak berbeda
nyata.
Kondisi tekanan osmotik -0.5 bar pada variabel pengamatan kecepatan
tumbuh dan indeks vigor menunjukkan bahwa viabilitas dan vigor benih masih
belum bisa dibedakan kecuali pada Vima-1 yang sudah rendah dan untuk keempat
varietas lainnya masih belum terlihat perbedaan baik dari hasil statistik maupun
dari nilainya antara varietas yang tahan dan tidak tahan terhadap cekaman
kekeringan. Nilai pada variabel KCT dan BKKN sudah terlihat berbeda secara
statistik namun dari kelima varietas hanya bisa membedakan satu varietas yaitu
varietas Vima-1. Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 hingga -1 bar pada
variabel %KN hanya varietas Vima-1 yang berbeda nyata dari keempat varietas
lainnya, sedangkan variabel KCT dan IV sudah bisa membedakan antara kelima
varietas. Kondisi cekaman osmotik -1 bar menunjukkan nilai yang tidak berbeda
nyata pada variabel PA dan PH, sedangkan pada BKKN dari lima varietas hanya
terlihat satu varietas yang berbeda yaitu Vima-1.
Kondisi cekaman tekanan osmotik -1 bar pada variabel KCT varietas Sriti
tidak berbeda nyata dengan varietas Walet dan Murai, Murai tidak berbeda nyata
dengan Kutilang. Varietas Vima-1 berbeda nyata dengan keempat varietas
lainnya. Variabel IV menunjukkan bahwa varietas Walet dan Sriti tidak berbeda
nyata, keduanya berbeda nyata dengan Murai, Kutilang dan Vima-1. Berdasarkan
cekaman kekeringan. Hal ini sesuai dengan deskripsi varietas Sriti yang
menyatakan bahwa varietas Sriti beradaptasi baik pada keadaan kering (Balitkabi,
2005). Peningkatan tekanan osmotik menjadi tekanan -2 bar dan -3 bar hampir
semua varietas sudah tidak dapat dibedakan karena nilai-nilainya sudah sangat
rendah. Dasar dari pemilihan tingkat tekanan osmotik yang dipilih adalah yang
variabelnya paling banyak membedakan kelima varietas benih. Berdasarkan hal
tersebut, penggunaan PEG 6000 sebagai bahan untuk pengujian cekaman
kekeringan telah sesuai untuk menguji lot benih yang tahan dan tidak tahan
terhadap cekaman kekeringan dengan tekanan osmotik -1 bar dengan variabel
pengamatan KCT dan IV.
Kacang hijau varietas Vima-1 dari tingkat osmotik -0.5 bar dan seiring
peningkatan osmotik menjadi -1 bar, -2 bar dan -3 bar menunjukkan nilai yang
berbeda nyata dengan varietas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa varietas
Vima-1 memiliki vigor yang rendah sehingga tidak mampu bertahan pada kondisi
yang suboptimum. Hal ini diduga karena varietas Vima-1 beradaptasi baik pada
beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim
hujan dan daerah beririgasi baik (Balitkabi, 2005) sehingga kurang tahan terhadap
cekaman lingkungan yang kurang air. Kondisi tekanan osmotik -2 bar bagi benih
kacang hijau menyebabkan semua varietas sudah mengalami cekaman yang berat
yang ditunjukkan oleh penurunan nilai pada semua variabel pengamatan.
Peningkatan hingga tekanan osmotik -3 bar menyebabkan hampir semua benih
tidak mampu tumbuh dan benih banyak terserang cendawan. Air merupakan
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan benih.
Semakin naiknya tekanan osmotik menjadi -2 bar dan -3 bar menyebabkan
peresapan air pada benih menurun sehingga mempengaruhi proses imbibisi benih
yang berakibat pada terganggunya proses perkecambahannya.
