• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan pada tiap stasiun dilakukan sebanyak 8 kali pengukuran. Parameter fisikadan kimia yang diukur adalah: suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut. Pada setiap stasiun di lokasi penelitian memiliki perbedaan nilai parameter fisika dan kimia perairan.Kisaran nilai parameter fisikadan kimia perairan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 3.

Tabel 4. Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan

Parameter Fisika–Kimia Satuan Lokasi

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Suhu Salinitas pH Oksigen Terlarut °C 0 /00 - mg/l 27 – 31 19 - 27 6,0 - 7,8 3,0 - 5,0 28 - 31 16 – 27 6,1 - 8,1 2,0 - 5,0 28 - 31 11 – 25 5,9 - 8,0 2,0 - 2,8 Laju Dekomposisi

Serasah daun A.marinamengalami pengurangan bobot dimulai dari hari ke-15 hingga hari ke-105.Hal ini ditandai pada berkurangnya berat serasah daun

A.marinasetelah ditimbang berat keringnya dan menunjukkan bahwa serasah daun

A.marina mengalami dekomposisi.Selama 105 hari, nilai berat kering tertinggi ialah pada stasiun II dengan nilai 5 sedangkan nilai berat kering terendah ialah pada stasiun I dengan nilai 1,83. Perubahan berat kering serasah daun A.marina

yang mengalami dekomposisi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 ( Lampiran 5).

Gambar 8.Bentuk serasah daun A.marina yang mengalami dekomposisi selama 15 hari sampai dengan 105 hari. 15 hari (A), 30 hari (B), 45 hari (C), 60 hari (D), 75 hari (E), 90 hari (F), 105 hari (G).

A B

D

C

G

F

E

Gambar 9. Berat Kering Serasah Daun A.marina

Laju dekomposisi serasah daun A.marinaselama 105 hari yaitu pada stasiun I bernilai 9, 76, stasiun II bernilai 6,24 dan stasiun III bernilai 7,28. Nilai laju dekomposisi selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 10 dan Lampiran 6.

30 12,9 11,53 11,15 9,97 7,77 4,53 1,83 30 11,8 11,4 10,81 5,6 3,83 4,9 5 30 14,07 16,43 9,83 8,8 5,37 6,57 3,73 0 5 10 15 20 25 30 35 Kontrol 15 30 45 60 75 90 105 S is a S er as ah D aun ( g ) Hari Pengamatan Stasiun I Stasiun II Stasiun III 20,59 11,67 8,23 6,9 6,59 7,68 9,76 22,98 11,8 8,52 10,5 10,05 7,44 6,24 18,41 7,33 9,3 7,75 8,39 6,18 7,28 0 5 10 15 20 25 15 30 45 60 75 90 105 L aj u D ekom pos is i ( g ) Hari Pengamatan Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Makrobentos

Makrobentos merupakan penghancur serasah A.marinayang pertama.Jenis makrobentos yang terdapat di dalam serasah daun A.marina lebih banyak dijumpai pada stasiun I daripada stasiun yang lainnya.Jenis makrobentos yang terdapat pada serasah daun A.marina dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 5.

.

Gambar 11. Jenis Makrobentos Pada Kantong Serasah Daun A.marina ;siput (Littorina sp.) (A, B, C, D), cacing (E), kepiting (Uca pugnax) (F).

A B

D

C

F

E

Tabel 5. Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan di dalam kantong serasah daun

A.marina

Kelas Ordo Genus

Gastropoda Mesogastropoda Eubonia, Telescopium Basammotophora Pupoides

Crustaceae Decapada Chiromantes

Turbellaria Macrostomida Microstonum

Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosor

Proses dekomposisi serasah daun A.marina terjadi selama 105 hari. Serasah daunA.marina mengandung unsur hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor. Berdasarkan hasil dari Laboratorium Riset & Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, kandungan unsur hara karbon pada daun A.marina

lebih tinggi dibandingkan dengan unsur hara nitrogen dan fosfor. Untuk lebih jelasnya kandungan unsur hara karbon pada serasah daun A. marina dapat dilihat padaGambar 12 (Lampiran 7). 21,51 23,94 25,16 31,4 29,13 34,04 21,58 20,71 25,37 20,45 15,15 26,5 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

K arbon ( % ) Stasiun 15 45 75 105

Berdasarkan hasil dari laboratorium Riset & Teknologi, kandungan unsur hara nitrogen tertinggi ialah hari ke 45 pada setiap stasiun.Untuk kandungan unsur hara nitrogen terendah ialah hari ke 105 terkecuali pada stasiun II dimana nilai terendah terdapat pada hari ke 75.Kandungan unsur hara nitrogen disajikan pada Gambar 13 (Lampiran 7).

