• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEHADIRAN PASAR RITEL MODERN TERHADAP

OMZET PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL

KOTA BANDAR LAMPUNG

RATNA MELYASARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Ratna Melyasari

(4)

ABSTRAK

RATNA MELYASARI. Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung. Dibimbing oleh SAHARA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi omzet, serta menganalisis pengaruh jarak antara pasar ritel modern dan pasar tradisional terhadap omzet pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah independent sample t test, chi square test, paired t test, dan ordinal logistic regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung dari tahun 2008 sampai 2013. Menurut responden pesaing terberat mereka bukan pasar modern melainkan pedagang lain didalam pasar. Faktor-faktor yang memengaruhi omzet secara signifikan adalah jumlah pembeli, pendidikan, jarak pasar tradisional dan modern, serta produk segar. Kedekatan jarak antara pasar ritel modern dan pasar tradisional telah mengurangi peluang pedagang di pasar tradisional untuk mendapatkan omzet yang lebih tinggi.

Kata kunci: chi square test, independent sample t test, omzet, ordinal logistic regression, paired t test

ABSTRACT

RATNA MELYASARI. The impact of modern retail market to turnover merchants in traditional markets (case studies of Bandar Lampung city). Supervised by SAHARA.

The aims of this study are to analyze competition and performance of the merchants in traditional market, factors affecting the turnover, and distance between modern retail market and traditional market to the turnover of traders in traditional markets in Bandar Lampung. This research used independent sample t test, chi square test, paired t test, and ordinal logistic regression method. Both of merchant performance have decreased from 2008 until 2013. Most of respondent stated that their competitors are not the existence of modern market but the other merchants in their group markets. Some factors including number of buyer, education, distance between traditional and modern market, and also fresh product significantly influence the turnover. Distance between modern market and traditional markethas reduced oppurtunties market treaders in traditional market to get higher turnover.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DAMPAK KEHADIRAN PASAR RITEL MODERN TERHADAP

OMZET PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL

KOTA BANDAR LAMPUNG

RATNA MELYASARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

Nama : Ratna Melyasari NIM : H14100071

Disetujui oleh

Sahara, Ph.D Pembimbing

Diketahui Oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Anhar Syafe‟i dan Ibu Pertiwiati, kedua adik tersayang Rinaldi Pernanda dan Rahmat Nopandra, serta kedua among dan ajong tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis.

2. Sahara, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, bimbingan dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Dominicus Savio Priyarsono dan Deni Lubis, S.Ag, M.A selaku

dosen penguji atas saran dan masukannya dalam skripsi ini.

4. Kantor Dinas Pengelolaan Pasar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, APINDO, BPS Kota Bandar Lampung, para pedagang yang menjadi responden dalam penelitian, pengelola Pasar Koga, dan pengelola Pasar Tempel Rajabasa yang telah membantu selama pengumpulan data.

5. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

6. Sahabat terdekat penulis (Syari, Chadefi, Egi, Siska, Devi, Ardian, Rizki, Armedi, Ricko, Citra, Melia, Devi, Intan, Ruri, Gina, Nia, dan Mona) dan Keluarga Mahasiswa Lampung khususnya KEMALA 47 yang telah memberikan banyak bantuan, kritik, saran, motivasi, dan do‟a kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman sebimbingan (Fitria, Elis, Selly, Sasha, Triana, Ezik, dan Fira), teman-teman ESP 47, sahabat Kost Putri Chika, dan Dewan Resiprokal terima kasih atas doa dan dukungannya.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Harapannya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan dalam membuat regulasi mengenai ritel tradisional dan modern.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

Hipotesis Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Definisi Pasar 5

Pasar Tradisional 5

Pasar Modern 5

Teori Lokasi 6

Teori Aglomerasi 8

Omzet 8

Penelitian Terdahulu 8

Kerangka Pemikiran Konseptual 10

METODE 11

Tempat dan Waktu Penelitian 11

Jenis dan Sumber Data 11

Metode Pengambilan Contoh 12

Metode Analisis Data 12

Metode Uji t Dua Sampel Independen (Independent Sample t test) 13

Uji t Dua Sampel Berpasangan (paired t test) 13

Metode Uji Chi Square 14

Korelasi Rank Spearman 14

Metode Logit 15

(10)

Uji Signifikansi Variabel Prediktor Secara Individu 16

Rasio Odd 16

GAMBARAN UMUM 17

Letak Geografis Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung 17

Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung 17

Pasar Tradisional di Kota Bandar Lampung 18

Deskripsi Pasar Tempel Rajabasa 20

Deskripsi Pasar Koga 21

Pasar Panjang 22

Komoditi Utama yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung 22 Karakteristik Responden Pedagang di Pasar Tradisional Kota

Bandar Lampung 23

HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Sifat Persaingan dan Kinerja Pedagang dalam Pasar Tradisional di

Kota Bandar Lampung 25

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Omzet Pedagang di

Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung 30

Pengaruh Jarak Pasar Ritel Modern dan Pasar Tradisional di Kota Bandar

Lampung terhadap Omzet 32

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 37

(11)

DAFTAR TABEL

1 PDRB per kapita Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (juta rupiah) 1 2 Jumlah ritel modern di Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (unit) 2 3 Jumlah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung tahun 2009-2013 (unit) 2 4 Perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dan pasar modern 6

5 Matriks metode analisis data 13

6 Daftar nama pasar modern di Kota Bandar Lampung dan tahun 18 7 Nama dan tahun berdiri pasar tradisional milik pemerintah Kota 19

8 Tarif kebersihan pasar Kota Bandar Lampung 19

9 Retribusi pelayanan pasar Kota Bandar Lampung 20 10 Komoditi utama yang dijual dan proporsi pedagang di ketiga pasar 23

11 Karakteristik responden dengan uji t test 24

12 Karakteristik responden dengan uji chi square 24

13 Jumlah pelanggan di pasar tradisional 25

14 Nilai pembelian dan pelanggan pasar tradisional perlakuan 25 15 Pemasok barang bagi pedagang di pasar tradisional 26 16 Metode pembayaran yang dilakukan pedagang di pasar tradisional 27

17 Sumber modal pedagang di pasar tradisional 27

18 Pesaing terberat pedagang di pasar tradisional 28

19 Strategi pedagang di pasar tradisional 29

20 Penyebab kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional 29 21 Omzet dan keuntungan pedagang sebelum dan setelah keberadaan pasar 30 22 Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan omzet pedagang di pasar 31

DAFTAR GAMBAR

1 Isodapan dan lokasi aglomerasi 7

2 Kerangka pemikiran konseptual 11

3 Peta lokasi penelitian 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997-2003 38 2 Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 2004-2008 38 3 Jarak pasar modern dan pasar tradisional di Kota Bandar Lampung 39 4 Nama, luas tanah, luas bangunan pasar tradisional milik pemerintah 40 5 Daftar nama dan lokasi pasar modern di Kota Bandar Lampung tahun 41 6 Daftar nama dan lokasi pasar tradisional di Kota Bandar Lampun 42

7 Output uji t untuk karakteristik responden 43

8 Output uji chi square untuk karakteristik responden 43 9 Output uji chi square untuk persaingan dan kinerja pedagang 45

10 Paired t test pasar perlakuan 48

11 Paired t test pasar kontrol 49

12 Korelasi antar variabel 53

13 Output ordinal logistic regression 49

14 Kuisioner Penelitian 50

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan investasi asing langsung dalam sektor usaha ritel tahun 1998 mendorong masuknya ritel asing ke Indonesia di akhir 1990-an (Suryadarma et al

2007). Penelitian (Natawidjaja 2005) menyatakan jumlah unit hypermarket,

supermarket, dan minimarket di Indonesia dari tahun 1998 sampai tahun 2003 terus mengalami peningkatan (Lampiran 1). Hal yang sama terus terjadi dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Akhir tahun 2008 jumlah hypermarket di Indonesia mencapai 130 unit, supermarket 1 447 unit, dan minimarket 10 289 unit (Pandin M 2009). Data terbaru menunjukkan pertumbuhan rata-rata ritel modern di Indonesia mencapai 17 persen per tahun. Sementara ritel tradisional hanya mencapai 10 persen per tahun (Republika 2013). Salah satu penyebab meningkatnya jumlah dan penjualan pasar modern adalah urbanisasi yang mendorong percepatan pertumbuhan penduduk di perkotaan serta meningkatnya pendapatan per kapita (Poesoro 2007).

