• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EMITTER ALTERNATIF DALAM SISTEM IRIGASI

TETES PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA

(Lactuca sativa)

SKRIPSI

Oleh

UMMI KALSUM HARAHAP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KAJIAN EMITTER ALTERNATIF DALAM SISTEM IRIGASI

TETES PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA

(Lactuca sativa)

SKRIPSI

Oleh

UMMI KALSUM HARAHAP 050308040/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

( Ir. Edi Susanto, M.Si ) ( Achwil Putra Munir, STP. M.Si ) Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

UMMI KALSUM HARAHAP: Analisis Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa), dibimbing oleh EDI SUSANTO dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Pemanfaatan air secara efektif dan efisien sangat penting dilakukan dalam budidaya tanaman pada daerah yang sulit menjangkau air dan daerah yang relatif kering, sehingga kebutuhan air tanaman tetap dapat terpenuhi. Irigasi tetes dianggap sebagai salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman dalam waktu, jumlah dan mutu yang tepat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan irigasi tetes menggunakan emiter alternatif pada budidaya tanaman selada (Lactuca sativa). Parameter yang diamati adalah debit air keluaran emiter rata-rata, keseragaman irigasi, tingkat pembasahan, kebutuhan air tanaman selada (Lactuca sativa) dan tingkat produktivitas tanaman selada (Lactuca sativa).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran dilapangan dilakukan sebanyak tiga periode yaitu periode awal pertumbuhan, periode tengah pertumbuhan dan periode akhir pertumbuhan. Debit air keluaran emiter rata-rata selama periode pertumbuhan berturut-turut sebesar 282 ml/jam, 280 ml/jam dan 280,56 ml/jam. Keseragaman irigasi selama periode pertumbuhan berturut-turut sebesar 95,55%, 96,73% dan 96,40%. Persentase tingkat pembasahan sebesar 55,55%. Kebutuhan air tanaman teoritis selama periode pertumbuhan berturut-turut sebesar 86,079 mm/hari, 137,727 mm/hari dan 172, 159 mm/hari. Tingkat produktivitas tanaman selada (Lactuca sativa) sebesar 344 gram.

Kata kunci : Irigasi tetes, Selada, Emiter alternatif.

ABSTRACT

UMMI KALSUM HARAHAP: Analysis of Alternative Emitter in Drip Irrigation System at Conducting Lettuce plants, supervised by EDI SUSANTO and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Water utilization effectively and efficiently is very important conducted in plants conducting at difficult area water range and dry area, until plants amount of water required still can be fulfilled. Drip irrigation is considered as one of alternative in fulfilling plants amount of water required in correct time, volume and quality. In concequence, conducted research about utilization of drip irrigation using alternative emitter at conducting of lettuce plants (Lactuca sativa). Parameters that perceived are debit of emitter output water average, irrigation uniformity, drenching level, plants amount of water required of lettuce plants (Lactuca sativa), and level of plants productivity of lettuce plants.

The results showed that measurement at the site conducted for three periods. Those were early growth period, middle growth period and final growth period. Debit of emitter output water average during growth periods were 282 ml/hour, 280 ml/hour and 280,56 ml/hour. Irrigation uniformity during growth periods were 95,55%, 96,73% and 96,40%. Percentage of drenching level was 55,55%. The oretical plants amount of water required during growth periods were 86,079 mm/day, 137,727 mm/day and 172,159 mm/day. The level of plants productivity of lettuce plants was 344 grams

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Maret 1987 dari ayah Ir. Eddy Utama Harahap, SmHK dan ibu Zuhrah Hasibuan, SH. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 8, Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dalam bidang keolahragaan, penulis juga pernah memperoleh juara II tenis meja putri pada kegiatan PORI di Universitas Sumatera Utara.

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkat karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyusun skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah ”Analisis Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa)”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing, Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. Selain itu juga, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Tusi, STP yang telah bersedia membantu untuk membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin, namun penulis menyadari tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca.

(6)

DAFTAR ISI

(7)

v

Hal KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode awal

pertumbuhan ... 24 2. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode tengah

pertumbuhan ... 25 3. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode akhir

pertumbuhan ... 25 4. Nilai keseragaman irigasi pada setiap periode pertumbuhan

tanaman ... 26 5. Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap periode

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Tabung marihot ... 11 2. Diagram keseragaman irigasi tetes pada setiap periode pertumbuhan

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Flow chart penelitian ... 38

2. Layout jaringan irigasi tetes ... 39

3. Konstruksi jaringan irigasi tetes ... 40

4. Data volume air tertampung selama periode pertumbuhan tanaman ... 43

5. Data debit air tertampung pada periode awal pertumbuhan selama satu hari ... 44

6. Data debit air tertampung pada periode tengah pertumbuhan selama satu hari ... 46

7. Data debit air tertampung pada periode akhir pertumbuhan selama satu hari ... 48

8. Koefisien kebutuhan air tanaman musiman (k) untuk tanaman yang diberi air ... 50

9. Jam siang Lintang Utara ... 51

10. Data suhu harian ... 52

11. Perhitungan debit air keluaran emiter rata-rata ... 54

12. Perhitungan koefisien keseragaman irigasi periode awal Pertumbuhan ... 57

13. Perhitungan koefisien keseragaman irigasi periode tengah Pertumbuhan ... 59

14. Perhitungan koefisien keseragaman irigasi periode akhir Pertumbuhan ... 62

15. Perhitungan persentase tingkat pembasahan ... 66

16. Perhitungan suhu rata-rata harian ... 67

17. Perhitungan kebutuhan air tanaman teoritis ... 68

(11)

ix

19. Perhitungan nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap

(12)