Gambar 13. Unsur Hara Nitrogen Pada Serasah Daun A.marina

Kandungan unsur hara fosfor yang diperoleh berdasarkan hasil laboratorium Riset & Teknologi yaitu nilai unsur hara fosfor yang diperoleh tidak terlalu berbeda antara selang hari sampling. Nilai unsur hara tertinggi didapatkan pada stasiun II hari ke 45 yang bernilai 0,34 %. Nilai kandungan unsur hara fosfor serasah daun A.marina disajikan pada Gambar 14 (Lampiran 7).

0,42 0,7 0,44 0,92 1,08 1,69 0,76 0,49 0,43 0,29 0,51 0,38 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

N it rog en ( % ) Stasiun 15 45 75 105

Gambar 14. Unsur Hara Fosfor Pada Serasah Daun A.marina

Rasio C/N merupakan salah satu indikator dalam laju dekomposisi serasah daun A.marina.Nilai C/N terendah terdapat pada stasiun II, pada stasiun I dan III nilai rasio C/N tertinggi terdapat pada hari ke 105.Rasio C/N disajikan pada Gambar 15 (Lampiran 7).

Gambar 15.Rasio C/N Pada Serasah Daun A. marina

0,16 0,2 0,15 0,16 0,34 0,24 0,19 0,23 0,21 0,19 0,23 0,26 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

F os for ( % ) Stasiun 15 45 75 105 51,21 34,2 57,18 34,13 26,97 20,14 28,39 42,27 59 70,52 29,71 69,74 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

C /N ( % ) Stasiun 15 45 75 105

Pembahasan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Kondisi umum perairan pantai Serambi Deli selama penelitian digambarkan melalui informasi nilai parameter kualitas air (Tabel 4). Parameter kualitas air berpengaruh terhadap laju dekomposisi serasah daun A.marina di pantai Serambi Deli. Kisaran masing-masing nilai parameter fisika dan kimia lingkungan perairan pantai Serambi Deli meliputi suhu, salinitas, pH dan DO (oksigen terlarut).Nilai parameter fisika dan kimia perairan dijelaskan sebagai berikut.

Suhu

Suhu perairan Pantai Serambi Deli berkisar 27 – 31 °C.Suhu tertinggi 31°C dan suhu terendah 27°C. Adanya perbedaan suhu disebabkan waktu pengambilan parameter suhu yang berbeda. Suhu 31°C ditemukan pada setiap stasiun, hal ini disebabkan pengukuran suhu dilakukan interval siang sampai dengan sore hari. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Yulma (2012), bahwa suhu perairan di Lampung Mangrove Centre (LMC) berkisar antara 28,35-32,30 °C, dimana pada stasiun 2 memiliki nilai paling rendah sedangkan suhu tertinggi pada stasiun 3, hal ini disebabkan oleh pengukuran suhu yang dilakukan pada siang hari. Penyebab lainnya adalah wilayah pengambilan data merupakan daerah yang terbuka, sehingga intensitas cahaya yang diterima tinggi.

Menurut Indriani (2008), suhu optimum untuk bakteri berkisar 27 - 36 °C. Kisaran suhu tersebut sangat baik untuk proses penguraian dengan asumsi daun

mangrove sebagai dasar metabolisme. Suhu yang diperoleh dalam penelitian ini masih berada dalam kisaran yang baik untuk proses dekomposisi.

Salinitas

Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan danzonasi spesies mangrove. Hasil nilai kisaran salinitas antar stasiun yaitu pada stasiun I 19 - 27 °/oo, stasiun II 16 - 27°/oo dan stasiun III 11 – 25 °/oo.Nilai kisaran salinitas tertinggi terdapat pada stasiun I sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun III.Tingginya kisaran salinitas pada stasiun I disebabkan lokasinya lebih dekat ke arah air laut dan rendahnya kisaran salinitas pada stasiun III karena lokasinya lebih jauh dari arah air laut. Menurut (Rosmaniar, 2008), adanya penambahan air tawar yang mengalir masuk ke perairan lautmelalui muara sungai akan menurunkan nilai salinitas.

Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan hasil dari pengukuran pH diperoleh kisaran nilai tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 6,1 – 8,1 sedangkan pada stasiun II dan III diperoleh nilai pH yang relatif hampir sama yaitu pada stasiun I berkisar 6,0 – 7,8 dan stasiun III 5,9 – 8,0. Kisaran pH tersebut masih tergolong pH normal di daerah tropis. Menurut Indriani (2008) nilai tersebut menunjukkan nilai basa yang normal untuk permukaan perairan Indonesia yang pada umumnya berkisar antara 6,0-8,5. (Daulat, dkk., 2014) mengacu kepada standar baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, pH yang disyaratkan untuk menunjang kehidupan biota laut adalah 7-8,5.

Oksigen Terlarut ( DO )

Nilai Oksigen terlarut pada stasiun I berkisar 3,0 – 5,0 hampir sama dengan stasiun II yang brkisar 2,0 – 5,0. Nilai Oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun III yaitu 2,0 – 2,8. Oksigen terlarut berperan dalam proses dekomposisi karena makrobentos sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya. Menurut (Prabudi, 2013), bahwa faktor lingkungan berperan penting dalam proses pendekomposisian serasah daun A.marina di mana lingkungan mempengaruhi kandungan oksigen diperlukan dekomposer untuk mendekomposisikan bahan organik yang dekomposer ini sangat besar peranannya.

Laju Dekomposisi Serasah Daun A.marina

Proses dekomposisi serasah daun A.marinaterjadi selama 105 hari. Hasil penelitian pada Gambar 8 dan Gambar 9 memperlihatkan adanya perubahan berat kering dan perubahan fisik serasah daun A.marinayang bervariasi. Rata-rata berat kering berbeda-beda pada setiap stasiun. Pada hari ke-105, bobot berat kering serasah daun A.marina pada stasiun I adalah sebesar 1,83, stasiun II sebesar 5,0, dan pada stasiun III sebesar 3,73. Nilai bobot kering terendah terdapat pada stasiun I sebesar 1,83 yang artinya stasiun I mengalami laju dekomposisi paling cepat. Hal ini sesuai dengan literatur (Indriani, 2008), Perubahan bobot kering serasah daun A.marina mengalami penurunan dengan lamanya penguraian per 15 hari.Penurunan berat kering daun terbesar yaitu pada daerah dekat dengan aliran air laut yang berfungsi untuk memberikan asupan air laut bagi tambak-tambak di sekitarnya.

Hasil penelitian pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa laju dekomposisi tertinggi terjadi pada 15 hari pertama, hal ini terjadi pada semua stasiun

penelitian.Tingginya dekomposisi serasah pada 15 hari pertama diduga karena kehilangan bahan-bahan organik serasah akibat penguraian oleh dekomposer yang terjadi di waktu awal serasah gugur.Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Rismunandar, 2000), bahwa laju dekomposisi serasah daun A. marina menunjukkan nilai laju dekomposisi yang lebih tinggi pada awal proses dekomposisi. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh (Annas, 2004), bahwa laju dekomposisi serasah daun A.marinaberkisar antara 4,13-7,27 g/m2. Dekomposisi serasah A.marina yang terbesar terdapat pada stasiun I dan yang paling cepat terdapat pada periode 15 hari pertama, hal ini di tandai dengan besar bobot penyusutan yang hilang selama penelitian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Farooqui, dkk., 2014), bahwa laju dekomposisi daun mangrove A. marina dan R. mucronata

menunjukkan kehilangan berat yang sangat cepat pada awal penelitian dan selanjutnya laju dekomposisi mengalami penurunan hingga sisa periode penelitian.

Nilai tertinggi laju dekomposisi hari ke-105 terdapat pada stasiun I dengan nilai 9,76 dan yang terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai 6,24. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yunasfi, 2006), bahwa laju dekomposisi terbesar terjadi pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 °/oo dengan nilai k sebesar 6,8 per tahun. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisika dan kimia perairan, bahwa kisaran salinitas pada stasiun I adalah 19 - 27 °/oo.Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Setiawan,

2013), bahwa laju dekomposisi serasah daun R. mucronata yang tercepat hari ke 60 pada salinitas 25 °/oo dengan nilai 0,0870.