Pesatnya pembangunan pasar modern tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi hampir diseluruh kota di Indonesia tidak terkecuali Kota Bandar Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung berada di Provinsi Lampung yang merupakan pintu gerbang utama jalur darat antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga arus migrasi di kota ini cukup tinggi. Selain itu, sentral perekonomian dan pusat pemerintahan Provinsi Lampung berada di Kota Bandar Lampung sehingga aktivitas ekonomi di kota ini lebih besar jika dibandingkan kota dan kabupaten lainnya. Aktivitas perekonomian yang tinggi di Kota Bandar Lampung menyebabkan tingkat pendapatan per kapita meningkat (Tabel 1).

Tabel 1 PDRB per kapita Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (juta rupiah)

Sumber: BPS Kota Bandar Lampung

Perubahan tingkat pendapatan akan menyebabkan perubahan pada daya beli. Apabila daya beli seorang individu meningkat, secara alami dapat diperkirakan bahwa jumlah masing-masing barang yang dibeli akan meningkat (Nicholson 1995). Selain itu peningkatan daya beli akan memengaruhi perubahan gaya hidup dan pola berbelanja ke arah yang lebih modern. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah pasar modern baik di perkotaan maupun pedesaan, tidak terkecuali di Kota Bandar Lampung (Tabel 2). Terlihat bahwa jumlah pasar modern di Kota Bandar Lampung cenderung meningkat sejak tahun 2012. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bisnis ritel modern semakin populer lima tahun terakhir di Kota Bandar Lampung. Namun, keberadaan pasar tradisional di Kota Bandar Lampung cenderung stagnan.

Tahun Pendapatan per kapita

2008 7,05

2009 7,38

2010 7,42

2011 7,82

(14)

2

Tabel 2 Jumlah ritel modern di Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (unit)

Pasar modern 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Minimarket

(indomaret, alfamart, chandramart)

113 149 148 150 159

Supermarket, departement store,

hypermarket

9 9 9 9 11 18

Jumlah 122 158 157 159 170

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung

Meningkatnya jumlah pasar modern di Kota Bandar Lampung dirasa telah menggeser peran pasar tradisional dalam industri ritel. Oleh karena itu, judul Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung dipilih untuk mengkaji lebih lanjut mengenai dampak yang dirasakan pedagang di pasar tradisional terutama setelah semakin bertambahnya pasar modern di Kota Bandar Lampung dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang dialami oleh pedagang di pasar tradisional. Pada akhirnya ditelaah juga solusi dari permasalahan yang dihadapi pedagang di pasar tradisional.

Perumusan Masalah

Keberadaan pasar modern yang terus meningkat sejak tahun 2012 baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Diperkirakan jumlah konsumen yang berbelanja di pasar modern terus meningkat karena pasar modern mampu menawarkan harga yang sama bahkan lebih murah dari pasar tradisional. Selain itu, secara fisik pasar modern juga memberikan fasilitas dan keunggulan tersendiri dalam berbelanja seperti tempat yang lebih nyaman, tidak bau, ber-AC, dan bersih. Bahkan dalam perkembangannya, pasar modern juga menyediakan tempat hiburan, arena bermain untuk anak-anak, dan restoran. Sementara kondisi pasar tradisional masih identik dengan kumuh, becek, semrawut, dan bau (Nurmalasari 2007).

Pasar tradisional selama ini masih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah baik sebagai tempat berbelanja maupun untuk berusaha. Jumlah pasar tradisional yang cenderung stagnan sangat menghawatirkan keberadaan pasar tradisional di Kota Bandar Lampung (Tabel 3). Pemberian izin usaha terhadap ritel modern untuk terus tumbuh tanpa adanya batasan dan sedikit sekali melakukan revitalisasi pada pasar tradisional dikhawatirkan akan menggeser keberadaan pasar tradisional yang sudah lebih dulu ada.

Tabel 3 Jumlah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung tahun 2009-2013 (unit)

Tahun Jumlah Pasar Tradisional

2009 13

2010 28

2011 28

2012 28

2013 28

(15)

3 Beberapa penelitian terdahulu membuktikan kondisi usaha dan kinerja pedagang pasar tradisional menunjukkan penurunan setelah beroperasinya

hypermarket. Adapun kinerja pedagang dilihat melalui: aset, omzet, perputaran barang dagangan, dan marjin harga (Indef dalam Utomo 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Saddewisasi, Ariefiantoro, dan Susanto (2011) menunjukkan bahwa dampak ritel modern terhadap ritel tradisional menyebabkan penurunan omzet penjualan. Namun penelitian Suryadharma et al (2007) menyimpulkan bahwa supermarket bukan saingan dan penyebab utama kelesuan usaha yang dialami pedagang di pasar tradisional. Penelitian ini mencoba melengkapi penelitian sebelumnya. Berdasarkan hal diatas, maka permasalahan yang menjadi perhatian dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung?

3. Bagaimana pengaruh jarak pasar ritel modern dan pasar tradisional di Kota Bandar Lampung terhadap omzet?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan, secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung

3. Menganalisis pengaruh jarak pasar ritel modern dan pasar tradisional di Kota Bandar Lampung terhadap omzet

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai dampak pasar ritel modern terhadap pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung.

2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi proses pembelajaran dan pengkajian dengan menggunakan disiplin ilmu yang telah dipelajari serta sebagai rujukan bagi penelitian terkait selanjutnya.

3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah Provinsi Lampung khususnya Kota Bandar Lampung untuk mengatasi pertumbuhan pusat perbelanjaan modern dan pembenahan pasar tradisional yang lebih baik.

(16)

4

Ruang Lingkup Penelitian

Pasar yang dibahas dalam penelitian adalah pasar tradisional yang berada di Kota Bandar Lampung. Pasar tradisional yang menjadi sampel harus menjual produk segar, produk olahan, dan produk sandang. Responden pada penelitian ini adalah para pedagang yang sudah berjualan minimal tiga tahun di pasar sampel, dari masing-masing pasar diambil 30 responden sehingga total keseluruhan sebanyak 90 responden.

Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis tidak langsung, yaitu dampak dari pertumbuhan pasar tradisional terhadap omzet para pedagang yang menjual produk segar, produk olahan, dan produk sandang di pasar tradisional. Berdasarkan beberapa teori dan penelitian terdahulu maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan rata-rata (keuntungan dan omzet) sebelum dan setelah adanya pasar ritel modern.

2. Ukuran kios berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya semakin besar ukuran kios pedagang, maka akan terjadi peningkatan omzet.

3. Lama berdagang berpengaruh positif terhadap omzet pedagang di pasar tradisional. Semakin lama pedagang di pasar tradisional berdagang maka akan terjadi peningkatan omzet.

4. Jumlah pembeli berpengaruh positif terhadap omzet pedagang di pasar tradisional. Semakin banyak jumlah pembeli di pasar tradisional maka akan terjadi peningkatan omzet.

5. Pendidikan berpengaruh positif terhadap omzet pedagang di pasar tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan pedagang di pasar tradisional maka akan terjadi peningkatan omzet.

6. Diversifikasi produk berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya samakin bertambah jenis produk yang dijual, maka omzet akan semakin berambah. 7. Penjualan produk segar berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya

samakin bertambah jenis produk segar yang dijual, maka omzet pedagang akan semakin berambah.

