• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 HASIL SINTESIS CAIRAN IONIK [EMIM]Ac

Pada penelitian ini, dilakukan sintesis cairan ionik [EMIM]Ac yaitu menggunakan metode one pot yang merupakan penggabungan 2 tahap yaitu tahap kuartenisasi dan tahap metatesis anion. Sintesis cairan ionik [EMIM]Ac pada penelitian ini menggunakan empat jenis solven berbeda dengan volume solven yang divariasikan. Sintesis dilakukan pada suhu reaksi 60oC pada perbandingan mol reaktan (bromo etana : 1-metilimidazol : timbal asetat) 3,6 : 2 : 0,5 selama 8 jam.

Adapun keempat jenis solven yang digunakan adalah aseton, asetonitiril, diklorometana dan propanetriol dengan variasi volume solven adalah 10 ml, 15 ml, 20 ml dan 25 ml. Hasil sintesis cairan ionik [EMIM]Ac dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Sintesis Cairan Ionik [EMIM]Ac dengan Variasi Jenis Solven Aseton, Asetonitril, Diklorometana, dan Propanetriol

No. Jenis Pelarut Hasil Sintesis Keterangan

1. Aseton

Warna : Coklat Kekuningan Wujud : Cairan

2. Asetonitril

Warna : Coklat Kekuningan Wujud : Cairan

Dari segi warna dan bentuk cairan yang dihasilkan terlihat bahwa cairan ionik [EMIM]Ac yang dihasilkan menggunakan jenis solven yang berbeda-beda memiliki karakteristik yang berbeda-beda pula. Adapun reaksi pembuatan cairan ionik [EMIM]Ac adalah sebagai berikut:

+ CH3CH2Br + (CH3COO)4Pb

Gambar 4.1 Sintesis Cairan Ionik [EMIM]Ac

Menurut Santacruz (2010), cairan ionik [EMIM]Ac tidak memiliki warna.

Menurut Zhu, et al (2012), cairan ionik [EMIM]Ac yang sudah dimurnikan akan berwarna jernih dan tidak mengandung impuritis. Namun, warna cairan yang dihasilkan pada penelitian ini tidak sesuai dengan hasil yang telah dilaporkan Zhu, et al, dimana cairan ionik [EMIM]Ac yang dihasilkan masih mengandung warna. Hal ini dapat disebabkan oleh masih adanya impuritis yang tertinggal pada produk.

Pada reaksi kuartenisasi, gugus etil pada senyawa bromo etana akan dialkilasi oleh senyawa 1-metilimidazolium sedangkan bromo menjadi ion bebas (Gonsior, 2010). Pada reaksi metatesis anion, anion yang berupa ion asetat akan terikat pada 1-metilimidazolium dan kation berupa timbal akan mengikat ion bromida menghasilkan timbal bromida (Ghavre, 2012). Bromo etana yang digunakan pada penelitian berlebih sehingga mengakibatkan adanya ion yang bebas Br- yang diketahui berwarna coklat kehitaman (PubChem, 2018). Menurut Gurau, et al (2012), proses sintesis one pot sangat kompleks dan impuritis (seperti bahan baku dan sisa pelarut organik yang digunakan untuk sintesis) masih terdapat dalam cairan ionik [EMIM]Ac meskipun telah dilakukan beberapa kali tahap permurnian. Hal inilah yang menyebabkan adanya impuritis pada cairan ionik yang telah disintesis.

Sehinga Gurau, et al menyarankan penggunaan arang aktif untuk menghilangkan

MIM Bromo Etana Timbal Asetat [EMIM]Ac Timbal

Bromo

kepekatan warna yang terdapat pada cairan ionik seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.2 dibawah ini.

Gambar 4.2 Sintesis Ionic Liquid oleh Gurau, et al Sebelum Pemurniaan (a) Setelah Pemurnian (b) (Gurau, et al., 2012)

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa meskipun sudah dilakukan pemurnian menggunakan arang aktif, cairan tetap berwarna kecoklatan.

4.2 ANALISA KOMPONEN PADA CAIRAN IONIK [EMIM]Ac

Hasil cairan ionik [EMIM] Ac akan diuji menggunakan analisa FTIR. Analisa FTIR digunakan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada sampel uji.

Adapun hasil analisa FTIR pada cairan ionik [EMIM]Ac yang diperoleh ditampilkan pada gambar 4.3.

