• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN, NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DESA PENYANGGA ROBURAN DOLOK

KAWASAN TAMAN NASIONAL BATANG GADIS

SKRIPSI

PATLI PUADI 141201143

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

SEBARAN, NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DESA PENYANGGA ROBURAN DOLOK

KAWASAN TAMAN NASIONAL BATANG GADIS

SKRIPSI

PATLI PUADI 141201143

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)

Tanggal Lulus : 23 Oktober 2020

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Patli Puadi

NIM : 141201143

Judul Skripsi : Sebaran, Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Penyangga Roburan Dolok Kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah , dan etika penulisan ilmiah.

Medan, 23 Oktober 2020

Patli Puadi NIM 141201143

(5)

ABSTRACT

PATLI PUADI: Dispersal, Economic Value and Contribution of Non-Timber Forest Products to Community Revenues in Roburan Dolok Cantilever village, the Batang Gadis National Park Area. Supervised by SITI LATIFAH and AGUS PURWOKO.

Non-Timber forest product has big values for community around the forest.

Community used non-timber forest for necessities of life, and sold to meet other needs. The purpose of this research is to know dispersal, species and economic velue, then contribution Non-Timber forest product to Community Revenues in Roburan Dolok Cantilever village. The methods used in the research were in-depth interview with local community and survey directly to the erea. The total respondent was 75 persons. This research was conducted in Februari-Maret 2019.

The results showed that there are nine types of non-timber forest products are utilized by society as rubber, palm, durian, cocoa, jengkol, banana, mangosteen, wild honey and bamboo. Distribution of non-timber forest products cluster and spread at the site. The economic value of the use of non-timber forest products are palm at 19:52,% of the total. Contribution of non-timber forest product utilization against Roburan Dolok public revenue amounted to 53.14% of the total income of the people and moderate.

Keywords: Contributions, Economic Value, Roburan Dolok, Non-Timber Forest Products.

(6)

ABSTRAK

PATLI PUADI: Sebaran, Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Roburan Dolok Kawasan Taman Nasional Batang Gadis, dibimbing oleh SITI LATIFAH dan AGUS PURWOKO.

Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki nilai besar bagi masyarakat di sekitar hutan.

Masyarakat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu untuk kebutuhan hidup dan di jual untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis, sebaran dan nilai ekonomi, serta kontribusi hasil hutan bukan kayu terhadap pendapatan masyarakat di desa penyangga Roburan Dolok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan masyarakat setempat dan survei langsung ke lokasi. Total responden adalah 75 orang. Penelitian ini dilakukan pada Februari-Maret 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 9 jenis hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu karet, aren, durian, kakao, jengkol, petai, manggis, madu hutan dan bambu. Sebaran hasil hutan bukan kayu mengelompok dan menyebar di lokasi. Nilai ekonomi terbesar dari pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah aren sebesar 19.52,% dari keseluruhan.

Kontribusi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu terhadap pendapatan masyarakat Roburan Dolok sebesar 53,14% dari total pendapatan masyarakat dan tergolong sedang.

Kata kunci: Hasil Hutan Bukan Kayu, Kontribusi, Nilai Ekonomi, Roburan Dolok

.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Roburan Dolok tanggal 18 November 1995. Penulis merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara oleh pasangan Sahminan Palit dan Nuraisah,S.Pd.

Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SD 142582 Roburan Dolok pada tahun 2002-2008, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Panyabungan Selatan pada tahun 2008-2011, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di MAN Panyabungan pada tahun 2011-2014. Pada tahun 2014, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur Mandiri. Penulis memilih Departemen Manajemen Hutan.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota organisasi HIMAS USU. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Nagalawan pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Batang Gadis. Pada awal tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan jadul “Sebaran, Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa Penyangga Roburan Dolok Kawasan Taman Nasional Batang Gadis” di bawah bimbingan ibu Siti Latifah,S.Hut,M.Si,Ph.D. dan bapak Dr.Agus Purwoko,S.Hut,M.Si

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga usulan penelitian yang berjudul “Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Roburan Dolok Kawasan Taman Nasional Batang Gadis” berhasil diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir dalam pendidikan Strata-1 dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Penyususna skripsi ini tidak terlepes dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasi kepada : 1. Kedua orang tua, Bapak Sahminan Palit dan Ibu Nuraisah, S.Pd., atas

dukungan moril maupun material serta kasih sayang dan doa yang tulus.

2. Ibu Siti Latifah, S.Hut.,M.Si.,Ph.d., selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Rekan tim penelitian, Nanda, jarian, rizkana, badawi dan sufrijal yang telah membantu pelaksanaan dan menyumbang semangat, serta teman-teman mahasiswa/I Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utarakhususnya di Manajemen Hutan angkatan 2014

Medan, 23 Oktober 2020

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitan ... 4

Interaksi Masyarakat Dengan Hutan ... 5

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 6

Klasifikasi dan Jenis-Jenis HHBK ... 7

Nilai Ekonomi Pemanfaatan HHBK ... 9

Kontribusi HHBK ... 10

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Alat dan Bahan Penelitian ... 12

Metode Pengumpulan Data Penelitian ... 13

Metode Pengambilan Data Penelitian ... 13

Metode Menentukan Sampel Respoden ... 14

Metode Menentukan Sebaran HHBK ... 15

Metode Menentukan Nilai Ekonomi HHBK... 15

Metode Menentukan Kontribusi HHBK ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis HHBK yang Dimanfaatkan Masyarakat ... 18

Sebaran HHBK... 19

Nilai Ekonomi HHBK yang Dimanfaatkan Masyarakat Aren (Arenga pinnata) ... 22

Karet (Havea brasiliensis) ... 23

Durian (Durio Zibethinus) ... 24

Kakao (Theobroma cacao) ... 26

Manggis (Garcinia mangostana) ... 27

(10)

Jengkol (Pithecellobium) ... 28

Petai (Parkia Speciosa)... 29

Lebah Madu Hutan (Apis mellifera) ... 30

Bambu (Dendrocolombus asper) ... 31

Kontribusi Nilai Ekonomi HHBK ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Peresentasi Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu ... 17

2. Jenis HHBK yang dimanfaatkan Masyarakat ... 18

3. Nilai Ekonomi HHBK Masyarakat Per Tahun ... 22

4. Pendapatan HHBK Masyarakat Per Tahun ... 34

5. Pendapatan Masyarakat diluar HHBK Per Tahun ... 34

6. Kontribusi Nilai Ekonomi HHBK Per Tahun ... 35

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 12

2. Peta Sebaran Jenis HHBK di Desa Roburan Dolok ... 21

3. Pohon Aren ... 23

4. Gula Aren ... 23

5. Pohon Karet ... 24

6. Getah Karet (Lateks) ... 24

7. Pohon Durian ... 25

8. Buah Durian ... 25

9. Pohon Kakao ... 26

10. Biji Kakao ... 26

11. Pohon Manggis ... 27

12. Buah Manggis ... 27

13. Pohon Jengkol ... 28

14. Buah Jengkol ... 28

15. Pohon Petai ... 29

16. Buah Petai ... 29

17. Sarang Lebah Hutan ... 30

18. Madu Murni ... 30

19. Rumpun Bambu ... 31

20. Potongan Bambu ... 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Pendapatan Masyarakat dari HHBK ... 42

2. Pendapatan Masyarakat diluar HHBK ... 53

3. Perhittungan Kontribusi HHBK ... 54

4. Peta Lokasi Penelitian dan Peta Sebaran HHBK ... 55

5. Dokumentasi di Lapangan... 57

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan berupa hutan hujan tropis yang luas dan lebat dengan posisi Indonesia yang terletak di wilayah khatulistiwa. Kekayaan tersebut tentunya tidak hanya berguna bagi Indonesia saja, namun juga memiliki pengaruh yang nyata bagi kondisi iklim dunia. Pengelolaan lahan dan pemanfaatan sumber daya hutan yang optimal dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, maka diperlukan pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya hutan baik hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu demi peningkatan perekonomian suatu negara.