Tanaman memiliki mekanisme yang berbeda dalam beradaptasi pada
kondisi cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap kekeringan tergantung
sifat dasar tanaman. Akar merupakan struktur penting dalam proses pertumbuhan
tanaman karena fungsinya sebagai penyerap air dan hara. Salah satu strategi
tanaman toleran dalam menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada fase
yang dalam dan percabangan akar yang banyak (Duborsky dan Gomez-lomeli dalam Aryati, 2011). Pengamatan pada variabel panjang akar menunjukkan bahwa
pemberian cekaman PEG 6000 tekanan osmotik 0, -0.5, -1 dan -2 bar masih
menunjukkan respon yang sama kecuali pada -2 bar pada varietas Vima-1. Pada
variabel PH menunjukkan respon PH yang semakin pendek bahkan pada tekanan
osmotik -3 bar pada PH, benih banyak terserang cendawan dan tidak mampu
berkecambah. Pengaruh tekanan osmotik PEG 6000 pada variabel panjang
hipokotil antar varietas menunjukkan semakin meningkatnya tekanan osmotik
menjadi -0.5 bar, -1 bar, -2 bar dan -3 bar hipokotil semakin pendek bahkan pada
tekanan osmotik -3 bar benih banyak terserang cendawan dan tidak mampu
berkecambah. Pada tingkat tekanan osmotik -2 dan -3 bar benih mengalami
penurunan nilai pada %KN, KCT, IV, BKKN, panjang akar dan panjang hipokotil
serta benih banyak terserang cendawan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Widoretno et al. (2002) pada kedelai, panjang hipokotil kecambah lebih sensitif
terhadap cekaman kekeringan dibandingkan dengan panjang akar kecambah.
Panjang hipokotil pada penelitian tersebut menurun akibat pemberian PEG 6000.
Perkecambahan benih kedelai menurun akibat meningkatnya konsentrasi PEG
pada media perkecambahan. Hal ini diduga terjadi akibat terhambatnya proses
pembelahan sel, pemanjangan sel, atau keduanya akibat cekaman kekeringan yang
disimulasikan dengan PEG.
Kecepatan tumbuh dan indeks vigor benih yang tinggi menunjukkan benih
berkecambah lebih cepat sehingga digolongkan dalam benih yang vigor. Menurut
Sadjad et al. (1999), kecepatan tumbuh benih mengindikasikan viabilitas benih
karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang
suboptimum. Semakin tinggi nilai KCT maka semakin bagus pula vigor benih
tersebut karena benih mampu berkecambah dalam waktu yang relatif lebih
singkat. Kondisi tekanan osmotik -1 bar, varietas Sriti memiliki nilai kecepatan
tumbuh tertinggi yaitu 17.22 %/etmal sedangkan nilai terendah adalah varietas
Vima-1 yaitu sebesar 3.24 %/etmal. Indeks vigor tertinggi juga dimiliki oleh
varietas Sriti dan terendah yaitu varietas Vima-1.
Perkecambahan merupakan fase kritis dalam siklus hidup tanaman dan
mensimulasikan kondisi cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan kecambah
kacang hijau di laboratorium. Asay dan Johnson (1983) menyatakan bahwa
simulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG dapat
mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta
tidak bersifat racun bagi tanaman. Penggunaan larutan PEG mampu menahan air
sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
kecambah kacang hijau terhambat seiring dengan meningkatnya tekanan osmotik
yang diberikan karena berkurangnya ketersediaan air untuk proses metabolisme
perkecambahan benih.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap semua
variabel, variabel KCT dan IV merupakan variabel yang dapat menyeleksi lima
varietas benih yang digunakan. Tekanan osmotik yang mampu menyeleksi benih
yang tahan dan tidak tahan terhadap kekeringan adalah tekanan osmotik -1 bar.
Varietas kacang hijau yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi varietas
yang tahan kekeringan yaitu varietas Sriti dan Walet dan yang tidak tahan
cekaman kekeringan yaitu varietas Murai, Kutilang dan Vima-1.
Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT (Kadar Air, Suhu serta Lama
Penderaan) terhadap Viabilitas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor varietas berpengaruh
sangat nyata pada semua variabel kecuali pada panjang hipokotil, faktor kondisi CDT menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada semua variabel pengamatan.
