• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi

Ekstraksi bahan tumbuhan adalah tahap yang sangat penting dalam memperoleh metabolit sekunder tumbuhan untuk dimanfaatkan sebagai obat. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi yaitu merendam simplisia tumbuhan pada suhu kamar selama 24 jam. Faktor yang paling penting mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu pelarut, waktu dan suhu dalam melakukan ekstraksi (Yang et al. 2007). Terdapat banyak metode dalam mengeksrak bahan tumbuhan diantaranya adalah metode perkolasi, sokletasi dan destilasi uap. Metode perkolasi hanya baik digunakan pada senyawa organik yang mudah larut sedangkan sokletasi dan destilasi uap hanya baik pada senyawa yang tahan panas (Faraouq, 2003; Lenny, 2006). Oleh karena itu metode maserasi dipilih agar isolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak kulit batang langsat maksimal.

Tabel 3 Rendemen ekstrak Kulit Batang Langsat Basah (KBLB) dan Kulit Batang Langat Kering (KBLK)

Simplisia Pelarut % Rendemen

KBLK Etanol 70% 5,92 Kloroform:Air 4,36 KBLB Etanol 70% 3,67 Kloroform:Air 2,16

Dari hasil ekstraksi diperoleh ekstrak etanol berwarna cokelat kehitaman dan ekstrak kloform:air (1:1) bewarna hijau muda. Semua ekstrak beraroma khas kulit langsat. Rendemen adalah persentasi antara ekstrak yang diperoleh terhadap jumlah simplisia yang diekstraksi (Depkes, 1987). KBLK dimaserasi dengan etanol 70% (1:5) selama 24 jam menghasilkan rendemen 5,92%. Residu KBLK EtOH dimaserasi lagi dengan pelarut kloroform:air menghasilkan rendemen 4,36%. Dengan cara yang sama dilakukan pada KBLB EtOH. KBLB EtOH menghasilkan rendemen sebesar 3,67%. Residu KBLB dimaserasi dengan kloroform:air menghasilkan rendemen sebesar 2,16 % (tabel 3). Trusheva et al.

(2007) melakukan ekstraksi pada propolis menggunakan pelarut etanol dengan membandingkan beberapa metode ekstraksi yaitu maserasi, UE (Ultrasound

33

Extraction) dan MAE (Microwave Assisted Extraction) ternyata metode maserasi menghasilkan persen rendemen total 55,58% lebih besar dibandingkan metode UE dan MAE dengan masing-masing rendemen yang diperoleh 41% dan 53%. Hal ini menguatkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol menggunakan metode maserasi menghasilkan persen rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan metode ekstraksi lain. Oleh karena ekstrak etanol KBLK dan KBLB yang memiliki persen rendemen tertinggi maka kedua ekstrak tersebut dilanjutkan dalam bioassay aktivitas antioksidasi dan antikanker.

Menurut Faraouq (2003) ekstraksi simplisia tumbuhan untuk tujuan obat herbal terbaik digunakan pelarut etanol. Etanol dapat bercampur dengan air dalam berbagai perbandingan dan mudah dalam penguapan residu yang ada dalam ekstrak. Pelarut metanol, etilasetat atau heksana tidak diperbolehkan karena residu toksik yang dihasilkan. Selanjutnya ampas ekstrak etanol 70% dilanjutkan dengan ekstraksi dan maserasi dengan kloroform:air yang bersifat semi polar. Diharapkan metabolit sekunder yang belum tertarik oleh pelarut etanol dapat ditarik oleh pelarut ini. Secara empiris kulit batang langsat basah yang digunakan masyarakat Dimembe Kecamatan Minahasa Utara sebagai bahan obat direbus dengan air dan diambil sarinya.

Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia adalah satu cara mengetahui kandungan metabolit sekunder pada suatu sampel tumbuhan. Dalam penelitian ini analisis fitokimia menggunakan prosedur Harborne (1996). Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid.

Tabel 4 Hasil Analisis Fitokimia Kulit batang langsat basah (KBLB) dan Kulit Langat Batang Kering (KBLK)

Golongan Senyawa Hasil uji KBLK EtOH KBLK ka KBLB EtOH KBLB ka Alkaloid + + + - Flavonoid + - + ++ Saponin + - ++ +++ Tanin + - + + Triterpenoid + - - - Steroid - - - -

34

Ekstrak KBLK EtOH mengandung hampir seluruh golongan senyawa fitokimia yang diidentifikasi kecuali steroid. Pada KBLB tidak mengandung golongan senyawa triterpenoid dan steroid akan tetapi memiliki kandungan saponin dengan intensitas yang lebih tinggi. KBLK kloroform:air hanya teridentifikasi mengandung alkaloid berbeda dengan KBLB yang justru tidak mengandung golongan senyawa alkaloid tetapi mengandung senyawa fenolik yaitu flavonoid, saponin dan tanin dengan intensitas yang tinggi. Hal ini disebabkan KBLB ketika diekstraksi dengan etanol masih memiliki kadar air yang tinggi, pada saat ampasnya diekstraksi dengan kloform:air yang bersifat semi polar golongan senyawa yang belum tertarik pada pelarut etanol tertarik dengan baik pada pelarut kloroform:air. Triterpenoid dan steroid hanya terbentuk sedikit endapan ketika diberikan pareaksi Wagner. Triterpenoid dan steroid adalah metabolit sekunder derivat lipid yang bersifat nonpolar sehingga membutuhkan pelarut nonpolar untuk dapat mengekstraksinya dengan baik.