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.35/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.

Jenis-jenis HHBK terdiri dari sembilan kelompok dan 557 spesies tumbuhan dan hewan. Beberapa jenis hasil hutan bukan kayu berupa tumbuhan, seperti rotan, bambu, gaharu, dan jenis lainnya. Pengembangan HHBK dinilai strategis, tidak hanya untuk kepentingan ekonomi tetapi juga untuk kelestarian hutan. Paham ini di berakar dari banyaknya potensi HHBK di hutan, dimana diantaranya memiliki nilai pasar yang sangat kuat, sehingga mampu mendukung pembangunan sosial masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan keuntungan masyarakat sekitar hutan yang selama ini terpinggirkan. Setiap jenis hasil hutan yang di manfaatkan tentunya memiliki nilai ekonomi. Hasil hutan bukan kayu telah lama di ketahui masyarakat dan menjadi komponen penting dari kehidupan masyarakat sekitar hutan.

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan salah satu kawasan konservasi di Kabupaten Mandailing Natal dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Nama taman nasional batang gadis berasal dari nama sungai utama yang membelah kabupaten Mandailing Natal, yaitu sungai Batang Gadis. Taman nasional batang gadis terdiri dari kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap. Taman nasional batang gadis tergolong kepada tipe hutan

(15)

tropis yang terletak pada ketinggian 300 - 2145 meter di atas permukaan laut dengan titik tertinggi di puncak gunung Sorik Marapi. Penduduk desa yang tinggal disekitar dan tinggal di dalam taman nasional ini mempunyai aktivitas bertani dan memungut hasil hutan di sekitar atau di dalam taman nasional tersebut.

Kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin meningkat, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu mulai menjadi salah satu fokus masyarakat untuk dikembangkan. pengembangan hasil hutan bukan kayu masih memiliki banyak kendala dan beberapa permasalahan seperti, pemanfaatannya yang masih secara tradisional, Penanganan pasca panen yang masih belum terkendali dengan baik, pengolahannya yang masih rendah, kualitas produk yang dihasilkan masih rendah, dan proses pemasaran yang masih rendah. Potensi dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di desa penyangga kawasan TNBG tersebut akan menjadi optimal, apabila diiringi dengan pengetahuan masyarakat setempat terhadap nilai ekonomi dan kontribusi dalam memanfaatkan hasil hutan bukan kayu. Masalah tersebut menjadi salah satu hal yang melatar belakangi dilakukannya penelitian Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Roburan Dolok Kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Sehingga hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi nilai ekonomi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan baik.

Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dihadapi masyarakat sehingga penelitian yang berjudul Sebaran, Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Roburan Dolok Kawasan Taman Nasional Batang Gadis dilakukan adalah :

1. Belum diketahuinya jenis dan sebaran HHBK yang dimanfaatkan masyarakat desa penyangga Roburan Dolok kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

2. Belum diketahuinya nilai ekonomi hasil hasil hutan bukan kayu terhadap pendapatan masyarakat di desa penyangga Roburan Dolok kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

3. Belum diketahuinya kontribusi hasil hasil hutan bukan kayu terhadap pendapatan masyarakat di desa penyangga Roburan Dolok kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

(16)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang berjudul Sebaran, Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat di Desa Penyangga Roburan Dolok Kawasan Taman Nasional Batang Gadis dilakukan adalah :

1. Mengetahui jenis dan sebaran HHBK yang dimanfaatkan masyarakat desa penyangga Roburan Dolok kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

2. Mengetahui nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu yang digunakan masyarakat di desa penyangga Roburan Dolok kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

3. Mengetahui kontribusi hasil hutan bukan kayu terhadap pendapatan masyarakat di desa penyangga Roburan Dolok kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa sebaran dan nilai ekonomi serta kontribusi dari hasil hutan bukan kayu untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di desa penyangga Roburan Dolok kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Penelitian ini juga diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem hutan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Balai TNBG (2007) Kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan kawasan pelestarian alam yang berada di pegunungan bukit barisan Sumatera bagian Utara. TNBG secara administrasi berlokasi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara yang meliputi 11 wilayah Kecamatan dan bersinggungan dengan 71 desa. Desa Roburan Dolok merupakan salah satu desa yang bersinggungan dengan kawasan dan memiliki status sebagai desa penyangga kawasan taman nasional batang gadis. Desa Roburan Dolok berada di Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

Mata pencaharian masyarakat di daerah yang berbatasan dengan kawasan hutan pada umumnya memiliki ciri-ciri yang sama dengan masyarakat desa pada umumnya. Desa penyangga Roburan dolok secara administrasi berbatasan dengan desa Hutarimbaru, desa Roburan Lombang, desa Lumban Dolok dan berbatasan langsung dengan kawasan TNBG. Mata pencaharian masyarakat desa Roburan Dolok bergantung pada sumberdaya yang tersedia sebagai usaha untuk membangun kehidupan yang lebih baik atau peningkatan taraf hidup. Masyarakat sekitar hutan yang rata-rata memiliki propesi sebagai petani yang setiap hari menggarap lahan pertanian dan memungut hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Hal ini menjelaskan bahwa keberadaan HHBK diyakini paling bersinggungan dengan kepentingan masyarakat sekitar hutan dalam memenuhi kebutuhan pangan, papan maupun ritual dan lainya (Ruslan, dkk., 2018).

Desa Roburan Dolok merupakan desa yang memiliki kondis alam masih terjaga, sebagian besar dari masyarakat desa telah memamfaatkan hasil hutan bukan kayu secara turun–temurun. Hasil hutan yang mudah diperoleh dan tidak membutuhkan teknologi yang rumit, selain itu HHBK dapat diperoleh secara gratis dan mempunyai nilai ekonomi penting. Pengelolaan hutan perlu dilakukan untuk menyediakan kesempatan kerja yang memadai dan memberikan akses masyarakat sekitar hutan untuk memungut hasil hutan bukan kayu (Puspitodjati, 2011).

(18)

Interaksi Masyarakat dengan Hutan

Interaksi merupakan sebuah keterkaitan atau hubungan antar komponen dalam suatu sistem yang dapat bersifat saling meniadakan, saling mendukung dan saling ketergantungan satu sama lainnya. Bagi masyarakat sekitar hutan, keberadaan hutan sangat berarti untuk keberlangsungan hidupnya, mereka bergantung pada sumberdaya-sumberdaya yang ada di hutan seperti kayu bakar, bahan makanan, bahan bangunan dan hasilhasil hutan lainnya, yang akan memberikan nilai tambah bagi kehidupannya. Interaksi sosial masyarakat desa dengan hutan, dapat terlihat dari ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan akan sumber-sumber kehidupan dasar seperti air, sumber energi (kayu dan bahan-bahan makanan yang dihasilkan hutan), bahan bangunan, dan sumberdaya lainnya.

