• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kehadiran Ritel Modern Terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional Di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kehadiran Ritel Modern Terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional Di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEHADIRAN RITEL MODERN TERHADAP

OMZET PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DI KOTA

SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH

HARDYANI SASIKIRANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HARDYANI SASIKIRANA. Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh SAHARA.

Kehadiran ritel modern kian meningkat. Keberadaannya memberi ancaman bagi pedagang pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kehadiran ritel modern terhadap omzet pedagang pasar tradisional di Kota Surakarta. Ritel modern yang termasuk pada penelitian ini terdiri atas supermarket, hypermarket, dan department store. Penelitian dilakukan pada tiga pasar tradisional di Kota Surakarta, yaitu Pasar Nusukan dan Pasar Hardjodaksino sebagai pasar perlakuan (pasar yang jaraknya dekat dengan ritel modern) dan Pasar Jongke sebagai pasar kontrol (pasar yang jaraknya jauh dengan ritel modern). Metode yang digunakan adalah t-test, chi-square test, uji korelasi dan ordinal logistic regression. Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor yang memengaruhi omzet pedagang pasar tradisional adalah ukuran kios, komoditas utama berupa produk segar dan komoditas utama berupa produk olahan, sedangkan jarak tidak memengaruhi omzet pedagang pasar tradisional di Kota Surakarta.

Kata kunci: omzet, pasar tradisional, ritel modern

ABSTRACT

HARDYANI SASIKIRANA. The Impact of the Modern Retail Presence for Traditional Market Traders Turnover in Surakarta Central Java. Supervised by SAHARA.

The presence of modern retail is increasing over time. Its presence gives threat to traditional market traders. This study aims to analyze the impact of modern retail presence on the turnover of traditional traders in Surakarta. Modern retail included in this study consists of supermarkets, hypermarkets, and department stores. The study is conducted on the three traditional markets in Surakarta, which are Nusukan market and Hardjodaksino market as treatment markets (markets that are located close to the modern retail) and Jongke market as control market (distant market with modern retail). The methods used in the study are the t-test, chi-square test, correlation test and ordinal logistic regression. The results show that the factors affecting the turnover of traditional market traders are the size of the stall, the main commodities such as fresh products and processed products, while the distance does not affect the turnover of traditional traders in Surakarta.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DAMPAK KEHADIRAN RITEL MODERN TERHADAP

OMZET PEDAGANG PASAR TRADISIONAL DI KOTA

SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH

HARDYANI SASIKIRANA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini memiliki judul Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki selama proses pembuatan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tak terlepas dari bantuan, doa, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak lupa penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Eko Priyoutomo dan Sri Hardani, atas doa, dorongan moral dan materi bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Kakak penulis, Pradana Hardasulistya serta seluruh keluarga besar yang memberikan semangat dan dukungan tanpa henti.

2. Terima kasih penulis ucapkan kepada Sahara, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan saran serta kritik selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku Dosen Penguji dan Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc selaku Komisi Pendidikan, yang telah memberikan saran, kritikan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Seluruh dosen khususnya dosen Ilmu Ekonomi IPB yang telah memberikan

ilmu serta pengalaman selama penulis menjadi mahasiswi.

5. Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, Lurah pasar dan staf, serta pedagang pada Pasar Harjodaksino, Pasar Nusukan, dan Pasar Jongke atas bantuan dan kerjasamanya dalam proses pencarian data.

6. Teman-teman penulis Rahayu, Nabilah, Farisa, Anastasia, Irene, Wuri, Andita, Anisa, Fauzani, Amalia, Elis, Fitria, Selly, Nindya, Meliana, Penny, Uke dan Nita atas semua momen, semangat dan dukungannya selama ini. 7. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Fitria, Selly, Elis, Ratna, Triana, Fira,

Ezik) atas kerja sama, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini. 8. Seluruh Keluarga Ilmu Ekonomi angkatan 47 dan HIPOTESA khususnya

Divisi INTEL atas momen dan pelajaran hidup yang sangat berharga. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

METODE PENELITIAN 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Jenis dan Sumber Data 11

Metode Penentuan Sampel 11

Metode Analisis 12

GAMBARAN UMUM 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Persaingan dan Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta 21 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota

Surakarta 25

Pengaruh Jarak Ritel Modern dan Pasar Tradisional di Kota Surakarta terhadap

Omzet 27

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

(10)

DAFTAR TABEL

1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) Kota Surakarta Tahun

2008-2012 2

2 Perbandingan Pasar Tradisional dan Ritel modern di Indonesia 6 3 Jarak Pasar Tradisional dengan Ritel Modern Terpilih 12

4 Daftar Pasar Tradisional di Kota Surakarta 15

5 Komoditas Utama Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan Chi-square Test (%) 17

6 Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan t-test 18

7 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan Chi-squareTest (%) 19

8 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta berdasarkan pendidikan dengan Chi-squareTest (%) 19 9 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta Berdasarkan Presentase Segmentasi Pembeli dan Nilai

Pembelian dengan t-test 20

10 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta Berdasarkan Omzet dan Keuntungan dengan Chi-square test

(%) 20

11 Sumber Modal Usaha Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di

Kota Surakarta dengan Chi-square Test (%) 21

12 Pemasok Utama Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan Chi-square Test (%) 22

13 Metode Pembayaran Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di

Kota Surakarta dengan Chi-square Test (%) 22

14 Pesaing Terberat Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan Chi-square Test (%) 23

15 Strategi Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta

dengan Chi-square Test (%) 23

16 Kinerja Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta Dilihat dari Perubahan Omzet dan Keuntungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern dengan Paired Sample t-test 24 17 Penyebab Kelesuan Usaha Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan Chi-square Test (%) 25

18 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Omzet Pedagang Pasar Tradisional di

Kota Surakarta 26

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi Pasar Tradisional serta Ritel Modern Terpilih di Kota

Surakarta 31

2 Ritel Modern Kota Surakarta Tahun 2014 32

3 Output Chi-square Test Komoditas Utama yang Dijual Pedagang Pasar

Tradisional di Kota Surakarta 33

4 Output t-test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan dan Pasar

Kontrol di Kota Surakarta 35

5 Output Chi-square Test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta berdasarkan Pendidikan 36 6 Output Chi-square Test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta berdasarkan Jenis Kelamin 37 7 Output Chi-square Test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta berdasarkan Letak Kios 38 8 Output Chi-square Test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta berdasarkan Status Tempat Usaha 39 9 Output T-test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan dan Pasar

Kontrol di Kota Surakarta berdasarkan Segmentasi Pembeli 40 10 Output Chi-square Test Karakteristik Pedagang Pada Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta Berdasarkan Omzet dan Keuntungan 42 11 Output Chi-square Test Sumber Modal Usaha Pedagang Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta 44

12 Output Chi-square Test Pemasok Utama Pedagang Pasar Perlakuan dan

Pasar Kontrol di Kota Surakarta 45

13 Output Chi-square Test Metode Pembayaran Pedagang Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta 46

14 Output Chi-square Test Pesaing Terberat Pedagang Pasar Perlakuan dan

Pasar Kontrol di Kota Surakarta 47

15 Output Chi-square Test Strategi Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar

Kontrol di Kota Surakarta 48

16 Output T-test Keuntungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta 49 17 Output T-test Omzet Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern

Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta 50 18 Output Chi-square Test Penyebab Kelesuan Pedagang Pasar Perlakuan

dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta 51

19 Output Uji Regresi Logistik Ordinal 52

20 Output Uji Kolerasi Kendall's tau Antar Variabel Independen 53

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang terlibat dan mendukung liberalisasi perdagangan, bahkan sejak orde baru Indonesia sudah berorientasi kebijakan ekonomi yang bersifat liberal dan pro pasar (Ardiansyah 2011). Liberalisasi perdagangan telah membuka pintu investasi asing masuk ke dunia industri ritel. Peritel asing aktif untuk melakukan investasi terutama dalam skala besar seperti hypermarket dan department store (KPPU 2008). Dampaknya, ritel modern di Indonesia menjadi kian meningkat.

Dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17.57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10 365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18 152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp 49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp 120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau mencapai Rp 138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hypermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket (marketing.co.id 2013). Dilihat dari fakta tersebut diperoleh bahwa pertumbuhan ritel modern terbilang cepat.

Adanya ritel modern ini akan menimbulkan persaingan dengan pasar tradisional. Jika dulu masyarakat terbiasa berbelanja di pasar tradisional, maka saat ini masyarakat, khususnya di perkotaan, lebih memilih belanja di ritel modern. Pola kehidupan masyarakat kota yang lebih modern membuat mereka lebih memilih berbelanja di ritel modern. Hal ini juga dipengaruhi tingkat konsumsi masyarakat perkotaan yang semakin meningkat, sehingga masyarakat lebih memilih berbelanja di ritel modern.

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 237 000 000 jiwa dengan total konsumsi sekitar Rp 3 600 triliun merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Ini didukung oleh perilaku berbelanja penduduk Indonesia yang sudah mulai bergeser, dari berbelanja di pasar tradisional menuju ritel modern (marketing.co.id 2013).

(14)

2

Berkaitan dengan hal tersebut, Pasar Tradisional di Kota Surakarta dikhawatirkan kian terdesak dengan keberadaan ritel modern. Perlu diteliti secara lebih mendalam tentang kehadiraan ritel modern yang dikhawatirkan berdampak bagi pasar tradisional terutama para pedagang.

Perumusan Masalah

Kehadiran ritel modern di Kota Solo kian banyak. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, pada tahun 2013 jumlah ritel modern mencapai 52 gerai yang terdiri atas 24 minimarket dan 28 lainnya termasuk supermarket, hypermarket, mall dan pusat perbelanjaan. Berbeda halnya dengan Pasar tradisional yang hanya mencapai 43 unit (Dinas Pengelolaan Pasar 2014). Pemerintah Kota Surakarta sebenarnya sudah membatasi ritel modern yang masuk. Namun kenyataannya pembangunan ritel modern semakin menjamur di Kota Surakarta.

Alasan pemerintah Kota Surakarta mempertahankan pasar tradisional ditengah maraknya ritel modern karena pasar tradisional sebenarnya menjadi tempat para petani, nelayan, dan pengrajin kecil untuk memamerkan produk yang mereka hasilkan (Basri et al. 2012). Pasar tradisional menjadi tempat untuk pedagang-pedagang kecil menengah ke bawah untuk berjualan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah setempat untuk mempertahankan eksistensi pasar tradisional di Kota Surakarta adalah melakukan revitalisasi. Sampai dengan tahun 2013, sebanyak 19 bangunan pasar tradisional telah direvitalisasi (Dinas Pengelolaan Pasar 2014).

Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (%) Kota Surakarta Tahun 2008-2012

(15)

3 Namun, para pedagang pasar tradisional tetap merasa cemas akan keberadaan ritel modern yang semakin menjamur dan akan berdampak buruk terhadap usahanya. Adanya kesamaan produk-produk yang dijual baik di pasar tradisional maupun di ritel modern merupakan ancaman bagi para pedagang tradisional. Berbagai keunggulan yang dimiliki ritel modern membuat masyarakat cenderung memilih berbelanja di sana.

Menurut Purnomo et al. (2013), keunggulan yang dimiliki ritel modern sehingga dapat menarik minat masyarakat berbelanja di ritel modern tersebut antara lain:

a) Ritel modern dikelola oleh manajemen yang modern dan profesional. b) Ritel modern menawarkan wisata belanja yang nyaman, aman, dan bersih. c) Harga barang di ritel modern sudah pasti sehingga pembeli tidak perlu lagi

tawar menawar. Harga yang pasti juga berguna untuk membandingkan harga di tempat lain.

d) Ritel modern didukung fasilitas yang memadai seperti pendingin ruangan, tangga berjalan, ruang parkir yang luas, kamar mandi yang bersih, pelayanan yang baik, dan lain-lain.

e) Ritel modern umunya memiliki modal besar, sehingga mampu memberi diskon dan hadiah kepada konsumen.

f) Sebagian masyarakat merasa bergengsi dan lebih mengikuti zaman, bila berbelanja di ritel modern.

Beberapa penelitian terdahulu memperoleh hasil bahwa ritel modern berdampak negatif terhadap pedagang pasar tradisional. Penelitian yang dilakukan Agustina (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor berdampak negatif terhadap pertumbuhan pasar tradisional pada tahun 2003-2008. Kemudian, Kusyuniarti (2012) menunjukkan bahwa minimarket menjadi salah satu penyebab penurunan omzet pedagang eceran tradisional. Namun, berdasarkan penelitian Suryadharma et al (2007) diperoleh bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada supermarket. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akan keberadaan ritel modern yang semakin menjamur di Kota Surakarta terhadap pasar tradisional di sekitarnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaimana persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota Surakarta?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional Kota Surakarta?

3. Bagaimana pengaruh jarak ritel modern dan pasar tradisional di Kota Surakarta terhadap omzet?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Menganalisis persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota

(16)

4

2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional Kota Surakarta.

3. Menganalisis pengaruh jarak ritel modern dan pasar tradisional di Kota Surakarta terhadap omzet.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi wawasan baru mengenai dampak keberadaan ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional Kota Surakarta.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi informasi mengenai dampak keberadaan ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional Kota Surakarta dan sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan yang sesuai.

3. Bagi kalangan mahasiswa, bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi pasar tradisional di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Pasar tradisional yang dijadikan sampel adalah yang berjarak kurang dari lima kilometer dengan ritel modern dan yang berjarak lebih dari lima kilometer dengan ritel modern. Pasar tradisional di Kota Surakarta yang terpilih adalah Pasar Harjodaksino, Pasar Nusukan, dan Pasar Jongke. Penelitian ini membahas persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota Surakarta, faktor-faktor yang memengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional Kota Surakarta dan pengaruh jarak ritel modern dan pasar tradisional di Kota Surakarta terhadap omzet. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Pasar

(17)

5

Pasar Tradisional

Menurut Peraturan Presiden Nomor 112 (2007), pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, pedagang menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Sistem pasar tradisional terbangun atas beberapa subsistem yang saling berinteraksi dan memengaruhi, antara lain:

1. Pengelola pasar

Pengelola pasar merupakan perusahaan daerah/swasta yang membangun infrastruktur pasar, menyediakan fasilitas, mengatur dan mengelola segala kegiatan ekonomi dalam pasar tradisional.

2. Pedagang

Pedagang pada pasar tradisional umumnya meneruskan usaha orang tua di tempat (pasar) yang sama dengan barang dagangan yang sama pula. Hanya beberapa yang membuka usaha sendiri tanpa faktor turunan.

3. Pemasok

Sebagian pemasok yang ada di pasar tradisional adalah agen yang mengambil barang dari produsen.

4. Pembeli

Pembeli di pasar tradisional mayoritas adalah masyarakat yang tinggal di sekitar pasar pada level kelurahan dan kecamatan.

Ritel Modern

Ritel modern adalah pasar yang umumnya berlokasi di kawasan perkotaan dan dikelola dengan manajemen modern dan profesional, yang berfungsi sebagai penyedia barang/jasa dengan mutu dan pelayanan yang prima kepada konsumen yang umumnya tergolong kelas menengah ke atas.

