• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum BPRS Buana Mitra Perwira

BPRS Buana Mitra Perwira berdiri pada tanggal 31 Oktober 2003 dengan diterbitkannya Surat Nomor 5/380/BPS tentang Persetujuan Prinsip Pendirian oleh Bank Indonesia, disusul kemudian Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 6/5/Kep.DpG/2004 tentang Izin Usaha sampai dengan Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Nomor 503.7/2/11.27/PB/IX/09/P tentang Izin Usaha Perdagangan Besar dan Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas Nomor 112816500003. Dengan modal sebesar Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah), maka pada tanggal 04 Juni 2004 diresmikanlah PT. BPR Syariah Buana Mitra Perwira dengan lokasi di Jl. Jenderal Sudirman Nomor 45 Purbalingga dan mulai beroperasi pada tanggal 10 Juni 2004. Pada tanggal 20 Mei tahun 2009 BPRS Buana mitra Perwira resmi berpindah tempat ke Jl. MT Haryono Nomor 267 Purbalingga yang merupakan Kantor Pusat PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira yang baru. Selain itu, PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira juga telah memiliki Kantor Kas, yaitu di Jl Letkol Sugiri Bobotsari dan Jl. Sersan Sayun Karangmoncol.

Visi dari BPRS Buana Mitra Perwira sendiri adalah “Membangun

Kebersamaan dalam Pemberdayaan Umat”, dan Misi yang diusung adalah: 1. Membumikan kegiatan perbankan syariah yang berbasis bagi hasil 2. Menciptakan kemitraan dalam bermuamalah yang amanah, jujur,

transparan dan professional

3. Mengembangkan kegiatan ekonomi umat dengan mengoptimalkan potensi usaha

4. Memberikan kontribusi yang optimal kepada umat

PERINGKAT 1 2 3 4 5 Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang sangat baik. Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang baik. Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil pengelolaan usaha yang cukup baik. Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai akibat dari pengelolaan usaha yang kurang baik. Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai akibat dari pengelolaan usaha yang tidak baik.

12

Sedangkan tujuan didirikannya PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terutama Umat Islam dengan produk-produk yang sesuai dengan syariat Islam.

Struktur organisasi dari BPRS Buana Mitra Perwira ini sendiri sama dengan BPRS lainnya pada umumnya. Kedudukan tertinggi dalam bentuk usaha Perseroan Terbatas (PT) adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang terdiri dari para pemegang saham, yang kemudian membentuk Dewan Komisaris untuk mengawasi Operasional Perusahaan serta menunjuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi kesesuaian produk dengan ketentuan syariah. Dalam hal pengelolaan operasional, para pemegang saham melimpahkan wewenangnya kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan.

Gambar 2. Struktur Organisasi BPRS

Gambaran Program Subsidi KPRS/KPRS Mikro Syariah

Pembiayaan KPRS Mikro Syariah Bersubsidi adalah pembiayaan yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbit Pembiayaan yang telah beroperasi dengan prinsip syariah kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka pembangunan atau perbaikan rumah yang dilakukan secara swadaya, dengan karakteristik nilai pembiayaan relatif kecil paling sedikit Rp. 1.000.000,00 dan paling banyak Rp. 15.200.000,00 dengan jangka waktu pinjaman paling lama 4 (empat) tahun. Kelompok sasaran KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi adalah keluarga/rumah tangga termasuk perorangan baik yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap, baru pertama kali memiliki rumah, belum pernah menerima subsidi perumahan dan termasuk ke dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang berpenghasilan per bulan paling banyak Rp 2.500.000,00.