Kebergantungan suatu masyarakat terhadap hutan dibedakan oleh komposisi jenis hutan, cara pemanfaatan, dan kegiatan pemanenannya (Lebmeister dkk.,2018).

Interaksi masyarakat dengan lingkungan alam berupa hutan merupakan wujud dari aktivitassosil ekonomi masyarakat Desa sekitar hutandalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat dalam kehudupan sehari-harinya memerlukan keberadaan hutan untuk memenuhi kebutuhannya. Bentuk-bentuk interaksi masyarakat desa dengan kawasan hutan tercermin dari kegiatan masyarakat seperti : mengumpulkan hasil hutan brupa bahan bangunan, kayu bakar, umbi-umbian, buah-buahan, dan lain-lain (Lawerissa, 2015).

Karisma (2010) menjelaskan bahwa hubungan antara masyarakat desa sekitar hutan dengan kawasan hutan di sekitarnya merupakan hubungan yang sangat erat, khususnya aspek ekonomi, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kesehatan. Hutan telah memberikan berbagai keperluan rumah tangga, baik sumber energi, vitamin, mineral, dan kalori bagi kehidupan sehari-hari. Secara ekologis, hutan merupakan lingkungan hidup bagi masyarakat sekitarnya. Secara ekonomi, hutan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan dan menjual hasil hutan non kayu. Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap keberadaan sumberdaya hutan terlihat dari banyaknya masyarakat yang menjadikan hutan sebagai sumber pekerjaan dan pendapatan. Setiap jenis hasil hutan tentunya memiliki nilai ekonomi tersendiri dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat.

(19)

Hasil Hutan Bukan Kayu

Berdasarkan Undang-Undang No.41/1999 tentang Kehutanan tampak bahwa lingkup hasil hutan pada umumnya dan hasil hutan bukan kayu pada khususnya menempati ruang yang semakin luas. Kalau dilihat dari perkembangannya, hasil hutan kayu mula-mula berupa produk-produk hayati yang di peroleh melalui pemungutan dan pengolahan saja, misalnya produk minyak-minyakan (minyak atsiri dan minyak lemak), produk getah-getahan (getah resin, getah karet dan getah perekat), produk ekstraktif lainnya seperti bahan penyamak, pewarna dan alkaliod serta produk-produk hasil hutan bukan kayu lain yang belum berkembang (Departemen Kehutanan, 1999).

Hasil hutan bukan kayu menurut Permenhut tersebut adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu. Produk HHBK hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, rotan, bambu, rerumputan, tanaman obat, jamur, getah-getahan, bagian atau yang dihasilkan tetumbuhan dan hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok, serta bagian atau yang dihasilkan hewan hutan (Permenhut, 2007).

HHBK merupakan sumber mata pencaharian yang penting bagi jutaan orang yang tinggal berdekatan dengan wilayah hutan diseluruh dunia. HHBK berbungan erat dengan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang tinggal disekitar hutan.

Hasil hutan bukan kayu adalah tanaman dan hewan yang tumbuh baik di dalam maupun di luar kawasan hutan yang bersifat material (bukan kayu) dan dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yang dalam pemanfaatannya mempriotaskan pengelolaan hutan yang berkelanjutan (Lowore dkk., 2018)

Hasil hutan bukan kayu sudah sejak lama menjadi komponen penting dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan walaupun pada umumnya masih merupakan kegiatan musiman atau sambilan saja. Pertambahan jumlah penduduk yang besar menyebabkan kebutuhan pokok semakin meningkat. Masyarakat di sekitar hutan pada umumnya memiliki ketergantungan dan hubungan yang erat sekali dengan sumberdaya hutan. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan

(20)

bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan hasil hutan bukan kayu (Sihombing,2011).

Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan tersebut dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa dan lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Kemudian juga diharapkan optimalisasi potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai alternatif sumber pangan, sumber bahan obat- obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan yang dapat meningkatkan ekonomi lokal dan nasional (Salaka dkk., 2012).

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) hampir tidak tersentuh dalam kegiatan kehutanan yang masih mengandalkan hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun dari hutan tanaman. Padahal potensi pemanfaatan yang bernilai ekonomis sangat besar yang perlu digali dan pengelolaan perlu dioptimalkan. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah sumber daya penting untuk mempertahankan mata pencaharian dari berbagai kalangan masyarakat pedesaan. Sebagian besar HHBK dijual di daerah, pasar Nasional dan Internasional, dengan sejumlah keuntungan tahunan dari miliaran Dollar AS (Nijman, 2010).

Klasifikasi dan Jenis-jenis Hasil Hutan bukan Kayu (HHBK)

HHBK dari ekosistem hutan sangat beragam jenis sumber penghasil maupun produk serta produk turunan yang dihasilkannya. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/ Menhut-II / 2007 tentang hasil hutan bukan kayu, maka dalam rangka pengembangan budidaya maupun pemanfaatannya HHBK dibedakan dalam HHBK nabati dan HHBK hewani (Permenhut, 2007).

1. Kelompok Hasil Hutan dan Tanaman

a. Kelompok Resin: agatis, damar, embalau, kapur barus, kemenyan, kesambi, rotan jernang, tusam.

b. Kelompok minyak atsiri: akar wangi, cantigi, cendana, ekaliptus, gaharu, kamper, kayu manis, kayu putih.

(21)

c. Kelompok minyak lemak: balam, bintaro, buah merah, croton, kelor, kemiri, kenari, ketapang, tengkawang.

d. Kelompok karbohidrat : aren, bambu, gadung, iles-iles, jamur, sagu, terubus, suweg.

e. Kelompok buah-buahan: aren, asam jawa, cempedak, duku, durian, gandaria, jengkol, kesemek, lengkeng, manggis, matoa, melinjo, pala, mengkudu, nangka, sawo, sarikaya, sirsak, sukun.

f. Kelompok tannin: akasia, bruguiera, gambir, nyiri, kesambi, ketapang, pinang, rizopora, pilang.

g. Bahan pewarna: angsana, alpokat, bulian, jambal, jati, kesumba, mahoni, jernang, nila, secang, soga, suren.

h. Kelompok getah: balam, gemor, getah merah, hangkang, jelutung, karet hutan, ketiau, kiteja, perca, pulai, sundik.

i. Kelompok tumbuhan obat: adhas, ajag, ajerar, burahol, cariyu, akar binasa, akar gambir, akar kuning, cempaka putih, dadap ayam, cereme.

j. Kelompok tanaman hias: angrek hutan, beringin, bunga bangkai, cemara gunung, cemara irian, kantong semar, pakis, palem, pinang merah.

k. Kelompok palma dan bambu: rotan (Calamus sp, Daemonorops sp, Korthalsia sp), bambu (Bambusa sp, Giganthocloa sp, Euleptorhampus viridis, Dendrocalamus sp), agel, lontar, nibung.

l. Kelompok alkaloid: kina, dll.

2. Kelompok Hasil Hewan a. Kelompok hewan buru :

1) Kelas mamalia : babi hutan, bajing kelapa, berut, biawak, kancil, kelinci, lutung, monyet, musang, rusa.

2) Kelas reptilia : buaya, bunglon, cicak, kadal, londok, tokek, jenis ular Kelas amfibia : bebagai jenis katak

3) Kelas aves : alap-alap, beo, betet, kakatua, kasuari, kuntul merak, nuri perkici, serindit

b. Kelompok hasil penangkaran: arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa c. Kelompok hasil hewan: burung wallet, kutu lak, lebah, ulat sutera

(22)

Hasil hutan bukan kayu merupakan sumber daya alam yang masih banyak terdapat di Indonesia dan keberadaanya dimanfaatkan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat. Mata pencaharian adalah pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sumber daya yang tersedia sebagai usaha untuk membangun kehidupan yang memuaskan (peningkatan taraf hidup), dengan memperhatikan faktor seperti mengawasi penggunaan sumber daya, lembaga dan hubungan politik (Imam, 2010).