Interaksi dari kedua faktor menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada
variabel panjang akar dan panjang hipokotil, berpengaruh nyata terhadap variabel
bobot kering kecambah normal. Interaksi tidak berpengaruh nyata pada variabel
persentase kecambah normal, kecepatan tumbuh dan indeks vigor. Hasil analisis
ragam dapat dilihat pada Lampiran 11 – 16. Rekapitulasi hasil analisis ragam
pengaruh varietas dan kondisi CDT serta interaksi keduanya terhadap variabel
Tabel 3. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT interaksi keduanya keduanya terhadap variabel yang diamati
Varietas Kondisi Interaksi
Variabel (L) CDT (P) (LxP) KK (%)
Pr > F Pr > F Pr > F
Persentase kecambah normalt <0.0001 ** <0.0001** 0.0841 tn 12.09
KCT (%/etmal) t <0.0001 ** <0.0001** 0.0741 tn 9.71
IV(%) t <0.0001 ** <0.0001** 0.555 tn 11.81
Panjang akar (cm) t 0.0031 ** <0.0001** <0.0001 ** 13.41
PH (cm) t 0.1531 tn <0.0001** 0.0021 ** 11.65
BKKN (g) t <0.0001 ** <0.0001** 0.0487 * 10.29
Ket : **) berpengaruh sangat n ata p≤ 0.01 ; *) berpengaruh n ata; p≤ 0.05 ; tn= tidak nyata;
KK= Koefisien keragaman; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2
Kondisi CDT dengan tingkat kadar air dan lama penderaan yang berbeda
memberikan respon yang beragam pada variabel yang diamati. Rata-rata interaksi
varietas dengan kondisi CDT terhadap panjang akar dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT ( kadar air dan lama
penderaan) terhadap panjang akar (cm)
Kondisi CDT
(KA/Lama
penderaan)
Varietas
Walet Sriti Murai Kutilang Vima-1
20%/0 jam 12.8 abc 11.8 abcd 14.5 ab 11.8 abcd 11.8 abcd
20%/24 jam 12.8 abc 12.9 abc 11.1 abcd 12.5 abcd 12.8 abc
20%/48 jam 11.5 abcd 11.2 abcd 10.4 abcd 10.4 abcd 6.5 cdef
20%/72 jam 12.5 abcd 7.1 bcdef 10.6 abcd 12.7 abc 7.5 abcde
22%/0 jam 11.0 abcd 13.3 abc 12.5 abcd 11.9 abcd 12.5 abcd
22%/24 jam 12.3 abcd 12.0 abcd 11.1 abcd 12.3 abcd 10.8 abcd
22%/48 jam 11.8 abcd 11.7 abcd 11.5 abcd 13.0 abc 13.1 abc
22%/72 jam 11.5 abcd 8.3 abcd 8.1 abcd 12.4 abcd 7.1 bcdef
24%/0 jam 12.8 abc 12.5 abcd 13.1 abc 12.7 abc 11.2 abcd
24%/24 jam 11.6 abcd 10.4 abcd 10.6 abcd 10.9 abcd 12.5 abcd
24%/48 jam 0.0 g 6.8 abcdef 8.2 abcd 11.7 abcd 9.6 abcd
24%/72 jam 10.7 abcd 5.9 cdef 12.4 abcd 10.5 abcd 15.2 a
26%/0 jam 11.9 abcd 12.5 abcd 11.2 abcd 11.6 abcd 11.7 abcd
26%/24 jam 10.9 abcd 9.9 abcd 0.0 g 11.1 abcd 9.9 abcd
26%/48 jam 2.8 fg 4.5 efg 0.0 g 8.3 abcdef 11.9 abcd
26%/72 jam 0.0 g 5.4 def 3.1 fg 7.9 abcdef 8.9 abcdef
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf kecil pada kolom dan baris yang berbeda pada kolom varietas
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%; data sebelum diolah dengan uji F
ditransformasi (x+0.5)1/2
Pengaruh kondisi CDT kadar air 20%, 22%, 24% dan 26% dengan lama
panjang yang tidak berbeda nyata. Peningkatan kadar air 22% yang disertai
peningkatan lama penderaan menjadi 24 jam menyebabkan terjadi perubahan
panjang akar yang signifikan yang ditunjukkan dengan rentang nilai yang kecil
yaitu 10.79 cm – 12.34 cm. Secara umum panjang akar menunjukkan respon yang
hampir sama.