Lembaga Penerbit Pembiayaan, yang selanjutnya disingkat LPP, adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS, dan Koperasi

13 Syariah yang bekerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dalam rangka pelaksanaan program KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi. Nasabah adalah kelompok sasaran yang telah melakukan akad KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi dengan LPP. Setelah itu, LPP tersebut diverifikasi oleh Tim Verifikasi yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat. Tim Verifikasi terdiri dari Pengarah, Penanggung jawab, Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan anggota yang akan melakukan Verifikasi LPP dan Verifikasi Nasabah. Dalam melaksanakan verifikasi tersebut, Tim Verifikasi dapat dibantu oleh Instansi Pemerintah yang membidangi pengawasan atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) atas permintaan Kementerian Perumahan Rakyat. Ketua Tim Verifikasi kemudian menerbitkan Surat Perintah Tugas kepada Tim Pelaksana Verifikasi untuk melaksanakan Verifikasi LPP dan Verifikasi Nasabah. Verifikasi LPP adalah kegiatan penilaian kelayakan dan kemampuan LPP dalam penyaluran subsidi perumahan melalui pemeriksaan aspek legalitas dan aspek keuangan. Tim Pelaksana Verifikasi melakukan Verifikasi LPP untuk menilai kelayakan dan kemampuan LPP dalam penyaluran subsidi perumahan. Verifikasi LPP yang berbentuk BPRS mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Profil BPRS antara lain meliputi: 1) Susunan pengurus;

2) Pemegang saham; 3) Permodalan; 4) Domisili; dan 5) Asset.

b. Photo copy KTP pengurus BPRS sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun buku atau hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) tahun buku;

c. Aspek Legalitas BPRS pada saat pengajuan: 1) domisili BPRS;

2) berbadan hukum dibuktikan dengan photo copy Akta Pendirian dan Anggaran Dasar beserta perubahannya;

3) mempunyai surat izin usaha dari instansi yang berwenang; dan 4) mempunyai surat izin operasi syariah dari instansi yang berwenang. d. Aspek Keuangan BPRS pada saat pengajuan, yaitu mempunyai

kemampuan menyediakan pokok pinjaman untuk KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi yang dibutuhkan;

e. Pengecekan lapangan dilakukan untuk memastikan keberadaan kantor BPRS dan pengecekan dokumen asli yang terkait Aspek Legalitas dan Aspek Keuangan BPRS.

Bagi LPP yang telah dinyatakan layak sesuai dengan Laporan Hasil Verifikasi LPP selanjutnya dilakukan Verifikasi Nasabah. Tim Pelaksana Verifikasi melakukan Verifikasi Nasabah untuk menilai kelayakan nasabah yang akan menerima dana subsidi perumahan. Verifikasi Nasabah adalah kegiatan penilaian kelayakan nasabah untuk menerima dana subsidi perumahan melalui pemeriksaan kelengkapan dokumen administrasi, pelaksanaan wawancara, dan pengecekan lapangan.Verifikasi Nasabah dilaksanakan terhadap seluruh nasabah yang mengajukan KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi. Verifikasi Nasabah meliputi:

14

b. pelaksanaan wawancara; dan c. pengecekan lapangan;

Pengecekan kelengkapan dokumen administrasi merupakan pengecekan kelengkapan dan kesesuaian dokumen administrasi pada saat pengajuan, meliputi:

a. salinan dokumen perjanjian kredit antara nasabah dengan LPP;

b. surat keterangan penghasilan dari instansi tempat bekerja atau Kelurahan;

c. surat pernyataan belum memiliki rumah/ hanya memiliki satu rumah yang akan diperbaiki dan belum pernah menerima subsidi perumahan yang ditandatangani di atas materai secukupnya dan disahkan oleh Kelurahan atau instansi tempat bekerja;

d. surat pernyataan tidak akan memindahtangankan rumah sebelum 5 tahun yang ditandatangani di atas meterai secukupnya;

e. fotokopi buku tabungan sebagai bukti ketersediaan dana swadaya nasabah dari LPP;

f. fotokopi legalitas kapling tanah milik bersertifikat atau surat keabsahan kepemilikan tanah lainnya;

g. foto lahan yang akan dibangun atau foto rumah yang akan diperbaiki; h. Rencana Anggaran Biaya (RAB) membangun atau memperbaiki rumah; i. gambar rencana rumah yang akan dibangun/diperbaiki;

j. surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/Surat Keterangan Ijin Membangun;

k. rencana tahapan pembangunan (kurva S) apabila pembangunan/ perbaikan rumah belum dilakukan.