ABSTRAK

UMMI KALSUM HARAHAP: Analisis Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa), dibimbing oleh EDI SUSANTO dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Pemanfaatan air secara efektif dan efisien sangat penting dilakukan dalam budidaya tanaman pada daerah yang sulit menjangkau air dan daerah yang relatif kering, sehingga kebutuhan air tanaman tetap dapat terpenuhi. Irigasi tetes dianggap sebagai salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman dalam waktu, jumlah dan mutu yang tepat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan irigasi tetes menggunakan emiter alternatif pada budidaya tanaman selada (Lactuca sativa). Parameter yang diamati adalah debit air keluaran emiter rata-rata, keseragaman irigasi, tingkat pembasahan, kebutuhan air tanaman selada (Lactuca sativa) dan tingkat produktivitas tanaman selada (Lactuca sativa).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran dilapangan dilakukan sebanyak tiga periode yaitu periode awal pertumbuhan, periode tengah pertumbuhan dan periode akhir pertumbuhan. Debit air keluaran emiter rata-rata selama periode pertumbuhan berturut-turut sebesar 282 ml/jam, 280 ml/jam dan 280,56 ml/jam. Keseragaman irigasi selama periode pertumbuhan berturut-turut sebesar 95,55%, 96,73% dan 96,40%. Persentase tingkat pembasahan sebesar 55,55%. Kebutuhan air tanaman teoritis selama periode pertumbuhan berturut-turut sebesar 86,079 mm/hari, 137,727 mm/hari dan 172, 159 mm/hari. Tingkat produktivitas tanaman selada (Lactuca sativa) sebesar 344 gram.

Kata kunci : Irigasi tetes, Selada, Emiter alternatif.

ABSTRACT

UMMI KALSUM HARAHAP: Analysis of Alternative Emitter in Drip Irrigation System at Conducting Lettuce plants, supervised by EDI SUSANTO and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Water utilization effectively and efficiently is very important conducted in plants conducting at difficult area water range and dry area, until plants amount of water required still can be fulfilled. Drip irrigation is considered as one of alternative in fulfilling plants amount of water required in correct time, volume and quality. In concequence, conducted research about utilization of drip irrigation using alternative emitter at conducting of lettuce plants (Lactuca sativa). Parameters that perceived are debit of emitter output water average, irrigation uniformity, drenching level, plants amount of water required of lettuce plants (Lactuca sativa), and level of plants productivity of lettuce plants.

The results showed that measurement at the site conducted for three periods. Those were early growth period, middle growth period and final growth period. Debit of emitter output water average during growth periods were 282 ml/hour, 280 ml/hour and 280,56 ml/hour. Irrigation uniformity during growth periods were 95,55%, 96,73% and 96,40%. Percentage of drenching level was 55,55%. The oretical plants amount of water required during growth periods were 86,079 mm/day, 137,727 mm/day and 172,159 mm/day. The level of plants productivity of lettuce plants was 344 grams

(13)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup di muka bumi (Sunaryo dkk, 2004).

Kebutuhan pangan perkotaan di negara-negara berkembang seperti Indonesia mengalami peningkatan sebanding dengan bertambah pesatnya jumlah penduduk kota. Bahan pangan berupa sereal seperti padi dan jagung bisa didatangkan dari desa dan harga jualnya relatif tetap karena tidak mengalami resiko kerusakan selama pengangkutan. Namun bahan pangan segar berupa sayuran dapat mengalami penurunan harga jual karena rusak/busuk selama pengangkutan dari desa ke kota, terutama jika tanpa alat pendingin.

Oleh karena itu, kebanyakan petani sayur membudidayakan sayur di kota atau pinggiran kota dengan tujuan untuk mempertahankan mutu dan kualitas sayuran itu sendiri selama proses pengangkutan. Yang menjadi masalah adalah penyediaan air bagi tanaman di perkotaan relatif susah dan membutuhkan banyak biaya, oleh karena itu petani membutuhkan teknologi yang efektif dan efisien. Jalan keluar dari masalah ini adalah penggunaan sistem irigasi yang tepat guna.

(14)

2

pada musim kemarau tanaman membutuhkan air lebih banyak dibandingkan musim penghujan. Kendala ini terutama dirasakan oleh petani yang membudidayakan tanaman semusim seperti selada, sawi, bayam, kangkung, dan lain-lain. Oleh karena itu, ketersediaan sumber daya air harus dimanfaatkan secara efisien dan efektif dengan menggunakan teknologi irigasi yang hemat air seperti irigasi tetes (Keller, 1990).

Sistem irigasi sudah berada di Indonesia sejak abad ke 5. Banyak kerajaan kuno di Indonesia menjadi besar karena memperhatikan produk pertanian. Salah satunya adalah Kerajaan Majapahit yang dianggap sebagai kerajaan bercorak agraris terbesar di Indonesia. Pertanian atau peternakan membutuhkan teknologi sederhana dibandingkan kemaritiman atau kelautan misalnya, Di Indonesia diperkirakan kegiatan pertanian sudah muncul pada zaman neolitik, yaitu suatu babakan dalam periode prasejarah. Indonesia yang beriklim tropis basah dalam kenyataannya juga masih membutuhkan irigasi. Dengan adanya sistem irigasi yang baik, maka hasil-hasil dari pertanian di Indonesia yang beriklim tropis basah ini pun akan menjadi semakin maksimal (Sutardjo, 2001).

Irigasi adalah usaha pengadaan dan pengaturan air secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan, untuk menunjang pertanian. Ruang lingkup atau bidang tugas irigasi meliputi empat pekerjaan pokok sebagai berikut:

1. Pengadaan/pengembangan sumber-sumber air alamiah dan penggunaannya 2. Pengaliran air dari daerah sumber ke areal pertanian yang membutuhkan 3. Pemberian dan pembagian air areal pertanian sampai ke tingkat usaha tani 4. Pembuangan kelebihan air dari areal pertanian secara teratur dan

(15)

3

Irigasi dimaksudkan untuk memberikan suplai air kepada tanaman dalam waktu, jumlah dan mutu yang tepat. Pencapaian tersebut dapat dicapai melalui berbagai teknik pemberian air irigasi. Rancangan pemakaian berbagai teknik tersebut disesuaikan dengan karakteristik tanaman dan kondisi lingkungan setempat. Penggunaan sistem irigasi ini juga bertujuan untuk memanfaatkan air secara efektif dan efisien terutama pada daerah yang sulit untuk menjangkau air dan daerah yang kering (Zimmerman, 1966).

