• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kemiringan Talang Sistem Fertigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Pada Budidaya Tanaman Selada(Lactuca Sativa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Kemiringan Talang Sistem Fertigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Pada Budidaya Tanaman Selada(Lactuca Sativa)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KEMIRINGAN TALANG SISTEM FERTIGASI

HIDROPONIK NFT (Nutrient Film Technique) PADA

BUDIDAYA TANAMAN SELADA(Lactuca Sativa

)

SKRIPSI

YESSI HANDAYANI 060308002

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI KEMIRINGAN TALANG SISTEM FERTIGASI

HIDROPONIK NFT (Nutrient Film Technique) PADA

BUDIDAYA TANAMAN SELADA (Lactuca sativa)

SKRIPSI

YESSI HANDAYANI 060308002

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(3)

UJI KEMIRINGAN TALANG SISTEM FERTIGASI

HIDROPONIK NFT (Nutrient Film Technique) PADA

BUDIDAYA TANAMAN SELADA (Lactuca sativa)

SKRIPSI

Oleh

YESSI HANDAYANI 060308002

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh Komisi Pembimbing:

Ir. Edi Susanto, M.Si Achwil Putra Munir, STP, M.Si

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

(4)

ABSTRAK

YESSI HANDAYANI: Uji Kemiringan Talang Sistem Fertigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca Sativa). Dibimbing oleh EDI SUSANTO dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Nutrient Film Technique (NFT) termasuk cara baru bertanam hiroponik. Pada sistem ini, sebagian akar terendam dalam larutan nutrisi dan sebagian lagi berada di permukaan larutan. Larutan bersirkulasi selama 24 jam. Lapisan sangat tipis sekitar 3 mm.

Penetapan NFT dalam penelitian ini adalah untuk mempelajari keseragaman konduktivitas listrik (EC) dan pH larutan nutrisi serta efektivitas aplikasi kemiringan talang. Penelitian dilakukan dengan menanam tanaman pada talang yang ditopang Styrofoam, kemudian melakukan pengambilan data sesuai dengan data yang ada selama periode pertumbuhannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode kemiringan talang 9% memberikan hasil produk dengan keseragaman EC yang lebih baik dibandingkan dengan kemiringan talang 6%. Dapat disimpulkan dari hasil yang diperoleh bahwa dengan kemiringan talang 9% lebih efektif

Kata kunci : Hidroponik NFT, Keseragaman Larutan Nutrisi, Aplikasi Kemiringan Talang

ABSTRACT

YESSI HANDAYANI: Test Gutters Fertigation Systems Hydroponic NFT (Nutrient Film Technique) using Lettuce Plants (Lactuca Sativa.). Under the supervision of EDI SUSANTO and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Nutrient Film Technique (NFT) is a new technological in hidroponics. In this system, a part of root deep on the water have fertilizer and other part upon the water which sirculating above 24 hours. The lining of the water is slight, about 3 mm, so its like film.

The research of NFT irrigation was carried out to study on Electric Conductivity (EC) uniformity and pH of nutrient liquid as well as effective of gutters gradient application. The research was done with planting the plants in gutters that hold by Styrofoam, afterwards recording data according to available parameter was carried out during crop growth.

The research showed that 9% gradient of gutter resulted in better yield than the 6% gradient. The research was concluded that 9% gradient of gutter was the most effective.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 09 Agustus 1988 dari Ayah Syahrul dan ibu Jasmi . Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Angkasa 1 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Panduan Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi kampus, diantaranya sebagai Bendahara di Organisasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun skripsi ini berjudul “Uji Kemiringan Talang Sistem Fertigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) pada Budidaya Tanaman Selada

(Lactuca sativa)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Serta terima kasih kepada Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2011

(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Hidroponik NFT ... 6

Sistem Fertigasi ... 8

Gambaran Umum Tanaman Selada ... 10

Pupuk Growmore ... 13

Kebutuhan Air Tanaman Teoritis... 14

Keseragaman Air Irigasi (Fertigasi) ... 15

Konduktivitas Listrik (EC) ... 16

Keseragaman Konduktivitas Listrik ... 17

pH Larutan ... 18

Keseragaman pH Larutan ... 19

Produktivitas Tanaman... 19

Larutan Nutrisi ... 19

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Metode Penelitian... 22

Prosedur Penelitian... 23

Pembuatan konstruksi hidroponik ... 23

Pelaksanaa persemaian ... 23

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Parameter Penelitian... 24

Data yang Diamati... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Air Tanaman Teoritis... 26

Keseragaman Fertigasi ... 28

Keseragaman Konduktivitas Listrik ... 29

Keseragaman pH Larutan ... 31

Tingkat Produktivitas Tanaman Selada ... 32

Evaluasi Faktor Kemiringan Talang ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(8)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Kandungan zat gizi dalam 100 gr selada ... 12

2. Lama perawatan bibit di polibeg ... 12

3. Kandungan unsur hara makro dan mikro dalam

pupuk Growmore ... 14

4. Nilai pH, cF, dan EC untuk beberapa jenis sayuran ... 17

5. Nilai evapotranspirasi tanaman selada pada setiap periode

Pertumbuhan ... 26

6. Nilai keseragaman debit outlet pada setiap periode

Pertumbuhan ... 28

7. Nilai keseragaman konduktivitas listrik pada setiap periode

Pertumbuhan ... 29

8. Nilai keseragaman pH larutan pada setiap periode

Ertumbuhan ... 31

(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Diagaram kebutuhan air tanaman teoritis tanaman selada ... 26

2. Diagram keseragaman debit outlet ... 28

3. Diagram keseragaman konduktivitas listrik ... 30

4. Diagram keseragaman pH ... 32

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Flowchart penelitian ... 40

2. Konstruksi jaringan NFT ... 41

3. Data suhu harian ... 45

4. Jam siang lintang utara ... 47

5. Perhitungan jam siang lintang utara ... 48

6. Perhitungan suhu rata-rata harian ... 50

7. Perhitungan kebutuhan air tanaman teoritis ... 51

8. Perhitungan keseragaman fertigasi (debit outlet) kemiringan 6% ... 53

9. Perhitungan keseragaman fertigasi (debit outlet) kemiringan 9% ... 56

10.Data EC selama periode pertumbuhan kemiringan 6% ... 59

11.Data EC selama periode pertumbuhan kemiringan 9% ... 61

12.Data pH selama periode pertumbuhan kemiringan 6% ... 63

13.Data pH selama periode pertumbuhan kemiringan 9% ... 65

14.Berat produksi tanaman ... 67

(11)

ABSTRAK

YESSI HANDAYANI: Uji Kemiringan Talang Sistem Fertigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca Sativa). Dibimbing oleh EDI SUSANTO dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Nutrient Film Technique (NFT) termasuk cara baru bertanam hiroponik. Pada sistem ini, sebagian akar terendam dalam larutan nutrisi dan sebagian lagi berada di permukaan larutan. Larutan bersirkulasi selama 24 jam. Lapisan sangat tipis sekitar 3 mm.