Terhadap nasabah yang lolos pengecekan kelengkapan dokumen administrasi dilakukan wawancara dan pengecekan lapangan. Pelaksanaan wawancara dilakukan secara bersamaan dengan pengecekan lapangan di lokasi nasabah. Pengecekan lapangan dilakukan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

a. kesesuaian alamat nasabah yang tertera dalam Perjanjian Kredit;

b. kesesuaian lokasi dengan foto lahan yang akan dibangun atau foto rumah yang akan diperbaiki;

c. telah ada realisasi fisik di lapangan sekurang-kurangnya 30%.

Hasil Verifikasi LPP dan Verifikasi Nasabah tidak membebaskan tanggung jawab LPP dan nasabah atas kebenaran dan keabsahan dokumen yang telah ditandatangani sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Terhadap LPP yang dinyatakan layak berdasarkan hasil Verifikasi LPP dan Verifikasi Nasabah dilakukan pembaharuan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) antara PPK Satuan Kerja Kementerian Perumahan Rakyat yang selanjutnya disebut PPK, dengan Pimpinan LPP. LPP yang sudah melakukan pembaharuan PKO dapat mengajukan permintaan pencairan subsidi.Tahapan selanjutnya adalah penyaluran dana subsidi perumahan melalui KPRS/KPRS Mikro Syariah Bersubsidi yang meliputi:

a. LPP menerima dana subsidi perumahan dari Kas Negara untuk disalurkan seluruhnya (tanpa ada pemotongan) kepada nasabah;

b. dana subsidi disalurkan kepada nasabah tidak melebihi 15 (lima belas) hari kerja dihitung dari subsidi tersebut diterima dan tercatat pada rekening giro LPP;

15 c. dana subsidi tersebut diperhitungkan sebagai bagian dari dana

pembangunan/perbaikan rumah;

d. PPK Satuan Kerja Kementeriaan Perumahan Rakyat memberitahukan kepada LPP dan beberapa nasabah bahwa dana subsidi perumahan telah dicairkan.

Analisis Kesehatan Keuangan

Dalam menilai tingkat kesehatan keuangan BPRS Buana Mitra Perwira digunakan data keuangan dari tahun 2007 sampai dengan 2012. Tiap faktor akan menghasilkan nilai peringkat faktor yang berbeda untuk masing-masing periode yang didapat dari tiap rasio yang meliputi rasio utama, rasio penunjang dan rasio observasi. Selanjutnya hasil dari tiap tiap faktor akan dikonversi untuk menentukan tingkat kesehatan keuangan secara keseluruhan dari BPRS Buana Mitra Perwira.

Analisis Kesehatan Keuangan Sebelum Program

Menurut peraturan Bank Indonesia tentang penilaian kesehatan keuangan BPR Syariah, terdapat dua faktor, yaitu faktor keuangan dan faktor manajemen. Dalam tahap penggabungan dari seluruh faktor keuangan, terdapat tahap pembobotan dari setiap faktor sebelum digabungkan. Bobot untuk setiap faktor adalah sebagai berikut: faktor permodalan sebesar 25%, faktor kualitas aset 45%, faktor rentabilitas 15%, dan faktor likuiditas sebesar 15%. Dan dengan menggunakan matriks komposit maka dapat diketahui tingkat kesehatan keuangan suatu BPRS.

Tabel 5. Kondisi kesehatan keuangan sebelum program

Faktor Rasio Hasil Peringkat

Permodalan CAR 13.10% 1

ECR 16.00% 1

EDR 11.16% 1

FDR 88.97% 1

Kualitas Aset EAQ 95.97% 1

NPF 9.47% 2 NPB 5.84% 1 Rentabilitas REO 42.10% 1 NSOM 17.25% 1 RTK 4.10% 3 ROA 2.62% 1 ROE 28.00% 1 Likuiditas CR 33.82% 1 Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2007, diolah.