Semua jenis irigasi pada hakekatnya memiliki tujuan yang sama, akan tetapi karena beberapa faktor antara lain sifat dan kebutuhan tanaman, sifat lahan, sifat tanah dan kemampuan biaya yang berbeda-beda maka ditemukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan tanaman tersebut (Gandakusuma, 1981).

Irigasi mikro dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Sistem irigasi ini hanya mengaplikasikan air di sekitar perakaran tanaman. Ada beberapa jenis irigasi mikro, yaitu irigasi tetes (drip irrigation), microspray, dan mini-sprinkler. Masing-masing jenis irigasi tersebut dapat

dibedakan berdasarkan tipe outlet atau pengeluaran air yang digunakan, yaitu: (1) irigasi tetes, meneteskan air melalui pipa berlubang dengan diameter kecil atau sangat kecil, (2) micro-spray, mencurahkan air disekitar perakaran dengan diameter pembasahan 1-4 m, dan (3) mini-sprinkler, mencurahkan air di sekitar perakaran dengan diameter pembasahan hingga 10 m (Mandal dkk, 1998).

(16)

4

dioperasikan dengan teratur sesuai dengan jumlah kebutuhan dan waktu pemberian air (Saprianto dan Nora, 1999).

Irigasi tetes (drip irigation) merupakan salah satu teknologi mutakhir dalam bidang irigasi yang telah berkembang hampir di seluruh dunia. Teknologi irigasi tetes ini pertama kali diperkenalkan di Israel, dan kemudian menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Pada hakekatnya teknologi ini sangat cocok diterapkan pada kondisi lahan berpasir, air yang sangat terbatas, iklim yang relatif kering dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Bucks et al., 1982).

Emiter merupakan alat pemancar air yang dipasang di dekat tanaman dan permukaan tanah. Menurut Prihmantoro dan Yovita (2000) jarak antara emiter berdasarkan kepada jarak tanaman. Menurut Tusi (2006), emiter alternatif untuk menghemat biaya dipakai emiter dan tabung marihot dari cotton buds dan filter rokok.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba untuk menganalisa emiter alternatif dari filter rokok “Class Mild” terhadap keseragaman distribusi air dan pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman yang telah ditentukan.

Tujuan Penelitian

(17)

5

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

2. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang aplikasi dan efisiensi pemakaian irigasi tetes alternatif

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Irigasi

Dengan meningkatnya kebutuhan air di bidang pertanian dan bidang lain, sedangkan potensi air terus menurun, menuntut suatu usaha untuk pemanfaatan air di bidang pertanian secara hemat dan efisien. Untuk itu diperlukan sistem irigasi yang dapat menekan atau meniadakan kehilangan air melalui evaporasi, perkolasi, dan aliran permukaan, tanpa menurunkan produktivitas lahan (Murty, 2002).

Sistem irigasi adalah suatu sistem pengairan tanaman atau suatu sistem yang diciptakan untuk menyuplai atau memberikan air bagi kebutuhan tanaman yang dapat dilakukan dengan lima cara diantaranya; (1) dengan penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen dkk, 1986).

Sistem irigasi merupakan suatu sistem pengairan tepat guna yang memiliki dua fungsi, yaitu fungsi umum dan fungsi spesifik. Secara garis besar, fungsi umum dari suatu sistem irigasi adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sedangkan fungsi spesifik dari sistem irigasi diantaranya; mengambil air dari sumber (diverting), membawa/mengalirkan air dari sumber ke lahan pertanian (conveying), mendistribusikan air kepada tanaman (distributing) dan mengatur dan mengukur aliran air (regulating and measuring).

Irigasi Tetes

(19)

7

kecil dan konstan serta tekanan rendah. Air akan menyebar di tanah baik ke samping maupun ke bawah karena adanya gaya kapiler dan gravitasi. Bentuk sebarannya tergntung jenis tanah, kelembaban, permeabilitas tanah, dan jenis tanaman (Keller dan Bliesner, 1990).

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus menerus) disekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1,0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Sistem irigasi tetes didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari) dan tingkat kelembaban tanaman dapat diatur.

Irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya: a. Meningkatkan nilai guna air

Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain

b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil

Dengan irigasi tetes, kelembaban tanah dapat dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman

c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian

(20)

8

d. Menekan resiko penumpukan garam

Pemberian air secara terus-menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran

e. Menekan pertumbuhan gulma

Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan

f. Menghemat tenaga kerja

Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit (James, 1982).

Komponen Irigasi Tetes

Jaringan pipa pada irigasi tetes

Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa lateral, pipa sekunder dan pipa utama komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah, bentuk dan keadaan topografi. Irigasi tetes tersusun atas dua bagian penting yaitu pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inci) - 25 mm (1 inci) (Hansen dkk, 1986).

(21)

9

Pipa pembagi (sub-main, manifold) dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100m), katup solenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan diameter antara 50 - 75 mm. Penyambungan pipa

pembagi dengan pipa utama (Prastowo, 2003).

Pipa lateral umumnya terbuat dari pipa PVC fleksibel atau pipa politeline dengan diameter 12 mm - 32 mm. Emiter dimasukkan ke dalam pipa lateral pada jarak yang ditentukan yang dipilih sesuai dengan tanaman dan kondisi tanah. Pipa lubang ganda, pipa porous dan pipa dengan perforasi yang kecil digunakan pada beberapa instalasi untuk menggunakan keduanya sebagai pipa pembawa dan sebuah emitter system (Hansen dkk, 1986).

Menurut Keller dan Bliesner (1990) dalam sistem irigasi tetes tersusun atas pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang diameter 12 mm (1/2 inci) - 25 mm (1 inci).

Emiter

(22)

10

Menurut Keller dan Bliesner (1990) emiter merupakan alat pembuangan air, emiter dipasang di dekat tanaman dan tanah. Semakin dekat ke tanah semakin efisien air yang diterima tanah dan tanaman karena semakin besar daerah yang terbasahi semakin tinggi kelembaban tanah. Semakin dekat jarak emiter maka semakin banyak daerah yang terbasahi.

Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau

disambung dengan pipa kecil; (b) in-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Penetes juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini (Prastowo, 2003).