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

HHBK merupakan sumber mata pencaharian yang penting bagi jutaan orang yang tinggal berdekatan dengan wilayah hutan diseluruh dunia. HHBK berbungan erat dengan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang tinggal disekitar hutan.

Bagi masyarakat desa yang miskin, HHBK memiliki arti yang sangat penting bagi keberlangsungan mata pencaharian mereka (Pandey dkk., 2016).

Tarigan (2015), menyatakan setiap jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat dihitung berdasarkan frekuensi pemanfaatan, volume (jumlah) dan harga pasar setempat yang berlaku pada saat penelitian ini berlangsung. Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan diperoleh dari perkalian antara total pengambilan hasil hutan (satuan/tahun) dengan harga masing-masing hasil hutan (Rp/satuan).

Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dinilai berdasarkan penilaian harga pasar karena hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dimanfaatkan oleh responden memiliki harga pasar. Harga pasar yang dimaksud adalah harga jual dari masing- masing produk hasil hutan yang terjadi ditingkat tengkulak/pengepul dan ditingkat pasar lokal. Harga pasar diturunkan melalui interaksi antara produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan barang dan jasa (transaksi pasar).

Dalam pasar yang efisien (Pasar Persaingan Sempurna) harga barang dan jasa mencerminkan kesediaan membayar setiap orang.

Nilai ekonomi berdasarkan harga pasar, termasuk pendugaan manfaat dari kegiatan produksi dan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Barang dan jasa yang dihasilkan hutan dan diperdagangkan (memiliki harga pasar) diantaranya adalah hasil hutan kayu dan produl hasil hutan bukan kayu seperti pangan, tumbuhan obat, aren,madu dan lainnya. Untuk produk tersebut, harga pasar dapat digunakan untuk menggambarkan penghitungan finalsial, untuk membandingkan antara manfaat dan

(23)

biaya dari berbagai alternatif pilihan penggunaan lahan hutan. Nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjual belikan sehungga memberikan pendapatan baik untuk kesejahteran individu maupun masyarakat pada umumnya (Nono, dkk, 2017).

Fauzi (2010) juga mengingatkan pentingnya fungsi-fungsi ekonomi dan non- ekonomi dari sumber daya alam, tantangan yang dihadapi oleh penentu kebijakan adalah bagaimana memberikan nilai yang komprehensif terhadap sumber daya hutan tersebut. Nilai tersebut tidak hanya nilai pasar (market value), melainkan juga jasa lingkungan yang di timbulkan oleh sumberdaya tersebut. Maka dari itu nilai dari hasil hutan bukan kayu sangatlah perlu untuk di ketahui masyarakat sekitar hutan. Ketika masyarakat mengetahui nilai ekonomi dari HHBK akan sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan hasil yang lebih atau mendapatkan nilai tambah. Masyarakat yang menghasilkan nilai tambahah diharapkan akan memiliki kehidupan yang lebih sejahtera dengan demikian masyarakat akan menjaga kelestarian hutan.

Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

HHBK berkontribusi secara signifikan terhadap ekonomi manfaat rumah tangga pedesaan di negara berkembang dalam tiga cara utama: pertama, menyediakan subsistensi domestik dan persyaratan konsumsi untuk peningkatan pendapatan untuk rumah tangga. kedua, melayani segera jaring pengaman terhadap dampak buruk perubahan iklim yang dialami, merupakan bagian penting dari kapasitas adaptif. dan, ketiga, berkontribusi untuk mengarahkan manfaat moneter melalui perdagangan (Sumukwo, dkk., 2013)

Iponga, dkk (2018) menyatakan bahwa HHBK memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat sekitar hutan sebagai sumber makanan dan mata pencaharian, terutama bagi masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan bergantung pada hutan karena banyaknya sumber makanan dan pendapatan dari pemanfaatan HHBK berkontribusi sangat besar dibandingkan pendapatan dari aktivitas lainnya.

Tingkat pemanfaatan hasil hutan bukan kayu masyarakat terhadap sumber daya hutan dihitung berdasarkan seberapa besar kontribusi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh responden terhadap total pendapatan rumah tangga, akan mengkasilkan seberapa besar kontribusi hasil hutan bukan kayu

(24)

Mata pencaharian masyarakat di daerah yang berbatasan dengan kawasan hutan pada umumnya memiliki ciri-ciri yang sama dengan masyarakat desa pada umumnya. Mata pencaharian masyarakat desa Roburan Dolok bergantung pada sumberdaya yang tersedia sebagai usaha untuk membangun kehidupan yang lebih baik (peningkatan taraf hidup). Tingkat pemanfaatan hasil hutan bukan kayu masyarakat terhadap sumber daya hutan dihitung berdasarkan seberapa besar kontribusi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh responden terhadap total pendapatan rumah tangga (Sihombing, 2011).

Masyarakat sekitar hutan yang rata-rata memiliki propesi sebagai petani yang setiap hari menggarap lahan pertanian dan memungut hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Meskipun memiliki arti penting bagi masyarakat, pemerintah, pembuat kebijakan, dan pihak- pihak terkait belum maksimal dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Hutan diseluruh dunia memiliki nilai yang rendah karena pemerintah, pembuat kebijakan, dan pihak-pihak terkait tidak mempertimbangkan kontribusi nasional dan global dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) saat menghitung nilai ekonomi dari hutan (Wahlen, 2017).

(25)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa penyangga kawasan Taman Nasional Batang Gadis, Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal. Secara geografis seluruh wilayah Kecamatan Panyabungan Selatan adalah lereng / lembah yang dikelilingi hutan dan perkebunan warga desa.

Tidak sedikit pula terdapat hamparan-hamparan sawah, kebunan karet, kebun kakao dipinggiran jalan yang dilalui antar desa Kecamatan Panyabungan Selatan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2019 sampai dengan selesai, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan, pengolahan data dan penyajian hasil.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, alat tulis, meteran, kompas, GPS (Global Positioning system), unit komputer, Aplikasi ArcGIS, tali rafia, tally sheet.

Bahan yang digunaan adalah kuisioner untuk mengumpulkan data primer maupun data sekunder, laporan penelitian yang terdahulu dan berbagai pustaka

(26)

penunjang sebagai yang di wawancarai, dengan sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung dilapangan.

Metode Pengumpulan Data Penalitian

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini ada dua jenis data yaitu, dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data yang didapat dari hasil responden masyarakat seperti observasi lapangan kuisioner, titik koordinat dilapangan, foto dokumentasi dan data penduduk. Data sekunder yang dikumpulkan adalah peta lokasi penelitian, data dari instansi terkait, laporan-laporan hasil penelitian terdahulu dan berbagai pustaka yang berhubungan dengan lokasi penelitian.

Metode Pengambilan Data Penelitian

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi Lapangan

Observasi lapangan merupakan metode pengambilan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Bertujuan untuk memperoleh berbagai informasi mengenai lokasi penelitian yang meliputi data penduduk, kegiatan dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan yang tidak dapat diperoleh baik wawancara maupun kuisioner.