Secara keseluruhan sebelum diadakannya program ini, tingkat kesehatan keuangan BPRS Buana Mitra Perwira mendapat peringkat 1, yang berarti bank

16

memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang sangat baik. Penilaian tingkat kesehatan dari faktor permodalan menunjukkan bahwa CAR yang dimiliki BPRS hanyalah 13.10% karena sumber modal hanya didapat dari para pemegang saham, yaitu Pemda dan KSU sedangakan FDR sebesar 88.97% disebabkan karena total pembiayaan yang dikeluarkan oleh BPRS masih bisa ditutupi dengan dana yang diterima dari pihak ketiga. Faktor kualitas aset menunjukkan EAQ sebesar 95.97% dan NPF sebesar 9.47% hal ini menunjukkan aset yang dimiliki BPRS dan pembiayaan bermasalah masih dalam kategori wajar, karena BPRS memelihara dengan baik aset yang dimiliki dan menerapkan dengan baik SOP pembiayaan yang ada baik dari analisa terhadap kemampuan bayar debitur, peninjauan, penilaian dan pengikatan agunan. Sedangkan dalam faktor rentabilitas RTK merupakan rasio berperingkat terburuk dibandingkan rasio lainnya, hal ini terjadi karena besarnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh BPRS dibandingkan dengan total pembiayaan yang dikeluarkan, akan tetapi rasio pada tahun ini masih dalam nilai par sehingga tidak berpengaruh terhadap rasio utama, dan faktor likuiditas juga tidak mengalami masalah yang berarti walaupun CR yang dimiliki hanya sebesar 33.82%, dikarenakan kas atau setara kas yang dimiliki hanya cukup untuk menanggulangi penarikan dana dari pihak ketiga dalam jangka pendek, bukan jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah yang terjadi sebelum adanya program ini.

Analisis Faktor Permodalan (Capital)

BPRS menggunakan CAR sebagai rasio utama dan ECR, EDR, FDR sebagai rasio observasi.

Tabel 6. Hasil-hasil rasio faktor permodalan

Tahun CAR Hasil ECR Hasil EDR Hasil FDR Hasil

2008 16.35% 1 26.69% 1 13.92% 1 79.49% 2 2009 14.74% 1 20.78% 1 9.98% 1 61.44% 2 2010 16.08% 1 23.39% 1 11.77% 1 67.96% 2 2011 12.92% 1 19.93% 1 11.50% 1 88.61% 1 2012 12.52% 1 19.58% 1 9.78% 1 77.76% 2

Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2008-2012, diolah.

Hasil analisis dari Tabel 6 menunjukkan bahwa CAR yang dimiliki oleh BPRS mengalami fluktuasi dari yang terendah pada tahun 2012 yaitu 12.52% dan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 16.35% sebagai akibat adanya peningkatan di modal inti karena program ini dan peningkatan di ATMR karena meningkatnya jumlah dana yang disetor dari pihak ketiga. Berdasarkan ketetapan BI maka BPRS ini selama tahun 2008 sampai 2012 mendapatkan peringkat 1 yang berarti bahwa pihak bank memiliki modal yang sangat kuat untuk menutup risiko kerugian dan melakukan hapus buku akibat penurunan kualitas aktiva yang dimilikinya.

Berdasarkan trend dari CAR dapat diketahui pada masa akan datang BPRS akan mengalami kekurangan modal. Untuk mengantisipasi kurangnya modal yang dimiliki oleh BPRS, pihak manajemen bank hendaknya melakukan penambahan

17 modal tiap tahunnya dengan cara meminta kepada para pemegang saham untuk menambahkan jumlah modal yang disetor agar BPRS dapat memiliki jumlah modal yang cukup dan pengoptimalan pendapatan operasional yang dimilikinya. Saat ini sumber modal BPRS hanya terdiri dari dana yang disetor oleh pihak ketiga, Pemerintah Daerah dan KSU Buana Nawa milik PCNU. KSU Buana Nawa sebagai salah satu pemegang saham terus meningkatkan jumlah modal yang disetor kepada BPRS setiap tahunnya, berbanding terbalik dengan Pemerintah Daerah yang sudah lebih dari dua tahun tidak menambah jumlah modal yang disetorkannya.

