• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Persaingan dan Kinerja Pedagang dalam Pasar Tradisional di Kota Bandar Lampung

Pemasok berperan penting dalam kegiatan usaha baik skala kecil, menengah, sampai besar. Pedagang tanpa keberadaan pemasok akan lebih sulit untuk mendapatkan barang yang akan dijual ke pembeli. Penelitian ini membagi pemasok untuk pedagang di pasar tradisional menjadi enam kategori, diantaranya:

26

produksi sendiri, produksi orang lain, penyalur, tengkulak atau pedagang pengumpul, pasar induk, dan grosir. Berdasarkan uji chi square pada Tabel 15 pemasok utama yang dipilih pedagang baik di pasar perlakuan maupun pasar kontrol adalah pemasok grosir sesuai dengan hasil penelitian Saddewisasi et al

(2011) namun berbeda dengan penelitian Suryadarma et al (2007).

Saddewisasi et al( 2011) pada penelitiannya mengatakan, responden membeli langsung barang dagangan ke pasar atau tempat grosir karena barang yang dibeli biasanya tidak banyak dan cenderung untuk memenuhi kebutuhan konsumen sehari-hari dalam partai kecil, selain itu juga dipengaruhi modal usaha yang terbatas. Hasil penelitian Suryadarma et al (2007) diperoleh lebih dari 40% pedagang menggunakan pemasok profesional, akan tetapi sebagian besar dari pedagang tidak hanya menggunakan satu pemasok saja melainkan lebih dari satu. Tabel 15 Pemasok barang bagi pedagang di pasar tradisional

No Pemasok

Jenis pasar (%) Significance Pasar perlakuan (n=60) Pasar kontrol (n=30) 1 Grosir 31,70 33,30 2 Pasar induk 23,30 3,30 3 Penyalur 20,00 30,00 4 Produksi sendiri 18,30 10,00

5 Produksi orang/rumah tangga lain 5,00 23,30 6 Tengkulak (pedagang pengumpul) 1,70 0,00

7 Lainnya sebutkan 0,00 0,00

Total 100,00 100,00 13,117**

Keterangan: Berdasarkan chi square test: **signifikan pada taraf nyata 5%. Barang dagangan yang diperoleh dari pemasok dibayar dengan cara yang berbeda-beda tergantung dengan kesepakatan antara pemasok dan pedagang. Berdasarkan hasil uji chi square, pedagang di kedua kelompok pasar tradisional mengakui metode pembayaran yang paling banyak dilakukan adalah pembayaran kontan atau tunai (Tabel 16). Hasil penelitian penulis sesuai dengan penelitian Suryadarma et al (2007) yang mengatakan bahwa lebih dari 80% pedagang menggunakan metode pembayaran tunai. Metode pembayaran kontan memiliki resiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan metode pembayaran lainnya. Para pedagang di pasar tradisional umumnya memiliki usaha skala kecil sehingga sangat sulit untuk meyakinkan para pemasok dalam menyediakan metode pembayaran kredit, sehingga kerugian dari resiko ditanggung oleh para pedagang jika terdapat barang yang rusak dan kadaluarsa.

27 Tabel 16 Metode pembayaran yang dilakukan pedagang di pasar tradisional No Metode

pembayaran

Jenis pasar (%) Significance

Pasar perlakuan (n=60) Pasar kontrol (n=30) 1 Kontan 85,00 100,00 2 Konsinyasi 13,30 0,00 3 Kredit 1,70 0,00 Total 100,00 100,00 5,000*

Keterangan: Berdasarkan chi square test: *signifikan pada taraf nyata 10%. Para pelaku usaha membutuhkan modal guna memulai dan mengembangkan kegiatan usaha. Biasanya modal didapatkan dengan cara meminjam. Pinjaman ada yang menetapkan bunga dan tidak dengan bunga. Penelitian ini membatasi sumber modal dalam delapan kriteria diantaranya: modal sendiri, meminjam dari saudara, meminjam dari teman atau tetangga, bank swasta, bank pemerintah, rentenir atau pelepas uang, BPR atau bank pasar, dan koperasi. Terlihat bahwa pada pasar tradisional perlakuan sebesar 80% pedagang mengaku mendapatkan sumber modal dari modal sendiri, sedangkan pada pasar kontrol sebesar 90% (Tabel 17). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suryadarma et al (2007) yang menemukan 86.8% pedagang menggunakan sumber modal sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung mendapatkan sumber modal dari milik pribadi akibatnya resiko yang ditanggung dalam usaha sangat besar daripada meminjam modal usaha dari bank ataupun bekerja sama dengan pihak lain.