2. Kuisioner

Kuisioner hanya akan diajukan kepada responden terpilih. Dimana responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terdapat dalam lokasi penelitian. Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama sesuai dengan keperluannya.

3. Wawancara

Wawancara ini dilakukan untuk menggali informasi dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan kuisioner dan melengkapi informasi lainnya sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan secara terstruktur menggunakan kuisioner yang ditanyakan kepada responden terpilih, tokoh yang ada pada desa tersebut dan aparat desa setempat. Selain itu wawancara juga dilakukan pada dinas pemerintah daerah sebagai informasi pendukung.

(27)

4. Dokumentasi

Dokumentasi yang diperoleh berupa foto yang dapat menghasilkan data deskriptif yang dapat digunakan sebagai data pelengkap untuk menunjukkan keadaan sebenarnya di lapangan.

Metode Menentukan Sampel Responden

Metode pengambilan sampel responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yakni pengambilan secara sengaja yang di sesuaikan dengan tujuan penelitian melaluai wawancara dan kuisioner secara langsung kepada masyarakat (Amirullah, 2015), sedangkan menurut Sugiyono (2010) purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Responden yang dipilih adalah kepala Rumah Tangga yang tinggal di lokasi penelitian desa Roburan Dolok, mampu mengambil keputisan secara mandiri dan mampu berpikir positif dan logis dalam setiap tindakannya. Dengan demikian diharapkan responden akan memahami dan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Perhitungan pengambilan sampel berdasarkan Rumus Slovin dalam Arikunto (2010), Data primer diperoleh dengan penentuan sampel penelitian menggunakan rumus Slovin yaitu:

n = 𝑁

1 + 𝑁(𝑒)2 dimana :

n = jumlah responden yang di ambil N = jumlah unit populasi

e = tingkat kelonggaran (10%)

Jumlah penduduk Kepala Keluarga desa Roburan dolok 302 KK, sehingga berdasarkan rumus diatas maka jumlah responden yang diambil adalah sebagai berikut,

n = 302

1 + 302(0,1)2 n = 75

Dengan demikian maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 75 orang kepala keluarga dari 302 kepala keluarga yang ada di desa Roburan Dolok.

(28)

Metode Menentukan Sebaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Menentukan sebaran tanaman HHBK dilakukan dengan menggunakan metode inventarisasi dan pengambilan titik koordinat keberadaan HHBK yang dimanfaatkan masyarakat dilapangan kemudian disajikan dalam bentuk peta. Data sebaran tanaman HHBK disimpan di GPS yang berbentuk dari waypoint, selanjutnya dioverlay dengan peta tempat lokasi penelitian yaitu Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan. Untuk pengambilan titik koordinat Hasil Hutan Bukan Kayu dengan mengambil satu titik koordinat Hasil Hutan Bukan Kayu yang ditemukan untuk setiap jenisnya di dalam hutan lokasi penelitian.

Pembuatan peta persebaran tanaman HHBK dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan software ArcGis 10.3. Pengolahan data titik koordinat yang diperoleh dari lapangan adalah sebagai berikut:

1. Data titik koordinat diolah dari data GPS ke komputer dengan menggunakan software DNR Garmin.

2. File diubah kedalam bentuk shp yang kemudian dapat diolah dengan menggunakan software ArcGIS 10.3

3. Setelah diperoleh peta titik koordinat tumbuhan obat, selanjutnya titik tersebut di overlaykan dengan peta administrasi Desa Roburan Dolok.

4. Memasukan data shapfile hasil overlay jenis HHBK.

5. Klik arctoolbox-analysistools-overlay-intersect.

6. Open attribute table shapfile hasil intersect.

7. Membuat field baru dan memasukan data hasil yang sesuai yaitu jenis HHBK.

8. Membuat desain layout dan format peta yaitu judul, legenda, koordinat geografis dan skala.

Metode Menentukan Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Data yang diperoleh dari pengamatan dilapangan baik melalui wawancara maupun kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Affandi dan Patana (2002) dalam Pardede, dkk. (2018) mengatakan Nilai barang hasil dari Hasil Hutan Bukan Kayu untuk setiap jenisnya pertahun yang diperoleh masyarakat di hitung dengan cara :

1. Harga barang yang di hasilkan dari HHBK dianalisis dengan pendekatan harga pasar.

(29)

2. Menghitung nilai rata-rata jumlah HHBK yang diambil setiap responden per jenis

Rata-rata jumlah HHBK yang diambil = 𝑋𝑖 + 𝑋𝑖𝑖+⋯.𝑋𝑛 𝑛

Keterangan :

Xi = Jumlah HHBK yang diambil responden n = Jumlah banyak pengambilan HHBK perjenis

3. Menghitung Total pengambilan per Unit HHBK per Tahun TP = RJ × FP × JP

Keterangan :

TP = Total pengambilan pertahun RJ = Rata-rata jumlah yang diambil FP = Frekuensi pengambilan JP = Jumlah pengambilan

4. Menghitung Nilai Ekonomi barang hasil hutan per jenis HHBK setiap tahun Tahun.

NE = TP × HH Keterangan :

NE = Nilai hasil hutan per jenis TP = Total pengambilan (unit/tahun) HH = Harga hasil hutan

5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara :

%NE = NEi x 100%

∑ NE Keterangan :

%NE = Presentase nilai ekonomi Nei = Nilai ekonomi HHBK/jenis

∑ 𝑁𝐸 = Jumlah total nilai ekonomi seluruh HHBK

Metode Menentukan Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Untuk mengetahui kontribusi hasil hutan bukan kayu (hhbk) terhadap pendapatan dapat diketahui dengan cara menghitung seluruh pendapatan, baik dari sumber pendapatan dari halis hutan bukan kayu maupun sumber pendapatan

(30)

lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Persentase pendapatan dari hasil hutan bukan kayu dihitung dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari hasil hutan bukan kayu dengan total seluruh sumber pendapatan responden melalui rumus sebagai berikut :

R = 𝑅ℎ𝑟

𝑅𝑡

× 100%

Keterangan :

R = Persentase pendapatan dari HHBK Rhr = Pendapatan dari HHBK

Rt = Pendapatan total

Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap Ekonomi rumah tangga dinilai dari persentase pendapatan yang diperoleh oleh responden dari Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap pendapatan total. Persentase pendapatan responden dibagi ke dalam lima kelas dari pendapatan sangat kecil hingga sangat besar (Tabel 1).

Masing-masing kelas persentase pendapatan menunjukkan keadaan tingkat pendapatan responden dari hasil hutan bukan kayu. Siagian (2012) menyatakan, besar atau kecilnya persentase kontribusi nilai ekonomi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor pertama adalah besarnya total pengambilan suatu jenis hasil hutan, jika semakin besar total pengambilan suatu jenis hasil hutan maka semakin besar nilai ekonomi hasil hutan tersebut. Factor kedua adalah harga per satuan unit jenis hasil hutan, jika harga per satuan unitnya suatu jenis hasil hutan semakin tinggi, maka semakin besar kemungkinan persentase nilai ekonomi yang diberikan jenis hasil hutan tersebut.

Tabel 1. Persentase Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) No Persentase Kontribusi

pendapatan HHBK

Keterangan Jumlah

Responden 1 0%-20% Kontribusi pendapatan sangat kecil

2 21%-40% Kontribusi pendapatan kecil 3 41%-60% Kontribusi pendapatan sedang 4 61%-80% Kontribusi pendapatan besar 5 81%-100% Kontribusi pendapatan sangat besar

Jumlah

Sumber : Likert 1932, Metode penelitian sosial (Usman dan purnomo, 2010)

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang Dimanfaatkan Masyarakat Secara ekonomi, hutan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar hutan dengan memanfaatkan hasil hutan langsung (tangible).

Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap keberadaan sumberdaya hutan terlihat dari banyaknya masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan untuk keperluan sendiri atau untuk dijual. Salah satu bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Roburan Dolok adalah dengan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di Desa Roburan Dolok. Jenis-jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis HHBK yang Dimanfaatkan Masyarakat.

No Jenis HHBK Nama latin Jumlah

Responden

Presentasi (%)

1 Karet Havea brasiliensis 33 44,00

2 Aren Arenga pinnata 31 41,33

3 Durian Durio zibethinus 22 29,33

4 Kakao Theoproma cacao 16 21,33

5 Petai Parkia speciosa 5 6,67

6 Jengkol Pithecellobium jiringa 7 9,33

7 Manggis Garcinia mangostana 18 24,00

8 Lebah hutan Apis dorsata 2 2,67

9 Bambu Dendrocolombus asper 16 21,33

Kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan sangat beragam ada yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (kebutuhan sehari-hari) dan ada juga yang dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga mereka.

Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar hutan. Disampaikan oleh Rostiwanti (2013), pengelolaan hasil hutan bukan kayu merupakan usaha

(32)

yangsangat mendukung kepada upaya pengelolaan hutan yang lestari karena pada umumnya sistem pemanena jenis-jenis hasil hutan bukan kayu ini tidak bersifat merusak.

Jenis hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan responden adalah Karet sebanyak 33 orang atau 44,00 % dari total responden pada desa Roburan Dolok memanfaatkan karet. Hasil hutan kedua yang paling banyak digunakan responden adalah aren, yaitu sebanyak 31 orang atau 41,33 %, dan hasil hutan berikutnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat berturut-turut yaitu durian sebanyak 22 orang (29,33%), manggis sebanyak 18 orang (24,00%), kakao sebanyak 16 orang (21,33%), bambu sebanyak 16 orang (21,33%), jengkol sebanyak 7 orang (9,33%), petai sebanyak 5 orang (6,67%), dan madu sebanyak 2 orang (2,67%).

Nugroho, dkk (2015) menyatakan bahwa semakin besar persentase jumlah responden yang memanfaatkan suatu jenis hasil hutan, menjelaskan bahwa jenis hasil hutan tersebut memiliki nilai arti penting yang semakin besar terhadap masyarakat, dan sebaliknya semakin kecil persentase responden yang memanfaatkan suatu jenis hasil hutan maka semakin kecil nilai arti penting jenis tersebut terhadap kebutuhan masyarakat. Sehingga terlihat bahwa karet dan aren memiliki arti penting yang paling besar bagi masyarakat desa Roburan Dolok masing-masing sebesar 41,33% dan 37,33%. Sedangkan jenis hasil hutan yang memiliki nilai arti penting yang paling kecil adalah madu yaitu sebesar 2,67%.

Sebaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Inventarisa HHBK di lakukan untuk mengetahui sebaran dan titik koordinat keberadaan jenis HHBK yang di manfaatkan masyarakat di Desa Roburan Dolok yang di sajikan dalam bentuk pemetaan. Menurut Aditya (2010) pemetaan merupakan penyajian informasi spasial dan salah satu metode dalam ilmu pengetahuan yang memanfaatkan peta sebagai media yang mewadahi interaksi anggota kelompok masyarakat dalam mendukung pengambilan keputusan.

Pemetaan hasil inventarisasi HHBK dibuat dengan menggunakan teknologi sistem Imformasi Geografis (SIG). Sistem Imformasi Geografis atau Geographic Imformation System (GIS) meripakan sistem imformasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki imformasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini merekam, mengecek, mengintegrasikan,

(33)

memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi

Pemetaan hasil inventarisasi sebaran HHBK akan mempermudah masyarakat maupun instansi tertentu yang akan melakukan tinjauan kelapangan untuk menemukan jenis HHBK di Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal. Sebaran jenis HHBK yang ditemukan dilapangan tersebar secara merata dan berbaur satu sama lain.

Sebaran HHBK untuk setiap jenisnya dapat dilihat pada Gambar 2. Dimana tanaman jenis karet, kakao, tumbuh secara mengelompok di bagian pinggir hutan yang dekat dengan pemukiman. Untuk tanaman jenis aren, manggis, bambu, dan durian tumbuh secara menyebar hampir di seluruh hutan lokasi penelitian. Tanaman jengkol dan petai ditemukan dalam jumlah yang sedikit atau jarang hanya tumbuh menyebar hampir di seluruh hutan lokasi penelitian. Keberadaan madu ditemukan cukup jauh dari pemukiman desa, dimana hanya terdapat di dekat perbatasan kawasan taman nasional dengan kawasan administrasi desa. Sebaran jenis HHBK di pengaruhui faktor iklim (suhu, kelembaban udara, curah hujan), faktor tanah, faktor topografi, faktor biotik maupun abiotik, serta kemampuan adaptasi jenis tersebut terhadap lingkungannya.

Dari hasil wawancara dengan para petani (responden) di Desa Roburan Dolok ini menyatakan untuk sebaran pertumbuhan atau keberadaan jenis HHBK aren, bambu, jengkol, pete dan madu sama sekali tidak dibudidayakan dan menyabar secara alami. Sementara sebaran jenis HHBK durian dan manggis sebagian ada yang menyebar secara alami dan ada juga yang dibudidayakan masyarakat. Selain itu untuk sebaran pertumbuhan jenis HHBK kakao dan karet yaitu dengan peroses budidaya yang dilakukan masyarakat. Persebaran jenis-jenis hasil hutan bukan kayu tersebut menjelaskan bahwa keradaannya sangat di pengaruhi lingkungan sekitar.

Dengan adanya peta sebaran hasil hutan bukan kayu yang ada di Desa Roburan Dolok akan mempermudah masyarakat untuk mengelola HHBK yang ada untuk mendapatkan nilai tambah.

(34)

Gambar 2. Peta Sebaran Jenis HHBK di Desa Roburan Dolok.

(35)

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan masyarakat desa Roburan Dolok adalah karet, aren, durian, kakao, petai, jengkol, manggis, madu, dan bambu yang dari setiap jenisnya memiliki nilai ekonomi masing-masing. Nilai ekonomi untuk setiap jenis hasil hutan bukan kayu adalah sebagai berikut:

1. Aren

Aren (Arenga pinnata) termasuk dalam suku arecaceae yang besal dari kawasan Asia Tropis menyebar secara alami dan merupakan palma yang terpenting karena menghasilkan banyak hal, yang terutama sebagai penghasil gula. Gula aren diperoleh dengan peroses penyadap tandan bunga jantan sehingga menghasilkan cairan manis yang disebut nira (alias legen atau saguer). Air nira yang sudah terkumpul segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair, kemudian di dicetak menjadi gula aren bongkahan. Gula aren adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok yang dijual dan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Gambar 3. Pencetakan Gula Aren. Gambar 4. Tumbuhan Aren Bedasarkan hasil penelitian (Lapiran 1) aren merupakan komoditi HHBK yang paling tinggi nilai ekonomi pemanfaatannya yaitu sebesar Rp873.600.000,00 atau 36,75% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok dengan harga jual Rp13.000,00/Kg gula aren. Jumlah responden yang memanfaatkan gula aren adalah sebanyak 31 dari 75 sampel responden.