Penetapan NFT dalam penelitian ini adalah untuk mempelajari keseragaman konduktivitas listrik (EC) dan pH larutan nutrisi serta efektivitas aplikasi kemiringan talang. Penelitian dilakukan dengan menanam tanaman pada talang yang ditopang Styrofoam, kemudian melakukan pengambilan data sesuai dengan data yang ada selama periode pertumbuhannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode kemiringan talang 9% memberikan hasil produk dengan keseragaman EC yang lebih baik dibandingkan dengan kemiringan talang 6%. Dapat disimpulkan dari hasil yang diperoleh bahwa dengan kemiringan talang 9% lebih efektif

Kata kunci : Hidroponik NFT, Keseragaman Larutan Nutrisi, Aplikasi Kemiringan Talang

ABSTRACT

YESSI HANDAYANI: Test Gutters Fertigation Systems Hydroponic NFT (Nutrient Film Technique) using Lettuce Plants (Lactuca Sativa.). Under the supervision of EDI SUSANTO and ACHWIL PUTRA MUNIR.

Nutrient Film Technique (NFT) is a new technological in hidroponics. In this system, a part of root deep on the water have fertilizer and other part upon the water which sirculating above 24 hours. The lining of the water is slight, about 3 mm, so its like film.

The research of NFT irrigation was carried out to study on Electric Conductivity (EC) uniformity and pH of nutrient liquid as well as effective of gutters gradient application. The research was done with planting the plants in gutters that hold by Styrofoam, afterwards recording data according to available parameter was carried out during crop growth.

The research showed that 9% gradient of gutter resulted in better yield than the 6% gradient. The research was concluded that 9% gradient of gutter was the most effective.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di zaman yang serba modern ini bertanam tak lagi harus menggunakan tanah. Berbagai metode bercocok tanam bisa digunakan bagi yang ingin menekuninya. Salah satunya adalah bertanam secara hidroponik. Luas tanah yang sempit, kondisi tanah kritis, hama dan penyakit yang tak terkendali, keterbatasan jumlah air irigasi, musim yang tidak menentu dan mutu yang tidak seragam bisa ditanggulangi dengan sistem hidroponik (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Budidaya tanaman secara hidroponik telah menjadi salah satu alternatif bercocok tanam tanaman hortikultura terutama sayuran. Hidroponik merupakan suatu teknologi untuk menumbuhkan tanaman dalam larutan hara dengan atau tanpa menggunakan media buatan (pasir, kerikil, rockwool, vermikulit) sebagai pendukung mekanik (Jensen, 1997). Hidroponik yang telah berkembang di Indonesia antara lain NFT (Nutrient Film Technique), hidroponik terapung, aeroponik dan hidroponik substrat.

Hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponus yang berarti daya. Dengan demikian, hidroponik berarti memberdayakan air. Ada juga yang mendefenisikan hidroponik sebagai soilless culture atau budi daya tanpa tanah. Ada juga yang menganggap bahwa bercocok tanam di dalam greenhouse sama dengan bercocok tanam secara hidroponik (Karsono, dkk 2002).

(13)

mudah diseleksi dan dikontrol dengan baik dan dapat diusahakan di lahan yang sempit.

Prinsip dasar hidroponik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hidroponik substrat dan NFT. Pada metode substrat tidak menggunakan air sebagai media, tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya fungsi tanah. Media yang dapat digunakan dalam metode ini antara lain batu apung, pasir, serbuk gergaji, atau gambut. Sedangkan NFT merupakan model budidaya dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut tersirkulasi dan mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa berkembang di dalam larutan nutrisi. Karena di sekeliling perakaran terdapat selapis larutan nutrisi maka sistem ini dikenal dengan nama

nutrient film technique (Lingga, 2009).

Nutrient film technique (NFT) termasuk cara baru bercocok tanam secara

hidroponik. Pada sistem ini, sebagian akar tanaman terendam dalam air yang sudah mengandung pupuk dan sebagian lagi berada di atas permukaan air yang bersirkulasi selama 24 jam secara terus-menerus. Lapisan air ini sangat tipis sekitar 3 mm, sehingga mirip film. Oleh karena itulah, teknik ini disebut NFT. Beragam tanaman dapat diusahakan dengan sistem ini. Salah satu kelebihan sistem ini ialah memungkinkan tanaman dapat berproduksi sepanjang tahun (Untung, 2000).

(14)

tidak langsung memiliki nilai keindahan. Itulah sebabnya banyak orang yang menanam sayuran di pekarangan (Sunarjono, 2003).

Sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang dibutuhkan manusia. Bahan pangan ini menyediakan beberapa zat gizi antara lain vitamin dan mineral. Walaupun dalam tubuh diperlukan dalam jumlah yang kecil, tetapi peranan vitamin dan mineral sangat menentukan. Karena peranannya yang penting

tersebut, sayuran akan senantiasa dibutuhkan oleh manusia (Soemadi dan Mutholib, 2000).

Sayuran mudah diperoleh, murah harganya, dan banyak mengandung komponen antioksidan seperti vitamin A, vitamin C (asam askorbat), dan vitamin E (tokoferol). Antioksidan tersebut dapat mencegah maupun menangkap senyawa radikal bebas yang dapat merusak sel tubuh. Sayuran merupakan sumber serat yang paling baik dan utama, dibandingkan dengan sumber serat yang lain. Kandungan serat pada sayuran sangat bermanfaat dalam pencegahan berbagai penyakit (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

(15)

Salah satu sayuran yang banyak dibudidayakan dengan menggunakan sistem hidroponik adalah selada (Lactuca sativa). Karena selain mudah dibudidayakan sayuran ini juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi (Hartus, 2002).

Selada dikenal kontribusi gizinya sebagai sumber mineral, pro-vitamin A, vitamin C dan serat. Menurut USDA (2003), 55 gram selada diantaranya mengandung 52.73 gr air, 6.600 kcal, 0.555 gr protein, 0.104 gr total lemak, 10.450 mg kalsium, 0.275 mg zat besi, 2.145 mg vitamin C, 0.025 mg thiamin dan 0.049 mg tryptophan.

Sistem fertigasi hidoponik NFT adalah suatu teknologi aplikasi pemberian

air irigasi dan nutrisi dengan memanfaatkan konstruksi NFT (Karsono, dkk, 2002). Penetapan sistem irigasi hidroponik NFT pada penelitian

ini adalah untuk mempelajari keseragaman konduktivitas listrik (EC) dan pH larutan nutrisi serta efektivitas aplikasi pemberian air. Penelitian ini pernah dilakukan di Inggris. Dengan hasil penelitian ini bahwa kemiringan talang dalam konstruksi mempengaruhi produktivitas tanaman. Semakin miring talangnya, produktivitas tanaman semakin besar (Untung, 2000). Oleh karena itu, dianggap perlu untuk melakukan penelitian ini dengan menggunakan tanaman sawi. Dalam penelitian ini kemiringan talang dalam konstruksi NFT yang diterapkan besarnya 6% dan 9%.