Tabel 17 Sumber modal pedagang di pasar tradisional No Sumber modal

Jenis pasar (%) Significance Pasar perlakuan (n=60) Pasar kontrol (n=30) 1 Modal sendiri 80,00 90,00

2 Meminjam dari saudara 8,30 0,00

3 Meminjam dari teman/tetangga 5,00 0,00 4 Bank swasta 5,00 10,00 5 Bank pemerintah 1,70 0,00 6 Rentenir/pelepas uang 0,00 0,00 7 BPR/bank pasar 0,00 0,00 8 Koperasi 0,00 0,00 Total 100,00 100,00 5,490

Tabel 18 menunjukkan para pesaing terberat di pasar perlakuan dan pasar kontrol. Jawaban yang diambil hanya pedagang yang mengklaim memiliki pesaing terberat. Hasil uji chi square pada pesaing terberat signifikan, pesaing terberat pedagang di kedua pasar didominasi oleh pedagang lain dalam pasar. Pasar kontrol memiliki persentase sebesar 70% sedangkan pasar perlakuan sebesar 61%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadarma et al

(2007) yang menyatakan bahwa kebanyakan pedagang merasa pesaing terberat mereka adalah sesama pedagang, diurutan selanjutnya terdapat supermarket, dan PKL.

28

Tabel 18 Pesaing terberat pedagang di pasar tradisional No Pesaing terberat

Jenis pasar (%) Significance

Pasar perlakuan (n=23)

Pasar kontrol (n=10) 1 Pedagang lain di dalam

pasar

61,00 70,00

2 Pasar tradisional lain 26,00 10,00

3 Pasar modern 13,00 0,00

4 Minimarket 0,00 20,00

Total 100,00 100,00 6,846*

Keterangan: Berdasarkan chi square test: *signifikan pada taraf nyata 10%. Memiliki strategi merupakan salah satu faktor untuk menjaga kelangsungan usaha yang dijalankan. Umumnya pelaku usaha menerapkan strategi untuk mempertahankan dan meningkatkan pelanggan. Tabel 19 menunjukkan strategi pedagang di kedua kelompok pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Berdasarkan uji chi square, strategi utama yang dilakukan pada kelompok pasar perlakuan adalah memberikan diskon harga pada pembeli yang membeli barang dalam jumlah yang banyak. Menjaga kebersihan kios merupakan strategi yang mendominasi pedagang di pasar kontrol. Terdapat beberapa responden yang menjawab memiliki strategi lainnya dalam menghadapi pesaing. Adapun strategi lainnya di pasar tradisional perlakuan meliputi: kualitas barang, produk yang terus diperbaharui, keramahan, kelengkapan barang, produk segar, jujur dengan timbangan, dan mengambil keuntungan sedikit. Strategi lainnya pada pasar tradisional kontrol meliputi: produk yang terus diperbaharui, kualitas produk, dan kejujuran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung memiliki strategi khusus untuk menghadapi pesaingnya. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu Suryadarma (2007) dan Sutami (2005).

Hasil penelitian Suryadarma (2007) menemukan bahwa strategi yang digunakan pedagang untuk menarik pembeli adalah sopan santun. Sebesar 37.6% responden mengatakan bahwa sikap sopan santun sebagai kunci sukses bisnis mereka. Sutami (2005) dalam penelitiannya menemukan strategi yang diterapkan oleh pedagang diantaranya menjalin jaringan sosial antara tengkulak dengan pedagang, pedagang dengan konsumen, antar sesama pedagang, dan pedagang dengan petugas pasar.

