• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Persentase Parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis inang berpengaruh

nyata terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan

C. auricilius (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh jenis inang terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada

C. sacchariphagus dan C. auricilius

Perlakuan Rataan (%)

L1 (C. sacchariphagus) 40,83a

L2 (C. auricilius) 27,30a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase parasititasi pada perlakuan L1 (C. sacchariphagus) lebih tinggi (40,83%) dibandingkan dengan perlakuan L2 (C. auricilius) (27,30%). Hal ini menunjukkan bahwa larva penggerek batang

bergaris (C. sacchariphagus) lebih sesuai digunakan untuk perbanyakan

C. flavipes dan imago C. flavipes yang dihasilkan pun lebih banyak. Hasil

penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Sclagia dkk (2005) yang menyatakan bahwa C. sacchariphagus merupakan inang

non-spesifik C.flavipes yang lebih sesuai untuk perbanyakan di laboratorium. Pada larva C. sacchariphagus, parasitoid betina lebih cepat melakukan oviposisi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa metode parasititasi

berpengaruh sangat nyata terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan

C. auricilius

Perlakuan Rataan (%)

P1 (Buatan) 43,92a

P2 (Alami) 24,21b

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase parasititasi tertinggi (43,92%) terdapat pada perlakuan parasititasi buatan (P1) dan terendah (24,21%) terdapat pada perlakuan parasititasi alami (P2). Persentase parasititasi pada perlakuan P1 lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2 karena di dalam parasititasi buatan, inang yang diinokulasikan langsung ditemukan dengan parasitoid betina, sehingga proses peletakkan telur (oviposisi) lebih cepat dibandingkan parasititasi alami yang membutuhkan proses penemuan inang. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Soviani (2012) diperoleh bahwa proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dimana proses itu perbedaannya tergantung pada jarak inang (jauh atau dekat). Hal itu merupakan proses yang dilakukan oleh parasitoid betina sebelum meletakkan telurnya pada inang sebagai penentu keberhasilan dalam memarasit inangnya.

2. Hari Terparasit (hari)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh jenis inang, jumlah larva dan metode parasititasi serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap hari terparasit C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius

(Lampiran 3). Hari terparasit tertinggi (3,63 hari) pada perlakuan L2T2P1 (3 ekor larva C. auricilius diparasititasi buatan) dan terendah (1,74 hari) pada perlakuan L2T1P2 (2 ekor larva C. auricilius diparasititasi alami).

3. Jumlah Kokon

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh jumlah larva berpengaruh nyata terhadap jumlah kokon C. flavipes pada C. sacchariphagus dan

C. auricilius (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh jumlah larva terhadap jumlah kokon C. flavipes

Perlakuan Rataan

T1 (2 larva) 1.11b

T2 (3 larva) 1.25b

T3 (4 larva) 1.49a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah kokon tertinggi (1,49 kokon) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) sedangan yang terendah (1,11 kokon) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Hal ini disebabkan adanya perbedaan jumlah larva yang diinokulasikan, semakin banyak jumlah larva yang diinokulasikan maka semakin banyak kokon yang akan dihasilkan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa total kokon yang terbentuk bergantung pada jumlah inang, dimana semakin besar

ketersediaan inang maka keturunan yang akan dihasilkan oleh parasitoid

C. flavipes betina semakin besar jumlahnya. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Murthy dan Rajeshwari (2011) yang menyatakan bahwa ketersediaan inang akan mempengaruhi jumlah keturunan dari parasitoid. Serta jumlah keturunan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh panjang umur (longevity) parasitoid, semakin lama umur maka semakin besar jumlah telur yang akan dikeluarkan oleh parasitoid betina.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh metode

parasititasi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah kokon C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. aurilius (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh metode parasititasi terhadap jumlah kokon C. flavipes

Perlakuan Rataan

P1 (buatan) 1.45a

P2 (alami) 1.11b

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah kokon pada perlakuan parasititasi buatan (P1) lebih tinggi (1,45 kokon) dibanding perlakuan parasititasi alami (P2) (1,11 kokon). Hal ini dikarenakan jumlah larva pada perlakuan parasititasi buatan (P1) yang dinokulasikan lebih banyak yang terparasit dibanding parasititasi alami (P2) sehingga kokon yang dihasilkan lebih banyak. Penelitian ini menunjukkan bahwa parasititasi buatan dengan mempertemukan langsung parasitoid betina dengan larva lebih baik dan peletakkan telur parasitoid C. flavipes betina ke dalam tubuh larva dengan cara mengepakkan kedua sayapnya, dan pada saat itu inang akan memberikan reaksi. Pada saat peletakkan telur, parasitoid C. flavipes betina mengeluarkan senyawa biokimia untuk mendukung perkembangan telur. Hal ini sesuai dengan penelitian Scaglia dkk (2005) yaitu parasitoid C. flavipes betina selama oviposisi memasukkan polydnavirus, venom dan protein ovarian, secara efektif membantu ketahanan telur dan larva parasitoid. Selain itu, embrio membran sarosal (teratocytes) mempunyai efek kuat untuk merusak keseimbangan sistem imun dan endokrin inang.

4. Ukuran Kokon (mm)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh jenis inang, jumlah larva dan metode serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap ukuran kokon C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius (Lampiran 5).

C. sacchariphagus diparasititasi buatan) dan terpendek (1,86 mm) pada perlakuan L2T2P2 (3 ekor larva C. auricilius diparasititasi alami). Sedangkan kokon terlebar (2,36 mm) pada perlakuan L1T2P1 (3 ekor larva C. sacchariphagus diparasititasi

buatan) dan terendah (1,10 mm) pada perlakuan L2T1P2 (2 ekor larva

C. auricilius diparasititasi alami). 5. Jumlah Imago C. flavipes

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah larva berpengaruh

nyata terhadap persentase parasititasi C. flavipes pada C. sacchariphagus dan

C. auricilius berpengaruh nyata (Tabel 6).

Tabel 5. Pengaruh jumlah larva terhadap jumlah imago C. flavipes yang muncul

Perlakuan Rataan

T1 (2 larva) 3.92b

T2 (3 larva) 4.55b

T3 (4 larva) 6.66a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah imago tertinggi (6,66 ekor) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) dan terendah (3,92 ekor) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Perlakuan 4 larva (T3) dapat mencapai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 2 larva (T1) karena parasitoid C. flavipes betina dalam menghasilkan keturunannya, sangat ditentukan oleh jumlah inang yang tersedia sangat menentukan. Semakin banyak jumlah inang, maka jumlah parasitoid yang akan dihasilkan semakin besar pula. Hal ini berhubungan dengan kesuburan (fecundity) dari parasitoid C. flavipes betina, yang mana kesuburan sangat mempengaruhi jumlah oocyte yang terbentuk. Sedangkan keperidian (fecundity) itu sendiri dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Hal tidak berbeda jauh dengan penelitian Emana (2007) yang menyatakan bahwa suhu, kelembaban

udara (RH) dan interaksi keduanya memberikan pengaruh besar terhadap jumlah keturunan C. flavipes. Pada suhu yang rendah didapatkan adanya pengurangan jumlah oocyte dan keperidian C. flavipes secara signifikan lebih tinggi ketika berada pada suhu 25-300C.

6. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah larva berpengaruh

nyata terhadap nisbah kelamin jantan dan betina C. flavipes pada C. sacchariphagus dan C. auricilius (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh jumlah larva terhadap nisbah kelamin jantan dan betina

C. flavipes

Perlakuan Jumlah Parasitoid C. flavipes Nisbah Kelamin

Jantan Betina Jantan Betina

T1 (2 larva) 2.55b 3.11b 1 1.22

T2 (3 larva) 3.04b 3.47ab 1 1.14

T3 (4 larva) 4.52a 4.91a 1 1.08

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid C. flavipes jantan tertinggi (4,52 ekor) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) dan terendah (2,55 ekor) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Sedangkan jumlah parasitoid C. flavipes

betina tertinggi (4,88 ekor) terdapat pada perlakuan 4 larva (T3) dan terendah (3,11 ekor) terdapat pada perlakuan 2 larva (T1). Imago parasitoid betina yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan imago parasitoid jantan. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan salah satunya adalah suhu. Suhu sangat mempengaruhi ketahanan parasitoid pada saat fase larva, karena terdapat ketahanan yang berbeda antara parasitoid jantan dan betina. Parasitoid jantan lebih rentan terhadap suhu yang ekstrim, sehingga kemunculan imago parasitoid menjadi terhambat. Hal ini sesuai dengan penelitian Abraha (2003) yang menyatakan bahwa suhu yang lebih

rendah, kelembaban lingkungan dan kesesuaian madu sebagai pakan meningkatkan lama hidup C. flavipes dewasa. Betina C. flavipes dari Melkasa (Ethiopia) hidup lebih lama daripada jantan pada suhu 280C dan betina Ziway (Ethiopia) C. flavipes hidup lebih lama daripada jantan pada suhu 200C.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid jantan yang muncul lebih rendah dibandingkan betina. Nisbah jantan dengan betina C. flavipes yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu 493 ekor (43,90%)dan 630 ekor (56,09%) maka nisbah jantan dengan betina 1 : 1,277. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin C. flavipes dalam penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Batelho (1980) yang memperoleh hasil nisbah kelamin C. flavipes 1 : 1,27. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Lv dkk (2011) nisbah kelamin rata-rata imago C. flavipes sekitar 1 : 2,57. Terjadinya perbedaan hasil nisbah kelamin disebabkan oleh ada tidaknya parasitoid betina yang berkopulasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lv dkk (2011) yaitu larva yang telah terparasit C. flavipes betina akan menghasilkan berbagai nisbah kelamin jantan dan betina namun apabila larva diparasit oleh parasitoid betina yang tidak berkopulasi, hanya menghasilkan keturunan jantan. Nisbah kelamin rata-rata yang dihasilkan oleh C. flavipes yang telah berkopulasi antara jantan dan betina adalah 1 : 2,75.

Dokumen terkait