(16)

Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis kemiringan talang sistem fertigasi hidroponik NFT pada budidaya tanaman selada. Diantaranya yaitu :

1. Menghitung kebutuhan air tanaman selada secara teoritis.

2. Menghitung keseragaman fertigasi pada jaringan irigasi hidroponik NFT yang mencakup :

• Keseragaman air irigasi, yaitu keseragaman debit outlet

• Keseragaman larutan nutrisi yaitu keseragaman konduktivitas listrik larutan dan pH larutan nutrisi

3. Menghitung produktivitas tanaman.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Departemen Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi penulis,

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Hidroponik NFT

Hidroponik NFT adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman menyerap unsur hara yang diperlukan dimana budidaya tanamannya dilakukan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Hidroponik NFT juga termasuk bercocok tanam dalam air dimana unsur hara telah dilarutkan didalamnya (Haris, 1994).

Dalam sistem hidroponik NFT, air dialirkan ke deretan akar tanaman secara dangkal. Akar tanaman berada di lapisan dangkal yang mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan tanaman. Perakaran dapat berkembang di dalam nutrisi dan sebagian lainnya berkembang di atas permukaan larutan. Aliran air sangat dangkal, jadi bagian atas perakaran berkembang di atas air yang meskipun lembab tetap berada di udara. Di sekeliling perakaran itu terdapat selapis larutan nutrisi. Dari sinilah muncul istilah NFT, yang didefenisikan sebagai metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi, yang memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi dan oksigen (Chadirin, 2002).

(18)

Pada sistem NFT, air atau nutrien dialirkan dalam wadah penanaman (biasanya berupa talang). Wadah penanaman dibuat miring agar nutrien dapat mengalir. Nutrien yang telah melewati wadah penanaman, ditampung dalam bak atau tangki dan kemudian dipompa untuk dialirkan kembali. Tinggi nutrien hanya 3 mm, tidak boleh lebih dari itu karena air yang terlalu tinggi akan menyebabkan oksigen terlarut sedikit (Lingga, 2009).

Salah satu prinsip dasar NFT ialah ketebalan air di dalam hanya beberapa millimeter saja (biasanya 3 mm). Dengan demikian, banyak akar bertumpuk di atas aliran air dan rapat sehingga bila tanaman tumbuh subur, akarnya tebal mirip bantal putih. Ketebalan lapisan air tergantung kecepatan air yang masuk dan kemiringan talang (Untung, 2000).

Adapun keuntungan dan kelemahan tipe NFT sebagai berikut: Beberapa keuntungan pemakain NFT, antara lain:

1. Dapat memudahkan pengendalian daerah perakaran tanaman 2. Kebutuhan air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah

3. Keseragaman nutrisi dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman

4. Tanaman dapat diusahakan beberapa kali dengan periode tanam yang pendek

Kelemahan tipe NFT adalah:

1. Investasi dan biaya perawatan yang mahal 2. Sangat tergantung terhadap energi listrik

(19)

Pemberian nutrisi pada sistem pertanian hidroponik NFT berbeda dengan pemberian nutrisi pada sistem pertanian biasa. Pada sistem hidroponik NFT, makanan yang berupa campuran garam-garam pupuk dilarutkan dan diberikan secara teratur, sedangkan bercocok tanam di tanah, pemberian pupuk untuk tanaman hanya sekedar tambahan karena tanah sendiri pada dasarnya secara alami telah mengandung garam-garam pupuk. Pada hidroponik NFT, media tanam tidak berfungsi sebagai tanah. Media tanam hanya berguna sebagai penopang akar tanaman serta meneruskan air larutan mineral yang berlebihan sehingga harus porus dan steril (Untung, 2000).

Sistem Fertigasi

Pada teknik NFT, tanaman di tegakkan di talang berbentuk segi empat yang biasa digunakan untuk talang rumah. Supaya tanaman dapat berdiri tegak, di dalam talang harus dipasangi styrofoam dengan ketebalan 1 cm, lebar dasar talang 10 cm, dan panjang 1 m. Styrofoam tersebut dilubangi dengan diameter 1,5 cm. jarak antar lubang 15-20 cm untuk sayuran daun dan 30-40 cm untuk sayuran buah (Karsono, dkk 2002).

Sistem fertigasi sangat sesuai bagi tanaman sayur berbuah saperti tomat, timun jepun, cili merah, terung, melon, cili sayur strawberi dan juga pokok hiasan. Umumnya tanaman ini untuk kebanyakan tanaman bernilai tinggi dipasaran. Tanaman Sistem fertigasi bertujuan untuk mengelakkan tanaman daripada serangan penyakit akar yang disebabkan oleh serangga kulat saperti pythium,

fusarium, rhizoton dan juga penyakit layu bacteria yang berpunca daripada tanah

(20)

Sistem fertigasi ialah satu kaedah pemberian larutan baja kepada zon akar yang diperlukan oleh pokok secara berkesan, tanpa pembaziran dan pencemaran alam sekitar. Sistem fertigasi sangat sesuai bagi tanaman sayur berbuah seperti tomat, timun jepun, cili merah, terung, melon, cili, sayur, strawberi dan pokok hiasan. Umumnya, tanaman ini untuk kebanyakan tanaman bernilai tinggi di pasaran. Sistem fertigasi bertujuan untuk mengelakkan tanaman daripada serangan penyakit akar yang disebabkan oleh serangga ulat seperti pythium, fusarium, rhizoton dan penyakit layu (Anonim, 2010).

Teknologi fertigasi merupakan teknologi baru dalam budidaya sayuran yang bernilai tinggi seperti tomat, cabai, semangka dan melon. Fertigasi merupakan singkatan dari fertilizer (pemupukan) dan irrigation (pengairan). Pemupukan adalah pemberian bahan yang dimaksudkan untuk menambah hara tanaman pada tanah. Sedangkan irigasi adalah pemberian air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. Jadi, fertigasi merupakan suatu sistem pemupukan dan pengairan yang diberikan secara bersamaan.

a. Fertigasi konvensional (metode penyiraman)

(21)

b. Fertigasi NFT (nutrient film technique)

Pada sistem NFT, sebagian akar tanaman terendam dalam air yang mengandung nutrisi dan sebagian lagi berada di atas permukaan air. Air bersikulasi selama 24 jam terus-menerus. Lapisan air sangat tipis, sekitar 3 mm sehingga seperti film. Tanaman diletakkan dalam talang berbentuk segi empat. Talang disusun miring dengan sudut kemiringan 1-5% sehingga larutan nutrisi mengalir dari bagian atas ke bawah mengikuti gaya gravitasi (Untung, 2000).

c. Fertigasi metode sub irigasi (ebb & flow)

Teknologi ini sering disebut flood and drain. Prinsip kerja dari ebb

and flow adalah mengisi kemasan dengan media, misalnya arang

sekamkemudian menempatkannya di instalasi. Selama lima menit, kemasan yang berisi media tersebut akan dikucuri larutan. Kemudian secara gravitasi, larutan dalam kemasan akan turun kembali ke dalam tandon yang berada dibawahnya. Setelah 10 menit, pompa menyala lagi dan terjadi kembali siklus seperti di atas (Karsono, dkk 2002).

Gambaran Umum Tanaman Selada

(22)

Adapun klasifikasi botani untuk selada adalah sebagai berikut: Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Asteridae

Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Lactuca Spesies : Lactuca sativa (Haryanto dkk, 1996).