Tabung marihot

Tabung Marihot merupakan tabung untuk mengalirkan air dengan head sesuai dengan rancangan (20 cm - 250 cm). Prinsip kerja tabung marihot adalah pengaliran air dengan tekanan atmosfir atau dengan kata lain low pressure, sehingga air yang keluar pada setiap emiter akan seragam (Tusi, 2006).

(23)

11

Cara kerja tabung marihot yaitu udara luar yang mempunyai tekanan 1 atm masuk ke dalam tabung marihot melalui lubang masuk udara, karena berat udara yang lebih ringan dari larutan nutrisi (air irigasi) maka udara luar yang masuk akan naik ke bagian atas tabung marihot. Udara yang berada di bagian atas tabung akan menekan air irigasi (larutan nutrisi) yang ada dalam tabung marihot dengan tekanan tetap sebesar 1 atm sehingga larutan nutrisi akan mengalir keluar melalui lubang pengaliran dengan kecepatan yang tetap. Adanya tekanan udara dan beda head yang tetap ini akan menyebabkan kecepatan aliran nutrisi tetap (Tusi, 2006).

Gambar 1. Tabung marihot

Tekanan

Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan semakin besar.

Lubang pipa pemasukan

udara Penutup dan

tempat pemasukan air (larutan nutrisi)

(24)

12

Debit

Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit rata-rata dari emiter tersedia dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum digunakan 4 ltr/jam, namun ada beberapa pengelolaan pertanian menggunakan debit 2, 6, 8 ltr/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller dan Bliesner, 1990).

Debit air keluaran emiter rata-rata adalah volume dari keseluruhan air yang tertampung dari semua emiter per satuan waktu dan jumlah emiter yang ada.

Debit air keluar emiter rata-rata (Qa) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Qa = debit rata-rata dari keseluruhan emiter (l/jam)

G = volume air irigasi keseluruhan per tanaman per hari (l) Ta = lama pemberian air (jam/hari)

Np = jumlah emiter per tanaman (Sapei, 2003).

Keseragaman Irigasi

(25)

13

……… (2) keseragaman irigasi (CU/Coefficient Uniformity) dengan menggunakan persamaan Christiansen:

Cu = koefisiensi keseragaman irigasi (%) xi = volume air pada wadah ke-i (ml)

x = nilai rata-rata dari volume air pada wadah (ml)

xix = jumlah dari deviasi absolut dari rata-rata pengukuran (ml).

Keseragaman irigasi tetes dapat dikatakan seragam atau layak apabila nilai Cu lebih besar dari 90% (>90%). Nilai Cu yang rendah dapat dijadikan indikator kehilangan air melalui perkolasi sangat tinggi (Sapei, 2003).

Tingkat Pembasahan

(26)

14

dimana:

Pw = persentase luas tanah yang terbasahkan sepanjang bidang

horizontal 30 cm dibawah permukaan tanah (%) Np = jumlah emiter per tanaman

Se = spasi emiter (m)

Sp = spasi tanaman (m)

Sr = spasi barisan tanaman (m)

W = diameter lingkaran terbasahkan (m) (Prastowo, 2003).

Nilai Pw secara umum berkisar antara 1/3 (33%) sampai 2/3 (67%). Pw untuk daerah yang menerima banyak hujan dapat lebih kecil dari 33%. Pw untuk tanaman yang ditanam renggang diusahakan dibawah 67% agar daerah antara tanaman cukup kering dan memudahkan perawatan tanaman. Pw dapat mendekati 100% untuk tanaman yang ditanam rapat dengan spasi lateral kurang dari 1,8 m.

Tanaman Selada

Tanaman selada (Lactuca sativa) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai arti penting dalam perekonomian masyarakat. Hal ini dikarenakan nilai jual sayuran selada cukup menjanjikan. Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi yang terkandung dalam tanaman selada. Tanaman selada memiliki fungsi sebagai zat pembangun tubuh, dengan kandungan zat gizi dan vitamin yang cukup banyak dan baik bagi kesehatan masyarakat (Harjono, 2001).

(27)

15

permukaan. Sehingga hanya tinggal sebagian kecil saja yang ada di sekitar akar, maka air ini sering tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Oleh sebab itu, dalam membudidayakan tanaman harus diusahakan dalam jumlah, waktu, cara yang efisien dan efektif (Najiyati dan Daniarti, 1993).

Tanaman selada dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan). Adapun syarat penting agar selada tumbuh dengan baik adalah tanah mengandung pasir dan lumpur (subur), suhu udara 15-20 derajat, dan derajat keasaman tanah (pH) 5-6,5. Waktu tanam selada yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret-April). Tapi selada dapat pula ditanam pada musim kemarau, akan tetapi jika pola penyiramannya dilakukan secara teratur (Pracaya, 2002).

Selada (Lactuca sativa) memiliki penampilan yang menarik. Ada yang berwama hijau segar dan ada juga yang berwama merah. Selain sebagai sayuran, daun selada yang agak keriting ini sering dijadikan penghias hidangan. Jenis yang banyak diusahakan di dataran rendah ialah selada daun. Jenis ini begitu toleran terhadap dataran rendah sampai di daerah yang sepanas dan serendah Jakarta pun masih subur dan bagus pertumbuhannya. Selada daun memiliki daun yang berwama hijau segar, tepinya bergerigi atau berombak, dan lebih enak dimakan mentah (Decoteau, 2000).

Adapun klasifikasi botani untuk selada adalah sebagai berikut: Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

(28)

16

Famili : Asteraceae

Genus : Lactuca

Spesies : Lactuca sativa (Haryanto dkk, 1996).

Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan air tanaman teoritis

Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Doorenbos and Pruitt, 1984).

Sosrodarsono dan Takeda (1993), menyatakan bahwa salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney and Criddle yang telah diubah seperti berikut:

U=

U = evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = koefisian suhu

Kc = koefisien tanaman (selada)

P = persentase jam siang Lintang Utara (%) t = suhu rata-rata bulanan (0C)

(29)

17

t = dimana:

t = suhu rata-rata harian t 07.00 = suhu pada pukul 07.00 t 13.30 = suhu pada pukul 13.30 t 17.30 = suhu pada pukul 17.30

Kebutuhan air tanaman riil

Kebutuhan air tanaman riil adalah besarnya pemakaian air untuk metabolisme tanaman yang ditentukan dengan mengukur volume pemakaian air oleh tanaman. Permatasari (2001) menyimpulkan bahwa kebutuhan air tanaman riil lebih kecil dari kebutuhan air tanaman teoritis.