Ritel modern terdiri atas toko modern dan pusat perbelanjaan. Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, sistem harga pasti, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket, speciality store, dan grosir yang berbentuk perkulakan. Sedangkan, pusat perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri atas satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang (Peraturan Presiden Nomor 112 2007).

Penelitian ini memilih ritel modern yang terdiri atas supermarket, hypermarket, dan department store. Menurut Purnomo et al. (2013) definisi supermarket, hypermarket, dan department store sebagai berikut:

(18)

6

2. Hypermarket adalah jenis toko modern yang memiliki luas lantai penjualan lebih dari 5 000 m2 sehingga lebih luas dibandingkan supermarket. Jumlah jenis barang yang dijual di hypermarket sangat besar (lebih dari 50 000 item) dan meliputi banyak jenis produk.

3. Department store adalah toko eceran modern yang berskala besar yang pengelolaannya dipisah dan dibagi menjadi bagian-bagian yang menjual pakaian wanita, pakaian pria, pakaian anak-anak dan lain-lain. Department store mempunyai luas lantai penjualan di atas 400 m2.

Perbandingan pasar tradisional dan ritel modern disajikan pada Tabel 2.

Teori Lokasi

Menurut Alfred Weber pemilihan lokasi industri berdasarkan atas prinsip minimisasi biaya, setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum (Priyarsono et al. 2007). Weber memiliki beberapa asumsi antara lain:

1. Unit telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim homogen, konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat, dan kondisi pasar adalah persaingan sempurna.

Tabel 2 Perbandingan Pasar Tradisional dan Ritel modern di Indonesia

Jenis Pasar Ciri Utama Bentuk Pasar

Pasar

Tradisional  Manajemen belum profesional Skala kecil  Modal kecil

 Harga tawar-menawar  Transaksi tunai

 Jarang ada program promosi  Dikelola pemerintah

 Tersebar di kota dan di desa  Kondisi bangunan kurang terawat  Konsumen menengah bawah

Pasar tradisional skala kecil, pasar tradisional skala sedang, pasar desa dan pasar antar desa.

Ritel modern  Manajemen modern  Teknologi modern  Modalnya kuat  Harga pasti  Fasilitas canggih

 Pembayaran dapat menggunakan kartu kredit atau debit

 Banyak promosi

 Umunya dikelola swasta  Di daerah perkotaan  Bangunan terawat

 Konsumen menengah atas

(19)

7 2. Beberapa sumberdaya alam seperti air, pasir, dan batu bata tersedia di

mana-mana dalam jumlah yang memadai.

3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas.

4. Tenaga kerja tidak menyebar secara merata tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dengan mobilitas terbatas.

Berdasarkan asumsi tersebut terdapat tiga faktor yang memengaruhi lokasi yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Biaya transportasi dan upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang secara fundamental menentukan pola lokasi. Kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi merupakan kekuatan lanjutan yang berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagi kegiatan dalam ruang (Priyarsono et al. 2007).

Berbeda dengan Alfred Weber, August Losch menyatakan lokasi penjual sangat berpengaruh pada jumlah konsumen. Semakin jauh dari tempat penjual, konsumen semakin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar yang identik dengan penerimaan besar (Priyarsono et al. 2007).

Berdasarkan teori lokasi yang telah dipaparkan, terdapat kesamaan teori pemilihan lokasi untuk menentukan lokasi baik pasar tradisional maupun ritel modern. Lokasi yang berdekatan akan menimbulkan persaingan karena mereka berebut konsumen untuk mendapatkan omzet yang lebih besar.

Omzet

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata omzet adalah jumlah uang hasil penjualan barang (dagangan) tertentu selama suatu masa jual. Menurut Wijayanti (2011), omzet adalah keseluruhan jumlah penjualan barang/jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh. Seorang pengelola usaha dituntut untuk selalu meningkatkan omzet penjualan dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun.

Penelitian ini melihat omzet pedagang tradisional perhari. Omzet tersebut adalah omzet sebelum adanya kehadiran ritel modern terpilih yaitu tahun 2008 dan setelah kehadiran ritel modern tersebut yaitu tahun 2013.

Penelitian Terdahulu

(20)

8

tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada supermarket. Karena itu, untuk menjamin keberlangsungan pasar tradisional diperlukan perbaikan sistem pengelolaan pasar tradisional yang memungkinannya dapat bersaing dan tetap bertahan bersama kehadiran supermarket.

Penelitian yang telah dilakukan Agustina (2009) menganalisis tentang pertumbuhan ritel modern di Kota Bogor pada tahun 1998-2003 yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ritel modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada tahun 2003-2008, pertumbuhan ritel modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ritel modern di Kabupaten Bogor. Jumlah pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional. Namun pada periode tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang negatif. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ritel modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita.

Kusyuniarti (2012) melakukan penelitian mengenai dampak pendirian minimarket terhadap perubahan omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran masyarakat (kasus: kecamatan dramaga kabupaten bogor). Penelitian ini menunjukan bahwa pendirian kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kecamatan Dramaga menjadi peluang bagi para pengusaha untuk menawarkan barang dan jasanya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa-mahasiswa tersebut dalam bentuk usaha ritel modern, yaitu minimarket. Lokasi minimarket dengan jarak yang sangat berdekatan di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor tentu akan memunculkan persaingan di wilayah tersebut.

Penelitian ini menggunakan uji-t berpasangan, metode regresi linear berganda dan metode regresi logit yang didukung dengan uji crosstab. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pengeluaran masyarakat antara sebelum pendirian minimarket berbeda nyata dengan sesudahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet pedagang eceran akibat berdirinya minimarket adalah jarak antara lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan minimarket dan tingkat pendidikan. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran masyarakat akibat pendirian minimarket adalah usia dan jarak antara tempat tinggal responden dengan minimarket.

(21)

9

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Persaingan pedagang pasar tradisional di Kota Surakarta diduga akan meningkat setelah kehadiran ritel modern, sedangkan kinerja pedagang pasar tradisonal di Kota Surakarta diduga akan menurun setelah kehadiran ritel modern.

2. Ukuran kios diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

3. Umur diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

4. Lama berdagang diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

5. Pendidikan diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

6. Dummy jarak diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

7. Dummy diversifikasi produk diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

8. Dummy komoditi utama produk segar diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

9. Dummy komoditi utama produk olahan diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

10.Dummy letak kios diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang secara signifikan setelah kehadiran ritel modern.

11.Jarak ritel modern dan pasar tradisional diduga berpengaruh terhadap omzet pedagang pasar tradisional.

Kerangka Pemikiran

Liberalisasi perdagangan memberi dampak ritel modern menjadi kian meningkat. Tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17.57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10 365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18 152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia (marketing.co.id 2013). Ditambah dengan pola belanja masyarakat yang berubah ke modern menjadi lebih memilih berbelanja di ritel modern.

Kehadiran ritel modern lama kelamaan menggeser pasar tradisional sebagai tujuan utama berbelanja bagi masyarakat, khususnya di kota-kota besar seperti Kota Surakarta. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, pada tahun 2013 jumlah ritel modern Kota Surakarta mencapai 52 gerai. Pasar tradisional hanya mencapai 43 unit (Dinas Pengelolaan Pasar 2014). Hal ini dikhawatirkan akan menjadi ancaman bagi para pedagang pasar tradisional.