Suhu ideal untuk produksi selada berkualitas tinggi. Suhu optimumnya adalah 20oC (siang) dan 10oC (malam). Suhu yang lebih tinggi dari 30oC biasanya menghambat pertumbuhan, merangsang bolting dan menyebabkan rasa pahit serta mengakibatkan terbentuknya krop yang longgar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman selada dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan). Adapun syarat penting agar selada tumbuh dengan baik adalah tanah mengandung pasir dan lumpur (subur), suhu udara 15-20 derajat, dan derajat kemasaman tanah (pH) 5-6,5. Waktu tanam selada yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret-April). Tapi selada dapat pula ditanam pada musim kemarau, akan tetapi jika pola penyiramannya dilakukan secara teratur (Pracaya, 2002).

(23)

biasa ditanam di dataran rendah terbatas. Jenis selada yang banyak diusahakan di dataran rendah ialah selada daun. Jenis ini begitu toleran terhadap dataran rendah sampai di daerah yang sepanas dan serendah Jakarta pun masih subur dan bagus pertumbuhannya (Nazaruddin, 1999).

Tabel 1. Kandungan zat gizi dalam 100 gr selada zat gizi selada

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1979

Tanaman selada ditanam dengan jarak tanam rapat untuk memaksimumkan penggunaan ruangan yang tersedia dan umumnya rata-rata 20 cm antar tanaman. Tanaman selada mempunyai umur panen rata-rata sekitar 35-60 hari setelah tanam. Selada ditanam secara hidroponik mempunyai umur panen yang lebih singkat sekitar 28-50 hari (Haryanto, dkk 1996).

Tabel 2. Lama perawatan bibit di polibag Jenis tanaman Lama di

persemaian Jumlah daun Masa tanam

Brokoli 2 minggu 3-4 helai 65 HST

(24)

Sawi 3 minggu 4-5 helai 2 bulan

Selada 10-18 hari 4 helai 45-55 HST

Timun jepang 10-14 hari 2-3 helai 38-40 HST Tomat 3 minggu 3-4 helai 75-85 HST (panen I) Terung jepang 22-26 hari 5 helai 90 HST (panen I) HST = hari setelah tanam MST = minggu setelah tanam

(Untung, 2000)

Pupuk Growmore

Growmore adalah pupuk daun lengkap dalam bentuk kristal berwarna biru,

sangat mudah larut dalam air. Dapat diserap dengan mudah oleh tanaman baik itu melalui penyemprotan daun maupun disiram ke dalam tanah. Mengandung hara lengkap dengan konsentrasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.

Semua produk Growmore dianjurkan dipakai pada tanaman : a. Tanaman hias, bunga potong, anggrek.

b. Semangka, melon, jeruk, apel, mangga, durian, kopi, coklat, lada c. Padi, palawija (jagung, kedele, kacang-kacangan).

d. Sayuran (tomat, kentang, kubis, bawang, cabe, broccoli). e. Lapangan golf, tanaman hidroponik.

(25)

Tabel 3. Kandungan unsur hara makro dan mikro dalam pupuk Growmore

Sumber : PT. Kalatham Coorporation

(Anonim, 2010).

Formula ini sangat baik untuk merangsang perakaran pada pembibitan, setek (cutting) atau waktu pemindahan pembibitan ke lapangan, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, dapat merangsang pembungaan dan pembuahan.

Unsur hara Komposisi

Total Nitrogen (N) 10 %

Ammoniacal Nitrogen 8.5 %

Nitrate Nitrogen 0.5 %

Urea Nitrogen 1.0 %

Available Phosphoric Acid (P2O5) 55 %

Soluble Potash (K2O) 10 %

Calcium (Ca) 0.05 %

Magnesium (Mg) 0.10 %

Chelated Magnesium 0.10 %

Sulfur (S), Combined 0.20 %

Chelated Manganese 0.05 %

Molybdenum (Mo) 0.0005 %

Zinc (Zn) 0.05 %

(26)

Kebutuhan Air Tanaman Teoritis

Kebutuhan air tanaman (crop water requirement) adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pemakaian konsumtif (evapotranspirasi) agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Doorenbos and Pruitt, 1984). Sosrodarsono dan Takeda (1993), menyatakan bahwa salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metoda Blaney and Cridle yang telah dimodifikasi seperti berikut

... (1) ... (2) ... (3)

dimana: U = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) P = Persentase jam siang Lintang Utara (%) Kc = Koefisien tanaman (selada)

t = Suhu rata-rata bulanan (oC) Kt = Koefisien suhu

Menurut Guslim (1997) bahwa suhu rata-rata bulanan diperoleh dari perhitungan suhu rata-rata harian selama satu bulan, dengan rumus :

...

(4)

dimana : t = Suhu rata-rata harian (oC) t07.00 = Suhu pada pukul 07.00 (oC)

t13.30 = Suhu pada pukul 13.30 (oC)

(27)

...

(5)

dimana :∑ t = Total jumlah suhu rata-rata selama satu bulan (oC)

Keseragaman Air Irigasi (Fertigasi)

Sapei (2003) menyatakan bahwa nilai CU (Coefficient Uniformity) haruslah lebih besar dari 80%. Nilai CU yang rendah dapat dijadikan indikator bahwa banyak kehilangan air dan nilai efektifitas yang rendah. Keseragaman air irigasi (uniformity of water application) merupakan salah satu faktor penentu efisiensi irigasi yang dihitung dengan persamaan koefisien keseragaman air irigasi (CU) dengan rumus :

... (6) dimana: Cu = Koefisien fertigasi (%)

n = Jumlah outlet

= Nilai rata-rata dari debit air pada tiap outlet (ml/s) xi = Volume pemakaian air pada tiap talang ke-i (ml/s)

= Jumlah dari deviasi absolute dari rata-rata pengukuran (ml/s)

Konduktifitas Listrik (EC)

(28)

Angka EC sangat penting di dalam hidroponik sistem NFT karena berdasarkan angka inilah produktivitas tanaman bisa dipacu. Untuk tanaman kecil/belum dewasa, angka EC berkisar antara 1-1,5. Setelah dewasa atau menjelang berbunga/berbuah, EC bisa ditingkatkan sampai 2,5-4, kecuali untuk tomat yang EC nya bisa sampai 7. Pada umumnya, angka EC lebih dari 4 akan menimbulkan toksisitas pada tanaman (Untung, 2000).

Kualitas larutan pupuk sangat menentukan keberhasilan hidroponik NFT, sedangkan kualitas pupuk tergantung pada konsentrasinya. Kalau konsentrasi tidak cocok dengan jenis atau umur tanaman maka produksinya kelak pasti meengecewakan. Konsentrasi pupuk NFT perlu diketahui karena seluruh kebutuhan makanan untuk tanaman disuplai dari larutan ini (Untung, 2000).