Jika air bebas diberikan kesempatan merambah ke dalam suatu kolom tanah yang kering dan posisi mendatar dan yang mempunyai keragaman struktur berat isi, tingkat kekeringan, maka akan menunjukkan hubungan yang erat antar jarak perambatan, kecepatan, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai jarak tersebut (Kertonegoro dkk, 1998).

Tingkat Produktivitas Tanaman

(30)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan November 2009.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan adalah sumber air untuk penelitian, pompa air, tabung marihot, penyaring air (filter), kran air, pipa utama (main line), pipa manifold dan pipa lateral yang terbuat dari pipa PVC yang masing- masing berdiameter 1 inci, ¾ inci dan ½ inci, emitter dari filter rokok “Class Mild”, bibit tanaman selada (Lactuca sativa), kayu sebagai menara, polibag dan larutan nutrisi (pupuk daun “Bayfolan”).

Alat

Adapun alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur nutrisi, alat tulis, kamera digital, kalkulator, stopwatch, gergaji, paku, lem pipa, meteran, timbangan, ayakan tanah.

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah: 1. Dirancang jaringan irigasi tetes,

a. Pembuatan menara dari bahan kayu broti dengan tinggi dari permukaan tanah sebesar 2 m

(31)

19

pada tutup, dimana tabung dilubangi menggunakan bor dengan diameter 1 inci. Kemudian lubang pertama disambung pipa saluran keluar masuknya udara, dan lubang kedua disambung dengan pipa utama (mainline), kemudian lubang pada tutup sebagai lubang pemasukan air

c. Pipa utama (mainline) berada 40 cm dari permukaan tanah dengan tinggi pipa utama 170 cm dan ukuran 1 inci, kemudian pipa utama disambung dengan pipa pembagi (manifold), dengan panjang pipa 130 cm

d. Pipa pembagi (manifold) memiliki ukuran yang sama dengan pipa utama, pipa pembagi dihubungkan dengan pipa lateral sebanyak 4 pipa, dengan jarak antar lateral sama, yaitu sebesar 30 cm

e. Pipa lateral memiliki ukuran 0,5 inci, pipa lateral diberi lubang masing-masing 5 lubang, dengan jarak tiap lubang sebesar 20 cm dan diameter lubang sebesar 0,5 cm

f. Lubang pada pipa lateral dipasang pipa kecil dengan diameter 0,5 cm sebagai tempat emiter alternatif (filter rokok)

g. Dilakukan pengisian air pada tabung hingga penuh 2. Pembibitan tanaman selada

a. Disiapkan bedengan dengan panjang sisi-sisinya 1 m dan ketebalan 20 cm b. Bibit ditabur di permukaan tanah kemudian ditutupi tanah gembur dengan

kedalaman 1 cm

c. Bibit disemai selama 10 hari, kemudian dipindahkan dalam polibag 3. Pemindahan tanaman ke polibag

(32)

20

c. Tiap polibag diisi tanah dengan berat 2,5 kg

d. Untuk memenuhi kapasitas lapang, tanah disiram hingga kondisi jenuh, dibiarkan selama 2 hari

e. Setelah dua hari, tanaman dipindahkan ke polibag, tiap polibag diisi satu tanaman

4. Dilakukan analisa data.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dan analisis data untuk mengetahui efisiensi keseragaman irigasi tetes (drip irrigation), dengan memakai emiter dari filter rokok dan tabung marihot pada tanah dan tingkat produktivitas tanaman yang telah ditentukan. Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan data primer. Selanjutnya dilakukan analisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif yaitu melakukan pengkajian berdasarkan data yang dapat diukur dengan angka-angka sedangkan analisis kualitatif yaitu melakukan pengkajian berdasarkan data yang tidak dapat diukur dengan angka-angka.

Parameter Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan pengamatan: 1. Debit air keluaran emiter rata-rata

2. Keseragaman irigasi 3. Tingkat pembasahan

4. Kebutuhan air tanaman selada (Lactuca sativa)

(33)

21

Data yang Diamati

Data yang diamati selama melakukan penelitian adalah 1. Data suhu harian

Pengukuran data suhu harian dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00, siang hari pukul 13.30 dan sore hari pukul 17.30 WIB menggunakan termometer ruangan

2. Data iklim setempat

Pengumpulan data yang meliputi data persentase jam siang untuk wilayah Medan (Polonia 03°27’12” LU)

3. Besar debit tertampung

Pengukuran besarnya debit yang tertampung pada setiap emiter adalah dengan cara menampung air yang keluar dari setiap emiter dengan menggunakan gelas ukur selama waktu penyiraman selama satu jam dan selama pemberian air dalam sehari

4. Spasi emiter, spasi tanaman dan spasi barisan tanaman

Pengukuran spasi emiter dilakukan pada tiap satu lateral, begitu juga dengan spasi tanaman. Karena tiap lateral memiliki dimensi yang sama, maka pengukuran dalam satu lateral mewakili semua lateral. Pengukuran spasi barisan tanaman dilakukan dengan mengukur jarak antar emiter. Pengukuran ini menggunakan meteran.

5. Diameter lingkaran terbasahkan

(34)

22

dengan tanah yang digunakan untuk tanaman selada, dengan cara mengukur besar diameter tanah yang terbasahi oleh tetesan air di permukaan tanah.