8. Penjualan produk olahan berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya samakin bertambah jenis produk olahan yang dijual, maka omzet akan semakin berambah.

9. Letak kios berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya samakin kios berada di depan pasar, maka omzet akan semakin bertambah.

(17)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Pasar

Menurut Kementrian Perdagangan (2013) pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun lainnya. Pasar dalam arti sempit adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk malakukan transaksi jual beli barang dan jasa.

Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan pasar yang dalam pelaksanaannya bersifat tradisional dimana pembeli dan penjual yang bertemu secara langsung. Harga yang diberikan untuk suatu barang bukan merupakan harga tetap, sehingga dalam transaksi jual beli dapat berlangsung tawar menawar antara penjual dan pembeli. Umumnya, pasar tradisional menyediakan kebutuhan pokok serta keperluan rumah tangga. Lokasi pasar tradisional dapat berada di tempat terbuka atau bahkan dipinggir jalan. Biasanya para penjual menjajakan barang atau jasa dagangannya ditenda-tenda pasar tradisional (Dede 2012). Menurut Kementrian Perdagangan (2013) pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta. Tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Menurut Luci (2013), bangunan di pasar tradisional berbentuk toko dan los. Toko biasanya digunakan untuk berjualan aneka kue, pakaian, dan barang pecah belah. Adapun los digunakan untuk berjualan sayuran, buah-buahan, ikan, dan daging. Nama yang diberikan untuk pasar tradisional cukup unik, ada yang menurut wilayah pasar tersebut, menurut nama hari, dan ada juga yang diberi nama menurut barang yang diperdagangkan. Namun ruangan untuk berjualan di pasar tradisional tidak luas, penerangan secukupnya, dan tanpa pendingin ruangan. Kebersihan sering kurang terjaga, sampah banyak berserakan sehingga menimbulkan bau. Akibatnya jika hujan, pasar tradisional terlihat becek dan kotor.

Pasar Modern

Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,

departemen store, hypermarket, dan grosir yang berbentuk perkulakan

(18)

6

diinginkan. Adapun contoh dari pasar modern adalah hypermarket, supermarket,

convenience store, dan minimarket. Tabel 4 berikut menjelaskan perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dan pasar modern.

Tabel 4 Perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dan pasar modern

No Aspek Pasar tradisional Pasar modern

1 Histori Evolusi panjang Fenomena baru

2 Fisik Kurang baik, sebagian baik

5 Konsumen Golongan menengah ke bawah 7 Status tanah Tanah negara,sedikit

sekali swasta

Tanah swasta/perorangan 8 Pembiayaan Kadang-kadang ada

subsidi

Tidak ada subsidi 9 Pembanguanan Umumnya pembangunan

dilakukan oleh 12 Jaringan Pasar regional, pasar kota,

pasar kawasan Sumber : CESS (1998) dalam Tambunan et al

Teori Lokasi

(19)

7 1. Unit telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim homogen, konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat, dan kondisi pasar adalah persaingan sempurna.

2. Beberapa sumberdaya alam seperti air, pasir, dan batu bata tersedia di mana-mana dalam jumlah yang memadai.

3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas.

4. Tenaga kerja tidak menyebar secara merata tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dengan mobilitas yang terbatas.

Berdasarkan asumsi tersebut, ada tiga faktor yang memengaruhi lokasi industri yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Biaya transportasi dan upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang secara fundamental menentukan pola lokasi. Kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi merupakan kekuatan lanjutan yang berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang (Priyarsono, Sahara, dan Firdaus 2007).

Sumber: (Priyarsono, Sahara, Firdaus 2007)

Gambar 1 menjelaskan terdapat tiga industri yang masing-masing memiliki lokasi biaya transportasi minimum pada titik T1, T2, dan T3. Masing-masing industri memiliki isodapan kritis yang saling berpotongan pada lokasi A. Dengan demikian, aglomerasi akan terjadi pada titik A karena lokasi itu lebih efisien dibandingkan dengan titik T masing-masing. Akan tetapi, apabila isopadan kritis dari masing-masing industri tidak berpotongan maka aglomerasi tidak akan terjadi. Weber juga menyadari bahwa hal ini jarang terjadi karena industri-industri baru cenderung tidak mau bernegosiasi terlebih dahulu untuk menentukan lokasi mereka. Umumnya yang terjadi adalah industri baru memilih lokasi yang dekat dengan industri yang sudah ada atau memilih berlokasi pada titik T (Priyarsono, Sahara, dan Firdaus 2007).

Apabila Weber melihat persoalan lokasi dari sisi produksi, August Losch melihat persoalan lokasi dari sisi permintaan (pasar). Losch menyatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen. Semakin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar yang identik dengan penerimaan besar (Priyarsono, Sahara, dan Firdaus 2007).

T1 T2

T3 A

(20)

8

Berdasarkan teori lokasi di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan teori pemilihan lokasi untuk menentukan lokasi pasar tradisional dan pasar modern. Keberadaan pasar tradisional dan pasar modern cenderung beraglomerasi dan mendekati pusat keramaian. Pasar modern umumnya memilih lokasi yang dekat dengan pasar modern lain dan pasar tradisional. Lokasi yang berdekatan akan menimbulkan persaingan yang ketat serta mengurangi peluang untuk mendapatkan omzet yang lebih besar.

Teori Aglomerasi

Aglomerasi ekonomi adalah berkumpulnya aktivitas-aktivitas kegiatan ekonomi pada satu lokasi. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan produksi yang menghasilkan barang atau kegiatan penjualan barang yang berada pada satu lokasi. Terdapat beberapa keuntungan jika aktivitas mengelompok, yakni sebagai berikut (Priyarsono, Sahara, dan Firdaus 2007):

1. Bagi aktivitas produksi, dapat menghemat biaya transportasi dalam membeli input. Hal ini disebabkan karena prusahaan-prusahaan yang menjual input antara berlokasi di wilayah yang sama dan relatif berdekatan sehingga waktu dan jarak tempuh juga relatif singkat.

2. Bagi aktivitas penjualan, menghemat biaya iklan. Toko-toko tidak perlu melakukan promosi produk yang dijual karena masyarakat sudah mengetahui lokasi penjualan.

Disamping memiliki keuntungan, aglomerasi ekonomi memiliki kerugian yaitu:

1. Timbul kemacetan disebabkan oleh banyaknya arus kendaraan yang keluar masuk di wilayah tersebut.

2. Timbul polusi di sekitar aktivitas tersebut. Misalnya polusi udara yang timbul dari bahan bakar kendaraan yang keluar masuk wilayah tersebut. 3. Angka kriminalitas meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya

jumlah penduduk yang bermigrasi ke wilayah tersebut sehingga menimbulkan berbagai macam persoalan kriminalitas seperti: pencurian.

Omzet

Omzet ialah jumlah penghasilan yang diperoleh dari hasil menjual barang (dagangan) tertentu selama suatu masa jual. Omzet yang diperoleh pedagang baik di pasar modern maupun pasar tradisional terkadang tidak sama. Oleh karena itu, pada penelitian ini omzet yang dimaksud adalah rata-rata omzet harian yang diperoleh dari pedagang di sektor produk segar, produk olahan, dan produk sandang pada pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.

Penelitian Terdahulu

(21)

9 pelayanan, ukuran yang akurat, lokasi dan suasana outlet (keamanan, kenyamanan, dan kebersihan). Perbedaan karakteristik yang berbanding terbalik tersebut semakin memperlemah posisi ritel tradisional. Sehingga menurut Utomo perlu adanya penguatan kemampuan bersaing ritel tradisional dan perlu banyak peran serta pemerintah sebagai pemilik kekuasaan regulasi. Strategi yang paling mungkin dilakukan oleh ritel tradisional ialah bagaimana menjalin sinergi dengan ritel modern, bukan dengan saling berhadapan untuk menyerang.