(22)

10

yang memengaruhi omzet pedagang pasar tradisonal di kota Surakarta, serta pengaruh jarak ritel modern dan pasar tradisional di Kota Surakarta terhadap omzet. Selanjutnya penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk menetapkan strategi dan kebijakan yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Surakarta. Kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan dengan pertimbangan wilayah tersebut merupakan wilayah cukup potensial untuk mendirikan ritel modern, sehingga perlu diteliti dampak yang akan ditimbulkan kedepannya. Keberadaan ritel modern ini akan mengancam para pedagang tradisional. Penelitian ini dilaksanakan pada tiga pasar tradisional, yaitu Pasar Hardjodaksino, Pasar Nusukan, dan Pasar Jongke. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2014 hingga Juni 2014. Selama periode tersebut peneliti

Liberalisasi Perdagangan

Peningkatan Ritel Modern di Indonesia

Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Rekomendasi strategi dan kebijakan yang dapat dilakukan

Pengaruh jarak ritel modern dan pasar tradisional di Kota Surakarta

terhadap omzet Faktor-faktor yang

memengaruhi omzet pedagang di pasar

tradisional Kota Surakarta Persaingan dan

kinerja pedagang di pasar tradisional Kota

(23)

11 melakukan pengumpulan data dan analisis dalam rangka menjawab tujuan penelitian.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik serta beberapa literatur yang tekait sebagai penunjang penelitian ini seperti jurnal, skripsi, internet dan buku-buku.

Data primer dalam penelitian ini berasal dari wawancara mendalam berupa kuisioner terhadap pedagang pasar tradisional yang menjadi responden sehingga dapat mengetahui pengaruh keberadaan ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional. Data yang ditanyakan kepada pedagang berdasarkan tahun 2008 dan tahun 2013. Jenis data pada penelitian ini adalah cross section.

Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling merupakan prosedur memilih contoh berdasarkan pertimbangan tentang beberapa karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda 2009). Karakteristik dalam penelitian ini ditentukan dari beberapa kriteria. Kriteria sampel pasar tradisional yang dipilih adalah pasar tradisional yang menjual produk yang sama pada ritel modern yaitu produk segar, produk olahan, dan sandang. Kriteria selanjutnya adalah pasar tradisional yang berjarak kurang dari lima kilometer dari ritel modern terdekat dan pasar tradisional yang berjarak lebih dari lima kilometer dengan ritel modern. Ritel modern pada penelitian ini yang mulai beroperasi antara tahun 2008 hingga 2013. Ritel modern dalam penelitian ini hanya meliputi supermarket, hypermarket, dan department store.

Setelah memiliki kriteria tersebut, penentuan sampel dilakukan berdasarkan tahapan berikut:

1. Melakukan pencarian data sekunder pada Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta dan Dinas Perindustrian Perdagangan Kota Surakarta mengenai pasar tradisional dan ritel modern. Hasil pencarian diperoleh bahwa jumlah pasar tradisional 43 unit dan ritel modern 52 unit.

2. Mengidentifikasi pasar tradisional berdasarkan kriteria yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah mengidentifikasi berdasarkan jenis barang yang diperdagangkan, jumlah pasar tradisional mengerucut menjadi 29 unit. 3. Mengukur jarak antara pasar tradisional dengan ritel modern yang berdiri

(24)

12

pasar tradisional yang diteliti yaitu Pasar Nusukan dan Pasar Hardjodaksino sebagai pasar perlakuan serta Pasar Jongke sebagai pasar kontrol.

4. Tahap selanjutnya adalah menentukan responden dengan memilih pedagang yang telah berdagang minimal lima tahun sebanyak 30 pedagang pada tiap-tiap pasar yang terdiri atas 10 pedagang produk segar, 10 pedagang produk olahan dan 10 pedagang sandang. Total keseluruhan responden adalah 90 pedagang.

Metode Analisis

Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah analisis deskriptif dan statistik inferensia. Analisis deskriptif diuji dengan menggunakan independent sample t-test, paired sample t-test, dan chi-square test. Adapun statistik inferensia dilakukan dengan menggunakan ordinal logistic regression. Sebelum melakukan pemodelan, dilakukan uji korelasi terhadap variabel independent. Metode ini dilakukan dengan bantuan program software Microsoft Excel 2010 dan SPSS version 16.0.

Uji-t (T-Test)

Uji-t yang digunakan pada penelitian ini adalah independent sample t-test dan paired sample t-test. Independent sample t-test merupakan uji-t untuk dua sampel independent atau bebas. Pada prinsipnya akan membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, dengan tujuan apakah kedua grup tersebut memiliki rata-rata yang sama atau tidak (Sujarweni 2014). Independent sample t-test digunakan untuk meneliti karakteristik responden dan segmentasi pembeli antara pasar perlakuan dan pasar kontrol dalam penelitian ini.

Paired sample t-test merupakan uji-t untuk dua sample yang berpasangan. Penggunaan uji ini untuk menentukan ada tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel bebas. Dua sampel yang dimaksud adalah sampel yang sama namun mempunyai dua data (Sujarweni 2014). Uji ini digunakan untuk meneliti omzet dan keuntungan responden pada tahun 2008 dan 2013.

Hipotesis untuk uji-t ini sebagai berikut:

H0: Rata-rata variabel antara dua kelompok adalah sama Tabel 3 Jarak Pasar Tradisional dengan Ritel Modern Terpilih

Nama Pasar Ritel Modern Beroperasi Tahun Jarak

Nusukan Solo Paragon 2012 3.6 km

Lotte Mart 2011 4.1 km

Luwes Nusukan 2008 200 m

Harjodaksino Carrefour Solo Baru 2008 4.3 km

Lotte Mart 2011 1.8 km

Hartono Mall 2012 3.4 km

Jongke Hartono Mall 2012 7.3 km

(25)

13 H1: Rata-rata variabel antara dua kelompok adalah berbeda

Jika t-statistic < α , maka tolak H0 yang artinya rata-rata variabel antara dua kelompok adalah berbeda. Jika t-statistic > α, maka terima H0 yang artinya rata-rata variabel antara dua kelompok adalah sama (Sujarweni 2014).

Chi-square Test

Menurut Sujarweni (2014), analisis chi-square sebenarnya merupakan statistik non parametrik karena data untuk pengujiannya adalah data kategori. Chi-square test dilakukan untuk mencari ada hubungan atau tidak, namun tidak dapat untuk melihat seberapa besar hubungannya.

Adapun rumus hipotesisnya sebagai berikut: H0: Tidak terdapat hubungan antara kedua variabel H1: terdapat hubungan antara kedua variabel

Jika P-value < α atau Chi-square hitung > Chi-square tabel, maka tolak H0. Sedangkan, P-value > α maka sebaliknya menjadi terima H0. Dalam penelitian ini,

Chi-square test digunakan untuk melihat hubungan karakteristik pedagang, strategi pedagang, metode pembayaran, dan pemasok barang dagangan pedagang.

Uji Korelasi

Korelasi merupakan salah satu statistik inferensia yang akan menguji apakah dua variabel atau lebih yang ada mempunyai hubungan atau tidak. Uji korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel, jika ada hubungannya maka akan dicari seberapa kuat hubungan tersebut. Keeretan hubungan ini dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Sujarweni 2014).

Terdapat tiga penggolongan berdasarkan jenis data dalam uji korelasi yaitu: 1. Jika data semua variabel merupakan data nominal maka digunakan uji

koefisien Cramer.

2. Jika data semua variabel merupakan merupakan data ordinal atau dapat juga satu variabel merupakan data ordinal dan lainnya data rasio maka digunakan uji Kendall, dapat juga uji Spearman.

3. Jika data semua variabel merupakan data rasio maka digunakan uji Kendall atau uji Spearman.

Adapun hipotesis untuk uji korelasi adalah H0: Tidak terdapat hubungan antara kedua variabel H1: Terdapat hubungan antara kedua variabel

Jika nilai probability < α, maka tolak H0 yang artinya terdapat hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika nilai probability > α maka terima H0 yang artinya tidak terdapat hubungan antara dua variabel.