Analisa Data

Semua data yang telah diamati digunakan untuk menganalisa parameter penelitian. Adapun data yang akan dianalisa adalah sebagai berikut:

1. Debit rata-rata dari keseluruhan emiter

Debit rata-rata dari keseluruhan emiter dihitung dengan menggunakan data yang diamati yaitu data debit tertampung pada setiap emiter yang kemudian dianalisa menggunakan persamaan (1)

2. Keseragaman irigasi

Keseragaman air irigasi diperoleh dengan menghitung nilai variasi dari volume pemakaian air irigasi oleh tanaman selama periode pertumbuhannya dengan menggunakan persamaan (2)

3. Tingkat pembasahan

Tingkat pembasahan atau persentase pembasahan diperoleh dengan menghitung luas daerah terbasahkan pada suatu tanah dengan baik secara vertikal maupun horizontal seluas 30 cm dari emiter. Tingkat pembasahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3)

4. Kebutuhan air tanaman

(35)

23

5. Tingkat produktivitas tanaman

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Debit Air Keluaran Emiter Rata-Rata

Debit adalah banyaknya volume air yang tertampung atau mengalir per satuan waktu. Debit air keluaran emiter rata-rata merupakan jumlah volume dari keseluruhan air tertampung dari semua emiter per satuan waktu dan jumlah emiter penetes (Keller dan Bliesner, 1990). Debit keluaran emiter rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1).

Pengukuran debit tertampung dilakukan sebanyak tiga tahap, yaitu periode awal pertumbuhan, periode tengah pertumbuhan dan periode akhir pertumbuhan, sesuai dengan kebutuhan air tanaman yang berbeda-beda mulai dari awal pertumbuhan hingga siap panen. Besarnya debit tertampung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode awal pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 4 jam (ml)

emiter L1 L2 L3 L4

E1 1145 1185 1190 1090

E2 1125 1180 1185 1090

E3 1095 1200 1205 1080

E4 1100 1150 1155 1065

E5 1045 1120 1130 1025

(37)

25

Tabel 2. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode tengah pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 6 jam (ml)

emiter L1 L2 L3 L4

Dari data volume air tertampung selama 6 jam dalam satu hari pada periode tengah pertumbuhan diperoleh volume total dari keseluruhan emiter sebesar 33.600 ml (sesuai kebutuhan air tanaman selada selama periode tengah pertumbuhan), sehingga diperoleh debit air keluaran emiter keseluruhan sebesar 5600 ml/jam, sedangkan debit air keluaran emiter rata-rata adalah sebesar 280 ml/jam.

Tabel 3. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode akhir pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 8 jam (ml)

emiter L1 L2 L3 L4

Dari data volume air tertampung selama 8 jam dalam satu hari pada periode tengah pertumbuhan diperoleh volume total dari keseluruhan emiter sebesar 44.890 ml (sesuai kebutuhan air tanaman selada selama periode akhir pertumbuhan), sehingga diperoleh debit air keluaran emiter keseluruhan sebesar 5611,25 ml/jam, sedangkan debit air keluaran emiter rata-rata adalah sebesar 280,56 ml/jam.

(38)

26

semakin besar pula tekanan yang dihasilkan, sehingga debit yang dihasilkan juga semakin besar, karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi.

Keseragaman Irigasi

Keseragaman irigasi diperoleh dengan menggunakan persamaan (2). Besarnya persentase keseragaman debit keluaran emiter pada setiap periode pertumbuhan disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 2.

Tabel 4. Nilai keseragaman irigasi pada setiap periode pertumbuhan tanaman Periode pertumbuhan Keseragaman irigasi (%)

Awal 95,55 Tengah 96,73

Akhir 96,40 Periode awal pertumbuhan : 0-15 hari setelah pindah tanam

Periode tengah pertumbuhan : 16-31 hari setelah pindah tanam Periode akhir pertumbuhan : 32-48 hari setelah pindah tanam

Nilai keseragaman irigasi merupakan persentase yang diperoleh dari pengukuran debit pada tiap emiter per jam selama periode pertumbuhan tanaman.

Periode pertumbuhan 100

50 Cu(%)

95,55 96,64 96,40

(39)

27

Besarnya nilai Cu pada aplikasi jaringan irigasi tetes ini lebih besar dari 90%, ini berarti nilai keseragaman debit keluaran emiter sudah memenuhi standar keseragaman. Sesuai dengan pernyataan Sapei (2003), besarnya nilai keseragaman irigasi tetes haruslah lebih besar dari 90%. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan irigasi tetes mampu mendistribusikan air yang cukup merata pada tiap-tiap emiter dalam setiap perlakuan. Namun apabila nilai keseragaman irigasi tetes tidak mencapai 90%, maka jaringan irigasi tetes dinilai tidak layak, karena pendistribusian air tidak merata yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Dari Lampiran 12, 13 dan 14 diperoleh persentase keseragaman irigasi pada tiap-tiap periode pertumbuhan. Pada periode awal pertumbuhan, tengah pertumbuhan dan akhir pertumbuhan diperoleh persentase keseragaman irigasi rata-rata secara berturut-turut sebesar 95,55%, 96,73% dan 96,40%.

Dari Lampiran 5, 6 dan 7 dapat dilihat debit keluaran emiter yang terbesar terjadi pada awal penyiraman air irigasi. Semakin lama air yang dialirkan/diteteskan, semakin kecil debit yang dihasilkan, hal ini dikarenakan semakin sedikit ketersediaan sumber air yang berada di dalam tabung (sumber air) maka tekanan yang dihasilkan juga akan semakin kecil. Debit yang dihasilkan tiap jamnya relatif sama, namun pada saluran irigasi tetes, debit paling besar terjadi pada emiter yang berada di tengah tiap-tiap lateral, sedangkan debit terkecil terjadi pada emiter akhir dari tiap-tiap lateral.

Tingkat Pembasahan

(40)

28

persentase pembasahan air irigasi pada media tanah dengan mengukur kedalaman air yang meresap secara horizontal pada permukaan tanah (sesuai dengan diameter polibag tanaman).