Analisis Faktor Kualitas Aset (Asset Quality)

BPRS Buana Mitra Perwira menggunakan EAQ sebagai rasio utama, NPF sebagai rasio penunjang dan NPB sebagai rasio observasi.

Tabel 7. Hasil-hasil rasio faktor kualitas aset

Tahun EAQ Peringkat NPF Peringkat NPB Peringkat

2008 97.17% 1 7.15% 2 6.72% 1

2009 95.65% 1 11.48% 3 7.36% 2

2010 96.73% 1 9.08% 2 5.02% 1

2011 98.53% 1 3.22% 1 5.53% 1

2012 98.38% 1 3.80% 1 6.12% 1

Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2008-2012, diolah

Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa EAQ yang dimiliki oleh BPRS mengalami fluktuasi dari yang terendah pada tahun 2009 yaitu 95.65% dan tertinggi pada tahun 2011 sebesar 98.53%. Fluktuasi EAQ yang dimiliki oleh BPRS ini dikarenakan adanya peningkatan di total aktiva produktif sebagai dampak dari adanya program ini. Jumlah nasabah non lancar, pembiayaan non lancar dan aktiva produktif yang diklasifikasikan juga mengalami peningkatan walaupun hanya meningkat pada awal masa pemberian subsidi, kemudian menurun pada akhir masa. Total aktiva produktif mengalami peningkatan disebabkan naiknya jumlah kredit yang disalurkan BPRS kepada masyarakat. Berdasarkan ketetapan Bank Indonesia, maka BPRS Buana Mitra Perwira selama tahun 2008 sampai 2012 mendapatkan peringkat 1 yang berarti bank memiliki aktiva produktif dengan tingkat pengembalian yang sangat tinggi.

Walaupun memiliki peringkat 1 akan tetapi pembiayaan non lancar dan jumlah nasabah non lancar seringkali membuat predikat dari faktor ini menjadi buruk. Untuk meminimalisir banyaknya jumlah nasabah non lancar pada tahun tahun selanjutnya, pihak BPRS hendaknya membuat SOP pembiayaan terbaru yang sesuai dengan kondisi persaingan global saat ini dengan tetap memperhatikan regulasi yang terbaru berupa Peraturan Bank Indonesia atau peraturan dan perundangan yang terkait, mengutamakan pembiayaan dengan angsuran, mempertajam analisa pembiayaan untuk menghindari pembiayaan bermasalah, mengoptimalkan sistem monitoring dan pembinaan nasabah, menempatkan Pengawas Pembiayaan Bermasalah, membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif sesuai ketentuan.

18

Analisis Faktor Manajemen (Management)

Menurut peraturan Bank Indonesia tentang kesehatan keuangan BPR Syariah, terdapat tiga komponen sebagai dasar penilaian terhadap faktor manajemen. Tiga komponen itu mencangkup kualitas tata kelola (corporate governance) BPRS dalam menjalankan kegiatan usaha, kualitas manajemen resiko BPRS, dan kualitas kepatuhan terhadap prinsip syariah dan pelaksanaan fungsi sosial. Faktor manajemen dari BPRS Buana Mitra Perwira selama 6 tahun cenderung stabil dan tidak mengalami perubahan yang terlalu mencolok.

