• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEHADIRAN RITEL MODERN TERHADAP

PROFITABILITAS PEDAGANG PASAR TRADISIONAL

DI PROVINSI DKI JAKARTA

ELIS MAISARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ELIS MAISARI. Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh SAHARA.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak ritel kehadiran modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian dilakukan pada tiga pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta, dimana Pasar Jembatan Besi dan Pasar Menteng Pulo sebagai pasar perlakuan (pasar tradisional yang dekat dengan ritel modern), Pasar Lenteng Agung sebagai pasar kontrol (pasar tradisional yang jauh dengan ritel modern). Penelitian ini menggunakan metode uji t (t-test), uji khi-kuadrat (chi-square test) dan ordinal logistic regression. Keberadaan ritel modern memengaruhi perubahan keuntungan pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta. Semakin dekat jarak pasar tradisional terhadap ritel modern maka pedagang pasar tradisional semakin berpeluang untuk menurunkan keuntungan.

Kata kunci: karakteristik, keuntungan, kinerja, ordinal logistic regression, uji khi-kuadrat, uji t

ABSTRACT

ELIS MAISARI. The Impact of Modern Retail on The Profitability Level of Traditional Market Traders in DKI Jakarta. Supervised by SAHARA.

The aims of this research are to analyze the impact of modern retail on the profitability level of traditional market traders in DKI Jakarta. The research was conducted on the three traditional markets in DKI Jakarta, which are Jembatan Besi Market and Menteng Pulo Market as treatment markets (traditional market which is close to the modern retail), Lenteng Agung Market as control market (traditional markets which is far from modern retail). This research uses t-test, chi-square test and ordinal logistic regression. The existence of modern retail affect the profit of traditional market traders changes in DKI Jakarta. The closer distance the traditional market to the modern retail, the more chance of traditional market traders to decrease their profit.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi dan Manajemen

DAMPAK KEHADIRAN RITEL MODERN TERHADAP

PROFITABILITAS PEDAGANG PASAR TRADISIONAL

DI PROVINSI DKI JAKARTA

ELIS MAISARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta

Nama : Elis Maisari NIM : H14100118

Disetujui oleh

Sahara, Ph.D. Pembimbing

Diketahui oleh, Ketua Departemen

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.

NIP. 19641022 198903 1 003

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tidak lupa penulis juga memanjatkan shalawat serta salam ke hadirat Nabi Besar Muhammad SAW. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini, berjudul Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Namun pada akhirnya, penelitian ini berhasil penulis selesaikan atas bantuan, doa, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya.

2. Kedua orang tua penulis, Ismail Abdul Manaf dan Asmani, atas doa, kasih sayang, dorongan moral dan materi bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Kakak, adik, serta seluruh keluarga besar yang memberikan semangat dan dukungan tanpa henti.

3. Terima kasih penulis ucapkan kepada Sahara, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan saran serta kritik selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 4. Dr. Ir. Wiwiek Rindayanti selaku Dosen Penguji dan Dr. Muhammad Findi,

M.E. selaku Komisi Pendidikan, yang telah memberikan saran, kritikan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen khususnya dosen Ilmu Ekonomi IPB yang telah memberikan ilmu serta pengalaman selama penulis menjadi mahasiswi.

6. PD Pasar Jaya, Biro Perekonomian Provinsi DKI Jakarta, serta pengelola pasar dan pedagang Pasar Jembatan Besi, Pasar Menteng Pulo, dan Pasar Lenteng Agung atas bantuan dan kerjasamanya dalam proses pencarian data. 7. Sahabat-sahabat penulis Selly Efriani, Fitria Permata Sari, Meliana, Fithri

Tyas, Ria Rosmayanti, Dwi Laksono Raharjo, Luqman Azis, Cynthia P., Ratna Wulandari, Rini Anggraeni, Sasha, Nindya, Penny, Anggo, Aki dan Pangrio atas semua momen, semangat dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Fitria, Selly, Sasha, Ratna, Triana, Fira, Ezik) atas kerja sama, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini. 9. Seluruh Keluarga Ilmu Ekonomi angkatan 47 dan HIPOTESA khususnya

Divisi INTEL atas momen dan pelajaran hidup yang sangat berharga. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

METODE PENELITIAN 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Penentuan Sampel 13

Metode Analisis 15

GAMBARAN UMUM 18

Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta 18

Ritel Modern di Provinsi DKI Jakarta 18

Deskripsi Pasar Tradisional Sampel 19

Komoditas Utama yang Dijual oleh Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi

DKI Jakarta 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta 21 Persaingan dan Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta 23 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perubahan Keuntungan Pedagang Pasar

Tradisional Provinsi DKI Jakarta 28

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 33

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jarak Ritel Modern ke Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan Rekomendasi PD Pasar Jaya 14

2 Jarak Ritel Modern ke Pasar Tradisional Terpilih di Provinsi DKI

Jakarta 20

3 Komoditas Utama yang Dijual dan Proporsi Pedagang Pasar

Tradisional di Provinsi DKI Jakarta 21

4 Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji t (t-test) 22 5 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi

DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat (Chi-square Test) 22 6 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi

DKI Jakarta Dilihat dari Segmentase Pembeli Terbanyak dengan

Menggunakan Uji t (t-test) 23

7 Metode Pembayaran Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat

(Chi-square Test) 24

8 Pemasok Utama Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat

(Chi-square Test) 24

9 Sumber Modal Usaha Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat

(Chi-square Test) 25

10 Pesaing Terberat Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat

(Chi-square Test) 25

11 Penyebab Kelesuan Usaha Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol

di Pasar Tradisional Provinsi DKI Jakarta 26

12 Strategi Utama Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat (Chi-square Test 27 13 Kinerja Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI

Jakarta dilihat dari Perubahan Omset dan Keuntungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern Menggunakan Paired Samples t-test 28 14 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perubahan Keuntungan Pedagang

Pasar Tradisional Provinsi DKI Jakarta 29

DAFTAR GAMBAR

1 Rekapitulasi Ritel Modern Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 3

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peraturan Mengenai Usaha Ritel di Indonesia: Tingkat Nasional dan

Provinsi DKI Jakarta 33

2 Peta Lokasi Usaha Ritel di Provinsi DKI Jakarta 34 3 Tabel Rincian Rekapitulasi Ritel Modern Di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2014 35

4 Tabel Pasar Tradisional Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 36 5 Tabel Ritel Modern Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 44 6 Output Uji Khi-Kuadrat Komoditas Utama yang

Dijual Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta Jakarta 47 7 Output Independent t-test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 49

8 Output Uji Khi-Kuadrat Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan

Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dilihat dari Jenis Kelamin 50 9 Output Uji Khi-Kuadrat Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan

Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dilihat dari Status Tempat Usaha 51 10 Output Uji Khi-Kuadrat Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan

Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dilihat dari Letak Kios 52 11 Output Independent t-test Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta Dilihat dari

Segmentase Pembeli Terbanyak 53

12 Output Uji Khi-Kuadrat Metode Pembayaran Pedagang Pasar

Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 55 13 Output Uji Khi-Kuadrat Pemasok Utama Pedagang Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 56

14 Output Uji Khi-Kuadrat Sumber Modal Usaha Pedagang Pasar

Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 57 15 Output Uji Khi-Kuadrat Pesaing Terberat Pedagang Pasar

Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 58 16 Output Uji Khi-Kuadrat Penyebab Kelesuan Usaha Pedagang Pasar

Perlakuan dan Pasar Kontrol di Pasar Tradisional Provinsi DKI Jakarta 59 17 Output Uji Khi-Kuadrat Strategi Utama Pedagang Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 60

18 Output Paired Samples t-test Omzet Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar

Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 61

19 Output Paired Samples t-test Keuntungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar

Kontrol di Provinsi DKI Jakarta 62

20 Output Uji Regresi Logistik Ordinal 63

21 Ouput Uji Kolerasi Antar Variabel Independen 64

(12)
(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan ritel modern di Indonesia dimulai dari berdirinya Sarinah Building dibilangan Thamrin Jakarta pada tahun 1964. Kondisi ekonomi yang buruk, harga yang tidak stabil, kemerosotan produksi serta situasi politik yang tidak stabil membuat Sarinah gagal menjadi pelopor yang dicita-citakan. Tahun 1979 masyarakat mulai diperkenalkan kembali pada pola dasar ritel modern dengan berdirinya pusat-pusat perbelanjaan berbasis modern di Indonesia, khususnya Jakarta, seperti Aldiron Plaza di kawasan Blok M. Bersamaan dengan itu bisnis eceran mulai menampakkan pertumbuhan dengan hadirnya supermarket dan departement store (Foster 2008).

Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998 yang mengharuskan diberlakukannya kebijakan liberalisasi. Kebijakan liberalisasi perdagangan di Indonesia dimulai sejak pemerintah Indonesia membuka lebar masuknya ritel asing pada tahun 1998 setelah menandatangani LOI (Letter of Intent) dengan IMF (International Monetary Fund). Keputusan meliberalisasi masuknya investasi asing ke Indonesia sebagai konsensus memberi bantuan dana utang untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah memberikan peluang besar kepada investasi asing untuk masuk di Indonesia (Harvey 2009).

Liberalisasi semakin mendapat tempat dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang semakin memberikan peluang kepada investor asing untuk membuka usaha ritel diseluruh Indonesia (Harvey 2009). Sejak saat itu peritel asing mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel Indonesia. Peritel asing sangat aktif untuk melakukan investasi terutama dalam skala besar dalam bentuk hypermarket dan department store, seperti Continent, Carrefour, Hero, Walmart, Yaohan, Lotus, Mark & Spencer, Sogo, Makro, Seven Eleven, dan sebagainya (KPPU 2008).

Berdasarkan data AC Nielsen (2008), diketahui bahwa pertumbuhan ritel modern setiap tahunnya mencatat kisaran angka 10 % hingga 30 %. Ritel modern tumbuh sejalan dengan pergeseran minat belanja, perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat yang semakin menginginkan kenyamanan belanja, kepastian harga dan keanekaragaman barang kebutuhan yang ada dalam satu toko. Indonesia memiliki sekitar 250 juta penduduk yang menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Maraknya pembangunan ritel modern di kota-kota besar menarik peritel besar untuk membuka gerainya hingga ke wilayah pelosok daerah. Pola sebaran ritel modern masih terkonsentrasi di wilayah tertentu khususnya kota-kota besar seperti seperti Provinsi DKI Jakarta (Foster 2008).

(14)

2

Berdasarkan penjelasan tersebut, judul penelitian ini adalah Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta.

Perumusan Masalah

Dalam menghadapi persaingan ritel modern saat ini, pasar tradisional dituntut untuk dapat berjalan berdampingan dengan ritel modern yang pertumbuhannya semakin tinggi. Di Indonesia terdapat lebih kurang 13 450 pasar tradisional. Jumlah tersebut mampu menampung sekitar 13 juta pedagang kios dan lebih dari sembilan juta pedagang yang berstatus pedagang kaki lima (PKL). Meskipun demikian, kini hampir 90% pasar tersebut tidak dikelola dengan baik. Bahkan menurut data yang berasal dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia (APPSI) pada tahun 2005 menyebutkan bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional harus tutup usaha setiap tahunnya (Malano 2011).

Selain itu, tahun 2010 AC Nielsen menyebutkan adanya penurunan pangsa pasar tradisional menjadi 70% - 67%, sedangkan ritel modern meningkat 30% - 37%. Fakta tersebut berbanding terbalik dengan pertumbuhan ritel modern yang terus menerus bertambah dan semakin merata pola penyebarannya diseluruh penjuru wilayah. Pasar tradisional dituntut untuk dapat bersaing dengan ritel modern yang berkembang pesat. Kehadiran ritel modern, terutama supermarket, hypermarket dan department store dianggap oleh berbagai kalangan telah menyudutkan keberadaan pasar tradisional di perkotaan.

Menurut Rumaru (2011), terdapat persaingan antara pasar tradisional dan ritel modern dari segi perang harga yang diberlakukan, kualitas barang yang diperjualbelikan, kenyamanan konsumen saat berbelanja, dan lokasi pasar. Lokasi pasar tradisonal yang cenderung tidak tertata mebuat pasar tradisional kalah bersaing dengan ritel modern yang semakin tersebar disegala penjuru wilayah. Kondisi fisik pasar tradisional yang pada umumnya becek, kotor, tidak memiliki lahan parkir yang memadai, serta terbatasnya sarana dan pra sarana membuat pasar tradisional semakin kalah bersaing dengan ritel modern.

Selain itu, jam operasi yang lebih panjang dibandingkan dengan pasar tradisional dan konsep one stop shopping yang diusung oleh ritel modern, membuat ritel modern lebih unggul dibandingkan dengan pasar tradisional. Konsep tersebut sangat cocok dan diminati oleh kalangan masyarakat global masa kini yang tergolong masyarakat dengan mobilitas tinggi. Pasar tradisional dan ritel modern rata-rata mempunyai spesifikasi barang dagangan yang hampir sama sehingga berpeluang mengakibatkan terjadi persaingan.

Hingga kini ritel tradisional masih menguasai pasar sekitar 70%, hal ini menunjukkan peluang bisnis ritel modern masih cukup menjanjikan. Selalu akan muncul dan berdiri gerai baru ritel di seluruh Indonesia, karena para pengusaha ritel makin gencar melebarkan jaringannya hingga ke berbagai daerah sampai ke bagian pelosok. Membaiknya perekonomian Indonesia, makin membaik pula tingkat daya beli dan konsumsi masyarakat Indonesia, dan hal ini juga akan mengubah gaya hidup masyarakat.

(15)

3 bersih dengan produk yang lebih berkualitas dimana hal tersebut lebih cenderung tersedia pada ritel modern. Oleh karena itu, sangat memungkinkan pasar tradisional akan tergerus dengan keberadaan ritel modern jika tidak ada perubahaan yang dilakukan terhadap ritel tradisional. Berdasarkan hal tersebut, pertumbuhan ritel modern yang semakin pesat dan semakin unggul dibandingkan dengan pasar tradisional khususnya dikota-kota besar seperti Provinsi DKI Jakarta dikhawatirkan akan memengaruhi pedagang pasar tradisional.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Perekonomian Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat penyebaran ritel modern terbanyak di Indonesia dengan jumlah gerai terbesar, yakni 135 pasar swalayan, 34 hypermarket, 133 toko serba ada, 5 perkulakan, 81 pusat perbelanjaan, dan 2104 minimarket yang tersebar diseluruh wilayah provinsi DKI Jakarta. Pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta hanya berjumlah 153 pasar dan pertumbuhannya cenderung menurun menggambarkan kondisi yang sangat jauh berbeda dengan pertumbuhan ritel modern yang semakin berkembang pesat. Berdasarkan APPSI ritel modern tumbuh sekitar 30% per tahun, sementara pasar tradisional tumbuh -8% per tahun. Fenomena yang terjadi mengindikasikan terdapat pengaruh dari pertumbuhan ritel modern terhadap pertumbuhan pasar tradisional.

Beberapa penelitian telah menemukan bukti pengaruh negatif dari ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional seperti pada penelitian Aramiko (2011) yang berjudul Dampak Pasar Ritel Modern terhadap Pasar dan Pedagang Pasar Tradisional di Kota Tangerang Selatan dan Upaya Penanggulangannya, menyebutkan supermarket menjadi penyebab utama penurunan omzet pedagang pasar tradisional. Penelitian Suryadharma, et al (2007) yang berjudul Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia, belum menemukan bukti bahwa ritel modern merupakan penyebab utama kelesuan yang dialami oleh pedagang pasar tradisional. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha membuktikan apakah terdapat dampak yang ditimbulkan dari kehadiran ritel modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta.