Berdasarkan hasil pada gambar 10, interval waktu 15-75 hari stasiun II mengalami laju dekomposisi tercepat, sedangkan pada hari 90 dan 105 stasiun II mengalami laju dekomposisi terlama. Nilai laju dekomposisi tertinggi menunjukkan proses dekomposisi tercepat. Menurut (Prabudi, 2013), kecepatan terdekomposisi mungkin berbeda-beda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Faktor lingkungan diduga berpengaruh terhadap laju dekomposisi

A.marina, terdapat beberapa kantong serasah yang tumbuh lumut pada permukaan dan dapat menghambat aktifitas pendekomposisi serasah. Menurut (Gultom, 2009), kantong serasah yang berisi daun mulai berlumut artinya terjadi proses humifikasi. Proses tersebut dipengaruhi oleh keadaan iklim atau kondisi lingkungan. Proses humifikasi tergantung pada kondisi tanah, aktivitas mikroorganisme, serta aktivitas manusia.

Makrobentos

Makrobentos yang terdapat di dalam kantong serasah yaitu kelas Gastropoda, Crustaceae, dan Turbellaria (Tabel 5).Keanekaragaman makrobentos terdapat pada semua stasiun, tetapi kelimpahan makrobentos terdapat pada stasiun I. Banyaknya makrobentos di dalam kantong serasah dipengaruhi oleh tingkat salinitas, dimana stasiun I berada di dekat pantai dengan kisaran salinitas tertinggi 19–27 0/00.Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang akan mencacah sisa-sisa daun. Cacing ataupun kepiting dalam kantong serasah yang memanfaatkan sisa-sisa daun kemudian dikeluarkan lagi sebagai kotoran.

Laju dekomposisi serasah daun A.marina dipengaruhi oleh makroorganisme dan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik.Biota mangrove sendiri membutuhkan serasah daun sebagai pakan dimana makroorganisme dan mikroorganisme membutuhkan karbohidrat dan protein.Menurut (Prabudi, 2013), makrobentos merupakan mikroorganisme yang berfungsi sebagai pendekomposer awal pada serasah daun R. stylosa.Makrobentos dapat menguraikan bahan organik menjadi karbohidrat dan protein. Serasah daun

R. stylosa dapat bermanfaat sebagai bahan makanan dari cacing, kepiting dan siput sehingga jumlah dari makrobentos sangat mempengaruhi dari proses laju dekomposisi serasah daun. Hal ini didukung oleh penelitian (Siddiqui, dkk., 2009) bahwa makrobentos berperan penting dalam laju dekomposisi di hutan mangrove Indus Delta, Pakistan. Kepadatan makrobentos mempengaruhi laju dekomposisi. Kehidupan makrobentos dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan semakin tinggi suhu akan meningkatkan aktivitas makrobentos yangjuga akan mempercpat laju dekomposisi. Hasil penelitian pada gambar 9 dan lampiran 7 sejalan dengan pernyataan (Prabudi, 2013).Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot berat kering terendah pada hari 105 terjadi pada stasiun I yang mengartikan bahwa stasiun I mengalami laju dekomposisi tercepat.

Kehidupan makrobentos membutuhkan habitat berlumpur yang telah dihambat oleh perakaran pohon.Selain itu, makrobentos harus mampu hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah pohon (Gultom, 2009). Hal ini sesuai dengan lokasi penelitian untuk tiap stasiun, dimana semua stasiun memiliki substrat yang berlumpur sehingga terdapat keanekaragaman makrobentos yang mempengaruhi proses laju dekomposisi. Menurut (Badrun,

2008) umumnyamakrozoobentos dapat dijumpai dalam jumlahyang lebih banyak pada substrat lumpurberpasir hingga lumpur dibandingkan pada substrat pasir.

Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor

Laju dekomposisi memberikan sumbangan unsur hara yang berperan dalam pembentukan pertumbuhan dan perkembangan tumbuh-tumbuhan, ikan, udang, kepiting dan mikroorganisme lainnya di hutan mangrove.Unsur hara merupakan unsur esensial yang berasal dari bahan organik mati yang dilakukan oleh aktivitas makroorganisme dan mikroorganisme.Menurut (Ulqodry, 2008), bahwa kualitas nutrisi yang tinggi akan menghasilkan proses dekomposisi yang lebih cepat. Kandungan unsur hara yang dianalisis meliputi karbon, nitrogen dan fosfor.

Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 7, kandungan unsur hara karbon memiliki nilai yang tertinggi.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yulma, 2012), bahwa kandungan bahan organik karbon (C) pada serasah mangrove jauh lebih besar dari kandungan nitrogen (N) maupun posfor (P). A. marina mengandung bahan organik karbon 47,93%, nitrogen 0,35%, fosfor 0,083%, kalium 0,81% dan magnesium 0,49% sedangkan daun R. apiculata mengandung bahan organik karbon 50,83%, nitrogen 0,83%, fosfor 0,025%, kalium 0,35%, kalsium 0,75% dan magnesium 0,80%.