Penelitian Agustina (2009) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor dengan menggunakan analisis panel data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor tahun 1998 sampai 2003 lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Tahun 2003 sampai 2008 yakni ketika era booming pasar modern mulai berlangsung, pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitian ini faktor yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga, dan tingkat pendapatan per kapita. Apabila terjadi kenaikan pada populasi penduduk, jumlah rumah tangga, dan pendapatan per kapita di Kota dan Kabupaten Bogor akan menyebabkan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten semakin meningkat.

Hasil penelitian Hartati (2006) menunjukkan bahwa pergeseran dengan indikator jumlah pasar diketahui dari jumlah pasar tradisional yang cenderung mengalami penurunan sedangkan jumlah pasar modern cenderung meningkat. Selain itu laju pertumbuhan jumlah pasar tradisional juga cenderung bernilai negatif sedangkan pasar modern cenderung positif. Pergeseran dengan indikator omzet dilihat dari omzet penjualan kedua pasar yang terus mengalami peningkatan, namun peningkatan omzet pasar tradisional lebih lambat dan lebih rendah dibandingkan dengan pasar modern dalam periode 1999-2003. Laju pertumbuhan omzet juga mencerminkan pergeseran yang dilihat dari pertumbuhan omzet pasar tradisional pada periode 2001-2002 menurun sementara di pasar modern seperti hypermarket mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen lebih tertarik untuk berbelanja di pasar modern daripada di pasar tradisional.

Berdasarkan hasil penelitian, peraturan seperti Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.145/MPP/Kep/5/97 dan Menteri Dalam Negeri No. 57 tahun 1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan, Surat Keputusan (SK) Menperindag No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan serta SK Menperindag No. 261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan cukup efektif dalam mengurangi pertumbuhan jumlah pasar modern pada kurun waktu 2000 dan 2005, tetapi kurang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah pasar tradisional karena masih terdapat beberapa kendala seperti batasan mengenai perdagangan eceran dan grosir belum jelas serta kendala dari pemerintah daerah.

(22)

10

daya beli pelanggan sebagai akibat lonjakan harga BBM pada 2005 dan peningkatan persaingan dengan PKL yang berjualan di lahan parkir dan area lain di sekitar pasar, dan bahkan menutup pintu masuk pasar. Penyebab ketiga yang terkait kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional adalah supermarket. Analisis dampak kuantitatif mengungkapkan hasil analisis stasitistik untuk berbagai indikator kinerja pasar tradisional, seperti keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai. Diantara ketiga indikator kinerja tersebut, supermarket secara statistik hanya berdampak pada jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang di pasar tradisional menjadi berkurang bila keberadaan pasar dekat dengan supermarket, dan demikian sebaliknya.

Sadewisasi (2011) pada penelitiannya menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik, posisi, dan potensi usaha ritel tradisional. Selain itu digunakan uji t berpasangan (paired t test) untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan setelah adanya usaha ritel modern. Hasil penelitian Sadewisasi (2011) mengidentifikasi adanya penurunan omzet penjualan karena kehadiran ritel modern. Nilai signifikansi jumlah omzet penjualan usaha ritel tradisional sebelum terdapat usaha ritel modern dan setelah terdapat ritel modern sebesar 0.000 maka tolak H0 artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah omzet penjualan usaha ritel tradisional dan setelah adanya ritel modern.

Kerangka Pemikiran Konseptual

Kebijakan pemerintah mengenai investasi asing langsung dalam sektor usaha ritel tahun 1998 telah mendorong ritel asing masuk ke Indonesia. Kehadiran ritel modern telah memperkaya industri ritel di Indonesia. Industri ritel yang dikenal di Indonesia ada dua yakni ritel modern dan pasar tradisional. Sejak tahun 1998 sampai akhir 2013 terus terjadi peningkatan jumlah ritel modern di hampir seluruh kota di Indonesia. Kota Bandar Lampung merupakan salah satu kota yang memiliki pertumbuhan ritel modern yang tinggi dalam lima tahun terakhir. Peningkatan jumlah ritel modern di Kota Bandar Lampung tidak diiringi dengan pertumbuhan jumlah pasar tradisional.

(23)

11

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada bulan februari hingga maret 2014. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tempel Rajabasa, Pasar Koga, dan Pasar Panjang Kota Bandar Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan melalui tahapan pengambilan sampel.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) pusat, Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung, APINDO (Asosiasi Pedagang Indonesia) Lampung, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bandar Lampung, serta beberapa artikel dan literatur yang terkait dengan penelitian. Data primer didapatkan melalui

Gambar 2 Kerangka pemikiran konseptual Kebijakan pemerintah

Perkembangan ritel di Indonesia

Pasar tradisional Ritel modern

Jumlah ritel modern terus bertambah

Menurunnya jumlah pasar tradisional

Persaingan dan kinerja pedagang di

pasar tradisional Kota Bandar

Lampung

Faktor yang memengaruhi omzet

pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung

Pengaruh jarak pasar ritel modern dan pasar

tradisional terhadap omzet pedagang di

pasar tradisional

(24)

12

kuisioner yang diberikan kepada para pedagang di sektor produk olahan, produk segar, dan produk sandang pada pasar tradisional di Kota Bandar Lampung. Total responden dalam penelitian ini berjumlah 90 pedagang yang terbagi ke dalam tiga pasar.

Metode Pengambilan Contoh

Data primer dikumpulkan dari 90 pedagang di pasar tradisional yang mewakili seluruh pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Adapun tahapan dalam menentukan sampel pedagang di pasar tradisional sebagai berikut:

1. Menentukan pasar modern (supermarket, hypermarket, dan departement store) yang beroperasi minimal tahun 2008. Terdapat 18 pasar modern yang sudah ada sejak tahun 1998 sampai 2013 (Lampiran 5).

2. Melakukan pengukuran jarak antara pasar modern dan pasar tradisional, pasar yang berjarak kurang dari lima kilometer dijadikan pasar perlakuan dan yang berjarak paling jauh dijadikan pasar kontrol. Terdapat enam pasar tradisional yang berjarak kurang dari lima kilometer dari pasar modern dan terdapat dua pasar tradisional yang berjarak paling jauh dari pasar modern yakni 10 kilometer dan 12 kilometer (Lampiran 3).

3. Pasar perlakuan dan pasar kontrol harus memenuhi syarat berikut: pasar tradisional harus menjual produk yang sama dengan pasar modern (produk segar, produk olahan, dan produk sandang), pasar tradisional beroperasi setiap hari, dan pedagang yang boleh diwawancarai minimal sudah tiga tahun berdagang di pasar tersebut.

4. Berdasarkan tahapan yang telah dilakukan diperoleh tiga pasar tradisional sampel yakni: Pasar Tempel Rajabasa dan Pasar Koga sebagai pasar perlakuan, sedangkan Pasar Panjang sebagai pasar kontrol. Masing-masing pasar sampel berada pada kecamatan yang berbeda. Dilakukan wawancara kepada 30 pedagang di masing-masing pasar sampel. Setiap pasar mewakili ketiga kategori produk sehingga satu pasar terdiri dari 10 pedagang produk segar, 10 pedagang produk olahan, dan 10 pedagang produk sandang.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan independent t test, chi square, dan paired t test untuk melihat persaingan dan kinerja pedagang, dan

(25)

13 Tabel 5 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode AnalisisData 1 square test, dan paired t test Ordinal logistic regression

Metode Uji t Dua Sampel Independen (Independent Sample t test)

Menurut Santoso (2012), independent sample t test adalah salah satu metode pengujian hipotesis dengan tujuan membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain. Sehingga dapat diketahui apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau jelas berbeda. Uji independent sample t test pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui karakteristik responden dengan melihat adanya perbedaan rata-rata umur, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios, dan jumlah pembeli antara pedagang di pasar perlakuan dengan pedagang di pasar kontrol. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata (umur, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios, dan jumlah pembeli) antara pedagang di pasar perlakuan dengan pedagang di pasar kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata (umur, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios, dan jumlah pembeli) antara pedagang di pasar perlakuan dengan pedagang di pasar kontrol.