Sumber: Biro Perekonomian Provinsi DKI Jakarta, 2014 135

34 133 5 81

2104

153

0 500 1000 1500 2000 2500

Gambar 1 Rekapitulasi Ritel Modern Di Provinsi DKI Jakarta

(16)

4

Berdasarkan uraian tersebut, perumusan masalah penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik pedagang di pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta? 2. Bagaimana persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Provinsi DKI

Jakarta?

3. Faktor-faktor apa saja yang memegaruhi perubahan keuntungan pedagang di pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dijabarkan maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik pedagang di pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta. 2. Menganalisis persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Provinsi DKI

Jakarta.

3. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang memegaruhi perubahan keuntungan pedagang di pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Pemerintah

Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta pengelola pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta untuk menentukan kebijakan terkait dengan dampak yang akan ditimbulkan dari kehadiran ritel modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta.

2. Peneliti dan pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan secara umum bagi peneliti dan pembaca mengenai bagaimana dampak kehadiran ritel modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis dampak kehadiran ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta dengan megukur karakteristik pedagang, persaingan dan kinerja pedagang serta faktor-faktor apa yang memengaruhi keuntungan pedagang pasar tradisional tersebut. Pasar Tradisional yang dijadikan sampel penelitian adalah pasar tradisional yang dikelola oleh Pemerintah bekerjasama dengan pengelola pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta, PD Pasar Jaya.

(17)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Ritel

Ritel (penjualan eceran) merupakan salah satu rantai saluran distribusi yang memegang peranan penting dalam penyampaian barang dan jasa kepada konsumen akhir. Menurut Dunne, Lush, and Griffith (2002), ritel merupakan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menyediakan barang dan jasa untuk konsumen akhir. Kotler (2003) menyebutkan bahwa ritel merupakan meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Jadi, inti dari perdagangan eceran adalah segala aktivitas perdagangan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk digunakan sendiri, bukan untuk diperdagangkan lagi (Foster 2008).

Pengertian ritel modern berdasarkan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Setiap toko modern atau ritel modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional.

Batasan luas lantai penjualan Toko Modern adalah sebagai berikut: a. Minimarket, kurang dari 400 m2;

b. Supermarket, 400 m2 sampai dengan 5 000 m2; c. Hypermarket, diatas 5 000 m2;

d. Department Store, diatas 400 m2; e. Perkulakan, diatas 5 000 m2.

Sistem penjualan dan jenis barang dagangan Toko Modern adalah sebagai berikut:

a. Minimarket, supermarket dan hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya;

b. Department store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin atau tingkat usia konsumen; dan

c. Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi. Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib:

a. Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan;

b. Memperhatikan jarak antara hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya;

c. Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir satu unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 luas lantai penjualan Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern; dan

(18)

6

Definisi Pasar Tradisional

Berdasarkan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Transaksi adalah kesepakatan dalam kegiatan jual beli. Syarat terjadinya transaksi adalah ada barang yang diperjual belikan, ada pedagang, ada pembeli, ada kesepakatan harga barang, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya. Faktor-faktor yang menunjang terjadinya pasar, yakni keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam pembelian.

Fungsi Pasar

a. Fungsi Distribusi

Pasar berfungsi untuk mendekatkan jarak antara konsumen dengan produsen dalam melakukan transaksi. Contohnya, jika ingin mengonsumsi permen konsumen tidak perlu mencarinya di pabrik permen, tetapi cukup pergi ke warung atau toko terdekat untuk mendapatkannya.

b. Fungsi Pembentukan Harga

Pada pasar telah terjadi proses tawar-menawar. Dalam proses tawar menawar itu keinginan kedua pihak digabungkan untuk menentukan harga kesepakatan atau harga pasar.

c. Fungsi Promosi

Pasar berfungsi mengenalkan secara luas kepada masyarakat, salah satunya dengan promosi.

Teori Lokasi

Teori Lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan 2007).

(19)

7 Menurut Sjafrizal (2012), terdapat enam faktor ekonomi utama yang memengaruhi pemilihan lokasi suatu kegiatan ekonomi dan sosial, yakni: 1) Ongkos angkut; 2) Perbedaan antarwilayah; 3) Keuntungan aglomerasi; 4) Konsentrasi Permintaan; 5) Kompetisi antarwilayah; 6) Harga sewa tanah.

Teori lokasi dapat dikelompokkan atas tiga bagian besar, yaitu:

1. Bid-Rent Theories, yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisis pemilihan lokasi kegiatan ekonomi pada kemampuan membayar sewa tanah (bid-rent) yang berbeda dengan harga pasar sewa tanah (land-rent). Berdasarkan hal ini, lokasi kegiatan ekonomi ditentukan oleh nilai bid-rent yang tertinggi yang dapat dibayarkan oleh pengguna tanah. Kelompok teori lokasi ini dipelopori oleh Von Thunen (1854).

2. Least Cost Theories, yaitu teori lokasi yang mendasarkan analisisnya pada pemilihan lokasi kegiatan industri yang didasarkan pada prinsip biaya minimum (least cost). Dalam hal ini, lokasi yang terbaik (optimal) adalah pada tempat di mana biaya produksi dan ongkos angkut yang harus dibayar adalah paling kecil. Bila hal ini dapat dicapai maka tingkat keuntungan diperoleh perusahaan akan menjadi maksimum. Kelompok teori lokasi ini dipelopori oleh Alfred Weber (1929).

3. Market Area Theories, yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisis pemilihan lokasi kegiatan ekonomi pada prinsip luas pasar (market area) terbesar yang dapat dikuasai perusahaan. Luas pasar yang dikuasai adalah yang terbesar maka tingkat keuntungan perusahaan menjadi maksimum dan demikian pula sebaliknya. Kelompok teori lokasi ini dipelopori oleh August Losch (1954). Pemilihan lokasi untuk setiap bentuk kegiatan dalam proses produksi sangat menentukan efektifitas dan efesiensi keberlangsungan kegiatan tersebut. Suatu lokasi yang optimal secara ekonomis akan mengurangi beban biaya yang ditanggung oleh suatu bentuk kegiatan. Dalam pemilihan lokasi industri yang tepat akan berkaitan dengan analisa ekonomi karena akan memengaruhi biaya total proses produksi, selain faktor ekonomi juga dipengaruhi faktor ruang (spatial factor). Lokasi yang ideal sering kali sulit ditemukan, oleh karena itu faktor yang paling menentukan berdirinya industri biasanya diorientasikan terhadap bahan mentah, pasar dan sumber bahan baku.

Teori LokasiAugust Losch (Teori Lokasi Market Area)

(20)

8

Berdasarkan Tarigan (2007), August Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau dekat pasar. Lokasi penjual juga sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat diserap. Semakin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Teori lokasi August Losch bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri, sehingga ditemukan keseimbangan spasial antar lokasi. Losch berpendapat bahwa dalam lokasi industri yang tampak tidak teratur dapat diketemukan pola keberaturan. Teori Losch berasumsi suatu daerah yang homogen dengan distribusi sumber bahan mentah dan sarana angkutan yang merata serta selera konsumen yang sama. Kegiatan ekonomi yang terdapat di daerah tersebut merupakan pertanian berskala kecil yang pada dasarnya ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan petani masing-masing.

Berdasakan Syafrizal (2012), asusmsi dasar Teori Lokasi Market Area yaitu: 1. Konsumen tersebar secara relatif merata antar tempat, artinya teori ini cocok

diberlakukan di daerah perkotaan dimana konsentrasi penduduk dan industri relatif merata dibandingkan dengan daerah pedesaan atau pedalaman.

2. Produk homogen sehingga persaingan akan sangat ditentukan oleh harga dan ongkos angkut.

3. Ongkos angkut per kesatuan jarak (ton/km) adalah sama.

Penelitian Terdahulu

Pada penelitian Suryadarma, et al (2007), penelitian ini mengukur dampak supermarket pada pasar tradisional di daerah perkotaan di Indonesia secara kuantitatif dengan menggunakan metode differencein-difference (DiD) dan metode ekonometrik, serta secara kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Kerangka metode DiD ditunjukkan dengan: Dampak = (T2 – T1) – (C2 – C1), dimana T1 dan T2 merupakan kondisi pedagang di pasar tradisional sebelum dan sesudah hadirnya supermarket dekat pasar tradisional, sedangkan C1 dan C2 merupakan keadaan para pedagang di pasar tradisional di mana tidak terdapat supermarket di dekatnya selama periode yang sama seperti kelompok perlakuan.

(21)

9 demikian sebaliknya. Selain itu, hasil penelitian juga menyebutkan kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada supermarket.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Widiandra dan Sasana, Universitas Diponegoro, pada tahun 2013 mengenai Analisis Dampak Keberadaan Terhadap Keuntungan Usaha Pedagang Pasar Tradisional (Studi Kasus di Pasar Tradisional Kecamatan Banyumanik Kota Semarang), menggunakan regresi linier berganda, yakni pengujian hipotesis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas, yaitu kenyamanan (X1), jarak (X2), diversifikasi produk (X3), harga (X4) terhadap variabel terikat yaitu keuntungan usaha (Y). Sehingga model analisis berganda pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Y= a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kenyamanan pasar tidak memengaruhi keuntungan usaha pedagang pasar tradisional. Jarak pasar memengaruhi, jika jarak pasar lebih strategis maka keuntungan usaha akan meningkat. Apabila diversifikasi produk lebih beragam maka keuntungan usaha akan meningkat. Berbeda dengan harga pasar relatif, jika lebih terjangkau tidak memengaruhi keuntungan usaha.

Berdasarkan penelitian Safitri (2010), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai Dampak Retail Modern terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional Ciputat, Tangerang Selatan dengan objek penelitian yakni pedagang sayur, pedagang buah dan pedagang pakaian. Penelitian ini menggunakan analisis dampak menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif yang dimaksud ialah metode analisis SWOT dan metode analisis differencein-difference (DiD) dengan persamaan Dampak = (T2 – T1) – (C2 – C1).

Sedangkan metode analisis kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pengelola pasar tradisional dan pedagang pasar tradisional. Penelitian ini mengungkap bahwa keberadaan retail modern merupakan salah satu dampak dari turunnya jumlah pendapatan dan kondisi kesejahteraan pedagang di Pasar Ciputat. Pada pedagang pakaian, keberadaan retail modern disekitar pasar tradisional sangat berpengaruh. Begitu pula dengan pedagang buah, keberadaan retail modern berpengaruh terhadap pendapatan pedagang pasar tradisional, pengaruh lain berasal dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), manajemen pasar yang kurang baik, dan persaingan harga dengan pedagang pasar lainnya. Pada pedagang sayur, retail modern tidak terlalu berpengaruh, penurunan pendapatan dikarenakan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), manajemen pasar yang kurang baik, dan persaingan harga dengan pedagang pasar lainnya. Ketidakberfungsian aturan mengenai anti monopoli dan persaingan pasar merupakan episentrum dari menurunnya kondisi kesejahteraan pedagang pasar tradisional yang diukur melallui jumlah pendapatannya.

(22)

10

Tangerang Selatan, b=koefisien regresi), serta uji korelasi. Selain itu penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan supermarket terhadap pasar ritel tradisional di Kota Tangerang Selatan adalah sangat signifikan. Hal itu terlihat dari menurunnya omzet para pedagang pasar tradisional setelah adanya supermarket. Namun beberapa faktor juga disebutkan sebagai faktor pendukung yang memengaruhi omzet pedagang pasar tradisional, diantaranya infrastruktur, fasilitas umum dan cara pembayaran kepada pemasok.

Penelitian Hadiwiyono (2011) dengan judul Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor, menemukan bahwa penyelengaraan pasar tradisional Kota Bogor dilakukan oleh pemerintah maupun kerjasama dengan pihak swasta, sistem tata kelola pedagang yang cenderung stagnan. Secara umum kondisi pedagang di kedua pasar umumnya mengandalkan penjualan harian ke pelanggan non rumah tangga secara grosir, sistem pemasok menggunakan agen dengan pembayaran tunai, modal dari pedagang sendiri dan strategi klaim kualitas dan sikap baik sebagai cara mendapatkan konsumen. Sebanyak 67% responden mengalami penurunan omset dan keuntungan harian, diikuti oleh penurunan jumlah pembeli harian dan penurunan jam aktif transaksi pasar menjadi indikasi kelesuan pasar tradisional. Masalah buruknya infrastruktur, fluktuasi harga, persaingan tidak sehat, dan permasalahan struktural juga menjadi penyebab kelesuan pasar tradisional. Menjamurnya ritel modern di Kota Bogor diklaim pedagang Pasar Tradisional belum berpengaruh terhadap pergerakan omset karena masih jelasnya segmentasi pasar. Persaingan tidak sehat justru terjadi antara pedagang Pasar Baru Bogor dengan PKL. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan deskriptif kualitatif.

Hipotesis

Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini untuk menganalisis dampak kehadiran ritel modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta yaitu:

1. Terdapat keterkaitan antara jenis kelamin pedagang, letak kios dan status tempat usaha antara pasar perlakuan dengan pasar kontrol.

2. Terdapat perbedaan rata-rata antara jumlah pembeli dan nilai penjualan pada pasar perlakuan dan pasar kontrol.

3. Terdapat keterkaitan antara metode pembayaran utama, pemasok utama, sumber modal utama, pesaing terberat, penyebab kelesuan, dan strategi yang digunakan pedagang pada pasar perlakuan dengan pasar kontrol.

4. Ukuran kios memengaruhi perubahan keuntungan pedagang secara signifikan. Semakin besar ukuran kios yang dimiliki pedagang maka akan meningkatkan keuntungan pedagang.

5. Lama berdagang memengaruhi perubahan keuntungan pedagang secara signifikan. Semakin lama pedagang berdagang maka akan meningkatkan keuntungan pedagang.

(23)

11 7. Pendidikan memengaruhi perubahan keuntungan pedagang secara signifikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan pedagang maka akan mampu meningkatkan keuntungannya.

8. Dummy jarak memengaruhi perubahan keuntungan pedagang secara signifikan. Semakin jauh jarak pasar tradisional dengan ritel modern maka peluang pedagang untuk meningkatkan keuntungan lebih besar.

9. Dummy diversifikasi produk memengaruhi perubahan keuntungan pedagang secara signifikan. Semakin banyak jenis produk yang dijual oleh pedagang maka peluang pedagang untuk meningkatkan keuntungan lebih besar.

10. Dummy komoditi utama produk segar memengaruhi perubahan keuntungan pedagang secara signifikan. Pedagang yang menjual komoditi produk segar mempunyai peluang yang lebih besar untuk meningkatkan keuntungannya dibandingkan dengan peluang pedagang yang menjual komoditi produk sandang.

11. Dummy komoditi utama produk olahan memengaruhi perubahan keuntungan pedagang secara signifikan. Pedagang yang menjual komoditi produk olahan mempunyai peluang yang lebih besar untuk meningkatkan keuntungannya dibandingkan dengan peluang pedagang yang menjual komoditi produk sandang.

Kerangka Pemikiran

Liberalisasi perdagangan pada tahun 1998 semakin membuat peta industri ritel di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Sejak saat itu semakin banyak investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia ke dalam sektor industri ritel, pertumbuhan ritel modern berbanding lurus dengan keadaan tersebut. Perkembangan ritel modern tumbuh tersebar di kota-kota besar Indonesia seperti Provinsi DKI Jakarta.

Kondisi Provinsi DKI Jakarta yang dianggap strategis untuk keberlangsungan bisnis jangka panjang membawa peritel asing masuk untuk mendirikan industri ritel modern seperti supermarket, hypermarket dan departemment store. Keadaan seperti itu membuat perkembangan industri ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif setiap tahunnya, sedangkan pasar tradisional mengalami keadaan yang sebaliknya. Perkembangan pasar tradisional terus menerus dibayang-bayangi oleh perkembangan ritel modern yang semakin lebih unggul pasar tradisional. Pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta dikhawatirkan akan terkena dampak dari kehadiran ritel modern yang semakin menjamur di Provinsi DKI Jakarta. Dampak yang ditimbulkan akan berdampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap pelaku ekonomi didalamnya terutama bagi para pedagang pasar tradisional tersebut.

(24)

12

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ialah tiga pasar tradisional terpilih di Provinsi DKI Jakarta dimana dua pasar perlakuan dan satu pasar sebagai pasar kontrol. Pasar perlakuan merupakan pasar tradisional yang terdapat ritel modern dalam radius maksimal lima kilometer, sedangkan pasar kontrol merupakan pasar tradisional dalam radius lima kilometer tanpa keberadaan ritel modern di sekitarnya. Waktu penelitian dan pengolahan data dimulai dari bulan Februari 2014 sampai dengan Bulan Mei 2014. Data pada penelitian ini menggunakan data cross section pada tahun 2008 dan 2013.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan statistik inferensia. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional Liberalisasi Perdagangan

Masuknya Investor Asing Industri Ritel di Indonesia

Strategi Pengembangan Pasar Tradisional untuk Pembangunan

Ekonomi Provinsi DKI Jakarta Analisis karakteristik

pedagang di pasar tradisional Provinsi DKI

Jakarta

Analisis persaingan dan kinerja pedagang

di pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta

Analisis faktor yang mempegaruhi perubahan keuntungan pedagang di

pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta Perkembangan

Pasar Tradisional di Provinsi DKI

Jakarta

Perkembangan Ritel Modern di Provinsi

DKI Jakarta Dampak Keberadaan Ritel

(25)

13 wawancara terhadap pedagang pasar tradisional terpilih dan PD Pasar Jaya. Data sekunder diperoleh dari PD Pasar Jaya, Badan Pusat Statistik, Biro Perekonomian Provinsi DKI Jakarta, serta data-data penunjang yang relevan dengan penelitian seperti laporan hasil penelitian terkait, jurnal, bulletin, internet, dan sumber-sumber lainnya. Objek penelitian ialah pedagang produk segar, produk olahan, dan produk sandang (pakaian, tas, sepatu) yang sudah melakukan keguatan usaha pada pasar tradisional minimal selama lima tahun. Untuk pengambilan data penunjang dilakukan wawancara mendalam kepada pihak pengelola pasar di Provinsi DKI Jakarta, yakni PD Pasar Jaya, baik pusat maupun unit dari masing-masing pasar yang dipilih menjadi sampel penelitian. Selain itu wawancara juga dilakukan terhadap Biro Perekonomian pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Metode Penentuan Sampel

Pada penelitian ini populasi pedagang di pasar tradisional terpilih dibagi menjadi dua bagian, yakni pedagang di pasar tradisional perlakuan dan pedagang di pasar tradisional kontrol. Pasar tradisional yang menjadi lokasi penelitian dipilih berdasarkan beberapa syarat. Pasar tradisional merupakan pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta yang menjual produk yang sama dengan ritel modern yakni berupa produk segar, produk olahan dan produk sandang. Pasar tradisional yang dipilih untuk pasar perlakuan ialah pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta dimana terdapat ritel modern berupa supermarket, hypermarket atau department store dalam radius maksimal lima kilometer dari pasar tradisional dan beroperasi minimal sejak tahun 2008. Pasar tradisional yang dijadikan pasar kontrol ialah pasar tradisional Provinsi DKI Jakarta yang dalam radius lima kilometer tidak terdapat ritel modern berupa supermarket, hypermarket atau pun department store.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Penentuan pasar perlakuan dan pasar kontrol yang akan dipilih sebagai sampel penelitian menggunakan judgement sample, dimana pasar perlakuan dan pasar kontrol dipilih setelah mendapatkan saran, masukan, dan pertimbangan dari instansi yang berkaitan langsung dengan pengelolaan pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta, PD Pasar Jaya. Adapun tahapan dalam menentukan sampel adalah sebagai berikut:

1. Menentukan ritel modern (supermarket, hypermarket atau department store) yang beroperasi minimal tahun 2008;

2. Melakukan wawancara kepada pihak PD Pasar Jaya untuk mendapatkan rekomendasi pasar tradisional yang memenuhi syarat, hal ini dilakukan mengingat banyaknya jumlah pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta yang tersebar diseluruh wilayah;

3. Melakukan observasi lapang ke pasar tradisional yang telah direkomendasikan oleh PD Pasar Jaya dan melakukan pengukuran jarak antara pasar tradisional dengan ritel modern yang beroperasi tahun 2008 yang berada disekitar pasar tradisional;

4. Memilih pasar tradisional yang sesuai dengan syarat dan kriteria yang telah ditentukan.

(26)

14

Jakarta. Pasar perlakuan yang disarankan oleh PD Pasar Jaya ialah Pasar Jemabatan Besi, Pasar Pondok Bambu, Pasar Kedoya, Pasar Jembatan Dua, Pasar Bata Putih, Pasar Kebayoran Lama dan Pasar Menteng Pulo. PD Pasar Jaya hanya mengusulkan satu pasar untuk dijadikan pasar kontrol yakni Pasar Lenteng Agung, alasannya karena untuk menemukan pasar yang dalam radius lima kilometer tidak terdapat ritel modern disekitarnya sangat sulit, mengingat kondisi pertumbuhan ritel modern yang sangat pesat di Provinsi DKI Jakarta.

Berdasarkan usulan tersebut terpilih dua pasar tradisional yang sesuai dengan persyaratan untuk dijadikan pasar perlakuan, yakni Pasar Jembatan Besi yang terletak di Kotamadya Jakarta Barat dan Pasar Menteng Pulo yang terletak di Kotamadya Jakarta Selatan. Pasar tradisional yang dijadikan pasar kontrol ialah Pasar Lenteng Agung yang terletak di Kotamadya Jakarta Selatan.

Tabel 1 Jarak Ritel Modern ke Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Rekomendasi PD Pasar Jaya

Nama Pasar

Tradisional Nama Jarak (km)

Tahun Beroperasi

Pasar Jembatan Besi Season City 0.90 2009

Emporium Pluit Mall 3.20 2009

Mall Ciputra Jakarta 3.30 1993

Central Park 4.70 2009

Mall Taman Anggrek 4.80 1996

Mall Pluit Village 4.60 2009

Pasar Pondok Bambu Mall Cipinang Indah 3.20 2013

Yogya Supermarket 0.30 2001

Pasar Kedoya Mall Ciputra Jakarta 3.40 1993

Mall Taman Anggrek 3.60 1996

Central Park 3.60 2009

Pasar Jembatan Dua Season City 1.50 2009

Emporium Pluit Mall 2.20 2009

Mall Pluit Village 4.70 2009

Pasar Bata Putih Gandaria City 1.20 2010

Pasar Kebayoran Lama Gandaria City 1.20 2010

Pasar Menteng Pulo Mall Kota Kasablanka 0.80 2012

Kuningan City 3.00 2011

Mall Ambasador 3.20 1997

Menteng Square 3.40 2012

Ciputra World 3.50 2009

Pasar Lenteng Agung Cilandak Town Square 11.00 2002

Plaza Kalibata 11.40 1991

Poins Square 13.30 2005

Carrefour Lebak Bulus 13.30 1999 Pondok Indal Mall 1 16.20 1991 Pondok Indal Mall 2 16.20 2005

Keterangan:

 Tabel dibuat berdasarkan observasi penulis

(27)

15 Masing-masing pasar diambil 30 responden yang telah berdagang minimal selama lima tahun, adapun rinciannya yaitu:

1. Sebanyak 10 responden yang merupakan pedagang pasar tradisional yang menjual produk segar

2. Sebanyak 10 responden yang merupakan pedagang pasar tradisionalyang menjual produk produk olahan

3. Sebanyak 10 responden yang merupakan pedagang pasar tradisional yang menjual produk produk sandang, seperti pakaian, tas, dan sepatu. Total responden berjumlah 90 responden.

Metode Analisis

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan statistik inferensia. Proses perhitungan dilakukan melalui uji korelasi, metode uji-t (t-test), uji chi-kuadrat (chi-square test), dan Ordinal Logistic Regression yang diolah dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Program for Social Science)16.

Uji Korelasi

Uji korelasi digunakan untuk menguji tentang ada tidaknya hubungan antar variabel satu dengan yang lain. Uji Korelasi belum dapat diketahui variabel penyebab dan variabel akibat. Dalam analisis korelasi yang diperhatikan adalah arah (positif atau negatif) dan besarnya hubungan (kekuatan). Koefisien korelasi mempunyai harga -1 hingga +1 (bergerak dari nol hingga 1 dan memiliki nilai positif atau negatif). Semakin mendekati nilai 1 maka semakin besar atau kuat hubungan variabel atau sempurna = 1, sebaliknya semakin medekati 0 maka semakin lemah atau kecil hubungannya. Nilai korelasi apaila dikuadratkan akan menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) (Wijaya 2009).

Tanda positif dan negatif pada uji korelasi menunjukkan arah hubungan. Tanda positif menunjukkan arah hubungan searah. Jika satu variabel naik, variabel yang lain naik. Tanda negatif menunjukkan hubungan berlawanan. Jika satu variabel naik, variabel yang lain turun (Trihendradi 2009). Menurut Wijaya (2009), terdapat tiga macam coefficient correlation, yaitu:

1. Pearson digunakan untuk menguji korelasi dengan menggunakan Pearson Product Moment dan untuk mengukur hubungan dengan data terdistribusi normal

2. Kendall’s tau-b digunakan untuk, melakukan analisis korelasi non-parametik dari metode Kendall. Ukuran assosiasi dari variabel yang bersifat ordinal 3. Spearman digunakan untuk menganalis korelasi non-parametrik yang

variabelnya bersifat ordinal

Adapun hipotesis dari uji korelasi yaitu:

H0: Tidak terdapat hubungan (korelasi) antara dua variabel H1: Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel

(28)

16

Uji t (t-test)

Uji t (t-test) adalah analisis dengan melibatkan dua pengukuran pada subjek yang sama terhadap suatu pengaruh atau perlakuan tertentu. Apabila suatu perlakuan

tidak memberi pengaruh maka perbedaan rata-rata adalah nol. Independent t-test

digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan mean antar dua kelompok yang

saling yang independen secara signifikan. Independent t-test digunakan untuk menguji

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Paired Sample t-test

digunakan untuk uji beda pada sample yang berpasangan. Pengujian ini sering

dilakukan pada penelitian event study atau eksperimental dengan perlakuan tertentu

(Wijaya 2009). Adapun hipotesis dari uji t-stastistik yaitu: H0:

H1: 0

Apabila t-statistik > t-tabel atau nilai probability < α maka tolak H0 yang memiliki arti bahwa variabel kedua kelompok memiliki variansi yang berbeda.

Sebaliknya, apabila t-statistik < t-tabel atau nilai probability > α maka terima H0 yang

memiliki arti bahwa variabel kedua kelompok memiliki variansi yang sama.

Uji t-stastistik pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui karakteristik pedagang pasar tradisional berupa umur, pendidikan, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios, dan jumlah pembeli, serta kinerja pedagang pasar tradisional dilihat dari perubahan omzet dan keuntungan.

Uji Khi-Kuadrat (Chi-Square Test)

Uji khi-kuadrat dilakukan untuk memeriksa ketergangtungan dan homogenitas kedua prosedur tersebut, meliputi perbandingan frekuensi yang teramati dengan frekuensi yang diharapan jika hipotesis nol yang ditetapkan adalah benar (Tim Penerbit Andi 2007). Uji khi-kuadrat merupakan pengujian terhadap keterkaitan antara dua buah variabel hasil perhitungan, sehingga dasar pengujian yang digunakan adalah selisih nilai proporsi dari nilai observasi dengan nilai harapan.

Berdasarkan Firdaus (2011), uji khi-kuadrat digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel (X dan Y) yang berupa kategorik berkolerasi signifikan populasinya, berlandaskan data sampel yang dimiliki. Pada umumnya keterkaitan antar dua variabel kualitatif secara deskriptif ditampilkan dalam bentuk tabel kontingensi (cross tabulation). Setiap jenis pengujian uji khi-kuadrat didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu yang harus dipenuhi oleh data yang akan diujikan. Hipotesis dari uji khi-kuadrat (chi-square test) yaitu:

H0: Kedua variabel tidak memiliki keterkaitan H1: Kedua variabel memiliki keterkaitan

Apabila khi-kuadrat hitung > khi-kuadrat tabel atau p-value < α maka tolak H0

yang memiliki arti bahwa terdapat keterkaitan antara kedua variabel. Sebaliknya apabila khi-kuadrat hitung < khi-kuadrat tabel atau p-value > α maka terima H0 yang memiliki arti bahwa tidak terdapat keterkaitan antara kedua variabel.

(29)

17 Regresi Logistik Ordinal

Analisis Regresi Logistik Ordinal adalah analisis regresi di mana variabel terikatnya menggunakan skala ordinal, yakni skala ranking dimana kode yang diberikan memberikan urutan tertentu pada data, tetapi tidak menunjukkan selisih yang sama dan tidak ada nol mutlak. Menurut Agresti (1990) dalam menggunakan regresi logistik yang bersakala ordinal digunakan cara yaitu dengan membentuk fungsi logit dari peluang kumulatif atau model peluang logistik kumulatif.

Berdasarkan Juanda (2009), model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikkan sebagai berikut:

Pi = F(Zi) = F(α + βXi) =

=

(1)

e merepresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718…). Pemilihan sebaran logistik kumulatif ini karena interpretasinya logis dan dapat ditujukan bahwa

0 ≤ E(Yǀ Xi) = Pi≤ 1.

Selain itu, dari sisi matematika merupakan fungsi yang sangat fleksibel dan mudah digunakan serta parameter koefisiennya mudah diinterpretasi. Berdasarkan aljabar biasa, persamaan (1) dapat ditunjukkan menjadi:

(2)

Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan (2) disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang yang terjadi pilihan-1 terhadap peluangterjadi plihan-0 alternatifnya. Jika persamaan (2) ditransformasi dengan logaritma natural maka:

(3)

Persamaan (3) ini menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah bahwa model ini mentransformasi masalah prediksi peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil, - ~ ≤ logit (Pi) ≤ ~.