29 Tabel 19 Strategi pedagang di pasar tradisional

No Strategi

Jenis pasar (%) Significance Pasar perlakuan (n=60) Pasar kontrol (n=30) 1 Memberikan diskon harga 13,30 6,70 2 Kios selalu dijaga kebersihannya 11,70 30,00 3 Prioritas bagi pelanggan

(barang dapat dipesan)

10,00 3,30 4 Barang diantar ke rumah 5,00 13,30 5 Jenis dagangan diperbanyak 3,30 26,70 6 Pembayaran bisa dicicil 0,00 0,00

7 Lainnya 56,70 20,00

Total 100,00 100,00 23,360***

Keterangan: Berdasarkan chi square test: ***signifikan pada taraf nyata 1%. Tabel 20 menunjukkan penyebab kelesuan usaha pedagang dari tahun 2008 hingga 2013. Jawaban ini hanya diambil dari pedagang yang mengkalim mengalami penurunan omzet maupun keuntungan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan uji chi square, penyebab kelesuan usaha pedagang di pasar perlakuan di dominasi oleh meningkatnya persaingan dengan pedagang lain, sedangkan pada pasar kontrol penyebab kelesuan usaha pedagang didominasi oleh daya beli masyarakat yang menurun. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadarma et al (2007) yang mengungkapkan bahwa penyebab utama kelesuan usaha mereka adalah lemahnya daya beli pelanggan karena adanya lonjakan harga BBM pada tahun 2005 dan adanya persaingan dengan PKL.

Tabel 20 Penyebab kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional No Penyebab kelesuan usaha

Jenis pasar (%) Significance Pasar perlakuan (n=50) Pasar kontrol (n=25) 1 Daya beli masyarakat menurun 38,00 24,00 2 Persaingan dengan pedagang lain

dalam pasar tradisional

30,00 28,00 3 Pasar tradisional semakin banyak 12,00 4,00 4 Persaingan dengan pasar modern 6,00 0,00 5 Kondisi pasar yang buruk 4,00 0,00

6 Faktor iklim 2,00 12,00

7 Letak kios yang tidak strategis 2,00 4,00 8 Meningkatnya harga sewa kios 2,00 0,00

9 Usia penjual 2,00 4,00

10 Harga dari pemasok lebih tinggi 2,00 4,00 11 Akses kredit yang bertambah sulit 0,00 8,00 12 Persediaan barang yang sulit 0,00 4,00 13 Persaingan dengan minimarket 0,00 8,00

14 Kualitas yang menurun 0,00 0,00

Total 100,00 100,00 19,021*

30

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pedagang di pasar tradisional mengakui bahwa telah terjadi penurunan kinerja usaha dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Penelitian ini mengukur kinerja usaha pedagang melalui omzet dan keuntungan pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung selama lima tahun terakhir yakni tahun 2008 dan tahun 2013 dengan menggunakan paired sample t test. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan di kedua pasar tradisional sampel, diperoleh output pada Tabel 21 berikut. Hasil paired t test

menunjukkan bahwa pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol rata-rata omzet dan keuntungan sebelum keberadaan pasar modern lebih tinggi jika dibandingkan dengan sesudah adanya pasar modern. Sebelum adanya pasar ritel modern pembeli cenderung berbelanja ke pasar tradisional, namun setelah adanya pasar ritel modern pembeli memiliki dua pilihan tempat berbelanja. Menurut para pedagang, pembeli memilih berbelanja di pasar ritel modern karena kenyamanan, kebersihan, fasilitas, dan keamanan yang dimiliki oleh pasar ritel modern. Hampir semua pasar tradisional di Kota Bandar Lampung masih belum mengarah ke pasar semi modern sehingga untuk komoditi tertentu seperti sembako dan pakaian pembeli lebih memilih berbelanja di pasar ritel modern.