Pengambilan keputusan terhadap uji hipotesis dapat dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel atau melihat nilai probabilitas dengan hasil kesimpulan yang sama. Jika statistik hitung (output t) > statistik tabel (tabel t) maka tolak H0 dan jika statistik hitung (output t) < statistik tabel (tabel t) maka terima H0. Sedangkan pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas jika

probabilitas > α maka terima H0 dan jika probabilitas < α maka tolak H0.

Uji t Dua Sampel Berpasangan (paired t test)

Santoso (2012) mengatakan, uji t dua sampel berpasangan (paired t test) adalah sebuah sampel dengan subjek yang sama, namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Tujuan metode ini adalah untuk menguji dua sampel yang berpasangan, apakah keduanya mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda ataukah tidak. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata (keuntungan dan omzet) sebelum dan setelah adanya pasar modern

(26)

14

Pengambilan keputusan terhadap uji hipotesis dapat dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel atau melihat nilai probabilitas dengan hasil kesimpulan yang sama. Jika statistik hitung (output t) > statistik tabel (tabel t) maka tolak H0 dan jika statistik hitung (output t) < statistik tabel (tabel t) maka terima H0. Sedangkan pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas jika

probabilitas > α maka terima H0 dan jika probabilitas < α maka tolak H0.

Metode Uji Chi Square

Analisis chi square termasuk kedalam statistik non parametrik, karena data untuk analisis chi square berupa data nominal (kategorikal). Berbeda dengan analisis regresi, analisis chi square hanya membahas apakah ada hubungan di antara variabel tertentu ataukah tidak ada hubungan (untuk uji independensi) dan tidak membahas seberapa jauh hubungan tersebut (Santoso 2012).

2 = [(� −� )2� ]

Keterangan:

� : frekuensi pengamatan baris ke-i, kolom ke-j

� : frekuensi harapan baris ke-i, kolom ke-j

H0 : Tidak terdapat hubungan antara karakteristik (jenis kelamin, pendidikan, status tempat usaha, produk, segmen pembeli terbanyak, pemasok, metode pembayaran, omzet, dan keuntungan) pedagang di pasar perlakuan dengan pedagang di pasar kontrol.

H1 : Terdapat hubungan antara karakteristik (jenis kelamin, pendidikan, status tempat usaha, produk, segmen pembeli terbanyak, pemasok, metode pembayaran, omzet, dan keuntungan) pedagang di pasar perlakuan dengan pedagang di pasar kontrol.

Berdasarkan perbandingan chi square hitung dan chi square tabel apabila

chi square hitung > chi square tabel maka tolak H0, dan jika chi square hitung <

chi square tabel maka terima H0. Namun berdasarkan probabilitas, jika nilai

probabilitas > α maka terima H0dan jika nilai probabilitas < α maka tolak H0.

Korelasi Rank Spearman

Koefisien korelasi Rank Spearman (rs) merupakan salah satu ukuran deskriptif untuk mengukur tingkat korelasi dua variabel, dengan syarat kedua variabel minimal mencapai pengukuran ordinal Firdaus, Harmini, dan Afendi (2011).

− ∑

√ Keterangan:

tx : Banyaknya observasi sama pada variabel X untuk rank tertentu ty : Banyaknya observasi sama pada variabel Y untuk rank tertentu di : Perbedaan rank X dan rank Y pada observasi ke-i

i : Observasi ke-i, untuk i = 1,2, . . ., n

(27)

15 Nilai rs bisa bertanda positif dan bisa bertanda negatif, nilai mutlaknya maksimal 1 dan minimal 0. Bila nilai rs= 0 berarti kedua variabel tidak berkorelasi dan bila nilai rs= 1 berarti kedua variabel berkorelasi sempurna. Tanda positif pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah.

Metode Logit

Menurut Firdaus, Harmini, dan Afendi (2011) peubah respon dalam analisis regresi yang berupa peubah kategorik maka analisis regresi yang dapat digunakan adalah analisis logistik. Berdasarkan tipe peubah kategorik peubah responnya, analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi tiga diantara lain:

1. Biner : regresi logistik biner 2. Nominal : regresi logistik nomial 3. Ordinal : regresi logistik ordinal

Dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi omzet penulis menggunakan metode ordinal logit. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Dimana:

Logit � = Peluang tingkat omzet pedagang di pasar tradisional akibat pendirian pasar ritel modern (nilai “1” jika omzet kurang dari Rp 1 juta, nilai “2” jika omzet Rp 1 juta

Lama_Berdagang = Lama berdagang (tahun) Jumlah_Pembeli = Jumlah pembeli (orang) Pendidikan = Pendidikan (tahun)

Jarak = Jarak (nilai “0” jika jauh dari pasar ritel modern dan nilai

“1” jika dekat dari pasar ritel modern)

Diversifikasi_Produk = Diversifikasi produk (nilai “0” jika menjual satu jenis dan nilai “1” jika menjual lebih dari satu jenis)

Produk_Segar = Menjual produk segar (nilai “0” jika menjual lainnya dan

nilai “1” jika menjual produk segar)

Produk_Olahan = Menjual produk olahan (nilai “0” jika menjual lainnya dan nilai “1” jika menjual produk olahan)

Letak_Kios = Letak kios (nilai “0” jika letak kios di belakang dan nilai

“1” jika letak kios di belakang)

Uji Kebaiksuaian Model

(28)

16

Hipotesis:

H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model

H1 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model

Jika p-value dari ketiga statistik tersebut lebih besar dari taraf nyata ( = 0.1) maka keputusannya adalah menerima H0 yang artinya model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi.

Uji Signifikansi Variabel Prediktor Secara Individu

Juanda (2009) mengatakan pengujian yang dilakukan untuk menguji faktor mana yang berpengaruh nyata terhadap pilihan. Dalam hal ini dapat menguji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan uji Wald (Wj).

̂

�̂

Keterangan: ̂ = Penduga

�̂ = Penduga standard error dari k = Koefisien variabel prediktor ke-k Hipotesis:

H0 = k = 0 (peubah Xk tidak berpengaruh nyata)

H1 = k ≠0, k=1,2,...,k (peubah Xk berpengaruh nyata)

Statistik Wj mengikuti sebaran normal (Z), jika nilai Wj > Z /2 two-tailed p-value dari statistik Wj lebih kecil dari taraf nyata ( = 0.1) maka keputusannya adalah menolak H0 artinya variabel prediktor ke-k tersebut berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap variabel respon.

Rasio Odd

(29)

17

GAMBARAN UMUM

Letak Geografis Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung

Lokasi pasar ritel modern di Kota Bandar Lampung rata-rata berada pada pusat keramaian. Pertumbuhan pasar ritel modern relatif pesat dan lokasinya satu sama lain berdekatan. Kecamatan Tanjung Karang Pusat dan Kecamatan Rajabasa memiliki pasar ritel modern (supermarket, departement store, dan hypermarket)

yang lebih banyak dari kecamatan lainnya di Kota Bandar Lampung (Gambar 3).