Metode Ordinal Logistic Regression

Apabila peubah respon dalam analisis regresi berupa peubah kategorik, maka analisis regresi yang dapat digunakan antara lain analisis regresi logistik (Firdaus et al. 2011). Berdasarkan tipe peubah kategorik peubah responnya, analisis regresi logistik dibagi menjadi tiga:

(26)

14

Metode ordinal logistik regression memungkinkan untuk membuat model, membuat prediksi, dan mengevaluasi tingkat kepentingan berbagai variabel prediksi pada kasus-kasus dimana variabel tergantungnya berskala ordinal (Sarwono 2013). Penelitian ini memiliki peubah respon berupa tiga kategorik bersifat urutan sehingga penelitian ini menggunakan metode ordinal logistik regression.

Dalam penelitian ini, metode ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi omzet pedagang. Persamaan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yi = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5 D1 + β6D2 + β7D3 + β8D4 + β9D5 + ei Dimana:

Yi = Omzet pedagang (nilai “1” jika kurang dari Rp 1 000 000; nilai “2” jika Rp 1 001 000 sampai Rp 5 000 000 dan nilai “3” jika lebih dari Rp 5 000 000) perhari

β0 = Intersep

β1 = Koefisien regresi X1 = Ukuran kios (m2) X2 = Umur (tahun)

X3 = Lama berdagang (tahun)

X4 = Pendidikan (nilai “1” jika tidak sekolah/lulus SD, nilai “2” jika lulus SD, nilai “3” jika lulus SMP, nilai “4” jika lulus SMA, nilai “5” jika lulus universitas)

D1 = Jarak (nilai “0” jika berjarak lebih dari lima kilometer dengan ritel modern, nilai “1” jika berjarak kurang dari lima kilometer dengan ritel modern)

D2 = Diversifikasi produk (nilai “0” jika satu jenis produk, nilai “1” jika lebih dari satu jenis produk)

D3 = Komoditi utama (nilai “0” jika menjual produk lainnya, nilai “1” jika menjual produk segar)

D4 = Komoditi utama (nilai “0” jika menjual produk lainnya, nilai “1” jika menjual produk olahan)

D5 = Letak kios (nilai “0” jika letak kios berada di bagian belakang pasar, nilai “1” jika letak kios berada di bagian depan pasar)

ei = error

GAMBARAN UMUM

Kondisi Pasar Tradisional Kota Surakarta

(27)

15 pasar tradisional yang menjual satu jenis produk dalam satu pasar, seperti tekstil, barang antik, ayam, bunga, perkakas rumah tangga, dan besi tua.

Pasar tradisional di Kota Surakarta banyak yang telah mengalami revitalisasi. Menurut Dinas Pengelolaan Pasar, hingga tahun 2013 jumlah pasar tradisional yang telah mengalami revitalisasi sebanyak 19 unit. Bahkan untuk kedepannya akan semakin bertambah pasar yang akan di revitalisasi. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya pemeritah Kota Surakarta dalam melestarikan pasar tradisional.

Pasar tradisional di Kota Surakarta umumnya sudah berusia tua. Beberapa diantaranya telah berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia. Tabel 4 menunjukkan daftar pasar tradisional di Kota Surakarta dengan alamat dan tahun beroperasi masing-masing pasar.

Tabel 4 Daftar Pasar Tradisional di Kota Surakarta

No. Nama Pasar Alamat Beroperasi Tahun

1. Legi Jl. Jend. S. Parman, Stabelan, Banjarsari 1936

2. Klewer Jl Dr. Radjiman, Pasar Kliwon 1970

3. Singosaren Jl. Gatot Subroto, Kemlayan, Serengan 1989 4. Gede Jl. Jend. Urip Sumoharjo Sudiroprajan, Jebres 1930 5. Nusukan Jl. Kapten P. Tendean, Nusukan, Banjarsari 1958 6. Turisari (nongko) Jl. RM. Said Mangkubumen, Banjarsari 1986 7. Harjodaksino Jl. Kom. Yos Sudarso, Danukusuman, Serengan 1987

8. Jongke Jl. Dr. Rajiman, Pajang Laweyan 1992

9. Notoharjo Jl. Serang, Semanggi, Pasar Kliwon 2006 10. Taman Pasar Burung Depok Jl. Balekembang Lor/Depok, Manahan, Banjarsari 1984

11. Gading Jl. Veteran, Pasar Kliwon 1981

12. Rejosari Jl. Sindutan Purwodiningratan, Jebres 1989 13. Pucangsawit Jl. Ir. Juanda, Pucangsawit, Jebres 1993 14. Purwosari Jl. Brigjen Slamet Riyadi, Sondakan, Laweyan 1978

15. Panggungrejo Jl. Surya Utama, Jebres 2009

16. Ngarsopuro Jl. Ronggowarsito, Timuran 1967

17. Sidodadi Jl. Brigjen Slamet Riyadi, Karangasem, Laweyan 1941

18. Cinderamata Barat Alun-alun Utara 2004

19. Ayu Balapan Jl. Monginsidi, Kestalan, Banjarsari 1986 20. Mojosongo Jl. Brigjen Katamso, Mojosongo, Jebres 1976 21. Ledoksari Jl. Jend. Urip Sumoharjo, Purwodiningratan, Jebres 1986 22. Kadipolo Jl. Dr. Radjiman, Penularan, Laweyan 1980 23. Tanggul Jl. RE. Martadinata, Sewu, Jebres

24. Kabangan Jl. Dr. Radjiman, Sondakan, Laweyan 1983 25. Penumping Jl. Sutowijoyo, Penumping, Laweyan 1974

26. Ayam Jl Serang, Semanggi, Pasar Kliwon 1979

27. Kliwon Jl. Kapten Mulyadi, Kedunglumbu, Pasar Kliwon 1980

(28)

16

No. Nama Pasar Alamat Beroperasi Tahun

30. Mebel Jl. A. Yani, Gilingan, Banjarasari 2003 31. Triwindu Jl. Diponegoro, Keprabon, Banjarsari 1949 32. Ngemplak Jl. A. Yani, Gilingan, Banjarasari 1985 33. Bangunharjo Jl. KS. Tubun, Manahan, Banjarsari 1966 34. Sidomulyo Jl. S. Parman, Gilingan, Banjarsari 1951

35. Elpabes Jl. R. Saleh, Banjarsari 2000

36. Sangkrah Barat Stasiun KA. Sangkrah, Sangkrah, Pasar Kliwon 1949 37. Tunggulsari Jl. Untung Suropati, Semanggi, Pasar Kliwon 1989

38. Jurug Jl. KH. Maskur, Jebres 1982

39. Mojosongo Perumnas Komplek Jl. Sibela, Mojosongo, Jebres 2002 40. Ngumbul Jl. RM. Said, Manahan, Banjarsari 1993 41. Bambu Jl. Tentara Genie Pelajar, Nusukan, Banjarsari 2005 42. Besi Jl. Serang, Semanggi, Pasar Kliwon 1996 43. Joglo Jl. Kol. Sugiyono, Kadipiro, Banjarsari 1956 Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar (2014)

Pasar Harjodaksino

Pasar Harjodaksino menjadi pasar perlakuan dalam penelitian ini. Pasar Harjodaksino terletak di Jl. Kom. Yos Sudarso, Kelurahan Danusuman, Kecamatan Serengan Kota Surakarta yang menempati lahan seluas 8 997 m2. Pasar ini diresmikan pertama kali pada tanggal 15 Juni 1987. Pasar tersebut sebelumnya adalah pindahan dari Pasar Gemblegan yang berada di bekas Terminal Bus Gemblegan yang merupakan pelabuhan dari Pasar Dawung dan Pasar Gading.