Tanaman aren banyak ditemukan di lokasi penelitian, aren yang dimanfaatkan masyarakat merupakan aren yang berasal dari dalam hutan namun sebagian besar

(36)

responden memanfaatkan aren yang berasal dari dalam kebun milik mereka yang telah tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam. Tanaman aren oleh masyarakat sekitar dimanfaatkan dengan mengambil nira aren yang kemudian diolah menjadi gula aren. Dalam 1 (satu) tahun produksi, jumlah bulan yang efektif untuk proses pembuatan gula aren berkisar antara 9 bulan sampai dengan 11 bulan. Hal ini disebabkan oleh mayang pohon aren tidak berproduksi sepanjang tahun. Tiap mayang pohon aren dapat berproduksi kira – kira sampai tiga bulan. Mayang disadap menghasilkan air nira kemudian diolah menjadi gula aren. Masyarakat menjual gula aren kepasar dan sebagin untuk di konsumsi. Aren merupakan salah satu HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat pedesaan sekitar hutan (Suhesti dan Hadinoto, 2015).

2. Karet

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Tumbuhan Hevea berasal dari Brazilia, Amerika Selatan, mulai dibudidayakan di indonesia pada zaman penjajahan kolonial belanda. Karet diperoleh dengan peroses penyadapan kulit batangnya sehingga keluar cairan kental yang kemudian ditampung. Cairan yang sudah terkumpul akan membeku yang disebut dengan karet (lateks). Getah havea adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok yang dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Gambar 5. Penyadapan Pohon Karet. Gambar 6. Penimbangan Getah Karet.

(37)

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) nilai ekonomi pemanfaatan karet yaitu sebesar Rp.546.048.000,00 atau 22,97% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp8.000,00/Kg getah karet. Jumlah responden yang memanfaatkan getah karet adalah sebanyak 33 dari 75 sampel responden. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi, dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Tanaman karet yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa merupakan tanaman karet yang sengaja ditanam di kebun milik pribadi.

Pengelolaan getah karet ini berkaitan dengan siklus perkebunan karet mulai dari penanaman, perawatan, pemanenan, pengolahan, hingga pemasaran. Saat ini sangat minim sekali upaya penanaman, perawatan, pemanenan sehingga produktivitas lahan semakin menurun dari tahun ke tahun. Rendahnya harga getah karet menyebabkan penyadap tidak lagi antusias untuk memanfaatkan getah karet, namun masih ada responden yang tetap melakukan kegiatan rutin menyadap karet.

Getah karet yang telah disadap oleh responden biasanya akan dijual ke “pengepul”

yaitu orang yang akan menampung hasil sadapan karet masyarakat. rata-rata penyadapan getah karet dilakukan oleh responden selama 3-6 hari kerja. Saat penyadapan relatif mudah sehingga penyadap tidak menemukan kesulitan, tidak ada perbedaan aktivitas maupun hasil saat musim kemarau maupun hujan.

Karet merupakan salah satu HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat pedesaan sekitar hutan.

Produk hasil industri karet digunakan sebagai bahan baku pabrik crumb rubber (karet remah) yang menghasilkan bahan baku untuk industry hilir seperti karet gelang, bola, ban, dan lainnya, sedangkan kayu tanaman karet, bila kebun karetnya hendak diremajakkan, juga dapat digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain (Pamungkas, dkk.,2019).

3. Durian

Durian adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Tumbuhan dengan nama durian bukanlah spesies tunggal tetapi sekelompok tumbuhan dari marga Durio.

(38)

Durian yang banyak kita temukan dipasar lokal biasanya adalah Durio zibethinus.

Nama durian sendiri diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk- lekuk tajam sehingga menyerupai duri. Durian adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menjual secara borongan per batang ke pengepul.

Gambar 7. Pohon Durian Gambar 8. Buah Durian (sumber :Wikipedia) Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) niilai ekonomi pemanfaatan dari durian yaitu sebesar Rp.208.800.000,00 atau 8,78% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp1.200.000,00/Batang durian. Jumlah responden yang memanfaatkan durian adalah sebanyak 22 dari 75 sampel responden. Masyarakat banyak mengambil durian yang tumbuh dihutan secara langsung dan dari kebun mereka dan biasanya langsung dijual ke pengepul dengan hitungan harga/batang. Sebagian masyarakat didesa ini ada juga yang langsung menjual buahnya langsung dan ada juga yg untuk dikonsumsi sendiri. Setiap Buah durian memasuki musim bebuah pengepul durian biasanya datang ke desa-desa pada untuk membeli buah durian dalam hitungan biji maupun dalam hitungan borongan satu pohon durian. Tanaman durian yang ada di Desa Roburan Dolok sebagian besar masih tumbuh secara alami dan sebagian dibudidayakan secara tradisional dengan tanpa adanya perawatan yang intensif.

Durian merupakan salah satu HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu buah yang populer di kalangan masyarakat seharusnya di lakukan perawatan intensif. Sesuai dengan pendapat santoso (2013), untuk

(39)

memenuhi permintaan pasar terhadap buah durian dilakukan pemupukan dengan benar sesuai dengan rasio kebutuhan pohon durian tersebut.

4. Kakao

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan pohon budidaya yang berasal Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Ini juga telah diperkenalkan sebagai tanaman pangan ke banyak negara tropis Afrika dan Asia. Kakao sekarang ditanam di berbagai daerah kawasan tropika termasuk di berbagai daerah di Indonesia. Dari biji tumbuhan kakao dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Biji kakao adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk kebutuhan hidup dengan menjual kepasar.

Gambar 6. Tumbuhan Kakao. Gambar 7. Biji Kakao Kering Komoditi selanjutnya yaitu kakao berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp523.776.000,00 atau 22,04% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada didesa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp16.000,00/Kg biji kakao. Jumlah responden yang memanfaatkan kakao adalah sebanyak 16 dari 75 sampel responden. Bagi masyarakat Desa kakao dimanfaatkan oleh responden untuk di jual ke pengepul untk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas unggul indonesia.

Manfaat buah kakao bahan dasar pembuat coklat, menurunkan tekanan darah tinggi, memperbaiki mood. Kakao dijual oleh masyarakat desa berupa biji buah kakao yang sudah melalui proses pengeringan dibawah sinar matahari langsung.

Produksi biji kakao di Desa Roburan Dolok terus meningkat secara jumlah, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain tidak cukup kering,

(40)

dan ukuran biji tidak seragam. Hal tersebut menyebabkan harga biji kakao yang di produksi masyarakat desa relatif rendah dan dikenakan potongan harga. Menurut Rifin (2012), selain dari pada itu daya saing biji kakao semakin menurun di sebabkan setelah adanya penerapan bea keluar biji kakao. Sebaliknya, daya saing kakao olahan, baik pasta, lemak, dan bubuk kakao, semakin meningkat setelah adanya penerapan bea keluar.

5. Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sejenis pohon hijau abadi dari daerah tropika yang diyakini berasal dari Semenanjung Malaya dan menyebar ke Kepulauan Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter.

Buahnya juga disebut manggis, berwarna merah keunguan ketika matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah. Manggis adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menjual ke pengepul.