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Sumber: Bandar Lampung dalam angka 2013

Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung

(30)

18

mendekati pertumbuhan ekonomi nasional memiliki nilai tambah untuk menjadikan Kota Bandar Lampung sebagai kota metropolitan di Provinsi Lampung. Peningkatan daya beli masyarakat telah mendorong meningkatnya tingkat konsumsi dan perubahan gaya hidup yang lebih modern. Terbukti dari meningkatnya jumlah pasar modern secara keseluruhan di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sejak tahun 1998 sudah terdapat empat

supermarket di Kota Bandar Lampung. Menginjak tahun 2000 pertumbuhan

supermarket, hypermarket, dan departement store terus meningkat. Peningkatan jumlah pasar modern menjadikan persaingan yang ketat antar pasar modern lokal maupun pasar modern asing di Kota Bandar Lampung. Sebagai akibatnya, terdapat dua supermarket yang telah lebih dulu ada tersingkir karena kalah bersaing dengan supermarket yang baru. Pada tahun 2008 Alfa supermarket

digantikan oleh Plaza Lotus, kemudian pada tahun 2009 Artomoro supermarket

digantikan oleh Central Plaza.

Tabel 6 Daftar nama pasar modern di Kota Bandar Lampung dan tahun beroperasi

No Nama pasar modern Tahun beroperasi

1 Chandra Supermarket 1998

2 Ramayana Supermarket 1998

3 Alfa/Plaza Lotus 1998

4 Glael Supermarket 2001

5 Chandra Supermarket 2002

6 Simpur Center Mall 2003

7 Mall Kartini 2003

8 Chandra Supermarket 2007

9 Artomoro/Central Plaza 1998

10 Robinson 2012

Pasar Tradisional di Kota Bandar Lampung

(31)

19 pasar. Adapun penjelasan mengenai nama dan tahun berdiri pasar milik pemerintah dapat dilihat melalui Tabel 7.

Tabel 7 Nama dan tahun berdiri pasar tradisional milik pemerintah Kota Bandar Lampung

Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa terdapat 17 pasar tradisional yang dikelola oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung sampai tahun 2013. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang penulis lakukan dengan Dinas Pengelola Pasar, dari 17 pasar tradisional yang ada diketahui terdapat dua pasar yang sedang dikembangkan untuk menjadi pasar tradisional semi modern yakni Pasar Terminal Kemiling dan Pasar Bambu Kuning. Sisanya sebanyak 11 pasar tradisional dimiliki dan dikelola oleh pihak swasta.

Pasar tradisional milik pemerintah dikelola oleh Dinas Pasar Kota Bandar Lampung. Adapun tugas Dinas Pasar Kota Bandar Lampung adalah mengelola pasar milik pemerintah, menyediakan sarana prasarana untuk pedagang dan pasar, serta menarik retribusi pengelolaan pasar yang sebagian digunakan untuk pemasukan PAD Kota Bandar Lampung. Terdapat dua retribusi yang ditarik dari pedagang di pasar tradisional milik pemerintah, diantaranya tarif kebersihan di lingkungan pasar dan retribusi pelayanan pasar. Berdasarkan peraturan walikota Bandar Lampung Nomor. 99 Tahun 2011 tentang cara pelaksanaan pemungutan atau kebersihan di lingkungan pasar, ditetapkan tarif retribusi kebersihan pasar milik pemerintah seperti yang tertera pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8 Tarif kebersihan pasar Kota Bandar Lampung

No Jenis tempat Tarif (Rp) Frekuensi

1 Toko/Kios 2.000 Per hari

2 Los Amparan 1.500 Per hari

3 Pelataran amparan/ Bakulan 1.000 Per hari

4 Gerobak dorong, kendaraan insidentil/Promosi 1.000 Per hari Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung

(32)

20

hari, gerobak dorong dan kendaraan sebesar Rp 1 ribu per hari, serta untuk kegiatan promosi atau insidentil di pasar tradisional milik pemerintah sebesar Rp 1 ribu per hari. Pasar swasta menerapkan tarif kebersihan disesuaikan dengan besarnya tempat berdagang dan lokasi strategis tempat berdagang. Umumnya tarif kebersihan yang dibayarkan pedagang di pasar swasta dua kali lipat diatas tarif yang dibayarkan oleh pedagang di pasar pemerintah, karena besarnya tarif kebersihan ditentukan oleh pemilik pasar.

Selain tarif retribusi kebersihan terdapat retribusi pelayanan pasar, baik pasar tradisional milik pemerintah ataupun swasta. Berdasarkan peraturan walikota Bandar Lampung Nomor. 101 Tahun 2011 tentang cara pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar dapat dilihat melalui Tabel 9 berikut. Pemungutan tarif retribusi pelayanan pasar milik pemerintah ditentukan berdasarkan ukuran tempat berdagang. Ukuran tempat berdagang sebesar 16 m2 atau lebih dikenakan tarif sebesar Rp 4 ribu per hari, ukuran tempat berdagang sebesar 12 m2 sampai 15m2 dikenakan tarif sebesar Rp 3 ribu per hari, ukuran tempat berdagang sebesar kurang dari 9 m2 dikenakan tarif sebesar Rp 2 ribu per hari, dan ukuran tempat berdagang sebesar 1 m2 dikenakan tarif sebesar Rp 1 ribu per hari. Sama seperti tarif retribusi kebersihan, pasar milik swasta menerapkan tarif retribusi pelayanan pasar yang lebih besar dibandingkan pasar milik pemerintah yakni sebesar Rp 4 ribu sampai Rp 8 ribu.

Tabel 9 Retribusi pelayanan pasar Kota Bandar Lampung

No Ukuran tempat berdagang Tarif (Rp/m2) Frekuensi waktu 1 4m x 4m (16 m2 atau lebih) 4.000 Per hari 2 3m x 4m (12 m2 sampai 15 m2) 3.000 Per hari 3 3m x 3m (kurang dari 9 m2) 2.000 Per hari

4 1m x 1m (insidentil) 1.000 Per hari

Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung

Terdapat perbedaan diantara pasar tradisional milik pemerintah dan pasar tradisional milik swasta. Pasar tradisional milik pemerintah pada umumnya mengutamakan kesejahteraan para pedagang sedangkan pasar milik swasta fokus pada pencarian profit. Terbukti dari penerapan tarif retribusi yang diterapkan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, para pedagang di pasar milik swasta mengaku tarif retribusi per hari dirasa terlalu berat namun mereka tidak memiliki pilihan lain sebab jika tidak membayar retribusi maka mereka tidak diperbolehkan berdagang di pasar.

Berdasarkan tahap pengambilan sampel pasar diperoleh tiga pasar tradisional di Kota Bandar Lampung. Masing-masing pasar tradisional berada pada kecamatan yang berbeda. Pemilihan ketiga pasar tradisional disesuaikan dengan syarat yang telah ditentukan sebelumnya. Ketiga pasar tradisional tersebut adalah Pasar Tempel Rajabasa, Pasar Koga, dan Pasar Panjang. Berikut merupakan penjelasan mengenai ketiga pasar tradisional yang menjadi objek dalam penelitian ini.

Deskripsi Pasar Tempel Rajabasa

(33)

21 lahan berukuran 2 000 m2. Bangunan pasar berbentuk memanjang dipinggir jalan, terdapat tiga bangunan pasar yang di sekat berdasarkan jenis dagangan. Adapun jenis dagangan yang dijual di pasar ini mulai dari produk olahan, kue, aneka minuman, ikan, daging, kebutuhan dapur, dan kebutuhan sandang. Sampai saat ini jumlah kios yang ada di pasar tempel rajabasa berjumlah 100 unit. Umumnya pelanggan pasar ini adalah masyarakat yang memiliki rumah didekat pasar. Pasar Tempel Rajabasa beroperasi setiap hari dengan jam operasi mulai dari jam 06.00 sampai 11.00 WIB terkecuali hari sabtu dan minggu yakni tutup pukul 15.00 WIB.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari para pedagang, rata-rata mereka mengeluhkan uang sewa dan tarif retribusi yang terus meningkat sementara jumlah pembeli menurun. Fasilitas dirasa masih kurang, sebab tempat berdagang mereka sudah tidak nyaman dan harus segera diperbaiki, suasana pasar yang panas, dan terlihat kotor membuat pengunjung dan pedagang tidak nyaman. Selain itu Pasar Tempel Rajabasa tidak memiliki area parkir dan keamanan yang jelas sehingga sebagian pembeli enggan masuk ke pasar ini. Hasil wawancara yang dilakukan dengan pemilik pasar diperoleh informasi bahwa perbaikan tempat berdagang di Pasar Tempel Rajabasa akan diperbaiki awal bulan april 2014 mengingat pedagang yang sudah tidak nyaman lagi dengan tempat berdagangnya. Namun revitalisasi dilakukan secara bertahap agar tidak terlalu banyak tempat berdagang yang kosong.