Tabel 8. Hasil faktor manajemen

Aspek Keterangan Hasil

Manajemen Umum

BPRS memiliki struktur organisasi yang mencermikan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Anggota dewan komisaris, direksi dan pengawas syariah memiliki kualifikasi yang sesuai, namun perlu ditingkatkan. Pemantauan dan evaluasi telah dilaksanakan, namun belum optimal, hal ini terlihat dari masih ditemukannya kelemahan-kelemahan operasional bank pada saat pemeriksaan. Tidak ditemukannya pelanggaran rangkap jabatan, benturan kepentingan yang diambil manajemen, keluhan kepada dewan komisaris, keterlibatan pihak eksternal bank dalam manajemen, konflik intern, campur tangan pemiliki dalam operasional. Pendelegasian wewenang berjalan secara baik, dan pihak bank telah melaksanakan transparansi kepada publik, namun edukasi kepada publik perlu ditingkatkan, dan komunikasi antara pemilik, manajemen dan pegawai berjalan dengan baik, namun perlu ditingkatkan intensitasnya.

B

Manajemen Resiko

A. Risiko Kredit

BPRS telah memiliki SOP pembiayaan, namun belum diupdate secara berkala dan sebelum melakukan pembiayaan bank melakukan analisa terhadap kemampuan bayar debitur. Peninjauan, penilaian dan pengikatan agunan telah dilakukan namun kualitasnya perlu ditingkatkan, administrasi pembiayaan didokumentasikan dengan baik.

B

B. Risiko Likuiditas

BPRS memiliki dana di tempat lain untuk menjaga likuiditas, ketentuan minimal kas yang ditetapkan oleh manajemen dan komitmen dari pemilik bank untuk meningkatkan modal. Pemantauan kewajiban dan tagihan yang jatuh tempo telah dilakukan dengan baik.

B

C. Risiko Operasional

BPRS memiliki SOP dalam operasional, mekanisme penerapan sanksi atas pelanggaran karyawan dan

19 pengurus dan melakukan pelaporan kualitas aktiva dan

pembentukan PPAP sesuai ketentuan. Pemilik bank tidak mencampuri kegiatan operasional bank dan diperlakukan sama dengan pihak lain dalam pemberian fasilitas pembiayaan. Pendidikan dan pelatihan kepada pegawai perlu lebih ditingkatkan.

D. Risiko Hukum

BPRS telah melakukan pengikatan terhadap agunan yang diterima, namun perlu diperbaiki, agunan yang diterima bank telah memenuhi persyaratan dan perjanjian pembiayaan telah sesuai dengan sistem pembiayaan yang disepakati.

B

E. Risiko Reputasi

BPRS tidak memiliki masalah dengan pembayaran kewajiban bank kepada nasabah, operasioanal bank tidak melanggar prinsip syariah. Bank telah memberikan edukasi kepada masyarakat terkait produk yang ditawarkan, namun perlu ditingkatkan.

B

F. Risiko Kepatuhan

BPRS telah menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan Bank Indonesia. Kegiatan operasional bank sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan BI lainnya.

B

Manajemen Kepatuhan Syariah

Pemantauan dan evaluasi telah dilaksanakan, namun perlu lebih diperhatikan, dan BPRS telah menyalurkan pembiayaan Qardh.

B

Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2008-2012, diolah

Predikat B ini berarti bahwa pihak bank memiliki kualitas tata kelola yang cukup baik, manajemen risiko yang memadai, dan/atau atau tingkat kepatuhan terhadap prinsip syariah yang sedang dan pelaksanaan fungsi sosial.

Bank Indonesia tidak pernah memberikan predikat A untuk faktor manajemen kepada BPRS manapun, hal ini disebabkan karena tidak adanya konsep syariah yang sempurna yang dimiliki oleh BPRS-BPRS, hingga predikat paling tinggi yang bisa diberikan pengawas dari Bank Indonesia adalah predikat B. Walaupun BPRS Buana Mitra Perwira sudah mendapatkan predikat B, masih banyak hal yang perlu dilakukan agar dapat bersaing dengan BPRS lainnya. Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh BPRS Buana Mitra Perwira antara lain adalah: meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang produk-produk BPRS untuk meningkatkan risiko reputasi, penyempurnaan SOP kerja dan SOP pembiayaan yang sesuai dengan kondisi sekarang yang sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia atau peraturan dan perundangan yang terkait, pelatihan karyawan dan staff lebih sering dilakukan agar kemapuan karyawan dapat berkembang sehingga mampu bekerja dengan lebih optimal, penerapan GCG (Good Corporate Governance) yang lebih optimal untuk meningkatkan citra perusahaan dan kepercayaan masyarakat, mengoptimalkan fungsi, tugas dan tanggung jawab dari struktur organisasi yang ada sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing dan meminimalisir kesalahan-kesalahan yang ada pada setiap bagian.