Hasil interaksi antara faktor varietas dan faktor kondisi CDT menunjukkan
pengaruh yang nyata pada variabel panjang hipokotil. Rata-rata interaksi varietas
dengan kondisi CDT terhadap panjang hipokotil benih dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT ( kadar air dan lama
penderaan) terhadap panjang hipokotil (cm) Kondisi CDT (KA/Lama penderaan) Varietas
Walet Sriti Murai Kutilang Vima-1
20%/0 jam 11.8 a 10.9 a 12.1 a 10.7 a 11.7 a 20%/24 jam 11.8 a 12.8 a 12.1 a 10.7 a 12.6 a 20%/48 jam 13.2 a 10.8 a 12.3 a 11.2 a 8.0 abc 20%/72 jam 12.6 a 8.5 abc 13.1 a 10.9 a 12.5 a 22%/0 jam 11.1 a 11.1 a 11.4 a 10.1 a 12.1 a 22%/24 jam 12.9 a 12.4 a 12.8 a 11.3 a 11.9 a 22%/48 jam 13.5 a 12.8 a 12.2 a 11.8 a 12.4 a 22%/72 jam 14.0 a 12.3 a 11.6 a 12.5 a 8.4 abc 24%/0 jam 12.1 a 11.8 a 12.7 a 10.7 a 12.0 a 24%/24 jam 12.2 a 11.1 a 12.0 a 11.6 a 12.9 a 24%/48 jam 0.0 d 8.7 abc 10.6 a 12.0 a 11.3 a 24%/72 jam 13.56 a 9.4 abc 9.3 ab 12.9 a 11.6 a 26%/0 jam 12.3 a 11.4 a 11.9 a 11.0 a 12.0 a 26%/24 jam 14.4 a 11.3 a 12.8 a 11.6 a 16.4 a 26%/48 jam 3.6 bcd 2.2 dc 0.0 d 9.7 a 16.1 a
26%/72 jam 0.0 d 8.2 abc 5.2 bcd 7.8 a 8.6 abc
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf kecil pada kolom dan baris yang berbeda pada kolom varietas
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%; data sebelum diolah dengan uji F
ditransformasi (x+0.5)1/2
Tabel 5 menunjukkan interaksi varietas dengan kondisi CDT terhadap
variabel panjang hipokotil. Secara umum panjang hipokotil tidak berbeda nyata
pada semua varietas. Panjang hipokotil mulai terhambat pada kadar air 24% dan
26% dengan lama penderaan 48 jam dan 72 jam.
Benih dengan mutu fisiologis tinggi, vigor tinggi akan menghasilkan
dengan kondisi CDT terhadap variabel bobot kering kecambah normal dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT ( kadar air dan lama
penderaan) terhadap BKKN (g) Kondisi CDT (KA/Lama penderaan Varietas Walet Sriti Murai Kutilang Vima-1
20%/0 jam 1.16 a-h 1.27 a-e 1.22 a-g 1.57 a 1.00 b-j
20%/24 jam 0.66 i-q 1.00 b-j 1.25 a-f 0.96 b-k 0.4 h-w
20%/48 jam 0.36 o-y 0.56 j-r 0.74 h-o 0.51 k-s 0.15 s-z
20%/72 jam 0.42 m-w 0.35 p-z 0.67 i-q 0.72 h-o 0.22 r-z
22%/0 jam 0.74 g-p 0.95 b-k 1.43 abc 1.33 a-d 0.91 c-l
22%/24 jam 0.78 f-o 0.65 i-q 0.91 c-l 0.79 e-o 0.33 p-z
22%/48 jam 0.85 d-n 0.41 n-w 0.44 m-v 0.37 o-x 0.14 s-z
22%/72 jam 0.21 r-z 0.25 r-z 0.40 o-x 0.29 q-z 0.11 t-z
24%/0 jam 1.05 a-i 0.96 b-k 1.44 abc 1.47 a-b 0.83 d-n
24%/24 jam 0.35 o-y 0.43 m-w 0.46 l-t 0.55 j-r 0.22 r-z
24%/48 jam 0.00 z 0.12 t-z 0.15 s-z 0.26 q-z 0.08 v-z
24%/72 jam 0.13 t-z 0.10 t-z 0.02 xyz 0.25 r-z 0.21 r-z
26%/0 jam 0.85 d-m 1.17 a-h 1.33 a-d 1.34 a-d 0.90 d-l
26%/24 jam 0.48 m-t 0.18 z 0.32 p-z 0.47 l-t 0.10 t-z
26%/48 jam 0.03 x-z 0.02 yz 0.00 z 0.07 w-z 0.08 u-z
26%/72 jam 0.00 z 0.03 xyz 0.28 qz 0.43 o-x 0.15 s-z
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf kecil pada kolom dan baris yang berbeda pada kolom varietas
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%; data sebelum diolah dengan uji F
ditransformasi (x+0.5)1/2
Produksi berat kering dari pertumbuhan kecambah akan mencerminkan
kondisi fisiologis benih. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT
menunjukkan bahwa secara umum BKKN dari semua perlakuan menunjukkan
respon yang hampir sama.
Hasil analisis ragam terhadap variabel %KN, KCT dan IV menunjukkan
tidak adanya interaksi antara varietas dengan kondisi CDT. Masing-masing faktor
memberikan pengaruh tunggal terhadap variabel pengamatan. Pengaruh faktor
tunggal varietas dan kondisi CDT terhadap variabel persentase kacambah normal