Deskripsi Pasar Koga

Pasar Koga terletak di Jalan Teuku Umar Kecamatan Kedaton. Pasar ini didirikan pada 1970 oleh KOREM (Komandan Resort Militer) dengan luas tanah sebesar 3 857m2. Pengelola Pasar Koga adalah anggota KOREM, termasuk kepala pasar dan penarik retribusi dari pedagang. Selain uang sewa kios terdapat retribusi yang dibayar oleh para pedagang diantaranya retribusi kebersihan dan keamanan pasar. Tahun 1993 terjadi kebakaran di Pasar Koga sehingga banyak pedagang yang memutuskan untuk tidak berjualan lagi karena bangkrut. Tahun 1995 Pasar Koga direvitalisasi, kemudian direvitalisasi kembali pada tahun 2009. Sampai saat ini jumlah pedagang di pasar ini sekitar 250 orang baik yang menyewa kios maupun los amparan.

(34)

22

Pasar Panjang

Pasar Panjang merupakan salah satu pasar milik pemerintah daerah yang dikelola oleh Dinas Pasar Kota Bandar Lampung. Pasar ini berdiri pada tahun 1990 dan terletak di Kecamatan Panjang dengan luas tanah 33 700 m2 dan luas bangunan sebesar 20 250 m2. Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas pasar terdapat 7 ruko, 50 kios, dan 136 los amparan di Pasar Panjang.

Pengelolaan Pasar Panjang dilakukan oleh Dinas Pasar Kota Bandar Lampung. Adapun jenis retribusi yang ditagihkan kepada pedagang mencakup tarif kebersihan dan pelayanan pasar. Berdasarkan PERDA yang dikeluarkan, pedagang yang berjualan di area pasar wajib membayar retribusi kebersihan sebesar Rp 1 ribu sampai Rp 2 ribu per hari disesuaikan dengan tempat berdagang. Selain itu pedagang yang berjualan di area pasar wajib membayar retribusi pelayanan pasar sebesar Rp 1 ribu sampai Rp 4 ribu per hari sesuai dengan PERDA yang dikeluarkan oleh walikota. Namun untuk tarif retribusi pelayanan pasar, dinas pasar memberikan keringanan untuk para pedagang yakni menyamaratakan tarif pelayanan pasar sebesar Rp 2 ribu per hari karena disesuaikan kemampuan membayar pedagang.

Komoditi Utama yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

Rata-rata pasar tradisional di Kota Bandar Lampung menyediakan kebutuhan harian masyarakat seperti: produk segar, produk olahan, dan produk sandang. Pasar yang menjadi objek penelitian adalah pasar yang menjual produk segar, produk olahan, dan produk sandang. Tidak semua pasar tradisional di Kota Bandar Lampung menjual ketiga produk tersebut seperti Pasar Gudang Lelang yang hanya menjual ikan segar saja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diperoleh komoditi utama yang dijual dan proporsi pedagang di ketiga pasar tersebut (Tabel 10). Hasil yang didapatkan pada penelitian penulis. Pasar tradisional perlakuan memiliki proporsi terbesar menjual pakaian dengan persentase sebesar 26.70%. Diurutan selanjutnya terdapat sayur-sayuran, beras, dan bumbu-bumbuan. Terdapat responden yang menjawab menjual komoditi lainnya dalam bentuk produk olahan yakni snack, bakso, nasi sayur, pempek dan es. Pasar tradisional kontrol memiliki proporsi pedagang terbesar menjual pakaian dan beras dengan masing-masing proporsi sebesar 16.70%. Diurutan selanjutnya terdapat komoditi ikan dan sepatu. Adapun responden yang menjawab komoditi lainnya sebesar 6.70% dari total keseluruhan. Komoditi lainnya yang dijual di pasar kontrol berbentuk produk olahan snack.

Data pada Tabel 10 menunjukkan jenis komoditi yang dijual oleh pedagang di kedua kelompok pasar tradisional. Mayoritas pedagang di pasar perlakuan menjual pakaian, sedangkan mayoritas pedagang di pasar kontrol menjual pakaian dan beras. Artinya terdapat persaingan antara pedagang pakaian yang cukup ketat sehingga harga pakaian di pasar perlakuan lebih kompetitif daripada komoditi lain, hal yang sama terjadi pada pedagang di pasar kontrol yang menjual pakaian dan beras. Para pedagang menjual barang dagangan sesuai dengan banyaknya permintaan konsumen dan pedagang di kedua pasar rata-rata menjual dua sampai tiga jenis komoditi. Hal ini berbeda dengan penelitian penelitian Suryadarma et al

(35)

23 tradisional adalah penjualan sayur-sayuran diikuti oleh bahan makanan dan minuman. Harga beras dan daging cenderung berubah-ubah dan lebih sering meningkat sehingga memiliki proporsi pedagang yang lebih sedikit.

Tabel 10 Komoditi utama yang dijual dan proporsi pedagang di ketiga pasar tradisional

Karakteristik Responden Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

Sub bab ini menjelaskan perbedaan dan persamaan dua kelompok pasar tradisional yakni pasar perlakuan dan pasar kontrol. Dimulai dari karakteristik responden, jumlah pelanggan di pasar tradisional dan nilai pembelian pelanggan di pasar tradisional. Pengujian persamaan dan perbedaan di kedua kelompok pasar tradisional menggunakan metode analisis uji beda t dan chi square test.

(36)

24

Tabel 11 Karakteristik responden dengan uji t test No Variabel Pasar perlakuan

(n=60) responden pedagang di pasar perlakuan dan pasar kontrol. Adapun karakteristik yang diuji dalam uji chi square meliputi: jenis kelamin, letak kios, dan status kepemilikan tempat usaha. Karakteristik responden yang signifikan pada penelitian ini adalah status tempat usaha. Status kepemilikan tempat usaha di pasar perlakuan dan pasar kontrol didominasi oleh status kepemilikan sewa kios daripada milik sendiri ataupun tidak keduanya. Namun untuk variabel jenis kelamin dan letak kios tidak signifikan berdasarkan uji chi square yang dilakukan. Tabel 12 Karakteristik responden dengan uji chi square

Karakteristik responden Jenispasar

Significance

Pasar perlakuan (n=60)

Pasar kontrol (n=30)

Jenis kelamin Perempuan 66,70 60,00

Laki-laki 33,30 40,00

(37)

25 merupakan pangsa pembeli terbesar dalam jumlah konsumen dan nilai pembelian. Sebesar 41.5% responden mengakui bahwa pelanggan utama mereka adalah warung. Diurutan selanjutnya terdapat rumah tangga, restoran, dan pedagang keliling.

Tabel 13 Jumlah pelanggan di pasar tradisional No Variabel Pasar perlakuan

(n=60)

Keterangan: Berdasarkan t test: ***signifikan pada taraf nyata 1%; **signifikan pada taraf nyata 5%; *signifikan pada taraf nyata 10%.

Selain proporsi jumlah pelanggan di pasar tradisional terdapat proporsi nilai pembelian pelanggan. Besarnya jumlah konsumen yang membeli barang dagangan belum tentu menggambarkan besar nilai pembelian yang dilakukan. Tabel 14 menggambarkan nilai pembelian pelanggan pada pasar perlakuan dan pasar kontrol. Berdasarkan uji t yang dilakukan diperoleh dua variabel yang signifikan pada nilai pembelian yakni variabel rumah tangga dan variabel restoran atau catering. Rata-rata nilai pembelian rumah tangga pada pasar perlakuan lebih besar daripada pasar kontrol (Tabel 14). Berbeda pada tabel nilai pembelian pelanggan restoran atau catering di pasar kontrol lebih besar dibandingkan rata-rata pelanggan restoran atau catering di pasar perlakuan.