Tabel 4. Nilai pH, cF dan EC untuk beberapa jenis tanaman sayuran

Tanaman pH cF EC

Kacang-kacangan 5.5-6.2 20-40 2.0-4.0

(29)

Keseragaman Konduktivitas Listrik

Keseragaman konduktivitas listrik (EC) ditentukan juga dengan menggunakan persamaan (5). Dengan menyesuaikan variabel yang akan dihitung :

... (7) dimana: Cu = Koefisien keseragaman konduktifitas listrik (%)

n = Jumlah outlet

= Nilai rata-rata dari konduktifitas listrik pada tiap outlet (mmho/cm)

xi = konduktifitas listrik pada tiap talang ke-i

= Jumlah dari deviasi absolut dari rata-rata pengukuran (mmho/cm)

(Sapei, 2003).

pH Larutan

Derajat keasaman (pH) berkisar dari 0 hingga 14. Di angka 7, pH dianggap netral karena muatan listrik kation H+ seimbangdengan muatan listrik anion OH+. Semakin kecil angka pH, semakin asam kondisi larutan. Semakin besar angka pH, semakin alkalis (basa) kondisi larutan. Kisaran pH yang disukai tanaman 5,5-6,5. Di kisaran tersebut, daya larut unsur-unsur hara dalam kondisi optimal (Karsono, dkk 2002).

(30)

Angka pH diukur dengan kertas lakmus, kertas pH, maupun pH meter. Kertas lakmus hanya dapat mengetahui ait tersebut asam atau basa, tetapi angka pH-nya tidak terlihat. Penggunaan pH meter dapat untuk mengetahui tingkat keasaman/kebasaan air hingga ke angka pH. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip elektronik (Untung, 2000).

pH: menentukan kemampuan daya larut unsur hara dalam larutan nutrisi menjadi bentuk siap diserap oleh akar tanaman.

Keseragaman pH Larutan

Keseragaman pH larutan ditentukan juga dengan menggunakan persamaan (5). Dengan menyesuaikan variabel yang akan dihitung :

... (8) dimana: Cu = Koefisien keseragaman pH larutan (%)

n = Jumlah outlet

= Nilai rata-rata dari pH larutan pada tiap outlet

xi = pH larutan pada tiap talang ke-i

= Jumlah dari deviasi absolut dari rata-rata pH larutan

Produktivitas Tanaman

(31)

Larutan Nutrisi

Dalam sistem hidroponik pemberian nutrien sangat penting karena dalam medianya tidak terkandung zat hara yang dibutuhkan tanaman. Berbeda dengan penanaman di tanah. Tanah sendiri telah mengandung zat hara sehingga pemupukan hanya bersifat tambahan. Jadi, pemberian nutrien untun tanaman hidroponikharus sesuai jumlah dan macamnya serta diberikan secara kontinu (Prihmantoro, 1999).

Menurut Untung (2000) bahwa bahan baku pupuk harus mempunyai daya larut yang bagus sekali, tidak ada endapan bila bahan dilarutkan dalam air. Hartus (2002) menyatakan bahwa larutan nutrisi harus memenuhi persyaratan :

1. Mengandung 14 unsur hara essensial.

2. Konsentrasi dan dosis nutrisi tepat untuk setiap jenis tanaman.

3. pH larutan tepat dan volume yang disiramkan sesuai dengan tahap pertumbuhan (kebutuhan tanaman).

Disebut essensial karena mutlak diperlukan. Unsur hara essensial dapat dikelompokkan menjadi hara makro dan hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Sementara unsur hara mikro merupakan unsur hara essensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Tanpa kehadiran unsur hara makro dan mikro yang cukup maka tanaman akan memperlihatkan gejala defisiensi atau kahat dan bentuknya berubah dari biasanya atau disebut malformasi (Sutiyoso, 2004).

(32)

dibagi dua, yaitu unsur makro (C,H,O,N,P,S,K,Ca, dan Mg) dan mikro (B,Cl,Cu,Fe,Mn, Mo, dan Zn). Pada umumnya kualitas larutan nutrisi ini diketahui dengan mengukur electrical conductivity (EC) larutan tersebut (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Selain EC dan konsentrasi larutan nutrisi, suhu dan pH merupakan komponen yang sering dikontrol untuk dipertahankan pada tingkat tertentu untuk optimalisasi tanaman. Suhu dan pH larutan nutrisi dikontrol dengan tujuan agar perubahan yang terjadioleh penyerapan air dan ion nutrisi tanaman (terutama dalam hidroponik dengan sistem yang tertutup) dapat dipertahankan (Susila, 2006).

(33)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2011 di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber air untuk penelitian, bibit tanaman selada (Lactuca sativa), media tanam styrofoam

dan pupuk Growmore. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur,

talang berbentuk kotak, pipa PVC, pH meter, EC meter, alat tulis, kamera digital, kalkulator, pompa air akuarium, timbangan digital, selang plastik, termometer bola kering dan bola basah.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada percobaan ini adalah metode observasi lapangan dan analisis data meliputi kebutuhan air tanaman, keseragaman fertigasi, produktivitas tanaman dan evaluasi kemiringan talang.

(34)

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut: A. Pembuatan kontruksi hidroponik NFT

1. Disiapkan bahan untuk pembuatan konstruksi hidoponik NFT.

2. Dirancang konstruksi hidroponik NFT dengan kemiringan 6% dan 9%. 3. Diletakkan ember larutan nutrisi pada posisi sejajar dengan ketinggian

minimum dari ujung outlet talang.

4. Disusun talang pada alat hidroponik NFT.

5. Dipasang pipa lateral yang dilengkapi selang plastik sebagai inlet pada drum nutrisi.

6. Dipasang pipa penampung dengan posisi miring yang dilengkapi dengan selang plastik sebagai outlet.

7. Didirikan rumah atap plastik. B. Pelaksanaan Persemaian

1. Disediakan tempat persemaian berupa wadah plastik berukuran 40 x 30 x 5 cm.

2. Diisi wadah dengan tanah setinggi 3-4 cm. 3. Dibasahi tanah dengan air sampai lembab.

4. Ditaburkan benih di atas media tanah dengan jarak yang tidak terlalu rapat.

5. Di tutup tempat persemaian dengan plastik hitam agar tidak terkena sinar matahari langsung.

(35)

Pelaksanaan Penelitian

Adapun pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Diisi drum dengan air dan nutrisi lalu diaduk sampai merata kemudian diukur EC dan pH sesuai dengan kebutuhan.

2. Diaktifkan pompa agar nutrisi mengalir di dalam talang. 3. Dilakukan pemindahan tanaman dari persemaian ke talang.

4. Dilakukan pengamatan pada setiap data yang di tentukan sampai tanaman dapat di panen.

Parameter Penelitian

1. Perhitungan kebutuhan air tanaman

Perhitungan kebutuhan air tanaman terdiri dari perhitungan kebutuhan air tanaman secara teoritis (persamaan Blaney and cridle yang telah diubah) yaitu persamaan (1), (2) dan (3).

2. Keseragaman air fertigasi

Perhitungan keseragaman air fertigasi dengan persamaan (6) 3. Keseragaman konduktivitas listrik

Perhitungan keseragaman konduktivitas listrik dengan persamaan (7) 4. Keseragaman pH larutan

Perhitungan keseragaman pH larutan dengan persamaan (8) 5. Produktivitas tanaman

(36)

Data yang Diamati

Adapun data-data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data suhu harian

Pengukuran data suhu harian pada setiap hari selama pertumbuhan tanaman yang dilakukan pada pukul 07.00, 13.30 dan 17.30 WIB menggunakan termometer bola basah dan bola kering.