Pasar ini terdiri atas 71 kios, 857 los dan 161 plataran. Pada tahun 2006 Pasar Harjodaksino melakukan pembangunan kios baru bagian depan. Di samping menyediakan kebutuhan sehari-hari, Pasar Harjodaksino juga menyediakan berbagai barang kebutuhan upacara (ubo rampe) perkawinan atau temanten.

Pasar Nusukan

Pasar Nusukan juga merupakan pasar perlakuan dalam penelitian ini, sama halnya dengan Pasar Harjodaksino. Pasar Nusukan yang terletak di Jl. Kapten Piere Tendean, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ini didirikan pada tahun 1958. Pasar Nusukan menempati lahan seluas 6 531 m2. Pasar Nusukan memiliki 107 kios, 553 los dan 187 plataran.

(29)

17

Pasar Jongke

Pasar Jongke berperan sebagai pasar kontrol pada penelitian ini. Pasar Jongke diresmikan pada tanggal 19 Januari 1992 oleh Walikota Solo Hartomo. Pasar Jongke merupakan gabungan dua pasar tradisional yakni pasar Sepeda Ngapeman dan Pasar Jongke sebagai sentra oleh-oleh khas Solo. Ide pendirian pasar ini berasal dari pemerintah, yang salah satu sebabnya karena lokasi Pasar Sepeda Ngapeman akan dibangun Hotel Novotel. Nama Jongke sendiri diambil dari nama pasar sebelumnya. Selain menjadi nama pasar, Jongke adalah nama kampung dalam wilayah Kelurahan Laweyan.

Secara administratif, pasar jongke berada dalam wilayah Kampung Jongke, Kelurahan Laweyan yaitu Jl. Dr. Rajiman, Pajang. Pasar Jongke terbagi menjadi 98 kios, 736 los, dan 216 plataran dengan luas lahan 12 254 m2. Sebagai pasar tradisional, Pasar Jongke menjual bermacam-macam barang dagangan seperti manisan, kelontong, sayur mayur, sembako, daging dan pakaian. Namun Pasar Jongke juga terkenal dengan komoditi sepeda baik yang masih baru maupun yang sudah bekas.

Komoditas Utama Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Tabel 5 Komoditas Utama Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta dengan Chi-square Test (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square

Produk segar

Sayur-sayuran 10.00 6.70

Buah-buahan 8.30 16.70

Ayam 5.00 3.30

Daging (sapi, kambing) 3.30 3.30

Ikan 3.30 3.30

Umbi-Umbian 1.70 0.00

Produk olahan

Beras 21.70 16.70

Kue 5.00 6.70

Minyak 3.30 3.30

Bumbu-bumbuan 3.30 0.00

Makanan ringan 1.70 0.00

Telur & susu 0.00 6.70

Produk Sandang

Sepatu 16.70 0.00

Pakaian 13.30 30.00

Tas 3.30 3.30

(30)

18

Tabel 5 memperlihatkan komoditas utama pedagang berdasarkan komoditas yang menghasilkan omzet tertinggi bagi pedagang. Penelitian ini membagi komoditas menjadi produk segar, produk olahan dan sandang. Tabel 5 menunjukkan bahwa komoditas utama baik pasar perlakuan dan pasar kontrol tidak signifikan yang berarti tidak terdapat keterkaitan antara produk yang dijual pedagang pasar tradisional dengan pasar perlakuan dan pasar kontrol. Hal ini bisa terjadi karena tiga pasar yang dipilih memiliki kesamaan komoditas yang dijual.

Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Karakteristik pedagang termasuk tahap awal yang dilakukan kepada semua responden yang telah dipilih. Tabel 6 menunjukan karakteristik pedagang yang dilihat dari umur, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios, dan jumlah pembeli para pedagang. Hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel yang berbeda adalah ukuran kios dan jumlah kios.

Pedagang pada pasar perlakuan rata-rata memiliki ukuran kios lebih besar yaitu 8 m2 dibandingkan pada pasar kontrol yang rata-rata hanya memiliki ukuran kios 6 m2. Selain itu, Pedagang di pasar perlakuan rata-rata memiliki kios lebih dari dua kios, sedangkan pedagang di pasar kontrol lebih rendah karena rata-rata memiliki kurang dari dua kios. Variabel umur, lama berdagang, dan jumlah pembeli relatif sama baik pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol.

Karakteristik pedagang pasar selanjutnya adalah jenis kelamin, letak kios, dan status tempat usaha pedagang. Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa pedagang perempuan mendominasi baik di pasar perlakuan maupun di pasar kontrol. Sementara itu untuk variabel letak kios baik pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol juga sebagian besar terletak di belakang pasar. Kemudian untuk status tempat usaha pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol mayoritas adalah kepemilikan sendiri.

Tabel 6 Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta dengan t-test

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) t-hitung Mean Std. Dev. Mean Std. Dev.

Umur (tahun) 47.47 10.43 44.87 10.47 1.11

Lama Berdagang (tahun) 15.10 6.68 15.17 5.45 -0.05 Ukuran Kios (m2) 8.43 4.19 6.43 3.65 2.23** Jumlah Kios (unit) 2.62 2.14 1.80 1.10 1.96* Jumlah Pembeli (orang) 22.80 16.28 21.50 13.75 0.38

(31)

19

Tabel 8 menunjukkan karakteristik pedagang berdasarkan tingkat pendidikannya. Terlihat pada Tabel, bahwa umumnya pedagang pada pasar perlakuan dan pasar kontrol adalah lulusan SMA. Saat wawancara, rata-rata pedagang memiliki keinginan mencari nafkah untuk membantu kebutuhan keluarga menjadikan alasan utama mereka tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Karakteristik pedagang selanjutnya berdasarkan segmentasi pembeli yang disajikan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 menunjukan bahwa variabel jumlah pembeli yang terdiri dari rumah tangga, restoran/catering, pedagang keliling dan warung tidak ada yang signifikan yang berarti variabel-variabel antara pasar perlakuan dan pasar kontrol relatif sama. Demikian juga pada nilai pembelian baik pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol relatif sama.

Tabel 7 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta dengan Chi-squareTest (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square

Jenis Kelamin

Perempuan 76.70 66.70

Laki-Laki 23.30 33.30

Total 100.00 100.00 1.02

Letak Kios

Belakang 71.70 63.30

Depan 28.30 36.70

Total 100.00 100.00 0.65

Status Tempat Usaha

Milik sendiri 60.00 80.00

Sewa 23.30 13.30

Lainnya 16.70 6.70

Total 100.00 100.00 3.70

Tabel 8 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta berdasarkan pendidikan dengan Chi-squareTest (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square Pendidikan

Lulus SMA 43.30 50.00

Lulus SD 23.30 20.00

Lulus SMP 21.70 6.70

Lulus akademi/universitas 8.30 13.30

Tidak sekolah/Lulus SD 3.30 10.00

(32)

20

Karakteristik lainnya ialah berdasarkan omzet dan keuntungan pedagang. Tabel 10 memaparkan omzet dan keuntungan pedagang pada tahun 2013. Pada Tabel 10 terlihat bahwa rata-rata omzet di pasar perlakuan dan pasar kontrol relatif sama. Omzet pada kedua kelompok umumnya < 1 000 000. Variabel keuntungan juga tidak berbeda antara pasar perlakuan dan pasar kontrol. Keuntungan mayoritas pasar perlakuan dan pasar kontrol < 300 000.