Karbon (C-Organik)

Kandungan unsur hara karbon dengan lama dekomposisi 15 hari yaitu pada stasiun I 21,51 %, stasiun II 23,94% dan stasiun III 25,16%. Kandungan karbon (%) meningkat pada hari ke 45 yakni stasiun I 31,4%, stasiun II 29,13% dan stasiun III 34,04%. Pada hari ke 75 dan 105 kandungan unsur hara karbon

mengalami penurunan. Kandungan unsur hara karbon hari ke 75 memiliki rata-rata 22,55% dan hari ke 105 memiliki rata-rata-rata-rata 20,7 %.Menurut (Ulqodry, 2008), bahwa kandungan unsur hara karbon cenderung menurun seiring dengan penambahan waktu dekomposisi dan pengurangan ukuran partikel serasah.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Prabudi, 2013) bahwa penurunan kadar karbon dapat dilihat pada tingkat salinitas yang sama dengan perbedaan lama waktu dekomposisi yang dialami oleh serasah daun R. stylosaseperti pada kadar karbon pada tingkat salinitas ±0-10 dengan lama dekomposisi 15 hari yakni 10,32 % pada lama dekomposisi 45 hari yakni 12,04% pada lama dekomposisi 75 hari yakni 13,76% dan lama dekomposisi 90 hari yakni sebesar 14,91%.

Berdasarkan hasil dari gambar 12, bahwa kandungan unsur hara karbon selama 15 hari sampai 105 hari terdapat perbedaan kandungan karbon tiap stasiunnya. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Setiawan, 2013), bahwa kandungan unsur hara karbon pada tingkat salinitas selama hari pengamatan menunjukkan hasil yang tetap. Berdasarkan hasil penelitian (Setiawan, 2013) unsur hara karbon serasah daun R. mucronata pada salinitas 5 °/oo dengan nilai 52,8 mg/l selama penelitian, salinitas 15 °/oo bernilai 70,4 mg/l selama penelitian, salinitas 25 °/oo bernilai 79,2 mg/l selama penelitian kecuali hari ke 15 yang bernilai 74,8 mg/l serta pada salinitas 35 °/oo bernilai 88 mg/l selama penelitian.

Nitrogen

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kandungan nitrogen yang berbeda-beda pada setiap stasiun dan lama waktu proses pendekomposisian yang

pada tempat serasah itu di letakkan dan aktifitas fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang membantu proses dekomposisi serasah yang menyebabkan perbedaan kadar nitrogen. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitin yang dilaporkan oleh (Bosire, dkk., 2005), bahwa untuk jenis S. alba dan R. mucronata kandungan Nitrogen meningkat diseluruh periode sampling pada semua perlakuan, dengan pengecualian R. mucronata dimana kandungan Nitrogen konstan pada musim kemarau.

Berdasarkan hasil analisis, pada pengamatan hari terakhir (105) kandungan nitrogen tertinggi ialah pada stasiun II yang bernilai 0,51 %, sedangkan kandungan nitrogen terendah stasiun I yang bernilai 0,29%. Hasil kandungan nitrogen tertinggi terdapat pada stasiun III hari ke 45 dengan 1,69%, sedangkan kandungan nitrogen terendah terdapat pada stasiun I hari ke 105 dengan 0,29%. Berdasarkan hasil dari Gambar 13, dijelaskan bahwa peningkatan kadar unsur hara Nitrogen terjadi mulai dari serasah mengalami dekomposisi pada hari ke 15 sampai hari ke 45 selanjutnya serasah mengalami penurunan unsur hara Nitrogen pada hari ke 75 sampai hari ke 105. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yunasfi, 2006), bahwa peningkatan kandungan unsur hara Nitrogen terjadi pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 15 hari sampai 105 hari, kandungan unsur hara Nitrogen mengalami penurunan pada hari 120 sampai hari ke 135. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Handayani, 2004) bahwa kandungan nitrogen yang terkandung dalam serasah daun yang terdekomposisi akan mengalami peningkatan sejalan dengan proses dekomposisi pada masing-masing stasiun pengamatan.Menurut (Indriani, 2008), bahwa faktor yang mempengaruhi

penguraian (dekomposisi) bahan organik adalah suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan, dan pH tanah. Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kandungan nitrogen total dalam laju dekomposisi.