2. Data sekunder iklim setempat

Pengumpulan data sekunder iklim setempat yang meliputi data persentase jam siang untuk wilayah Medan (Polonia 03027’ 12”LU).

3. Nilai EC dan pH larutan

Pengukuran nilai EC dan pH larutan selama periode pertumbuhan pada pukul 17.00 WIB untuk setiap hari.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebutuhan Air Tanaman Teoritis

Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman agar tanaman dapat tumbuh normal. Kebutuhan air tanaman teoritis dihitung dengan menggunakan metode Blaney and Criddle yang telah diubah yaitu persamaan (1), (2) dan (3).

Besarnya nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap periode pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 1.

Tabel 5. Nilai evapotranspirasi tanaman selada pada setiap periode pertumbuhan Periode Pertumbuhan Kc K Evapotranspirasi

( mm/hari)

Awal 0,5 0,555 1,94

Tengah 0,8 0,888 3,11

Akhir 1,0 1.110 3,89

Gambar 1. Diagram kebutuhan air tanaman teoritis tanaman selada

(38)

Medan (Polonia 3o27’12”LU) diperoleh dari data sekunder pada bulan Februari sebesar 7,63% dan bulan Maret sebesar 8,48% (Sumber U.S Conversation Service (1970) dalam Asdak, 1995). Data persentase jam siang Lintang Utara dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan persentasenya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Nilai koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman selada sebesar 0,5 untuk periode awal pertumbuhan, 0,8 untuk periode tengah pertumbuhan dan 1,0 untuk periode akhir pertumbuhan (Permatasari, 2001). Sehingga di dapat nilai evapotranspirasi tanaman (kebutuhan air tanaman teoritis) pada bulan Februari dan Maret 2011 sebesar 1,94 mm/hari pada periode awal pertumbuhan, 3,11 mm/hari pada periode tengah pertumbuhan dan 3,89 mm/hari pada periode akhir pertumbuhan. Besarnya nilai evapotranspirasi pada setiap periode pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 7.

(39)

Keseragaman Fertigasi

Keseragaman debit outlet diperoleh dengan menggunakan persamaan (6) Tabel 6. Nilai Keseragaman debit outlet pada setiap periode pertumbuhan

Periode pertumbuhan Keseragaman Debit Outlet(%) Kemiringan 6% Kemiringan 9%

Awal 97 96

Tengah 86,4 86,2

Akhir 85,6 80

Nilai keseragaman debit outlet merupakan nilai yang diperoleh dengan pengukuran debit outlet setiap talang. Besarnya nilai keseragaman debit outlet dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 2.

Gambar 2. Diagram keseragaman debit outlet

(40)

Dari Lampiran 8 dapat dilihat debit outlet yang terbesar pada awal pertumbuhan sedangkan debit outlet yang terendah diperoleh pada akhir pertumbuhan tanaman untuk masing-masing kemiringan talang.

Debit larutan nutrisi pada kedua perlakuan tersebut cenderung menurun untuk setiap periode pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan (Untung, 2000) yang menyatakan jika akar tanaman semakin banyak kecepatan aliran nutrisi otomatis semakin berkurang. Pertambahan akar tanaman dalam setiap periode pertumbuhan akan mengakibatkan debit pada saluran outlet yang terukur dalam waktu yang bersamaan akan semakin berkurang dalam setiap periode pertumbuhan tanaman selada tersebut.

Keseragaman Konduktivitas Listrik (EC)

Keseragaman konduktivitas listrik diperoleh dengan menggunakan persamaan (7). Besarnya nilai keseragaman konduktivitas listrik dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai keseragaman konduktivitas listrik pada setiap periode pertumbuhan Periode Pertumbuhan Keseragaman EC (%)

Kemiringan 6 % Kemiringan 9%

Awal 95,34 95,68

Tengah 96,38 97,07

Akhir 95,99 96,83

(41)

Gambar 3. Diagram keseragaman konduktivitas listrik

Nilai EC untuk kemiringan 9% lebih besar dari nilai EC untuk kemiringan 6%. Hal ini disebabkan kemiringan 9% memiliki lapisan larutan yang lebih tipis dibandingkan dengan kemiringan talang 6% sehingga hal ini akan meningkatkan oksigen terlarut dalam larutan.

Data hasil pengukuran nilai konduktivitas listrik setiap periode pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 10 untuk kemiringan 6% dan Lampiran 11 untuk kemiringan 9%. Dari lampiran tersebut dapat dilihat nilai konduktivitas listrik semakin meningkat setiap hari dalam satu periode pertumbuhan. Hal ini disebabkan penambahan materi organik dan mikroorganisme di dalam larutan nutrisi dan juga akibat akar yang mati dan melapuk ikut tercuci ke dalam larutan nutrisi, di samping itu masih adanya tanah yang terikut di dalam perakaran dan tercuci ke dalam larutan nutrisi.

(42)

menambah besarnya padatan yang terlarut di dalam larutan nutrisi tersebut. Sehingga nilai EC larutan nutrisi semakin meningkat dalam setiap periode pertumbuhan tanaman.

Keseragaman pH

Keseragaman derajat keasaman larutan adalah keseragaman dari variasi derajat keasaman (pH) larutan nutrisi pada setiap outlet untuk kedua aplikasi. Besarnya nilai keseragaman (CU) pH untuk kedua aplikasi kemiringan talang sudah lebih besar dari 80%. Sesuai dengan Sapei (2003) hal ini menunjukkan bahwa distribusi derajat keasaman (pH) pada kedua talang terdistribusi secara merata.

Keseragaman pH larutan nutrisi diperoleh dengan menggunakan persamaan (8). Besarnya nilai keseragaman pH larutan nutrisi setiap pertumbuhan dapat disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai keseragaman pH larutan nutrisi pada setiap pertumbuhan Periode Pertumbuhan Keseragaman pH larutan

Kemiringan 6 % Kemiringan 9%

Awal 97,86 97,74

Tengah 98,61 98,52

Akhir 98,34 97,64

(43)

Gambar 4. Diagram keseragaman pH untuk setiap periode pertumbuhan Data hasil pengukuran nilai pH larutan dapat dilihat pada Lampiran 12 untuk kemiringan 6% dan Lampiran 13 untuk kemiringan 9%. Dari data hasil pengukuran nilai pH larutan cenderung berfluktuasi untuk setiap periode pertumbuhan. Pada awal periode pertumbuhan tanaman, tanaman cenderung mengambil anion, dalam larutan nutrisi lebih banyak mengandung kation sehingga larutan bersifat asam. Sedangkan pada periode akhir pertumbuhan tanaman lebih banyak menyerap kation, dalam larutan nutrisi lebih banyak mengandung anion sehingga larutan bersifat basa.