20

Analisis Faktor Rentabilitas (Earning)

Rasio utama yang digunakan adalah REO (Rasio efisiensi operasional), NSOM (Rasio net margin operasional utama) sebagai rasio penunjang, dan RTK (Rasio tenaga kerja terhadap total pembiayaan), ROA (Return on assets), ROE (Return on equity) sebagai rasio observasi. BPRS Buana Mitra Perwira menggunakan seluruh rasio yang ada untuk faktor rentabilitas.

Tabel 9. Hasil-hasil rasio faktor rentabilitas

Tahun REO Hasil NSOM Hasil RTK Hasil ROA Hasil ROE Hasil

2008 48.01% 1 34.11% 1 5.01% 4 2.63% 1 30% 1 2009 57.13% 1 16.89% 1 6.50% 4 2.22% 1 27% 1 2010 56.29% 1 46.68% 1 7.31% 5 2.72% 1 32% 1 2011 55.49% 1 48.86% 1 6.07% 4 2.68% 1 36% 1 2012 56.56% 1 71.64% 1 6.34% 4 2.91% 1 43% 1

Sumber : Laporan Publikasi BPRS Buana Mitra Perwira 2008-2012, diolah

Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa REO yang dimiliki oleh BPRS mengalami fluktuasi dari yang terendah (terbaik) pada tahun 2008 yaitu 48.01% dan tertinggi (terburuk) pada tahun 2009 sebesar 57.13%. Fluktuasi ini terjadi akibat naiknya biaya tenaga kerja yang terjadi selama program ini berjalan, hal ini salah satunya dikarenakan para karyawan mengerjakan data lapangan yang didapat sampai melebihi jam kerja normal, karena definisi calon nasabah potensial yang berhak untuk menerima subsidi dari KEMENPERA berbeda dengan realita yang terjadi di lapangan, misalnya salah satu persyaratan calon nasabah adalah memiliki penghasilan minimal Rp 2.500.000 per bulannya. Dengan penghasilan tersebut, kenyataan di lapangan membuktikan bahwa nasabah bukan termasuk orang miskin, hingga para peninjau harus merevisi definisi tersebut dan menunggu persetujuan dari KEMENPERA. Selain itu proses verifikasi yang memakan waktu cukup lama juga membuat pekerjaan ini terselesaikan setelah melewati batas waktu yang ditentukan, hingga mengakibatkan peningkatan biaya tenaga kerja dan biaya operasional. Pendapatan operasional juga mengalami peningkatan salah satunya dikarenakan meningkatnya pendapatan bunga yang berasal dari dana pihak ketiga bukan bank terutama dari pendapatan bagi hasil musyarakah dan pendapatan margin murabahah. Meningkatnya jumlah aset dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya dibukanya kantor kas cabang pembantu di dua tempat berbeda dan semakin meningkatnya kepercayan masyarakat kepada BPRS karena pelayanan yang diberikan. Berdasarkan ketetapan BI maka BPRS Buana Mitra Perwira selama tahun 2008 sampai 2012 mendapatkan peringkat 1 yang berarti bank memiliki efisiensi operasi yang sangat tinggi dan stabil sehingga memiliki potensi untuk memperoleh keuntungan yang tinggi.

Dalam peringkat kesehatan dari faktor rentabilitas, rasio tenaga kerja BPRS

Dokumen terkait