Tabel 9 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta Berdasarkan Presentase Segmentasi Pembeli dan Nilai Pembelian dengan t-test

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) t hitung Mean Std. Dev. Mean Std. Dev.

Jumlah Pembeli (%)

Rumah Tangga 63.83 35.20 65.50 32.60 -0.22

Restoran/Catering 5.92 14.19 6.33 12.31 -0.14

Pedagang Keliling 16.08 20.23 13.33 19.31 0.62

Warung 14.00 19.95 14.83 21.83 -0.18

Nilai Pembelian (%)

Rumah Tangga 61.75 36.33 62.33 35.28 -0.07

Restoran/Catering 6.42 14.29 8.17 15.67 -0.53

Pedagang Keliling 17.58 21.52 14.67 21.57 0.61

Warung 14.25 18.32 14.83 21.87 -0.13

Tabel 10 Karakteristik Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta Berdasarkan Omzet dan Keuntungan dengan Chi-square test (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square

Omzet (Rp/hari)

<1 000 000 65.00 83.30

1 001 000 - 5 000 000 20.00 13.30

>5 000 000 15.00 3.30

Total 100.00 100.00 3.90

Keuntungan (Rp/hari)

<300 000 80.00 93.30

301 000 - 1 000 000 16.70 6.70

>1 000 000 3.30 0.00

(33)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persaingan dan Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Persaingan dan kinerja dalam pasar tradisional merupakan unsur yang diperlukan oleh para pedagang untuk mengetahui maju atau mundurnya usaha yang mereka lakukan (Suryadarma et al. 2007). Pada penelitian ini untuk mengetahui persaingannya, dipilih variabel sumber modal pedagang, pemasok barang dagangan, metode pembayaran yang digunakan, pesaing terberat dan strategi yang dilakukan pedagang. Kemudian, kinerja pedagang diukur dengan variabel penyebab kelesuan, perubahan omzet dan keuntungan yang diperoleh pedagang.

Sumber modal usaha pedagang ditunjukkan pada Tabel 11 yang terlihat dari hasil chi-square test bahwa tidak ada yang signifikan artinya baik pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol relatif sama untuk sumber modalnya. Pada umumnya pedagang menggunakan modal usaha yang berasal dari diri sendiri, baik di pasar perlakuan maupun pasar kontrol. Terlihat pada Tabel 11, sumber modal dari diri sendiri lebih tinggi daripada modal lainnya, baik di pasar perlakuan maupun pasar kontrol.

Pinjaman bank pemerintah juga menjadi pilihan para pedagang sebagai sumber modal, walaupun tidak sebanyak yang bersumber modal sendiri. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa pedagang sebenarmya ingin melakukan pinjaman di bank baik bank pemerintah maupun bank swasta, namun proses yang rumit mengurungkan niat pedagang melakukan pinjaman di bank.

Persaingan pedagang dari variabel pemasok utama untuk barang dagangan para pedagang disajikan pada Tabel 12. Terlihat bahwa pemasok utama barang-barang dagangan para pedagang untuk di kedua kelompok pasar sampel umumnya adalah penyalur. Selain itu, tengkulak juga menjadi salah satu pemasok baik di pasar perlakuan maupun pasar kontrol.

Tabel 11 Sumber Modal Usaha Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta dengan Chi-square Test (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square

Modal sendiri 95.00 86.70

Bank pemerintah 3.30 10.00

Koperasi 1.70 0.00

Bank swasta 0.00 3.30

(34)

22

Metode pembayaran yang dilakukan pedagang merupakan variabel selanjutnya pada penelitian ini. Berdasarkan hasil chi-square test, terlihat bahwa secara umum pedagang melakukan metode pembayaran secara kontan baik di pasar perlakuan maupun di pasar kontrol. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 13, dimana pada pasar perlakuan dan pasar kontrol metode pembayaran tertinggi adalah kontan, sedangkan pembayaran terendah pada keduanya adalah konsinyasi.

Pesaing terberat pedagang pada pasar perlakuan dan pasar kontrol Kota Surakarta disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukan bahwa pesaing terberat untuk pasar perlakuan adalah ritel modern yaitu sebesar 54.3%. Ritel modern yang dimaksud adalah supermarket, hypermarket, dan department store. Hal ini dapat terjadi karena letak pasar perlakuan yang berdekatan dengan ritel modern. Kemudian disusul dengan pesaing dari pedagang lain di dalam pasar tradisional sebesar 23.9%.

Pada pasar kontrol, pesaing terberat bagi pedagangnya adalah pedagang lain di dalam pasar kontrol itu sendiri. Dapat dilihat dari Tabel 14, pesaing tertinggi pada pasar kontrol adalah pedagang lain di dalam pasar tradisional yang mencapai 66.7%. Berbeda dengan pasar perlakuan, pada pasar kontrol pesaing ritel modern berada di tempat kedua hanya sebesar 22.2%. Hal ini dapat disebabkan pasar kontrol yang lokasinya jauh dari ritel modern (supermarket, hypermarket, dan department store), sehingga ritel modern bukan pesaing terberat bagi pedagang di pasar kontrol ini.

Tabel 12 Pemasok Utama Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta dengan Chi-square Test (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square

Penyalur 46.70 43.30

Tengkulak 20.00 26.70

Pasar induk 13.30 6.70

Grosir 10.00 10.00

Produksi orang 6.70 6.70

Produksi sendiri 3.30 6.70

Total 100.00 100.00 1.75

Tabel 13 Metode Pembayaran Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta dengan Chi-square Test (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square

Kontan 91.70 93.30

Kredit 8.30 3.30

Konsinyasi 0.00 3.30

(35)

23

Setiap kegiatan usaha berdagang tentu menginginkan kemajuan bagi usahanya. Apalagi dengan adanya pesaing-pesaing yang membuat usaha pedagang mengalami kemunduran. Tentu ada cara untuk menarik pembeli agar berbelanja kepada mereka. Oleh karena itu, peneliti menanyakan tentang strategi yang digunakan pedagang untuk menarik pembeli agar berbelanja di pasar tradisional. Terlihat pada Tabel 15, hasil uji chi-square menunjukkan strategi pada pasar perlakuan dan pasar kontrol tidak berbeda. Kedua kelompok sampel umumnya memilih strategi dengan menjaga kebersihan kios. Hal ini dikarenakan konsumen tentu akan lebih senang berbelanja di tempat yang bersih dan nyaman.

Kinerja pedagang di pasar tradisional menjadi tolak ukur untuk melihat maju atau mundurnya usaha mereka. Pada bagian ini akan membahas kinerja pedagang selama tahun 2008-2013, dimana tahun 2008 merupakan tahun sebelum ritel modern berdiri dan tahun 2013 merupakan tahun setelah ritel modern dibangun. Penelitian ini melihat kinerja pedagang berdasarkan perubahan omzet dan keuntungan baik pada pasar perlakuan maupun pasar kontrol. Sebelumnya, omzet dan keuntungan telah dikategorikan ke dalam tiga range.