Tingkat Produktivitas Tanaman Selada (Lactuca sativa)

(44)

Tabel 9 . Berat produksi tanaman (gr)

kemiringan ( % ) Berat tanaman (gr) total

T1 T2 T3 T4

Kemiringan 6 208,3 204,1 205,1 205,5 823 Kemiringan 9 217 212,8 219,1 210,3 859,2

Dari hasil penimbangan berat tanaman selada diperoleh berat total tanaman dari kedua kemiringan adalah 823 gr pada kemiringan 6% dan 859,2 gr pada kemiringan 9%. Perbedaan total produksi antara kedua aplikasi kemiringan tersebut disebabkan tingkat kemiringan talang yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Untung (2000) yang menyatakan bahwa semakin curam talang NFT, semakin tinggi produksi tanaman.

Gambar 5. Diagram berat produksi tanaman selada

(45)

Bila diamati secara visual, bentuk dan ukuran tanaman selada ini tidak dapat disamakan dengan selada yang ada di pasaran yang dibudidayakan di daerah yang kelembabannya relatif tinggi, terutama di dataran tinggi. Karena sesuai dengan pernyataan Pracaya (2002) bahwa tanaman selada dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi (pegunungan) dengan suhu udara berkisar antara 15 sampai 200C dan kelembaban yang relatif tinggi. Sedangkan pada penelitian ini, tanaman selada dibudidayakan pada suhu yang relatif tinggi (sekitar 290C), kelembaban rendah dan di dataran rendah.

Bentuk/struktur tanaman yang dihasilkan juga relatif berbeda dengan tanaman selada yang ada di pasaran. Bentuk/struktur tanaman selada dapat dilihat pada Gambar 8. Tanaman yang dihasilkan memiliki struktur yang panjang, namun daun tanaman tidak membentuk krop, batang tanaman panjang namun tidak kokoh dan akar tunggang yang relatif panjang. Berbeda dengan tanaman yang ada di pasar yang strukturnya kecil, daun berkrop, akar serabut dan batang hampir tidak kelihatan (pendek). Hal ini dikarenakan keadaan suhu, kelembaban dan lingkungan budidaya tanaman selada yang berbeda.

Evaluasi faktor kemiringan talang

Evaluasi aplikasi perbedaan kemiringan talang ditentukan dengan membandingkan produksi tanaman antara tiap kemiringana yang ditetapkan.

(46)
(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Besarnya kebutuhan air tanaman secara teoritis pada bulan Februari dan Maret sebesar 1,94 mm/hari pada awal periode pertumbuhan, 3,11 mm/hari pada tengah periode dan 3,89 mm/hari pada akhir periode pertumbuhan.

2. Besarnya nilai keseragaman debit outlet selama periode pertumbuhan secara berturut-turut untuk kemiringan 6% sebesar 97% pada awal periode pertumbuhan, 86,4% pada tengah periode dan 85,6% pada akhir periode pertumbuhan, sedangkan untuk kemiringan 9% sebesar 96% pada awal perode pertumbuhan, 86,2% pada tengah periode dan 80,7% pada akhir periode pertumbuhan.

3. Besarnya nilai keseragaman konduktivitas larutan selama periode pertumbuhan secara berturut-turut untuk kemiringan 6% sebesar 95,34% untuk periode awal, 96,38 untuk tengah pertumbuhan dan 95,99% untuk periode akhir pertumbuhan, sedangkan untuk kemiringan 9% sebesar 95,68% untuk periode awal pertumbuhan, 97,07% untuk periode tengah pertumbuhan dan 96,83 untuk periode akhir pertumbuhan.

(48)

5. Tingkat produktivitas tanaman selada (Lactuca sativa) setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran berat tanaman di lapangan, diperoleh berat total tanaman selada untuk kemiringan 6% adalah 823 gr dan 859,2gr untuk kemiringan 9%.

Saran

1. Dalam budidaya tanaman selada secara hidroponik perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman agar dapat diperoleh hasil yang optimal

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Penggunaan Teknologi Fertigasi dalam Produksi Sayur-sayuran. Anonim, 2010. Growmore Pupuk anorganik 100% larut dalam air.

Chadirin, Y.,2001. Pelatihan Aplikasi Teknologi Hidroponik Untuk Pengembangan Agribisnis Perkotaan. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, Daftar Komposisi Bahan Makanan (Jakarta: Penerbit Bhatara Karya Aksara, 1979)

Doorenbos, J. And W.O.Pruitt. 1984. Guideline for Predicting Crop Water

Requirement. FAO Irrigation and Drainase Paper. Volume 24. Rome.

Guslim, 1997. Klimatologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hansen, E.V., W.I.Orson dan E.S.Glen. 1992. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi. Terjemahan dari : Irrigation Principles and Practices. Diterjemahkan oleh : E.P.Tachyan. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Harjono, L., 2001. Sayur-Sayur Primadona. CV. Aneka Solo

Hartus, T.,2002. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta. Haryanto, E., T. Suhartini dan E. Rahayu.1996. Sawi dan Selada. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Karsono, S., W. Sudarmodjo dan Y. Sutiyoso. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Lingga, P., 2009. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nazaruddin., 1999. Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta

(50)

Primantoro, H. dan Y. H. Indriani., 1999. Hidroponik Buah untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya, Jakarta

Rubatzky, V.E. and M.. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi dan Gizi. Jilid kedua. Diterjemahkan oleh C. Herison. Institut Teknologi Bnadung. Bandung.292 hal.

Sapei, A., 2003. Keseragaman dan Efisiensi Irigasi Sprinkle dan Drip. Pelatihan Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkle dan Drip. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soemadi, W. dan A. Mutholib. 2000.Sayuran Baby. Penebar Swadaya, Jakarta. Sumarjono, H.H.,2003. Bertanam 30 jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Susila, A. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bagian Produksi Tanaman

Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB.

Sosrodarsono, S. dan K. Takeda., 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sutiyoso, Y., 2004. Hidroponik ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. CV. Nuansa Aulia, Bandung.

Untung, O., 2000. Hidroponik Sayuran Sistem NFT (Nutrient Film Technique). Penebar Swadaya. Jakarta.

(51)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Flowchart Bagan Alir Penelitian

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)

Lampiran 3 . Data suhu harian

• Bulan Februari

Hari ke Temperatur

(57)

• Bulan Maret

Hari ke Temperatur

(58)

Lampiran 4. Jam siang Lintang Utara Garis

Lintang Utara 0°

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

(59)

Lampiran 5. Perhitungan jam siang lintang utara

Diketahui wilayah Medan Polonia terletak pada 03027’12”LU (3,450)

• Jam Siang Lintang Utara untuk Bulan Februari: Perhitungan:

Garis LU ( o ) Februari

0 7,66

3,45 x

5 7,57

LUx

x – 7,57 = 0,0621 x = 7,632

• Jam Siang Lintang Utara untuk Bulan Maret

Perhitungan:

Garis LU ( o ) Maret

0 8,49

3,45 x

5 8,47

LU3.21

(60)

Maka, Persentase jam siang Lintang Utara wilayah Medan Polonia (3o27"12') pada bulan Februari dan Maret (P) adalah =

(61)

Lampiran 6. Perhitungan suhu rata-rata harian Diketahui:

1. Bulan Februari 2. Maret

∑ t07.00 = 697 ∑ t07.00 = 514

∑t13.30 = 903 ∑ t13.30 = 636

∑t17.30 = 822 ∑ t17.30 = 591

Total hari = 28 Total hari = 20

Total suhu rata-rata

1. Bulan Februari- Maret T07.00 =

= 25,23 T13.30 =

= 32,06 T17.30 =

= 29,44

Suhu rata-rata harian Februari – Maret:

T =

(62)

Lampiran 7. Perhitungan kebutuhan air tanaman teoritis Diketahui :

• Suhu harian rata-rata Februari-Maret = 27,99

• Persentase jam siang Lintang Utara wilayah Medan Polonia (03 pada bulan Februari-Maret = 8,058

• Nilai Kc tanaman selada

Periode awal pertumbuhan (0-16 hari) = 0,5

Periode tengah pertumbuhan (16-32 hari) = 0,8

Periode akhir pertumbuhan (32-48 hari) = 1,0

Perhitungan:

Kt = 0,0311t + 0,240

= 0,0311 ( 27,99) + 0,240

= 1,110

K = Kt

awal pertumbuhan, K = 1,110

tengah pertumbuhan, K = 1,110

akhir pertumbuhan, K = 1,110

(63)

• Awal pertumbuhan U

mm/bln

= 1,949 mm/hari

• Tengah pertumbuhan U

149,693 mm/bln = 3,118 mm/hari

• Akhir pertumbuhan U

(64)

Lampiran 8. Perhitungan keseragaman fertigasi (debit outlet) kemiringan 6% Debit outlet awal pertumbuhan

Talang 1 Talang 2 Talang 3 Talang 4

Debit outlet tengah pertumbuhan

Talang 1 Talang 2 Talang 3 Talang 4

634 812 820 750

500 820 850 840

512 818 840 860

(65)

X =

Debit outlet akhir pertumbuhan

(66)

n. X = 4 . 665,65 = 2662,6

Cu = 

  

  −

6 , 2662

3 , 383 1 100

(67)

Lampiran 9. Perhitungan keseragaman fertigasi (debit outlet) kemiringan 9%

Debit outlet awal pertumbuhan

Talang 1 Talang 2 Talang 3 Talang 4

Debit outlet tengah pertumbuhan

(68)

= 802,9 ml/mnt

Debit outlet akhir pertumbuhan

(69)

= 445,3 ml/mnt n. X = 4 . 576,7

= 2306,8

Cu = 

  

  −

8 , 2306

3 , 445 1 100

(70)
(71)

42 2,60 3,00 3,00 2,50 91,80 43 2,50 2,70 2,70 2,30 94,10 44 2,60 2,90 2,80 2,70 96,30 45 2,70 2,80 2,70 2,80 98,80 46 2,80 2,90 2,80 2,70 98,20 47 2,70 2,60 2,60 2,50 98,10 48 2,70 2,50 2,50 2,60 97,10

Maka:

 Keseragaman EC awal pertumbuhan (0-16 hari)

= 95,34%

 Keseragaman EC tengah pertumbuhan (17-32 hari)

= 96,38%

 Keseragaman EC akhir pertumbuhan (33-48 hari)

(72)
(73)

42 3,00 3,00 2,80 3,00 97,50 43 3,00 2,80 2,90 2,70 96,50 44 2,90 2,90 3,00 2,90 98,70 45 3,00 3,10 2,80 2,80 95,70 46 3,10 3,00 2,60 2,90 94,80 47 3,00 2,70 3,10 2,60 93,00 48 3,00 2,80 2,80 2,70 96,90

Maka:

 Keseragaman EC awal pertumbuhan (0-16 hari)

= 95,68%

 Keseragaman EC tengah pertumbuhan (17-32 hari)

= 97,07%

 Keseragaman EC akhir pertumbuhan (33-48 hari)

(74)
(75)

42 6,40 6,10 6,20 6,30 98,40 43 6,30 5,90 6,10 6,20 96,20 44 6,10 5,70 6,00 6,00 97,90 45 6,70 6,10 6,50 6,50 97,30 46 6,50 6,20 6,60 6,40 98,10 47 6,30 6,10 6,40 6,10 98,00 48 6,10 6,00 6,20 6,00 98,70

Maka:

 Keseragaman pH awal pertumbuhan (0-16 hari)

= 97,86%

 Keseragaman pH tengah pertumbuhan (17-32 hari)

= 98,61%

 Keseragaman EC akhir pertumbuhan (33-48 hari)

(76)
(77)

42 6,10 6,20 6,40 6,10 98,40 43 5,90 6,40 6,30 5,90 96,30 44 5,80 6,10 6,00 5,80 97,90 45 5,80 5,90 6,70 5,80 94,60 46 6,20 6,30 6,50 6,20 98,40 47 5,80 6,00 6,30 5,80 97,10 48 5,70 6,10 6,10 5,70 96,60 Maka:

 Keseragaman pH awal pertumbuhan (0-16 hari)

= 97,74%

 Keseragaman pH tengah pertumbuhan (17-32 hari)

= 98,52%

 Keseragaman EC akhir pertumbuhan (33-48 hari)

(78)

Lampiran 14. Berat produksi tanaman (gram) Berat selada setelah di panen

(79)
(80)
(81)
(82)

Gambar

Tabel 2. Lama perawatan bibit di polibag
Tabel 3. Kandungan unsur hara makro dan mikro dalam pupuk Growmore
Tabel 4. Nilai pH, cF dan EC untuk beberapa jenis tanaman sayuran
Tabel 5. Nilai evapotranspirasi tanaman selada pada setiap periode pertumbuhan Evapotranspirasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kata Kunci: Penerapan Sistem Budidaya Tanam Hidroponik pada Tanaman Selada Hijau ( Lactuca Sativa L) dengan Teknik Substrat Organik dan Air Mengalir

Hasil penelitian pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa perlakuan beberapa media tanam berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap klorofil total tanaman selada merah (

Sensor membaca kandungan pH dalam air sebagai masukan awal untuk menentukan penambahan larutan asam atau basa, untuk mengontrol larutan nutrisi yang dibutuhkan pada sayuran

Parameter nitrat dan fosfat tetap diukur karena untuk dapat melihat absorpsi yang dilakukan oleh tanaman selada (Lactuca sativa L) pada sistem hidroponik NFT.. Berdasarkan

Agar parameter dapat dipantau di luar greenhouse atau di luar farm maka diperlukan suatu sistem pemantauan parameter budidaya tanaman hidroponik berbasis web melalui

Studi Tentang Debit Dan Lama Aliran Terhadap Pertumbuhan Tanaman Pakchoi Pada Sistem Irigasi Hidroponik Dengan Metode Nutrient Film Technique (NFT); Dewi Rumaningtyas ,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama aerasi terhadap pertumbuhan tanaman selada (Lactuca sativa L.) hidroponik sistem NFT baik dengan pemotongan

Hidroponik adalah budidaya tanaman yang memanfaatkan air sebagai media tanamnya tetapi ada juga beberapa jenis hidroponik yang memanfaatkan media tanam lain seperti pasir sebagai media