Tabel 21 Omzet dan keuntungan pedagang sebelum dan setelah keberadaan pasar ritel modern dengan paired t test

Variabel Pasar perlakuan (N=60) Pasar kontrol (N=30) Mean Std. Dev Significance Mean Std. Dev Significance Omzet Sesudah 1,20 0,443 1,40 0,621 Sebelum 1,43 0,563 -3,394*** 1,83 0,648 -3,496*** Keuntungan Sesudah 1,07 0,252 1,30 0,535 Sebelum 1,38 0,524 -4,324*** 1,63 0,556 -2,763** Keterangan: Berdasarkan paired t test: ***signifikan pada taraf nyata 1%; **signifikan pada taraf nyata 5%.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

Faktor-faktor yang diduga memengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung adalah ukuran kios, lama berdagang, jumlah pembeli, pendidikan, jarak pasar tradisional ke pasar modern, diversifikasi produk, penjualan produk segar, penjualan produk olahan, dan letak kios. Variabel respon dalam penelitian ini terdiri dari tiga opsi omzet pedagang pada rentang kurang dari Rp 1 juta untuk nilai “1”, omzet sebesar Rp 1 juta seribu sampai Rp 5 juta

untuk nilai “2”, dan omzet lebih dari Rp 5 juta untuk “nilai 3”. Berdasarkan output hasil olahan pada Tabel 22 menunjukan bahwa variabel jumlah pembeli, pendidikan, jarak pasar tradisional ke pasar modern, dan produk segar signifikan berpengaruh terhadap perubahan omzet pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung.

31 Tabel 22 Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan omzet pedagang di pasar

tradisional

No Variabel Koefisien Rasio Odd Signifikansi

1 Ukuran kios (m2) -0,004 0,996 0,419

2 Lama berdagang (tahun) -0,020 0,981 0,609

3 Jumlah pembeli (orang) 0,052 1,054 0,027**

4 Pendidikan (tahun) 0,197 1,218 0,069*

5 Dummy jarak

(dekat = 1, jauh =0)

-1,094 0,335 0,064*

6 Dummy diversifikasi produk

(satu jenis = 1, lebih dari satu jenis =0)

0,721 2,056 0,265

7 Dummy produk segar

(produk segar =1, lainnya =0)

2,521 12,436 0,008***

8 Dummy produk olahan

(produk olahan =1, lainnya =0)

1,325 3,762 0,149

9 Dummy letak kios

(depan = 1, belakang = 0)

0,303 1,354 0,647

Pearson 0,669

Nagelkerke 0,301

Keterangan: Berdasarkan Ordinal logistic regression *** signifikan pada taraf nyata 1%; ** signifikan pada taraf nyata 5%; * signifikan pada taraf nyata 10%.

Berdasarkan output hasil olahan pada Tabel 22 menunjukkan bahwa variabel jumlah pembeli, pendidikan, jarak pasar tradisional ke pasar modern, dan produk segar signifikan berpengaruh terhadap perubahan omzet pedagang di pasar tradisional. Hasil model logit ordinal untuk variabel jumlah pembeli diperoleh koefisien bertanda positif, artinya semakin jumlah pembeli bertambah peluang untuk mendapatkan omzet semakin bertambah. Variabel jumlah pembeli memiliki nilai rasio odd 1.054 artinya jika terjadi peningkatan satu orang jumlah pembeli maka peluang untuk meningkatkan omzet sebesar 5.4%. Sehingga dapat disimpulkan apabila terjadi peningkatan jumlah pembeli maka akan meningkatkan omzet pedagang.

Pendidikan memengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung secara signifikan dengan koefisien positif. Artinya setiap peningkatan tingkat pendidikan sebanyak satu tahun maka akan meningkatkan omzet pedagang. Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai rasio odd 1.218 artinya jika terjadi peningkatan satu tahun tingkat pendidikan maka akan menyebabkan peningkatan omzet sebesar 21.8%. Sehingga dapat disimpulkan apabila terjadi peningkatan tingkat pendidikan pedagang maka akan meningkatkan omzet pedagang.

Dummy jarak pasar tradisional ke pasar modern memengaruhi omzet

pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung secara signifikan dengan koefisien negatif. Semakin dekat jarak pasar modern dan pasar tradisional, peluang untuk meningkatkan omzet semakin berkurang. Nilai rasio odd dummy

jarak pasar tradisional ke pasar modern sebesar 0.335 artinya semakin dekat jarak pasar tradisional ke pasar modern memiliki peluang untuk menurunkan omzet pedagang sebesar 66.5% dibandingkan pasar tradisional yang memiliki jarak jauh dengan pasar modern.