Gambar 9. Pohon Manggis Gambar 10. Buah Manggis

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) manggis memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp135.720.000,00 atau 5,71% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp18.000,00/Kg buah manggis. Jumlah responden yang memanfaatkan manggis adalah sebanyak 18 dari 75 sampel responden. Manggis merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan kebutuhan pasar yang besar. Salah satu yang mempengaruhi kebutuhan pasar dan nilai ekonomi yang relatif tinggi ialah manfaatnya di bidang kesehatan. Buah manggis mempunyai

(41)

aktivitas antiinflamasi dan antioksidan yang dikenal mampu mengendalikan efek radikal bebas pada tubuh, sehingga bermanfaat untuk mengatasi penyakit kanker, melawan alergi, melawan peradangan, dan anti bakteri. Walaupun nilai ekonomi manggis yang tinggi, tetapi masyarakat desa masih membudidayakan manggis secara tradisional serta kualitas masih rendah sehingga nilai ekonomi manggis tidak dapat dimaksimalkan (Qosim, dkk., 2012).

6. Jengkol

Jengkol atau jering (Pithecellobium jiringa) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai bahan pangan.

Jengkol merupakan buah yang terkenal dengan aromanya yang khas dan banyak dihindari sebagian masyarakat. Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae), buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap dan aroma yang khas. Jengkol adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dijual maupun dikonsumsi.

Gambar 13. Pohon Jengkol Gambar 14. Buah Jengkol Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) jengkol merupakan komoditi HHBK yang popular dimasyarakat luas, jengkol sering dijadikan teman santap/lalap pada saat makan dan menu olahan lainnya. Jengkol memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp44.400.000,00 atau 1,87% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp10.000,00/Kg buah jengkol . Jumlah responden yang memanfaatkan jengkol

(42)

adalah sebanyak 7 dari 75 sampel responden. Masyarakat di Desa ini memanfaatkan jengkol untuk di konsumsi sendiri dan juga untuk di jual kembali kepasar atau kepada pengepul yang datang. Jengkol diketahuimemeiliki manfaat untuk mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung.

Tanaman jengkol memiliki kegunaan yang beragam sehingga banyak dimanfaatkat untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Untuk budidaya jengkol masih tradisional dan sebagian tumbuh di pengaruhi faktor alam, hal ini dipengaruhi jengkol biasanya tumbuh liar dan mudah tumbuh (Sastrapraja, 2012).

7. Petai

Petai (Parkia speciosa) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai bahan pangan. Petai merupakan buah yang terkenal dengan aromanya yang khas dan banyak dihindari sebagian masyarakat. Namun tidak sedikit juga yang menyukai buah ini, karena di Indonesia sendiri petai sudah menjadi makanan khas. Petai termasuk suku polong- polongan (Fabaceae). Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng memanjang membentuk spiral, berwarna hijau tua, biji buah berkulit selaput tebal dengan warna cokelat terang. Petai adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan masyarakat desa Roburan Dolok untuk kebutuhan hidupi baik dijual maupun dikonsumsi.

Gambar 15. Pohon Petai Gambar 16. Buah Petai

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) petai merupakan komoditi HHBK yang popular dimasyarakat luas. Petai memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp23.400.000,00 atau 0,98% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp13.000,00/Kg buah petai. Jumlah

(43)

responden yang memanfaatkan petai adalah sebanyak 5 dari 75 sampel responden.

Sebagian besar petai dimanfaatkan masyarakat untuk teman santap pada saat makan dan sebagian lagi akan dijual baik pada saat hari pasar di desa maupun dijual ke desa tetangga. Petai dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan terutama bila di makan segar sebagai lalap. petai diketahui memeiliki antioksidan kuat dan bersifat hipeloglikemik dan baik untuk kesehatan (Aisha AF, dkk.,2012).

8. Madu

Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu. Madu hutan yang sering di temukan terutama di hutan sumatera ialah madu dari lebah madu raksasa (Apis dorsata).

Lebah ini merupakan lebah madu Asia yang berhabitat di hutan, membuat sarang dengan hanya satu sisiran yang menggantung di dahan dan ranting pohon, langit- langit terbuka dan tebing jurang bebatuan, karena itu sampai sekarang para ilmuwan belum berhasil membudidayakan Apis dorsata dalam bentuk tertutup. Madu adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk di jual dan sebagian dikonsumsi.

Gambar 17. Sarang Lebah Gambar 18. Madu hutan

Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) hasil hutan bukan kayu (HHBK) berikutnya berupa madu yang memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp3.300.000,00 atau 0,14% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK yang ada di Desa Roburan Dolok, dengan harga jual Rp150.000,00/Kg madu murni. Jumlah

(44)

responden yang memanfaatkan lebah madu adalah sebanyak 2 dari 75 sampel responden.. Madu yang dimanfaatkan oleh responden adalah madu lebah yang terdapat pada pohon sialang. Menurut responden keberadaan pohon sialang yang jauh di tengah hutan menyebabkan banyak responden lain tidak memilih untuk mengambil madu dikarenakan membutuhkan tenaga ekstra dan hasil yang didapat juga tidak terlalu banyak. Pada umummnya sarang lebah bisa berada pada cabang pohon mana saja, namun terdapat jenis pohon tertentu yang sangat di sukai lebah sebagai tempat bersarang (Gussowana, 2015).

9. Bambu

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Bambu memiliki banyak tipe. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru, bambu ditemukan di berbagai negara termasuk di daerah Indonesia.

Terdapat dua bentuk bambu secara umum, yaitu bambu berkayu dari suku Arundinarieae dan Bambuseae, dan bambu rerumputan dari suku Olyreae.

Analisis molekuler dari pastida menunjukkan bahwa terdapat tiga sampai lima garis keturunan utama dari bamboo. Bambu adalah salah satu jenis HHBK yang di manfaatkan oleh masyarakat desa Roburan Dolok untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menjual bambu ke pengolah dan pengrajin bambu.

Gambar 11. Rumpun Bambu Gambar 12. Potongan Bambu Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) hasil hutan selanjutnya yaitu bambu yang memiliki nilai ekonomi pemanfaatan sebesar Rp17.950.000,00 atau 0,76% dari total nilai ekonomi pemanfaatan HHBK, dengan harga jual Rp25.000,00 /Batang bambu. Jumlah responden yang memanfaatkan bambu adalah sebanyak 16

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS NILAI EKONOMI OBJEK WISATA ALAM DI PEMANDIAN AIR TERJUN PELANGI INDAH, DESA TANJUNG TIMUR, KECAMATAN SINEMBAH TANJUNG MUDA (STM) HULU, KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI MAHMUD

Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berpotensi Secara Ekonomi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di Desa Marancar Godang, Kecamatan Maranca jenis-jenis

Pada kegiatan belajar ini, terlebih dahulu saya akan mengajak Anda untuk memahami secara benar tentang sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri.. Selama ini

Algoritma dinamis digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penjadwalan pekerjaan baru yang kedatangannya pada saat proses produksi sedang berlangsung. Secara umum

Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan. Begitu juga dengan masyarakat yang berada di Desa Kilensari Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo. Seiring

Adanya cerita rakyat dalam masyarakat zaman dahulu dapat membentuk suatu mitos yang diyakini oleh masyarakat saat ini dan masih berpengaruh dalam kehidupan

Tingkat kerusakan hutan mangrove di Indonesia saat ini telah mengalami peningkatan yang sangat cepat, sehingga sangat penting untuk mengolah, memanfaatkan dan

1 PEMETAAN KESEHATAN POHON DI KAWASAN DI ARBORETUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI AGUNG M BARUS 131201160 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA