• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang Dimanfaatkan Masyarakat Secara ekonomi, hutan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar hutan dengan memanfaatkan hasil hutan langsung (tangible).

Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap keberadaan sumberdaya hutan terlihat dari banyaknya masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan untuk keperluan sendiri atau untuk dijual. Salah satu bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Roburan Dolok adalah dengan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di Desa Roburan Dolok. Jenis-jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis HHBK yang Dimanfaatkan Masyarakat.

No Jenis HHBK Nama latin Jumlah

6 Jengkol Pithecellobium jiringa 7 9,33

7 Manggis Garcinia mangostana 18 24,00

8 Lebah hutan Apis dorsata 2 2,67

9 Bambu Dendrocolombus asper 16 21,33

Kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan sangat beragam ada yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (kebutuhan sehari-hari) dan ada juga yang dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga mereka.

Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar hutan. Disampaikan oleh Rostiwanti (2013), pengelolaan hasil hutan bukan kayu merupakan usaha

yangsangat mendukung kepada upaya pengelolaan hutan yang lestari karena pada umumnya sistem pemanena jenis-jenis hasil hutan bukan kayu ini tidak bersifat merusak.

Jenis hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan responden adalah Karet sebanyak 33 orang atau 44,00 % dari total responden pada desa Roburan Dolok memanfaatkan karet. Hasil hutan kedua yang paling banyak digunakan responden adalah aren, yaitu sebanyak 31 orang atau 41,33 %, dan hasil hutan berikutnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat berturut-turut yaitu durian sebanyak 22 orang (29,33%), manggis sebanyak 18 orang (24,00%), kakao sebanyak 16 orang (21,33%), bambu sebanyak 16 orang (21,33%), jengkol sebanyak 7 orang (9,33%), petai sebanyak 5 orang (6,67%), dan madu sebanyak 2 orang (2,67%).

Nugroho, dkk (2015) menyatakan bahwa semakin besar persentase jumlah responden yang memanfaatkan suatu jenis hasil hutan, menjelaskan bahwa jenis hasil hutan tersebut memiliki nilai arti penting yang semakin besar terhadap masyarakat, dan sebaliknya semakin kecil persentase responden yang memanfaatkan suatu jenis hasil hutan maka semakin kecil nilai arti penting jenis tersebut terhadap kebutuhan masyarakat. Sehingga terlihat bahwa karet dan aren memiliki arti penting yang paling besar bagi masyarakat desa Roburan Dolok masing-masing sebesar 41,33% dan 37,33%. Sedangkan jenis hasil hutan yang memiliki nilai arti penting yang paling kecil adalah madu yaitu sebesar 2,67%.

Sebaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Inventarisa HHBK di lakukan untuk mengetahui sebaran dan titik koordinat keberadaan jenis HHBK yang di manfaatkan masyarakat di Desa Roburan Dolok yang di sajikan dalam bentuk pemetaan. Menurut Aditya (2010) pemetaan merupakan penyajian informasi spasial dan salah satu metode dalam ilmu pengetahuan yang memanfaatkan peta sebagai media yang mewadahi interaksi anggota kelompok masyarakat dalam mendukung pengambilan keputusan.

Pemetaan hasil inventarisasi HHBK dibuat dengan menggunakan teknologi sistem Imformasi Geografis (SIG). Sistem Imformasi Geografis atau Geographic Imformation System (GIS) meripakan sistem imformasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki imformasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini merekam, mengecek, mengintegrasikan,

memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi

Pemetaan hasil inventarisasi sebaran HHBK akan mempermudah masyarakat maupun instansi tertentu yang akan melakukan tinjauan kelapangan untuk menemukan jenis HHBK di Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal. Sebaran jenis HHBK yang ditemukan dilapangan tersebar secara merata dan berbaur satu sama lain.

Sebaran HHBK untuk setiap jenisnya dapat dilihat pada Gambar 2. Dimana tanaman jenis karet, kakao, tumbuh secara mengelompok di bagian pinggir hutan yang dekat dengan pemukiman. Untuk tanaman jenis aren, manggis, bambu, dan durian tumbuh secara menyebar hampir di seluruh hutan lokasi penelitian. Tanaman jengkol dan petai ditemukan dalam jumlah yang sedikit atau jarang hanya tumbuh menyebar hampir di seluruh hutan lokasi penelitian. Keberadaan madu ditemukan cukup jauh dari pemukiman desa, dimana hanya terdapat di dekat perbatasan kawasan taman nasional dengan kawasan administrasi desa. Sebaran jenis HHBK di pengaruhui faktor iklim (suhu, kelembaban udara, curah hujan), faktor tanah, faktor topografi, faktor biotik maupun abiotik, serta kemampuan adaptasi jenis tersebut terhadap lingkungannya.