Ekstraksi kulit batang langsat baik kering (kadar air 10%) maupun basah dengan etanol menarik hampir semua golongan metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Hal ini dikarenakan etanol adalah pelarut yang memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat nonpolar. Adanya gugus ini sehingga senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran yang berbeda akan terekstrak dalam etanol. Dari hasil analisis fitokimia ini maka KBLK EtOH dan KBLB EtOH yang dilanjutkan dengan uji bioassay antikanker dan antioksidasi.

Aktivitas Toksisitas Metode BSLT

BSLT adalah metode skrining farmakologi awal yang relatif murah dan telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan 95%. Penggunaan larva udang (A. salina Leach.) dalam bioassay toksisitas ekstrak kasar tanaman memenuhi validitas karena individu yang digunakan memenuhi syarat untuk analisis statistik. BSLT telah digunakan sebagai bioassay pendahuluan dalam rangka menilai toksisitas ekstrak fungi, tumbuhan, logam berat, substansi toksin dari sianobakteria dan pestisida (Carballo et al. (2002). Sekitar 300 bioaktif antitumor

35

baru dari tumbuhan awalnya diskrining dengan metode BSLT (Mc Laughlin et al. 1998).

Tabel 5 Nilai LC50 Ekstrak Etanol KBLK dan KBLB Simplisia LC50(ppm)

KBLK 93,48 KBLB 100,37

Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya. Zat atau senyawa asing yang ada di lingkungannya akan terserap ke dalam tubuh dengan cara difusi dan langsung mempengaruhi kehidupan larva. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing dalam larutan bersifat toksik.

Gambar 8 Histogram mortalitas A. salina Leach pada berbagai konsenterasi ekstrak

KBLK EtOH dan KBLB EtOH masing-masing memiliki LC50 93.48 ppm dan 100.37 ppm (tabel 5 ). Beberapa penelitian tentang uji toksisitas awal dengan BSLT dalam rangka penemuan obat antikanker antara lain ekstrak metanol dan ekstrak eter Marchantia cf. planiloba Steph. memiliki nilai LC50 masing-masing 247.10 ppm dan 453,16 ppm (Sukardiman, 2004). Ekstrak metanol Fagonia cretica L. menunjukkan nilai LC50 118.89 ppm pada uji BSLT (Hussain, 2006). Mc Laughlin et al. (1998) menyatakan adanya korelasi positif antara LC50 uji BSLT dengan uji sitotoksik 9KB (karsinoma nasofaring manusia). Harga ED50

36

9KB sama dengan sepersepuluh LC50 BSLT. Suatu ekstrak bahan alam berpotensi antikanker dengan uji BSLT apabila nilai LC50 < 1000 ppm (Carballo et al. 2002). Dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian tersebut ekstrak etanol kulit batang langsat (L. domesticum L.) memiliki toksisitas (LC50) yang kuat terhadap

A. Salina Leach. Dengan nilai LC50 < 150 ppm menunjukkan dalam konsenterasi yang kecil telah menyebabkan toksisitas pada larva artemia sehingga berpotensi sitotoksik pada sel kanker. Senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin yang terkandung dalam ekstrak berperan dalam toksisitas pada larva A. salina Leach.

Aktivitas Antioksidasi Metode DPPH

Dari larutan induk ekstrak 800 ppm dibuat konsenterasi uji 10, 50, 100, 200 dan 250 ppm masing-masing 25 mL. Sebanyak 0.0197 g DPPH dilarutkan dalam 50 mL metanol. BHT digunakan sebagai kontrol positif dalam konsenterasi sama dengan konsenterasi larutan uji. Nilai IC50 KBLK EtOH mencapai setengah dari nilai IC50 BHT (tabel 6). BHT digunakan dalam industri bahan pangan sebagai antioksidan. Dengan kata lain kedua jenis ekstrak tersebut memiliki kemampuan mendekati 2 kali dari peredaman radikal DPPH dibandingkan dengan BHT.

Tabel 6 Nilai IC50 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metode DPPH dibandingkan dengan kontrol BHT

Simplisia IC50 (ppm)

BHT (kontrol) 398,45

KBLK 174,19 KBLB 205,38 Dari hasil percobaan diperoleh persen inhibisi pada berbagai konsenterasi uji. KBLB EtOH dan KBLK EtOH konsenterasi 250 ppm mampu memberikan nilai inhibisi 57,72% dan 55,78%. Dibandingkan dengan persen inhibisi dari BHT sebagai kontrol pada konsenterasi yang sama sebesar 43,38%. Dengan demikian ekstrak etanol KBLK EtOH dan KBLB EtOH lebih baik dalam meredam radikal bebas DPPH.

37

Tabel 7 Aktivitas inhibisi ekstrak terhadap radikal DPPH

Simplisia Konsenterasi (ppm)

10 50 100 200 250

Dokumen terkait