Penelitian ini menggunakan peubah respon keuntungan berupa tiga kategorik yang sifatnya berurutan. Berdasarkan turunan model logit yang telah dijelaskan, persamaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

Y = β0 + β1 X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4+ β5D1+ β6D2 + β7D3+ β8D4 + e Dimana:

Y = Keuntungan pedagang (nilai “1” jika keuntungan kurang dari Rp 300 000, nilai “2” jika keuntungan Rp 301 000 - Rp 1 000 000, nilai “3” jika keuntungan lebih dari Rp 1 001 000)

βo = Intersep

β1 = Koefisien Regresi X1 = Ukuran Kios (m2)

X2 = Lama Berdagang (tahun) X3 = Jumlah Pembeli (orang/hari)

(30)

18

D1 = Jarak (nilai “1” jika dekat dari ritel modern, nilai “0” jika jauh dari ritel modern)

D2 = Diversifikasi Produk (nilai “1”jika menjual lebih dari satu jenis produk, nilai

“0” jika menjual 1 jenis produk)

D3 = Komoditi Utama (nilai “1” jika menjual produk segar, nilai “0” jika menjual lainnya (produk sandang))

D4 = Komoditi Utama (nilai “1” jika menjual produk olahan, nilai “0” jika menjual lainnya (produk sandang))

e = error

GAMBARAN UMUM

Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan keterangan Bidang Usaha dan Pengembangan PD Pasar Jaya, tercatat sejak tahun 1985 hingga kini pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta berjumlah 153 unit pasar yang dikelola, dengan 105 717 tempat usaha, dimana 89 842 merupakan tempat usaha yang aktif digunakan dan sisanya sebanyak 15 875 tempat usaha masih kosong atau belum termanfaatkan dengan baik. Pasar Tradisional tersebut dikelola oleh pemerintah melalui kejasama dengan PD Pasar Jaya.

Cikal bakal pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta umumnya berasal dari pasar kaget dan pasar impress yang sering ada dilingkungan masyarakat. Saat ini kondisi pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta saat ini sangat beragam. Pasar tradisional tumbuh -8% per tahun, hal tersebut sangat memprihatinkan. Pasar tradisional saat ini pesonanya tidak sebagus dulu. Fasilitas maupun sarana dan prasarana yang ada di pasar tradisional dianggap masih kurang, sehingga semakin membuat enggan masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah keatas, untuk berbelanja di pasar tradisional. Perkembangan pasar tradisional semakin terdesak oleh perkembangan ritel modern dalam bentuk pusat-pusat perbelanjaan atau perdagangan baik yang melayani perkulakan, grosiran, maupun retail. Pemerintah bersama PD Pasar Jaya sedang gencar melakukan pembangunan kembali atau renovasi pasar tradisional di DKI Jakarta. Tujuannya agar pasar tradisional dapat bersaing dengan ritel modern yang semakin menjamur belakangan ini, terlebih lagi di kota-kota besar seperti Provinsi DKI Jakarta.

Ritel Modern di Provinsi DKI Jakarta

(31)

19 Sama halnya dengan keadaan yang terjadi pada Provinsi DKI Jakarta. Ritel modern yang ada tumbuh dengan pesat seiring dengan kebutuhan masyarakat yang menuntut keadaan serba modern. Maraknya pembangunan ritel modern tersebut menarik peretail besar untuk membuka gerainya hingga ke wilayah perkampungan, terutama jenis supermarket dan minimarket. Hingga saat ini terdapat lebih dari 75 pusat perbelanjaan yang berdiri di Provinsi DKI Jakarta dimana didalamnya terdapat ritel modern seperti supermarket, hypermarket dan department store. Ritel modern di Provinsi DKI Jakarta akan terus bertambah seiring dengan perkembangan teknologi dan tuntutan kebutuhan masyarakatnya.

Deskripsi Pasar Tradisional Sampel

1. Pasar Jembatan Besi

Pasar Jembatan Besi berdiri tahun 1984, pada saat itu merupakan masa awal maraknya dibangun pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta. Pasar Jembatan Besi termasuk kedalam jajaran pasar inpres tertua di Provinsi DKI Jakarta. Pasar Jembatan Besi terletak di Jalan Jembatan Besi II Kelurahan Jembatan Besi Kecamatan Tambora dengan luas 8 228 m2. Sejak awal berdiri, Pasar Jembatan Besi belum pernah di revitalisasi oleh Pemerintah maupun PD Pasar Jaya, oleh karena itu kondisi pasar masih sangat tradisional. Sekitar 85% bangunan Pasar Jembatan Besi masih sama dengan awal pembangunannya pada tahun 1984. Jumlah tempat usaha yang ada di Pasar Jembatan Besi berjumlah 627 tempat usaha, dengan rincian 142 unit kios, 36 unit loss, 392 unit counter, dan 57 unit tenda yang biasa ditempati oleh penjual sayur dan ikan. Jumlah pedagang yang terdapat di Pasar Jembatan besi berjumlah 420 pedagang. Setiap pedagang dapat memiliki lebih dari satu tempat usaha, sesuai dengan kesepakatan atau transaksi dengan pihak pengelola pasar.

2. Pasar Menteng Pulo

Pasar Menteng Pulo berada di Jalan Menteng Pulo, Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, pasar ini berdiri diatas tanah seluas 2 007 m2 dengan luas bangunan 2 141 m2. Jumlah tempat usaha yang ada di Pasar Menteng Pulo berjumlah 243 tempat usaha, dengan rincian 130 unit kios, 18 unit loss, dan 95 unit counter. Jumlah pedagang yang terdapat di Pasar Menteng Pulo berjumlah 100 pedagang. Pedagang Pasar Menteng Pulo mayoritas adalah pedagang pakaian, sepatu, tas, dan barang sandang lainnya, sedangkan untuk pedagang produk segar seperti sayur mayur, daging, ayam serta produk segar lainnya jumlahnya hanya sedikit. Sama halnya dengan pedagang dari jenis dagangan produk olahan yang hanya sedikit, namun lebih banyak dari pedagang produk segar. Pasar Menteng Pulo direnovasi tahun 2007. Fasilitas yang ada terus dikembangkan agar menunjang kebutuhan masyarakat yang ingin pergi ke pasar tersebut.

3. Pasar Lenteng Agung

(32)

20

100 unit loss. Pasar Lenteng Agung terdiri dari dua lantai, luasnya sebesar 3 840 m2 dengan luas bangunan 3 656,57 m2. Pada lantai bawah dikhususkan untuk pedagang jenis dagangan produk segar dan produk olahan. Untuk pedagang jenis dagangan produk segar berupa pedagang sayur mayur, daging segar, ayam potong, ikan dan buah-buahan. Pada jenis produk olahan berupa pedagang sembako, kue, dan barang-barang produk olahan pokok lainnya. Lantai atas (lantai dua) hanya terdapat pedagang yang menjual kebutuhan sandang, berupa pakaian, sepatu, tas, dan barang sandang pendukung lainnya.

Komoditas Utama yang Dijual oleh Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta

Tabel 3 menjelaskan komoditas utama yang dijual oleh para pedagang di pasar tradisional. Bedasarkan nilai signifikansi, tidak terdapat keterkaitan antara produk yang dijual pedagang pasar tradisional dengan pasar perlakuan dan pasar kontrol. Pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol, komoditas utama yang dijual ialah komoditas pakaian. Kemudian diikuti dengan komoditas berupa sayur mayur.

Kondisi harga yang sering kali tidak stabil dipasaran membuat beberapa pedagang pasar tradisional mengalami kesulitan untuk menambah komoditas yang dijualnya. Menurut hasil pengamatan dilapangan, pada umumnya jenis komoditas

Tabel 2 Jarak Ritel Modern ke Pasar Tradisional Terpilih di Provinsi DKI Jakarta

Nama Pasar

Tradisional Nama Jarak (km)

Tahun Beroperasi

Pasar Jembatan Besi Season City 0.90 2009

Emporium Pluit Mall 3.20 2009

Mall Ciputra Jakarta 3.30 1993

Central Park 4.70 2009

Mall Taman Anggrek 4.80 1996

Mall Pluit Village 4.60 2009

Pasar Menteng Pulo Mall Kota Kasablanka 0.80 2012

Kuningan City 3.00 2011

Mall Ambasador 3.20 1997

Menteng Square 3.40 2012

Ciputra World 3.50 2009

Pasar Lenteng Agung Cilandak Town Square 11.00 2002

Plaza Kalibata 11.40 1991

Poins Square 13.30 2005

Carrefour Lebak Bulus 13.30 1999 Pondok Indal Mall 1 16.20 1991

Pondok Indal Mall 2 16.20 2005

Keterangan:

 Tabel dibuat berdasarkan observasi penulis

(33)

21 tidaklah bertambah, pedagang pasar tradisional cenderung mengurangi jenis komoditas untuk menyiasati agar terus dapat bertahan dari gempuran persaingan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta

Karakteristik pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta pada Tabel 4 dilihat dari umur, pendidikan, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios, dan jumlah pembeli. Variabel tersebut di uji dengan menggunakan independent-sample t-test, menurut Tim Penerbit Andi (2007), prosedur ini digunakan untuk membandingkan rata-rata dari satu variabel pada dua grup data.