Fosfor

Berdasarkan hasil Gambar 14, kandungan fosfor stasiun I relatifsama. Pada hari ke 15 dan 45 bernilai 0,16% serta hari ke 75 dan 105 bernilai 0,19%. Kandungan fosfor pada stasiun II mengalami peningkatan, dimana hari ke 15 bernilai 0,2%, hari ke 45 0,34%, hari ke 75 dan 105 0,23%. Kandungan fosfor pada stasiun III memiliki kadar yang berbeda antar interval waktu penelitian. Stasiun II memiliki rata-rata tertinggi yakni 0,247%. Menurut (Thaher, 2013), kadar fosfat yang tinggi diduga berasal dari penguraian senyawa-senyawa organik (hewan, tumbuhan dan sebagainya) disertai dengan pertumbuhan lumut yang berada di perairan.

Rasio C/N

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam laju dekomposisi serasah daun A. marina menunjukkan bahwa rasio C/N yang tertinggi pada hari ke 105 adalah stasiun I sebesar 70,52%.Rasio C/N yang tinggi menunjukkan bahan organik masih mentah dan menunjukkan tingkat kesulitan substrat terdekomposisi.Menurut (Dewi, 2009) bahwa C/N merupakan salah satu indikator untuk melihat laju dekomposisi bahan organik, dimana semakin tinggi C/N maka akan semakin lama bahan organik itu terdekomposisi. Semakin cepat serasah terdekomposisi maka akan semakin banyak unsur hara yang tersedia bagi tanaman, makrobentos dan mikroorganisme. Hal ini tidak sesuai dengan hasil laju

105) merupakan stasiun yang paling lama mengalami proses dekomposisi. Menurut (Nanda, dkk., 2013) bahwa semakin kecil rasio ini maka semakin tinggi kualitasnya, demikianpula sebaliknya. Kualitas serasah menunjukkan seberapa mudah serasah diurai dandimanfaatkan oleh organisme dekomposer sebagai makanannya, dengan demikian jugaseberapa mudah senyawa-senyawa organik kompleks dalam serasah mengalami perubahan hingga akhirnya menjadi mineral.

Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat variasi nilai rasio C/N pada tiap stasiun selama periode pengamatan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Farooqui, dkk., 2014), bahwa rasio C/N rendah pada awal laju dekomposisi A. marina. Rasio C/N meningkat pada hari ke 79 dengan kisaran rasio 25-30%, selanjutnya rasio C/N menurun hingga hari ke 123 dengan kisaran rasio 5 %.

Upaya Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Tujuan pengelolaan ekosistem mangrove adalah menjaga kelestarian ekosistem mangrove secara kesinambungan sehingga peranan mangrove sebagai sumber unsur hara di perairan tetap terjaga.Adapun upaya pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan ekosistem mangrove sebagai kawasan konservasi/kawasan yang dilindungi dan partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove.

Pantai Serambi Deli terdiri dari ekosistem mangrove yang didominasi oleh mangrove jenis A. marina dan Rhizopora sp. Menurut (Nazaruddin, 2014) bahwa luas areal mangrove di Pantai Serambi Deli adalah 1000x400 m2. Areal ini merupakan kawasan hutan negara atau kawasan konservasi, sehingga kawasan ini termasuk kawasan yang dilindungi.

Partisipasi masyarakat yang di Desa Paluh Sibaji Pantai Serambi Deli diartikan sebagai suatu proses yang melibatkan masyarakat yang berada di desa itu dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan masyarakat yang mendukung kegiatan pelestarian hutan mangrove.Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan makna penting peran dan tanggung jawab bersama dalam pelestarian hutan mangrove. Menurut (Hutapea, 2009), bahwa partisipasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu, dimana tujuan dimaksud adalah dikaitkan dengan keputusan atau tindakan yang lebih baik dalam menentukan kesejahteraan masyarakat.Dalam hal ini partisipasi datang dari pola pandang masyarakat yang berada di desa penelitian, dengan tujuan pelestarian hutan mangrove.

Minimnya informasi tentang peranan ekosistem mangrove berdampak dengan sedikitnya pengetahuan masyarakat dalam memahami fungsi hutan mangrove. Adanya penyuluhan kepada masyarakat tentang pemanfaatan hutan mangrove yang lestari dan penanaman bibit mangrove merupakan upaya menjaga kelestarian ekosistem mangrove.

Dokumen terkait