Persentase terbasahkan dipengaruhi oleh debit dan volume pemberian air dari setiap alat aplikasi, spasi alat aplikasi dan dan jumlah alat aplikasi per tanaman. Dari Lampiran 15 diperoleh persentase tingkat pembasahan sebesar 55,55% selama periode pertumbuhan tanaman, ini berarti tingkat pembasahan irigasi pada permukaan tanah mencapai 55,55% dari luas/diameter tanah di dalam polibag. Dengan demikian, semakin kecil persentase pembasahan yang terjadi, maka semakin intensif pula tanaman menerima air pada media polibag, sehingga air irigasi yang diberikan hanya tertuju pada daerah perakaran tanaman saja. Sesuai dengan pernyataan Prastowo (2003), nilai Pw secara umum berkisar antara 1/3 (33%) sampai 2/3 (67%). Pw untuk daerah yang menerima banyak hujan dapat lebih kecil dari 33%. Pw untuk tanaman yang ditanam renggang diusahakan dibawah 67% agar daerah antara tanaman cukup kering dan memudahkan perawatan tanaman. Pw dapat mendekati 100% untuk tanaman yang ditanam rapat dengan spasi lateral kurang dari 1,8 m. Dengan demikian persentase tingkat pembasahan yang dihasilkan dapat dikatakan layak.

Kebutuhan Air Tanaman Teoritis

(41)

29

Akhir Awal

Besarnya nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap periode pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3.

Tabel 5. Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap periode pertumbuhan tanaman

Periode pertumbuhan Kc tanaman selada Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Awal 0,5 86,079

Tengah 0,8 137,727

Akhir 1,0 172,159

Periode awal pertumbuhan : 0-15 hari setelah pindah tanam Periode tengah pertumbuhan : 16-31 hari setelah pindah tanam Periode akhir pertumbuhan : 32-48 hari setelah pindah tanam

Gambar 3. Grafik kebutuhan tanaman teoritis (ETc)

Kebutuhan air tanaman teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan (4). Dari Lampiran 16 diperoleh suhu rata-rata harian pada bulan Januari dan bulan Februari 2010 selama periode pertumbuhan tanaman yang diukur langsung di lapangan sebesar 28,73 °C, sedangkan persentase jam siang hari untuk wilayah Medan (Polonia 3°27’12”LU) diperoleh dari data sekunder pada bulan Januari sebesar 8,13% dan bulan Februari sebesar 8,10% (Sumber U.S Conversation

(42)

30

Service (1970) dalam Asdak, 1995). Data persentase jam siang Lintang Utara dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan perhitungan persentasenya dapat dilihat pada Lampiran 18.

Nilai koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman selada sebesar 0,5 untuk periode awal pertumbuhan, 0,8 untuk periode tengah pertumbuhan dan 1,0 untuk periode akhir pertumbuhan (Permatasari, 2001). Sehingga didapat nilai evapotranspirasi tanaman (kebutuhan air tanaman teoritis) pada bulan Januari dan Februari 2010 sebesar 2,077 mm/hari pada periode awal pertumbuhan, 3,325 mm/hari pada periode tengah pertumbuhan dan 4,158 mm/hari pada periode akhir pertumbuhan. Besarnya nilai evapotranspirasi pada setiap periode pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 17.

Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Doorenbos and Pruitt, 1984). Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) terus meningkat selama periode pertumbuhan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan air tanaman terus meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air tanaman teoritis pada setiap periode pertumbuhan tanaman diperlukan untuk mengetahui jumlah air irigasi yang dibutuhkan untuk budidaya tanaman agar tanaman dapat tumbuh lebih baik.

Tingkat Produktivitas Tanaman Selada (Lactuca sativa)

(43)

31

terlebih dahulu. Tingkat produktivitas tanaman dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Berat tanaman selada pasca panen

Jumlah emiter Berat tanaman selada (gram)

L1 L2 L3 L4

Dari tabel, diperoleh bobot tanaman total sebesar 344 gram, dengan berat rata-rata sebesar 17,2 gram. Dapat dilihat berat/bobot tanaman selada pada masing-masing polibag relatif sama. Akan tetapi, pada emiter terakhir (E4 dan E5)

menghasilkan bobot yang relatif kecil dibandingkan pada emiter lainnya (E1, E2

dan E3). Hal ini sesuai dengan debit yang dihasilkan jaringan irigasi tetes ini,

tiap-tiap emiter menghasilkan debit yang relatif sama akan tetapi debit terkecil dihasilkan pada emiter paling ujung (akhir) pada tiap-tiap pipa lateral. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan air tanaman sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Sesuai dengan pernyataan Najiyati dan Daniarti (1993), bahwa kebutuhan air tanaman berbanding lurus dengan tingkat produktivitas tanaman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin merata air yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi pada tiap-tiap tanaman selama periode pertumbuhan, maka akan semakin merata pula bobot tanaman yang dihasilkan setelah dipanen.

(44)

32

dengan pernyataan Pracaya (2002) bahwa tanaman selada dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi (pegunungan) dengan suhu udara berkisar antara 15 sampai 20°C dan kelembaban yang relative tinggi. Sedangkan pada penelitian ini, tanaman selada dibudidayakan pada suhu yang relatif tinggi (sekitar 29°C), kelembaban rendah dan di dataran rendah. Oleh karena itu, untuk mengatasi keadaan tersebut, dibutuhkan perlakuan yang intensif, berupa pemberian air secara kontinu untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi tanaman pada daerah perakaran saja, hal ini diharapkan agar kelembaban disekitar tanaman dapat ditingkatkan. Kemudian perlakuan kedua adalah dengan menambahkan serasah atau tanaman yang digunakan sebagai naungan untuk memperkecil radiasi sinar matahari berlebih, yang tidak dapat ditoleril oleh tanaman selada. Karena apabila tanaman hanya menggunakan naungan berupa plastik bening yang dapat ditembus oleh radiasi matahari, tanaman selada akan layu, karena tanaman selada rentan terhadap suhu yang relatif tinggi.

(45)

33

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh debit keluaran emiter rata-rata sebesar 282 ml/jam pada periode awal pertumbuhan, 280 ml/jam pada periode tengah pertumbuhan dan 280,56 ml/jam pada periode akhir pertumbuhan.

2. Besarnya nilai keseragaman Coefficient Uniformity (CU) selama periode pertumbuhan berturut-turut 95,55% pada periode awal pertumbuhan, 96,73% pada periode tengah pertumbuhan dan 96,40% pada periode akhir pertumbuhan.

3. Persentase tingkat pembasahan yang dihasilkan setelah melakukan penelitian dan pengukuran langsung di lapangan adalah sebesar 55,55%

4. Kebutuhan air tanaman teoritis tanaman selada selama periode pertumbuhan berturut-turut sebesar 86,079 mm/hari pada periode awal pertumbuhan, 137,727 mm/hari pada periode tengah pertumbuhan dan 172,159 mm/hari pada periode akhir pertumbuhan.

5. Tingkat produktivitas tanaman selada (Lactuca sativa) setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran berat tanaman di lapangan, diperoleh berat total tanaman selada adalah sebesar 344 gram dan berat rata-rata tanaman selada adalah sebesar 17,2 gram.

Saran

(47)

35

2. Air yang digunakan untuk irigasi tetes sebaiknya air yang berasal dari mata air/sumur atau air yang tidak mengandung karat dan kaporit, sehingga tidak terjadi penyumbatan pada emiter irigasi tetes 

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai. UGM Press, Yogyakarta

Buckman dan Nyle.C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta Decoteau, D. R., 2000. Vegetable Crops. Prentice – Hall, Inc., New Jersey

Doorenbos, J., and W.O. Pruitt, 1984. Guideline for Predicting Crop Water Requirement. FAO Irrigation and Drainage Paper, Volume 24. Rome

Erizal, 2003. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler dan Drip. Lembaga Penelitian IPB. Bogor

Gandakusuma, R., 1981. Irigasi. Sinar Bandung. Bandung

Guslim, 1997. Klimatologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Hansen, V.E., O.W. Israelsen., dan E.S. Glen, 1986. Dasar – Dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta

Harjono, L., 2001. Sayur-Sayur Daun Primadona. CV. Aneka. Solo

Haryanto, E., T. Suhartini dan E. Rahayu, 1996. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta

James, L. G., 1982, Principle of Farm Irrigation System Design, John Wiley and Sons Inc. New York

Kartasapoetra, A.G. dan M. Sutedjo, 1994. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. Bumi Aksara. Jakarta

Keller, J. and R. D. Bliesner, 1990. Sprinkler and Trickle Irrigation. Van Nostrand Reinhold, New York

Kertonegoro, B.D; Sri Hastuti, S; Supriyanto, N dan Suci, H., 1998. Panduan Analisis Fisika Tanah. UGM Press. Yogyakarta

Mandal, R. C., P. k. Jana, 1998. Water Resource Utilization and Micro-Irrigation (sprinkler and Drip System). Kalyani Publishers. New Delhi, India

Murty, V. V. N., 2002. Land and Water Management Engineering 3rd edition. Kalyani Publisher. New Delhi. India

(49)

Permatasari, H., 2001. Mempelajari Kinerja Sistem Irigasi Para pada Budidaya Tanaman Pak Choy (Brassica chinensis L.) Secara Hidroponik dengan Media Arang Sekam. Skripsi Jurusan Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pracaya, 2002. Bertanam Sayuran Organik. Penebar Swadaya. Jakarta

Prastowo, 2003. Teknologi Irigasi Hemat Air. Pusat Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika (CREATA), Lembaga Penelitian – IPB

Prihmantoro, H dan H. Yovita, 2000. Hidroponik Tanaman Buah untuk Hobi dan Bisnis, Penebar Swadaya. Jakarta

Sapei, A., 2003. Uniformity dan Efisiensi Irigasi Sprinkler dan Drip. Pelatihan Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler dan Drip. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor

Saprianto dan H. T. Nora, 1999. Efisiensi Penggunaan Air Pada Sistem Irigasi Tetes dan Curah. Buletin Keteknikan Pertanian, Vol. 13 No. 7

Sosrodarsono, S., dan K. Takeda, 1993. Hidroponik untuk Pengairan. Radnya Paramita. Jakarta

Sunaryo, T.M., W. Tjoek dan H. Aris, 2004. Pengelolaan Sumber Daya Air. Bayu Media. Malang

Sutardjo, Prof. Suprojo Puspo, 2001. Pengembangan Irigasi, Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Tusi, Ahmad, 2006. Pemanfaatan Cotton Buds dan Limbah Filter Rokok sebagai Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes dengan Tabung Marihot. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian. UNILA

Zimmerman, J. D., 1966. Irrigation. John Wiley and Sons, Inc., USA

(50)

Mulai

Pembukaan lahan

Pembuatan menara sumber air

Pemasangan tabung marihot dan instalasi irigasi tetes

Persiapan media tanam tanaman selada

Penanaman dan budidaya tanaman selada

Pengambilan data

Perhitungan data-data yang diperoleh

Analisis data Berfungsi

Selesai

LAMPIRAN

Lampiran 1. Flow chart penelitian

Perencanaan dalam pembuatan jaringan irigasi tetes

Ya

Gambar

Tabel 1. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode awal pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 4 jam (ml)
Tabel 3. Volume air tertampung dalam satu hari pada periode akhir pertumbuhan Jumlah Volume pada lateral selama 8 jam (ml)
Gambar 2. Diagram keseragaman irigasi tetes pada setiap periode
Tabel 5. Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap periode pertumbuhan tanaman
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan air tanaman teoritis pada setiap periode pertumbuhan diperlukan untuk mengetahui jumlah air irigasi yang dibutuhkan untuk budidaya tanaman agar tanaman dapat tumbuh

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Sabat Sibarani : Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Pada Budidaya ..., 2006.. Sabat Sibarani : Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT (Nutrient

Tujuan penelitian adalah untuk menghitung efisiensi penggunaan air dengan sistem irigasi tetes dan curah serta menghitung biaya air yang dibwtuhkan untuk tanaman

Untuk itu, dalam penelitian ini akan dicoba meneliti efisiensi penggunaan jaringan irigasi tetes dan kebutuhan air tanaman sawi agar dapat diketahui produktivitas tanaman

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan sistem irigasi tetes berbasis mikrokontroler arduino dalam budidaya tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) dan respon pertumbuhan

Penelitian tentang aplikasi sistem irigasi tetes pada tanaman Kembang kol (Brassica oleracea var. cauliflora DC) yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, hemat air, sederhana

Grafik Pengujian Alat Ukur Kelembaban Tanah Hasil Pengujian Sistem Keseluruhan Pengukuran yang telah dilakukan dalam sistem irigasi tetes pada budidaya tanaman terong ungu dengan