• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Debit Air Keluaran Emiter Rata-Rata

Debit adalah banyaknya volume air yang tertampung atau mengalir per satuan waktu. Debit air keluaran emiter rata-rata merupakan jumlah volume dari keseluruhan air tertampung dari semua emiter per satuan waktu dan jumlah emiter penetes (Keller dan Bliesner, 1990). Debit keluaran emiter rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1).

Pengukuran debit tertampung dilakukan sebanyak tiga tahap, yaitu periode awal pertumbuhan, periode tengah pertumbuhan dan periode akhir pertumbuhan, sesuai dengan kebutuhan air tanaman yang berbeda-beda mulai dari awal pertumbuhan hingga siap panen. Besarnya debit tertampung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode awal pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 4 jam (ml)

emiter L1 L2 L3 L4 E1 1145 1185 1190 1090 E2 1125 1180 1185 1090 E3 1095 1200 1205 1080 E4 1100 1150 1155 1065 E5 1045 1120 1130 1025

Dari data volume air tertampung selama 4 jam dalam satu hari pada periode awal pertumbuhan diperoleh volume total dari keseluruhan emiter sebesar 22.560 ml (sesuai kebutuhan air tanaman selada selama periode awal pertumbuhan), sehingga diperoleh debit air keluaran emiter keseluruhan sebesar 5640 ml/jam, sedangkan debit air keluaran emiter rata-rata adalah sebesar 282 ml/jam.

25

Tabel 2. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode tengah pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 6 jam (ml)

emiter L1 L2 L3 L4 E1 1665 1730 1730 1640 E2 1640 1765 1740 1630 E3 1680 1790 1760 1645 E4 1640 1725 1695 1615 E5 1600 1675 1650 1585

Dari data volume air tertampung selama 6 jam dalam satu hari pada periode tengah pertumbuhan diperoleh volume total dari keseluruhan emiter sebesar 33.600 ml (sesuai kebutuhan air tanaman selada selama periode tengah pertumbuhan), sehingga diperoleh debit air keluaran emiter keseluruhan sebesar 5600 ml/jam, sedangkan debit air keluaran emiter rata-rata adalah sebesar 280 ml/jam.

Tabel 3. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode akhir pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 8 jam (ml)

emiter L1 L2 L3 L4 E1 2195 2365 2350 2230 E2 1915 2360 2370 2190 E3 2220 2400 2360 2220 E4 2160 2300 2320 2165 E5 2135 2260 2245 2130

Dari data volume air tertampung selama 8 jam dalam satu hari pada periode tengah pertumbuhan diperoleh volume total dari keseluruhan emiter sebesar 44.890 ml (sesuai kebutuhan air tanaman selada selama periode akhir pertumbuhan), sehingga diperoleh debit air keluaran emiter keseluruhan sebesar 5611,25 ml/jam, sedangkan debit air keluaran emiter rata-rata adalah sebesar 280,56 ml/jam.

Debit yang tertampung dari tiap outlet emiter relatif besar, hal ini dikarenakan besarnya tekanan yang dihasilkan dari sumber air. Sesuai dengan pernyataan Erizal (2003), bahwa semakin tinggi menara penampungan air,

26

semakin besar pula tekanan yang dihasilkan, sehingga debit yang dihasilkan juga semakin besar, karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi.

Keseragaman Irigasi

Keseragaman irigasi diperoleh dengan menggunakan persamaan (2). Besarnya persentase keseragaman debit keluaran emiter pada setiap periode pertumbuhan disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 2.

Tabel 4. Nilai keseragaman irigasi pada setiap periode pertumbuhan tanaman Periode pertumbuhan Keseragaman irigasi (%)

Awal 95,55 Tengah 96,73

Akhir 96,40 Periode awal pertumbuhan : 0-15 hari setelah pindah tanam

Periode tengah pertumbuhan : 16-31 hari setelah pindah tanam Periode akhir pertumbuhan : 32-48 hari setelah pindah tanam

Nilai keseragaman irigasi merupakan persentase yang diperoleh dari pengukuran debit pada tiap emiter per jam selama periode pertumbuhan tanaman.

Periode pertumbuhan 100

50 Cu(%)

95,55 96,64 96,40

Gambar 2. Diagram keseragaman irigasi tetes pada setiap periode pertumbuhan tanaman

27

Besarnya nilai Cu pada aplikasi jaringan irigasi tetes ini lebih besar dari 90%, ini berarti nilai keseragaman debit keluaran emiter sudah memenuhi standar keseragaman. Sesuai dengan pernyataan Sapei (2003), besarnya nilai keseragaman irigasi tetes haruslah lebih besar dari 90%. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan irigasi tetes mampu mendistribusikan air yang cukup merata pada tiap-tiap emiter dalam setiap perlakuan. Namun apabila nilai keseragaman irigasi tetes tidak mencapai 90%, maka jaringan irigasi tetes dinilai tidak layak, karena pendistribusian air tidak merata yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Dari Lampiran 12, 13 dan 14 diperoleh persentase keseragaman irigasi pada tiap-tiap periode pertumbuhan. Pada periode awal pertumbuhan, tengah pertumbuhan dan akhir pertumbuhan diperoleh persentase keseragaman irigasi rata-rata secara berturut-turut sebesar 95,55%, 96,73% dan 96,40%.

Dari Lampiran 5, 6 dan 7 dapat dilihat debit keluaran emiter yang terbesar terjadi pada awal penyiraman air irigasi. Semakin lama air yang dialirkan/diteteskan, semakin kecil debit yang dihasilkan, hal ini dikarenakan semakin sedikit ketersediaan sumber air yang berada di dalam tabung (sumber air) maka tekanan yang dihasilkan juga akan semakin kecil. Debit yang dihasilkan tiap jamnya relatif sama, namun pada saluran irigasi tetes, debit paling besar terjadi pada emiter yang berada di tengah tiap-tiap lateral, sedangkan debit terkecil terjadi pada emiter akhir dari tiap-tiap lateral.

Tingkat Pembasahan

Parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat pembasahan adalah persentase daerah terbasahkan (Pw, wetted percentage), yaitu merupakan

28

persentase pembasahan air irigasi pada media tanah dengan mengukur kedalaman air yang meresap secara horizontal pada permukaan tanah (sesuai dengan diameter polibag tanaman).

Persentase terbasahkan dipengaruhi oleh debit dan volume pemberian air dari setiap alat aplikasi, spasi alat aplikasi dan dan jumlah alat aplikasi per tanaman. Dari Lampiran 15 diperoleh persentase tingkat pembasahan sebesar 55,55% selama periode pertumbuhan tanaman, ini berarti tingkat pembasahan irigasi pada permukaan tanah mencapai 55,55% dari luas/diameter tanah di dalam polibag. Dengan demikian, semakin kecil persentase pembasahan yang terjadi, maka semakin intensif pula tanaman menerima air pada media polibag, sehingga air irigasi yang diberikan hanya tertuju pada daerah perakaran tanaman saja. Sesuai dengan pernyataan Prastowo (2003), nilai Pw secara umum berkisar antara 1/3 (33%) sampai 2/3 (67%). Pw untuk daerah yang menerima banyak hujan dapat lebih kecil dari 33%. Pw untuk tanaman yang ditanam renggang diusahakan dibawah 67% agar daerah antara tanaman cukup kering dan memudahkan perawatan tanaman. Pw dapat mendekati 100% untuk tanaman yang ditanam rapat dengan spasi lateral kurang dari 1,8 m. Dengan demikian persentase tingkat pembasahan yang dihasilkan dapat dikatakan layak.

Kebutuhan Air Tanaman Teoritis

Kebutuhan air tanaman teoritis adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan normal. Kebutuhan air tanaman teoritis dihitung dengan menggunakan Metode Blaney and Criddle yang telah dimodifikasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).

29

Akhir Awal

Besarnya nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap periode pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3.

Tabel 5. Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap periode pertumbuhan tanaman

Periode pertumbuhan Kc tanaman selada Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Awal 0,5 86,079

Tengah 0,8 137,727

Akhir 1,0 172,159

Periode awal pertumbuhan : 0-15 hari setelah pindah tanam Periode tengah pertumbuhan : 16-31 hari setelah pindah tanam Periode akhir pertumbuhan : 32-48 hari setelah pindah tanam

Gambar 3. Grafik kebutuhan tanaman teoritis (ETc)

Kebutuhan air tanaman teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan (4). Dari Lampiran 16 diperoleh suhu rata-rata harian pada bulan Januari dan bulan Februari 2010 selama periode pertumbuhan tanaman yang diukur langsung di lapangan sebesar 28,73 °C, sedangkan persentase jam siang hari untuk wilayah Medan (Polonia 3°27’12”LU) diperoleh dari data sekunder pada bulan Januari sebesar 8,13% dan bulan Februari sebesar 8,10% (Sumber U.S Conversation

Periode pertumbuhan Tengah 137,727 mm/hari ETc 50 100 150 20 86,079 mm/hari 172,159 mm/hari

30

Service (1970) dalam Asdak, 1995). Data persentase jam siang Lintang Utara dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan perhitungan persentasenya dapat dilihat pada Lampiran 18.

Nilai koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman selada sebesar 0,5 untuk periode awal pertumbuhan, 0,8 untuk periode tengah pertumbuhan dan 1,0 untuk periode akhir pertumbuhan (Permatasari, 2001). Sehingga didapat nilai evapotranspirasi tanaman (kebutuhan air tanaman teoritis) pada bulan Januari dan Februari 2010 sebesar 2,077 mm/hari pada periode awal pertumbuhan, 3,325 mm/hari pada periode tengah pertumbuhan dan 4,158 mm/hari pada periode akhir pertumbuhan. Besarnya nilai evapotranspirasi pada setiap periode pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 17.

Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Doorenbos and Pruitt, 1984). Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) terus meningkat selama periode pertumbuhan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan air tanaman terus meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air tanaman teoritis pada setiap periode pertumbuhan tanaman diperlukan untuk mengetahui jumlah air irigasi yang dibutuhkan untuk budidaya tanaman agar tanaman dapat tumbuh lebih baik.

Tingkat Produktivitas Tanaman Selada (Lactuca sativa)

Tingkat produktivitas tanaman selada dapat diukur langsung di lapangan, yaitu dengan cara menimbang tanaman pasca panen tanpa harus dikeringkan

31

terlebih dahulu. Tingkat produktivitas tanaman dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Berat tanaman selada pasca panen

Jumlah emiter Berat tanaman selada (gram)

L1 L2 L3 L4 E1 17 18 17,5 17,5 E2 17,5 18 18 18 E3 18 19,5 18,5 18 E4 16 17,5 17 17 E5 15 15 16 15 ∑ 344 gram

Dari tabel, diperoleh bobot tanaman total sebesar 344 gram, dengan berat rata-rata sebesar 17,2 gram. Dapat dilihat berat/bobot tanaman selada pada masing-masing polibag relatif sama. Akan tetapi, pada emiter terakhir (E4 dan E5) menghasilkan bobot yang relatif kecil dibandingkan pada emiter lainnya (E1, E2 dan E3). Hal ini sesuai dengan debit yang dihasilkan jaringan irigasi tetes ini, tiap-tiap emiter menghasilkan debit yang relatif sama akan tetapi debit terkecil dihasilkan pada emiter paling ujung (akhir) pada tiap-tiap pipa lateral. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan air tanaman sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Sesuai dengan pernyataan Najiyati dan Daniarti (1993), bahwa kebutuhan air tanaman berbanding lurus dengan tingkat produktivitas tanaman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin merata air yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi pada tiap-tiap tanaman selama periode pertumbuhan, maka akan semakin merata pula bobot tanaman yang dihasilkan setelah dipanen.

Bila diamati secara visual, bentuk dan ukuran tanaman selada ini tidak dapat disamakan dengan selada yang ada di pasaran yang dibudidayakan di daerah yang kelembabannya relatif tinggi, terutama di dataran tinggi. Karena sesuai

32

dengan pernyataan Pracaya (2002) bahwa tanaman selada dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi (pegunungan) dengan suhu udara berkisar antara 15 sampai 20°C dan kelembaban yang relative tinggi. Sedangkan pada penelitian ini, tanaman selada dibudidayakan pada suhu yang relatif tinggi (sekitar 29°C), kelembaban rendah dan di dataran rendah. Oleh karena itu, untuk mengatasi keadaan tersebut, dibutuhkan perlakuan yang intensif, berupa pemberian air secara kontinu untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi tanaman pada daerah perakaran saja, hal ini diharapkan agar kelembaban disekitar tanaman dapat ditingkatkan. Kemudian perlakuan kedua adalah dengan menambahkan serasah atau tanaman yang digunakan sebagai naungan untuk memperkecil radiasi sinar matahari berlebih, yang tidak dapat ditoleril oleh tanaman selada. Karena apabila tanaman hanya menggunakan naungan berupa plastik bening yang dapat ditembus oleh radiasi matahari, tanaman selada akan layu, karena tanaman selada rentan terhadap suhu yang relatif tinggi.

Bentuk/struktur tanaman yang dihasilkan juga relatif berbeda dengan tanaman selada yang ada di pasaran. Bentuk/struktur tanaman selada dapat dilihat pada Gambar 12. Tanaman yang dihasilkan memiliki struktur yang panjang, namun daun tanaman tidak membentuk krop, batang tanaman panjang namun tidak kokoh dan akar tunggang yang relatif panjang. Berbeda dengan tanaman yang ada di pasar yang strukturnya kecil, daun berkrop, akar serabut dan batang hampir tidak kelihatan (pendek). Hal ini dikarenakan keadaan suhu, kelembaban dan lingkungan budidaya tanaman selada yang berbeda. Kelebihan dari tanaman selada ini adalah, selama periode pertumbuhan, tanaman tidak diberikan pestisida, hanya menggunakan pupuk daun berupa NPK cair (Bayfolan) dengan dosis 0,1 ml

33

dalam 500 ml air. Pupuk disemprotkan pada daerah batang sampai daun. Pada tanaman yang baru dipindahkan dari pembibitan ke polibag, diberikan pupuk sebanyak 3 kali dalam seminggu, sedangkan tanaman yang telah menyesuaikan diri dengan lingkungan (polibag) diberikan dosis 4 hari sekali selama periode pertumbuhan hingga satu minggu sebelum dipanen. Selama periode pertumbuhan, tanaman tidak mengalami penyakit yang berarti dan serangan hama. Oleh karena itu tanaman tidak diberi pestisida, sehingga produk pasca panen aman untuk dikonsumsi.

Dokumen terkait