Tabel 14 Nilai pembelian dan pelanggan pasar tradisional No Variabel Pasar Perlakuan

(n=60) Keterangan: Berdasarkan t test: ***signifikan pada taraf nyata 1%; **signifikan pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Persaingan dan Kinerja Pedagang dalam Pasar Tradisional di Kota Bandar Lampung

(38)

26

produksi sendiri, produksi orang lain, penyalur, tengkulak atau pedagang pengumpul, pasar induk, dan grosir. Berdasarkan uji chi square pada Tabel 15 pemasok utama yang dipilih pedagang baik di pasar perlakuan maupun pasar kontrol adalah pemasok grosir sesuai dengan hasil penelitian Saddewisasi et al

(2011) namun berbeda dengan penelitian Suryadarma et al (2007).

Saddewisasi et al( 2011) pada penelitiannya mengatakan, responden membeli langsung barang dagangan ke pasar atau tempat grosir karena barang yang dibeli biasanya tidak banyak dan cenderung untuk memenuhi kebutuhan konsumen sehari-hari dalam partai kecil, selain itu juga dipengaruhi modal usaha yang terbatas. Hasil penelitian Suryadarma et al (2007) diperoleh lebih dari 40% pedagang menggunakan pemasok profesional, akan tetapi sebagian besar dari pedagang tidak hanya menggunakan satu pemasok saja melainkan lebih dari satu. Tabel 15 Pemasok barang bagi pedagang di pasar tradisional

No Pemasok

(39)

27 Tabel 16 Metode pembayaran yang dilakukan pedagang di pasar tradisional No Metode

pembayaran

Jenis pasar (%) Significance

Pasar perlakuan

Keterangan: Berdasarkan chi square test: *signifikan pada taraf nyata 10%. Para pelaku usaha membutuhkan modal guna memulai dan mengembangkan kegiatan usaha. Biasanya modal didapatkan dengan cara meminjam. Pinjaman ada yang menetapkan bunga dan tidak dengan bunga. Penelitian ini membatasi sumber modal dalam delapan kriteria diantaranya: modal sendiri, meminjam dari saudara, meminjam dari teman atau tetangga, bank swasta, bank pemerintah, rentenir atau pelepas uang, BPR atau bank pasar, dan koperasi. Terlihat bahwa pada pasar tradisional perlakuan sebesar 80% pedagang mengaku mendapatkan sumber modal dari modal sendiri, sedangkan pada pasar kontrol sebesar 90% (Tabel 17). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suryadarma et al (2007) yang menemukan 86.8% pedagang menggunakan sumber modal sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung mendapatkan sumber modal dari milik pribadi akibatnya resiko yang ditanggung dalam usaha sangat besar daripada meminjam modal usaha dari bank ataupun bekerja sama dengan pihak lain.

Tabel 17 Sumber modal pedagang di pasar tradisional No Sumber modal kontrol. Jawaban yang diambil hanya pedagang yang mengklaim memiliki pesaing terberat. Hasil uji chi square pada pesaing terberat signifikan, pesaing terberat pedagang di kedua pasar didominasi oleh pedagang lain dalam pasar. Pasar kontrol memiliki persentase sebesar 70% sedangkan pasar perlakuan sebesar 61%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadarma et al

(40)

28

Tabel 18 Pesaing terberat pedagang di pasar tradisional No Pesaing terberat

Jenis pasar (%) Significance

Pasar perlakuan (n=23)

Pasar kontrol (n=10) 1 Pedagang lain di dalam

pasar

61,00 70,00

2 Pasar tradisional lain 26,00 10,00

3 Pasar modern 13,00 0,00

4 Minimarket 0,00 20,00

Total 100,00 100,00 6,846*

Keterangan: Berdasarkan chi square test: *signifikan pada taraf nyata 10%. Memiliki strategi merupakan salah satu faktor untuk menjaga kelangsungan usaha yang dijalankan. Umumnya pelaku usaha menerapkan strategi untuk mempertahankan dan meningkatkan pelanggan. Tabel 19 menunjukkan strategi pedagang di kedua kelompok pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Berdasarkan uji chi square, strategi utama yang dilakukan pada kelompok pasar perlakuan adalah memberikan diskon harga pada pembeli yang membeli barang dalam jumlah yang banyak. Menjaga kebersihan kios merupakan strategi yang mendominasi pedagang di pasar kontrol. Terdapat beberapa responden yang menjawab memiliki strategi lainnya dalam menghadapi pesaing. Adapun strategi lainnya di pasar tradisional perlakuan meliputi: kualitas barang, produk yang terus diperbaharui, keramahan, kelengkapan barang, produk segar, jujur dengan timbangan, dan mengambil keuntungan sedikit. Strategi lainnya pada pasar tradisional kontrol meliputi: produk yang terus diperbaharui, kualitas produk, dan kejujuran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung memiliki strategi khusus untuk menghadapi pesaingnya. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu Suryadarma (2007) dan Sutami (2005).

(41)

29 Tabel 19 Strategi pedagang di pasar tradisional

No Strategi 3 Prioritas bagi pelanggan

(barang dapat dipesan)

Keterangan: Berdasarkan chi square test: ***signifikan pada taraf nyata 1%. Tabel 20 menunjukkan penyebab kelesuan usaha pedagang dari tahun 2008 hingga 2013. Jawaban ini hanya diambil dari pedagang yang mengkalim mengalami penurunan omzet maupun keuntungan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan uji chi square, penyebab kelesuan usaha pedagang di pasar perlakuan di dominasi oleh meningkatnya persaingan dengan pedagang lain, sedangkan pada pasar kontrol penyebab kelesuan usaha pedagang didominasi oleh daya beli masyarakat yang menurun. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadarma et al (2007) yang mengungkapkan bahwa penyebab utama kelesuan usaha mereka adalah lemahnya daya beli pelanggan karena adanya lonjakan harga BBM pada tahun 2005 dan adanya persaingan dengan PKL.

Tabel 20 Penyebab kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional No Penyebab kelesuan usaha 2 Persaingan dengan pedagang lain

dalam pasar tradisional

Gambar

Tabel 1  PDRB per kapita Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (juta rupiah)
Tabel 4  Perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dan pasar modern
Gambar 2  Kerangka pemikiran konseptual
Gambar 3  Peta lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasar Modern Thamrin Plaza memberikan dampak negatif (perubahan penurunan) terhadap omzet penjualan, keuntungan, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar

Indikator yang digunakan untuk melihat dampak kehadiran ritel modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta adalah data

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kinerja pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi

Sumber data penelitian diperoleh dari pedagang pasar di pasar tradisional Kecamatan Gemolong, masyarakat (konsumen) pengunjung pasar tradisional, dan aparat Dinas

Sumber data penelitian diperoleh dari pedagang pasar di pasar tradisional Kecamatan Gemolong, masyarakat (konsumen) pengunjung pasar tradisional, dan aparat Dinas

Jawaban sementara dari penulis, yaitu Pasar Ritel Modern (Supermarket) memiliki dampak yang cukup besar terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di Wilayah Kota

Variabel independen meliputi jumlah unit pasar tradisional, omzet, jumlah tenaga kerja, jumlah pemasok, dan jumlah pedagang serta dummy kecamatan 1, 2 dan 3..

Keberadaan supermarket secara signifikan memberikan dampak negatif terhadap Omzet penjulan pedagang, jumlah karyawan yang bekerja di nkios pedagang, jumlah pedagang yang