Omzet dikategorikan menjadi tiga bagian terdiri atas range satu merupakan pedagang dengan omzet sebesar < Rp 1 000 000, range dua merupakan pedagang dengan omzet sebesar Rp 1 000 000 – Rp 5 000 000 dan range tiga merupakan Tabel 14 Pesaing Terberat Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan Chi-square Test (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=46) Pasar Kontrol (n=18) Chi-square Ritel modern (supermarket,

hypermarket, department store) 54.30 22.20

Pedagang lain di dalam pasar

tradisional 23.90 66.70

Pedagang lain di pasar tradisional

lain 15.20 5.60

Minimarket 6.50 5.60

Total 100.00 100.00 10.51***

Keterangan: **signifikan pada taraf nyata 5%

Tabel 15 Strategi Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta dengan Chi-square Test (%)

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) Pasar Kontrol (n=30) Chi-square Kios selalu dijaga kebersihannya 33.30 26.70

Memberikan potongan harga 28.30 16.70

Jenis dagangan diperbanyak 16.70 30.00

Barang diantar ke rumah 13.30 10.00

Barang dapat dipesan 6.70 16.70

Pembayaran bisa dicicil 1.70 0.00

(36)

24

pedagang dengan omzet sebesar > Rp 5 001 000. Kategori keuntungan terbagi menjadi range satu merupakan pedagang dengan keuntungan sebesar < Rp 300 000, range dua merupakan pedagang yang dengan keuntungan Rp 301 000 – Rp 1 000 000 dan range tiga merupakan pedagang yang memiliki keuntungan sebesar > Rp 1 001 000. Penentuan range omzet dan keuntungan ini berdasarkan hasil wawancara dari Kepala Bagian Pendapatan Dinas Pengelola Pasar Kota Surakarta mengenai omzet dan keuntungan rata-rata pedagang pasar tradisional di Kota Surakarta, sehingga terbentuk range-range tersebut.

Berdasarkan hasil, secara umum omzet dan keuntungan para pedagang mengalami penurunan di kedua kelompok pasar sampel. Tabel 16 menunjukan kinerja pedagang dilihat dari perubahan omzet dan keuntungan sebelum dan sesudah keberadaan ritel modern dengan menggunakan paired sample t-test.

Pada pasar perlakuan, rata-rata omzet pedagang pasar tradisional sesudah kehadiran ritel modern berada di antara kategori < Rp 1 000 000 dan kategori Rp 1 000 000 – Rp 5 000 000. Demikian juga pada rata-rata omzet pedagang sebelum kehadiran ritel modern relatif sama. Rata-rata keuntungan sesudah kehadiran ritel modern berada di antara kategori < Rp 300 000 dan Rp 301 000 – Rp 1 000 000. Demikian juga pada rata-rata keuntungan sebelum kehadiran ritel modern tidak berbeda jauh.

Pada pasar kontrol, omzet dan keuntungan pedagang tidak berbeda dengan pedagang pasar perlakuan. Rata-rata omzet pedagang pasar kontrol baik sesudah maupun sebelum kehadiran ritel modern berada di antara kategori < Rp 1 000 000 dan kategori Rp 1 000 000 – Rp 5 000 000, sedangkan rata-rata keuntungan pedagang pasar kontrol baik sesudah maupun sebelum kehadiran ritel modern berada di antara kategori < Rp 300 000 dan Rp 301 000 – Rp 1 000 000.

Suatu pasar tradisional tentunya pernah mengalami penurunan usaha mereka. Pasar tradisional di Kota Surakarta juga pernah mengalami penurunan usaha berdagangnya. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa ada penurunan omzet dan keuntungan pada pasar perlakuan dan pasar kontrol di Kota Surakarta. Adapun berbagai penyebab penurunan usaha mereka berdasarkan pernyataan pedagang yang mengklaim pernah mengalami penurunan usaha, baik di pasar perlakuan maupun pasar kontrol.

Tabel 16 Kinerja Pedagang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Surakarta Dilihat dari Perubahan Omzet dan Keuntungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern dengan Paired Sample t-test

Variabel Pasar Perlakuan (n=60) t-hitung Pasar Kontrol (n=30) t-hitung Mean Std. Dev. Mean Std. Dev.

(37)

25

Tabel 17 menunjukkan penyebab usaha pedagang yang turun. Penyebab kelesuan tertinggi pada pasar perlakuan adalah berkurangnya jumlah pembeli. Ketika wawancara berlangsung, beberapa pedagang memberikan alasan berkurangnya jumlah pembeli dikarenakan banyak pembeli yang beralih ke ritel modern. Berdasarkan hasil chi-square test, diperoleh persentase sebesar 37.5%.

Pada pasar kontrol meningkatnya persaingan dengan pedagang lain di dalam pasar menjadi penyebab kelesuan usaha pedagang yang utama. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 17, dimana persentasenya mencapai 45.8%. Pasar kontrol yang letaknya jauh dengan ritel modern tidak menjadikan ritel modern sebagai penyebab utama kelesuan pedagang, melainkan peningkatan persaingan pedagang lain di dalam pasar yang menjadi penyebab utama.

Penyebab kelesuan usaha pedagang yang dipaparkan tersebut dapat menjadi acuan baik para pedagang, pengelola pasar serta pemerintah setempat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setidaknya menciptakan solusi untuk mengurangi beban para pedagang pasar tradisional, karena pada dasarnya pedagang pasar tradisional merupakan pedagang kecil.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Banyak faktor yang memengaruhi naik dan turunnya omzet usaha pedagang tradisional. Bagian ini akan menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi perubahan omzet pedagang pasar tradisional di Kota Surakarta. Untuk mengetahuinya, penelitian ini menggunakan metode regresi ordinal logit. Tabel 18 memperlihatkan variabel ukuran kios, komoditas utama berupa produk segar dan komoditas utama berupa produk olahan signifikan. Itu artinya terdapat hubungan antara perubahan omzet dengan ketiga variabel tersebut.

Ukuran kios signifikan artinya terdapat hubungan antara ukuran kios dengan omzet. Terlihat pada Tabel 18, ukuran kios memiliki koefisien positif dengan nilai Tabel 17 Penyebab Kelesuan Usaha Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota

Surakarta dengan Chi-square Test (%) Variabel Perlakuan Pasar

(n=48)

Pasar Kontrol

(n=24) Chi-square

Kurangnya jumlah pembeli 37.50 12.50

Meningkatnya persaingan dengan ritel modern (supermarket, hypermarket, department store)

25.00 4.20

Kualitas barang menurun 10.40 16.70

Meningkatnya persaingan dengan

pedagang lain di dalam pasar 8.30 45.80

Kondisi pasar yang kian buruk 6.20 4.20

Harga lebih tinggi di pasar tradisional 6.20 0.00

Modal yang tidak mencukupi 6.20 16.70

Total 100.00 100.00 21.99**

Gambar

Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (%) Kota Surakarta Tahun 2008-2012
Tabel 2 Perbandingan Pasar Tradisional dan Ritel modern di Indonesia
Gambar 1  Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4 Daftar Pasar Tradisional di Kota Surakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis statistik inferensia digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perubahan omzet pedagang dengan variabel ukuran kios, lama berdagang, jumlah

Hasil dari penelitian ini adalah (1) Implementasi perlindungan hukum pasar tradisional yang ada di Kota Surakarta antara lain perlindungan hukum preventif, represif, dan fungsional,

Jika bisnis ritel semakin berkembang dari tahun ketahun tanpa adanya peraturan-peraturan yang berlaku maka sangat berpengaruh dengan pasar tradisional yang juga akan

Penelitian ini bertujuan untuk, mengetahui alasan masyarakat tertarik berbelanja di ritel modern dibandingkan dengan berbelanja di ritel tradisional di Desa

73 Arsip DINPERINDAGKOP.. yang semakin menurun., semenjak keberadaan pasar modern terutama Swalayan Aneka Jaya yang jaraknya dekat dari pasar tradisional

Skripsi yang berjudul Implementasi Startegi Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta dalam meningkatkan daya saing Pasar Tradisional terhadap Pasar Modern

Berkaitan dengan kerjasama antara pasar modern dengan usaha kecil menengah, meskipun sudah ada upaya untuk mensinergikan antara pasar tradisional dengan pasar modern

Hal ini terjadi karena di awal berdirinya ritel modern, pedagang tradisional merasakan adanya persaingan, sehingga strategi untuk bisa bersaing pedagang paras tradisional