Dari hasil wawancara dengan para petani (responden) di Desa Roburan Dolok ini menyatakan untuk sebaran pertumbuhan atau keberadaan jenis HHBK aren, bambu, jengkol, pete dan madu sama sekali tidak dibudidayakan dan menyabar secara alami. Sementara sebaran jenis HHBK durian dan manggis sebagian ada yang menyebar secara alami dan ada juga yang dibudidayakan masyarakat. Selain itu untuk sebaran pertumbuhan jenis HHBK kakao dan karet yaitu dengan peroses budidaya yang dilakukan masyarakat. Persebaran jenis-jenis hasil hutan bukan kayu tersebut menjelaskan bahwa keradaannya sangat di pengaruhi lingkungan sekitar.

Dengan adanya peta sebaran hasil hutan bukan kayu yang ada di Desa Roburan Dolok akan mempermudah masyarakat untuk mengelola HHBK yang ada untuk mendapatkan nilai tambah.

Gambar 2. Peta Sebaran Jenis HHBK di Desa Roburan Dolok.

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan masyarakat desa Roburan Dolok adalah karet, aren, durian, kakao, petai, jengkol, manggis, madu, dan bambu yang dari setiap jenisnya memiliki nilai ekonomi masing-masing. Nilai ekonomi untuk setiap jenis hasil hutan bukan kayu adalah sebagai berikut:

1. Aren

Aren (Arenga pinnata) termasuk dalam suku arecaceae yang besal dari kawasan Asia Tropis menyebar secara alami dan merupakan palma yang terpenting karena menghasilkan banyak hal, yang terutama sebagai penghasil gula. Gula aren diperoleh dengan peroses penyadap tandan bunga jantan sehingga menghasilkan cairan manis yang disebut nira (alias legen atau saguer). Air nira yang sudah terkumpul segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair, kemudian di dicetak menjadi gula aren bongkahan. Gula aren adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok yang dijual dan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Gambar 3. Pencetakan Gula Aren. Gambar 4. Tumbuhan Aren Bedasarkan hasil penelitian (Lapiran 1) aren merupakan komoditi HHBK yang paling tinggi nilai ekonomi pemanfaatannya yaitu sebesar Rp873.600.000,00 atau 36,75% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok dengan harga jual Rp13.000,00/Kg gula aren. Jumlah responden yang memanfaatkan gula aren adalah sebanyak 31 dari 75 sampel responden.

Tanaman aren banyak ditemukan di lokasi penelitian, aren yang dimanfaatkan masyarakat merupakan aren yang berasal dari dalam hutan namun sebagian besar

responden memanfaatkan aren yang berasal dari dalam kebun milik mereka yang telah tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam. Tanaman aren oleh masyarakat sekitar dimanfaatkan dengan mengambil nira aren yang kemudian diolah menjadi gula aren. Dalam 1 (satu) tahun produksi, jumlah bulan yang efektif untuk proses pembuatan gula aren berkisar antara 9 bulan sampai dengan 11 bulan. Hal ini disebabkan oleh mayang pohon aren tidak berproduksi sepanjang tahun. Tiap mayang pohon aren dapat berproduksi kira – kira sampai tiga bulan. Mayang disadap menghasilkan air nira kemudian diolah menjadi gula aren. Masyarakat menjual gula aren kepasar dan sebagin untuk di konsumsi. Aren merupakan salah satu HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat pedesaan sekitar hutan (Suhesti dan Hadinoto, 2015).

2. Karet

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Tumbuhan Hevea berasal dari Brazilia, Amerika Selatan, mulai dibudidayakan di indonesia pada zaman penjajahan kolonial belanda. Karet diperoleh dengan peroses penyadapan kulit batangnya sehingga keluar cairan kental yang kemudian ditampung. Cairan yang sudah terkumpul akan membeku yang disebut dengan karet (lateks). Getah havea adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok yang dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Gambar 5. Penyadapan Pohon Karet. Gambar 6. Penimbangan Getah Karet.

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) nilai ekonomi pemanfaatan karet yaitu sebesar Rp.546.048.000,00 atau 22,97% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp8.000,00/Kg getah karet. Jumlah responden yang memanfaatkan getah karet adalah sebanyak 33 dari 75 sampel responden. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi, dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Tanaman karet yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa merupakan tanaman karet yang sengaja ditanam di kebun milik pribadi.

Pengelolaan getah karet ini berkaitan dengan siklus perkebunan karet mulai dari penanaman, perawatan, pemanenan, pengolahan, hingga pemasaran. Saat ini sangat minim sekali upaya penanaman, perawatan, pemanenan sehingga produktivitas lahan semakin menurun dari tahun ke tahun. Rendahnya harga getah karet menyebabkan penyadap tidak lagi antusias untuk memanfaatkan getah karet, namun masih ada responden yang tetap melakukan kegiatan rutin menyadap karet.

Getah karet yang telah disadap oleh responden biasanya akan dijual ke “pengepul”

yaitu orang yang akan menampung hasil sadapan karet masyarakat. rata-rata penyadapan getah karet dilakukan oleh responden selama 3-6 hari kerja. Saat penyadapan relatif mudah sehingga penyadap tidak menemukan kesulitan, tidak ada perbedaan aktivitas maupun hasil saat musim kemarau maupun hujan.

Karet merupakan salah satu HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat pedesaan sekitar hutan.

Produk hasil industri karet digunakan sebagai bahan baku pabrik crumb rubber (karet remah) yang menghasilkan bahan baku untuk industry hilir seperti karet gelang, bola, ban, dan lainnya, sedangkan kayu tanaman karet, bila kebun karetnya hendak diremajakkan, juga dapat digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain (Pamungkas, dkk.,2019).

3. Durian

Durian adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Tumbuhan dengan nama durian bukanlah spesies tunggal tetapi sekelompok tumbuhan dari marga Durio.

Durian yang banyak kita temukan dipasar lokal biasanya adalah Durio zibethinus.

Nama durian sendiri diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai duri. Durian adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menjual secara borongan per batang ke pengepul.

Gambar 7. Pohon Durian Gambar 8. Buah Durian (sumber :Wikipedia) Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) niilai ekonomi pemanfaatan dari durian yaitu sebesar Rp.208.800.000,00 atau 8,78% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp1.200.000,00/Batang durian. Jumlah responden yang memanfaatkan durian adalah sebanyak 22 dari 75 sampel responden. Masyarakat banyak mengambil durian yang tumbuh dihutan secara langsung dan dari kebun mereka dan biasanya langsung dijual ke pengepul dengan hitungan harga/batang. Sebagian masyarakat didesa ini ada juga yang langsung menjual buahnya langsung dan ada juga yg untuk dikonsumsi sendiri. Setiap Buah durian memasuki musim bebuah pengepul durian biasanya datang ke desa-desa pada untuk membeli buah durian dalam hitungan biji maupun dalam hitungan borongan satu pohon durian. Tanaman durian yang ada di Desa Roburan Dolok sebagian besar masih tumbuh secara alami dan sebagian dibudidayakan secara tradisional dengan tanpa adanya perawatan yang intensif.

Durian merupakan salah satu HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu buah yang populer di kalangan masyarakat seharusnya di lakukan perawatan intensif. Sesuai dengan pendapat santoso (2013), untuk

memenuhi permintaan pasar terhadap buah durian dilakukan pemupukan dengan benar sesuai dengan rasio kebutuhan pohon durian tersebut.

4. Kakao

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan pohon budidaya yang berasal Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Ini juga telah diperkenalkan sebagai tanaman pangan ke banyak negara tropis Afrika dan Asia. Kakao sekarang ditanam di berbagai daerah kawasan tropika termasuk di berbagai daerah di Indonesia. Dari biji tumbuhan kakao dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Biji kakao adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk kebutuhan hidup dengan menjual kepasar.

Gambar 6. Tumbuhan Kakao. Gambar 7. Biji Kakao Kering Komoditi selanjutnya yaitu kakao berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp523.776.000,00 atau 22,04% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada didesa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp16.000,00/Kg biji kakao. Jumlah responden yang memanfaatkan kakao adalah sebanyak 16 dari 75 sampel responden. Bagi masyarakat Desa kakao dimanfaatkan oleh responden untuk di jual ke pengepul untk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas unggul indonesia.

Manfaat buah kakao bahan dasar pembuat coklat, menurunkan tekanan darah tinggi, memperbaiki mood. Kakao dijual oleh masyarakat desa berupa biji buah kakao yang sudah melalui proses pengeringan dibawah sinar matahari langsung.

Produksi biji kakao di Desa Roburan Dolok terus meningkat secara jumlah, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain tidak cukup kering,

dan ukuran biji tidak seragam. Hal tersebut menyebabkan harga biji kakao yang di produksi masyarakat desa relatif rendah dan dikenakan potongan harga. Menurut Rifin (2012), selain dari pada itu daya saing biji kakao semakin menurun di sebabkan setelah adanya penerapan bea keluar biji kakao. Sebaliknya, daya saing kakao olahan, baik pasta, lemak, dan bubuk kakao, semakin meningkat setelah adanya penerapan bea keluar.

5. Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon hijau abadi dari daerah tropika yang diyakini berasal dari Semenanjung Malaya dan menyebar ke Kepulauan Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter.

Buahnya juga disebut manggis, berwarna merah keunguan ketika matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah. Manggis adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menjual ke pengepul.

Gambar 9. Pohon Manggis Gambar 10. Buah Manggis

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) manggis memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp135.720.000,00 atau 5,71% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp18.000,00/Kg buah manggis. Jumlah responden yang memanfaatkan manggis adalah sebanyak 18 dari 75 sampel responden. Manggis merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan kebutuhan pasar yang besar. Salah satu yang mempengaruhi kebutuhan pasar dan nilai ekonomi yang relatif tinggi ialah manfaatnya di bidang kesehatan. Buah manggis mempunyai

aktivitas antiinflamasi dan antioksidan yang dikenal mampu mengendalikan efek radikal bebas pada tubuh, sehingga bermanfaat untuk mengatasi penyakit kanker, melawan alergi, melawan peradangan, dan anti bakteri. Walaupun nilai ekonomi manggis yang tinggi, tetapi masyarakat desa masih membudidayakan manggis secara tradisional serta kualitas masih rendah sehingga nilai ekonomi manggis tidak dapat dimaksimalkan (Qosim, dkk., 2012).

6. Jengkol

Jengkol atau jering (Pithecellobium jiringa) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai bahan pangan.

Jengkol merupakan buah yang terkenal dengan aromanya yang khas dan banyak dihindari sebagian masyarakat. Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae), buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap dan aroma yang khas. Jengkol adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dijual maupun dikonsumsi.

Gambar 13. Pohon Jengkol Gambar 14. Buah Jengkol Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) jengkol merupakan komoditi HHBK yang popular dimasyarakat luas, jengkol sering dijadikan teman santap/lalap pada saat makan dan menu olahan lainnya. Jengkol memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp44.400.000,00 atau 1,87% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp10.000,00/Kg buah jengkol . Jumlah responden yang memanfaatkan jengkol

adalah sebanyak 7 dari 75 sampel responden. Masyarakat di Desa ini memanfaatkan jengkol untuk di konsumsi sendiri dan juga untuk di jual kembali kepasar atau kepada pengepul yang datang. Jengkol diketahuimemeiliki manfaat untuk mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung.

Tanaman jengkol memiliki kegunaan yang beragam sehingga banyak dimanfaatkat untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Untuk budidaya jengkol masih tradisional dan sebagian tumbuh di pengaruhi faktor alam, hal ini dipengaruhi jengkol biasanya tumbuh liar dan mudah tumbuh (Sastrapraja, 2012).

7. Petai

Petai (Parkia speciosa) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai bahan pangan. Petai merupakan buah yang terkenal dengan aromanya yang khas dan banyak dihindari sebagian masyarakat. Namun tidak sedikit juga yang menyukai buah ini, karena di Indonesia sendiri petai sudah menjadi makanan khas. Petai termasuk suku polong-polongan (Fabaceae). Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng memanjang membentuk spiral, berwarna hijau tua, biji buah berkulit selaput tebal dengan warna cokelat terang. Petai adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan masyarakat desa Roburan Dolok untuk kebutuhan hidupi baik dijual maupun dikonsumsi.

Gambar 15. Pohon Petai Gambar 16. Buah Petai

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) petai merupakan komoditi HHBK yang popular dimasyarakat luas. Petai memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp23.400.000,00 atau 0,98% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp13.000,00/Kg buah petai. Jumlah

responden yang memanfaatkan petai adalah sebanyak 5 dari 75 sampel responden.

Sebagian besar petai dimanfaatkan masyarakat untuk teman santap pada saat makan dan sebagian lagi akan dijual baik pada saat hari pasar di desa maupun dijual ke desa tetangga. Petai dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan terutama bila di makan segar sebagai lalap. petai diketahui memeiliki antioksidan kuat dan bersifat hipeloglikemik dan baik untuk kesehatan (Aisha AF, dkk.,2012).

8. Madu

Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu. Madu hutan yang sering di temukan terutama di hutan sumatera ialah madu dari lebah madu raksasa (Apis dorsata).

Lebah ini merupakan lebah madu Asia yang berhabitat di hutan, membuat sarang dengan hanya satu sisiran yang menggantung di dahan dan ranting pohon, langit-langit terbuka dan tebing jurang bebatuan, karena itu sampai sekarang para ilmuwan belum berhasil membudidayakan Apis dorsata dalam bentuk tertutup. Madu adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk di jual dan sebagian dikonsumsi.

Gambar 17. Sarang Lebah Gambar 18. Madu hutan

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) hasil hutan bukan kayu (HHBK) berikutnya berupa madu yang memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp3.300.000,00 atau 0,14% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp150.000,00/Kg madu murni. Jumlah

responden yang memanfaatkan lebah madu adalah sebanyak 2 dari 75 sampel responden.. Madu yang dimanfaatkan oleh responden adalah madu lebah yang terdapat pada pohon sialang. Menurut responden keberadaan pohon sialang yang jauh di tengah hutan menyebabkan banyak responden lain tidak memilih untuk mengambil madu dikarenakan membutuhkan tenaga ekstra dan hasil yang didapat juga tidak terlalu banyak. Pada umummnya sarang lebah bisa berada pada cabang pohon mana saja, namun terdapat jenis pohon tertentu yang sangat di sukai lebah sebagai tempat bersarang (Gussowana, 2015).

9. Bambu

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Bambu memiliki banyak tipe. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru, bambu ditemukan di berbagai negara termasuk di daerah Indonesia.

Terdapat dua bentuk bambu secara umum, yaitu bambu berkayu dari suku Arundinarieae dan Bambuseae, dan bambu rerumputan dari suku Olyreae.

Analisis molekuler dari pastida menunjukkan bahwa terdapat tiga sampai lima garis keturunan utama dari bamboo. Bambu adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menjual bambu ke pengolah dan pengrajin bambu.

Gambar 11. Rumpun Bambu Gambar 12. Potongan Bambu Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) hasil hutan selanjutnya yaitu bambu yang memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp17.950.000,00 atau 0,76% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK, dengan harga jual Rp25.000,00 /Batang bambu. Jumlah responden yang memanfaatkan bambu adalah sebanyak 16

dari 75 sampel responden. Jenis bambu yang dimanfaatkan responden dalam penelitian ini yaitu bambu Petung (Dendrocalamus Asper). Pemanfaatan jenis bambu petung adalah untuk tiang konstruksi rumah/gubuk, dan kandang hewan ternak, karena ukurannya lebih besar. Tanaman bambu memiliki berapa kegunaan yang sangat berguna dalam kehidupan masyarakat. Selain memiliki kegunaan yang beragam tanaman bambu juga mempunyai fungsi yang baik dalam segi ekologi.

dari 75 sampel responden. Jenis bambu yang dimanfaatkan responden dalam penelitian ini yaitu bambu Petung (Dendrocalamus Asper). Pemanfaatan jenis bambu petung adalah untuk tiang konstruksi rumah/gubuk, dan kandang hewan ternak, karena ukurannya lebih besar. Tanaman bambu memiliki berapa kegunaan yang sangat berguna dalam kehidupan masyarakat. Selain memiliki kegunaan yang beragam tanaman bambu juga mempunyai fungsi yang baik dalam segi ekologi.

Dokumen terkait