Berdasarkan Tabel 4, rata-rata jumlah pembeli pada pasar perlakuan relatif berbeda dengan jumlah pembeli pada pasar kontrol. Rata-rata jumlah pembeli dipasar kontrol lebih banyak dibandingkan dengan pasar perlakuan. Variabel umur, pendidikan, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios memiliki rata-rata yang relatif sama antara pasar perlakuan dan pasar kontrol.

Tabel 3 Komoditas Utama yang Dijual PedagangPasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat (Chi-square Test) (%)

Komoditas Pasar

Perlakuan Pasar Kontrol

Khi-Kuadrat Hitung

Pakaian 25.00 30.00

Sayur mayur 20.00 20.00

Beras 15.00 3.33

Minyak 11.67 13.33

Bumbu 6.67 6.67

Tas 5.00 3.33

Buah 3.33 3.33

Daging (sapi, kambing) 3.33 3.33

Sepatu 3.33 0.00

Bahan minuman 1.67 0.00

Ayam 1.67 6.67

Ikan 1.67 0.00

Telur dan susu 1.67 6.67

Kue dan bahan kue 0.00 3.33

Total 100.00 100.00 9.81

(34)

22

Tabel 5 menunjukkan variabel jenis kelamin menunjukkan nilai yang signifikan dimana terdapat hubungan antara jenis kelamin pedagang pasar tradisional dengan kelompok pasar perlakuan dan pasar kontrol. Pada pasar perlakuan, pedagang yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak di bandingkan dengan pedagang yang berjenis kelamin perempuan. Hal sebaliknya terjadi pada pasar kontrol, dimana lebih banyak terdapat pedagang yang berjenis kelamin perempuan dari pada pedagang yang berjenis kelamin laki-laki.

Letak kios baik pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol, pedagang pasar tradisional lebih banyak memiliki kios yang terletak di belakang pasar. Pada Tabel 5 menggambarkan baik pada pasar perlakuan maupun pada pasar kontrol, umumnya pedagang memiliki tempat usaha dengan status milik sendiri. Kepemilikan sendiri yang dimaksud adalah hak memakai tempat usaha di pasar untuk jangka waktu tertentu (paling lama 20 tahun) dengan kewajiban membayar hak pemakaian tempat usaha di pasar dan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Direksi pengelola pasar.

Tabel 5 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji Khi-Kuadrat (Chi-square Test) (%) Variabel Pasar Perlakuan

(n=60)

Keterangan: Berdasarkan Chi-Square Test *** signifikan pada alpha 1% ** signifikan pada alpha 5%, * signifikan pada alpha 10%

Tabel 4 Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta dengan Menggunakan Uji t (t-test)

Variabel

Jumlah Pembeli (orang/hari) 29.22 23.62 44.13 27.87 -2.66**

(35)

23 Tabel 6 menjelaskan bahwa pada variabel jumlah pembeli dan nilai penjualan yang diperoleh pedagang menunjukkan nilai yang tidak signifikan. Jumlah pembeli pada pasar perlakuan yang berasal dari rumah tangga dan warung lebih tinggi dibandingkan pada pasar kontrol, namun jumlah pembeli pada pasar perlakuan yang berasal dari restoran atau catering dan pedagang keliling lebih rendah dibandingkan pada pasar kontrol. Nilai penjualan pada pasar perlakuan yang berasal dari rumah tangga dan warung lebih tinggi dibandingkan pada pasar kontrol, namun jumlah pembeli pada pasar perlakuan yang berasal dari restoran atau catering dan pedagang keliling lebih rendah dibandingkan pada pasar kontrol.

Persaingan dan Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta

Persaingan dan kinerja merupakan komponen yang sangat penting bagi suatu kegiatan usaha pedagang pasar tradisional, oleh karena itu persaingan dan kinerja pedagang pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta diuji melalui beberapa variabel melalui metode pembayaran yang digunakan, pemasok utama, strategi utama yang dilakukan pedagang, sumber modal, dan pesaing terberat untuk melihat persaingan di pasar tradisional. Penyebab kelesuan, perubahan omzet, dan perubahan keuntungan yang diperoleh pedagang untuk mengukur kinerja pedagang pasar tradisional.

Metode pembayaran utama yang digunakan oleh para pedagang di pasar perlakuan dan pasar kontrol dalam memasok barang dagangannya disajikan pada Tabel 7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara metode pembayaran yang digunakan oleh pedagang dengan pasar perlakuan dan pasar kontrol. Metode pembayaran utama yang paling banyak digunakan oleh para pedagang, baik pedagang

Tabel 6 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Provinsi DKI Jakarta Dilihat dari Segmentase Pembeli Terbanyak dengan Menggunakan t-test

Variabel

Pasar Perlakuan (n=60)

Pasar Kontrol (n=30)

t hitung Mean Std.

Dev. Mean

Std. Dev. Jumlah Pembeli:

Rumah Tangga 68.08 27.83 66.67 25.24 0.82

Warung 13.00 21.98 5.50 15.22 0.10

Pedagang Keliling 11.83 18.39 14.00 18.12 0.60 Restoran/ Catering 7.08 14.68 13.83 21.32 0.08 Nilai Penjualan:

Rumah Tangga 62.67 30.55 61.33 26.09 0.84

Warung 14.58 23.98 6.33 17.12 0.10

Pedagang Keliling 14.25 19.76 17.00 20.20 0.54 Restoran/ Catering 8.50 16.88 15.33 23.00 0.11

Gambar

Gambar 1  Rekapitulasi Ritel Modern Di Provinsi DKI Jakarta
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel dibuat berdasarkan observasi penulis
Tabel dibuat berdasarkan observasi penulis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kehadiran toko modern terhadap volume penjualan pedagang tradisional dari segi pendapatan, serta mengetahui tingkat

Sumber data penelitian diperoleh dari pedagang pasar di pasar tradisional Kecamatan Gemolong, masyarakat (konsumen) pengunjung pasar tradisional, dan aparat Dinas

Sumber data penelitian diperoleh dari pedagang pasar di pasar tradisional Kecamatan Gemolong, masyarakat (konsumen) pengunjung pasar tradisional, dan aparat Dinas

Penelitian ini bertujuan untuk, mengetahui alasan masyarakat tertarik berbelanja di ritel modern dibandingkan dengan berbelanja di ritel tradisional di Desa

Dalam penyusunan Skripsi penulis memilih judul “ ANALISIS DAMPAK REVITALISASI PASAR TRADISIONAL TERHADAP PENDAPATAN PEDAGANG DI PASAR MASARAN CAWAS (STUDI KASUS DI PASAR

Surat Pemberitahuan Walikota Metro, No.. ke Pasar Tradisional Modern Tejo Agung 24 Metro, dikarenakan kondisi di Pasar Tradisional Modern Tejo Agung 24 sepi pedagang

Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana dampak kehadiran minimarket terhadap pasar tradisional Ngaliayan (2) Bagaimana strategi yang dilakukan

Namun ada pedagang yang berpendapat bahwa kehadiran pasar modern tidak menurunkan pendapatan mereka karena pasar tradisional memiliki pelanggan tetap dan konsumen pun bisa mendapatkan