32

Dummy produk segar memengaruhi omzet secara signifikan dengan

koefisien pada variabel positif. Semakin pedagang menjual produk segar, peluang untuk mendapatkan omzet semakin besar. Nilai rasio odd variabel dummy produk segar sebesar 12.436 artinya pedagang yang menjual produk segar memiliki peluang untuk meningkatkan omzet sebesar 1 143% dibandingkan pedagang yang menjual produk sandang. Semakin pedagang menjual produk segar maka peluang untuk meningkatkan omzet semakin besar.

Uji goodness of fit menunjukkan uji kesesuaian model dengan data. Hasil dari output SPSS 20 didapatkan p-value uji pearson dari model yang telah diperoleh bernilai lebih besar daripada alpha 10% maka terima H0. Artinya model yang telah dihasilkan sesuai, sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil observasi dengan hasil prediksi model. Output dalam penelitian ini didapatkan nilai Negelkerke sebesar 0.301 atau 30.1%. Artinya variabel dependen mampu diterangkan oleh variabel independen sebesar 30.1% sedangkan sisanya 60,9% diterangkan oleh variabel independen lain di luar model.

Pengaruh Jarak Pasar Ritel Modern dan Pasar Tradisional di Kota Bandar Lampung terhadap Omzet

Hasil penelitian penulis menunjukkan persamaan antara pasar tradisional perlakuan dan pasar tradisional kontrol. Kedua pasar tradisional di Kota Bandar Lampung tersebut beroperasi setiap hari dengan barang dagangan yang sama (produk segar, produk olahan, dan produk sandang), jumlah dan nilai pembelian yang mendominasi kedua pasar adalah pembelian dari pelanggan rumah tangga. Pedagang di kedua pasar tradisional pada umumnya menggunakan pemasok grosir dengan metode pembayaran tunai, selain itu sebagian besar pedagang di kedua pasar menggunakan sumber modal milik pribadi. Pasar tradisional perlakuan memiliki jarak yang dekat dengan pasar ritel modern, sedangkan pasar tradisional kontrol memiliki jarak yang jauh dari pasar ritel modern.

Pedagang di kedua kelompok pasar tradisional Kota Bandar Lampung mengklaim mengalami penurunan kinerja usaha dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Salah satu penyebab penurunan kinerja usaha pedagang adalah keberadaan pasar modern yang terus bertambah. Hasil wawancara dengan pedagang di pasar tradisional menunjukkan keberadaan pasar modern secara tidak langsung telah mengurangi peluang pedagang untuk mendapatkan omzet yang lebih tinggi. Kesamaan barang dagangan, harga yang tidak berbeda jauh, diskon yang diberikan, serta jarak yang tidak terlalu berjauhan dengan pasar tradisional membuat masyarakat memiliki alternatif lain dalam berbelanja. Umumnya pasar modern memilih lokasi yang berdekatan dengan pasar modern lain dan pasar tradisional yang telah lebih dulu ada.

Kedekatan jarak antara pasar ritel modern dan pasar tradisional telah menyebabkan persaingan dikedua pasar terutama dalam perebutan pangsa pasar. Lokasi pasar ritel modern dan pasar tradisional cenderung beraglomerasi dan mendekati pusat keramaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar tradisional yang berjarak dekat dengan pasar ritel modern memiliki omzet yang lebih rendah dibandingkan pasar tradisional yang memiliki jarak jauh dengan pasar ritel modern. Tabel 21 menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan omzet pedagang di pasar perlakuan dan kontrol setelah keberadaan pasar ritel modern.

33 Hal ini terjadi karena pasar tradisional kontrol tidak secara langsung berhadapan dengan pasar ritel modern, sedangkan pada pasar tradisional perlakuan langsung bersaing dengan pasar ritel modern karena jarak yang berdekatan.

Dokumen terkait