[EMIM]Ac Standar [EMIM]Ac dengan Pelarut Asetonitril

[EMIM]Ac dengan Pelarut Aseton [EMIM]Ac dengan Pelarut Diklorometana

Transmittance

Arang Aktif

(a) (b)

Gambar 4.3 Perbandingan Antara Cairan Ionik [EMIM]Ac Standar dengan [EMIM] Ac Variasi Pelarut pada Analisa FTIR

Dari Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa spektrum [EMIM]Ac dengan pelarut asetonitril memiliki bentuk gelombang yang sama dengan [EMIM]Ac standar.

Sedangkan spektrum [EMIM]Ac pelarut aseton dan diklorometana, memiliki bentuk gelombang yang berbeda dengan [EMIM]Ac standar.

Panjang gelombang di atas 3000 cm-1 menyatakan jenis ikatan vibrasi C-H dari cincin imidazolium. Panjang gelombang diantara 2800-2900 cm-1 menyatakan ikatan vibrasi alipatik simetrik (C-H) stretch. Jenis stretch simetrik dan asimetrik dari CH2 dan CH3 yang berulang. Panjang gelombang pada 1700 cm-1 menyatakan ikatan kelompok karbonil ester (C=O). Panjang gelombang antara 1400 dan 1500 cm-1 menyatakan ikatan vibrasi C-C stretch. Panjang gelombang disekitar 1300 cm-1 menyatakan ikatan vibrasi C=C stretch. Panjang gelombang disekitar 1200 cm-1 menyatakan ikatan vibrasi C-N stretch. Panjang gelombang disekitar 1000-1100 cm-1 menyatakan ikatan vibrasi C-O stretch. Panjang gelombang disekitar 900 cm-1 menyatakan ikatan vibrasi C-H bend aromatik (Yesudass, et al., 2016).

Bacaan FTIR untuk sampel [EMIM]Ac standar, [EMIM]Ac dengan pelarut aseton, asetonitril, dan diklorometana ditabulasikan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gugus Fungsi [EMIM]Ac Menggunakan FTIR (CPB, 2015)

No

4.3 PENENTUAN YIELD [EMIM]Ac BERDASARKAN JENIS PELARUT

Gambar 4.4 Penentuan Yield Berdasarkan Jenis Pelarut

Gambar 4.4 menampilkan yield [EMIM]Ac yang diperoleh dari hasil percobaan berdasarkan pengaruh jumlah dan jenis pelarut. Yield pelarut aseton, asetonitril dan diklorometana ditunjukkan pada gambar 4.4 (a), dimana yield yang diperoleh berada di bawah yield teoritis. Yield pelarut propanetriol ditunjukkan pada gambar 4.4 (b), dimana yield yang diperoleh melewati yield teoritis. Yield teoritis yang didapatkan adalah 2,0732 g[EMIM]Ac/g[MIM]. Yield [EMIM]Ac pada pelarut

0

kemudian menurun. Yield [EMIM]Ac pada pelarut asetonitril mengalami penurunan kemudian meningkat pada volume pelarut 25 ml. Yield [EMIM]Ac pada pelarut propanetriol meningkat seiring bertambahnya volume pelarut yang digunakan.

Pemilihan pelarut yang akan digunakan pada reaksi dipengaruhi oleh kecocokan pelarut dengan reaksi (Levenspiel, 1999). Pelarut asetonitril merupakan pelarut ideal untuk memproduksi [EMIM]Ac, karena mempunyai nilai k (konstanta laju kinetik) yang tinggi dalam parameter Kamlet-Taft sehingga bisa mempercepat reaksi kuartenisasi. Pelarut aseton adalah pelarut yang berpotensial untuk skala laboratorium maupun skala industri. Energi panas yang dibutuhkan pelarut aseton untuk distilasi atau diuapkan lebih kecil daripada pelarut asetonitril (Schleicher dan Aaron, 2009).

Yield yang diperoleh pada penggunaan pelarut diklorometana sangat kecil karena disebabkan oleh pelarut diklorometana bereaksi dengan bromo etana seperi reaksi dibawah ini (Chang, 2005).

CH3CH2Br + CH2Cl2 CH3CH2Cl + CH2Br2 (Chang, 2005) Sintesis cairan ionik [EMIM]Ac menggunakan metode one pot mengalami reaksi eksotermis yakni reaksi yang menghasilkan panas ke lingkungan sehingga diperlukan proses pendinginan dengan pemilihan solven yang tepat. Solven berfungsi untuk menghilangkan dan mengontrol panas yang dikeluarkan selama sintesis cairan ionik (Schleicher dan Aaron, 2009).

Cairan ionik [EMIM]Ac yang menggunakan pelarut propanetriol memiliki yield yang lebih tinggi daripada yield teoritis. Hal ini dikarenakan proses penguapan pelarut menggunakan Rotary Vacuum Evaporator tidak dapat menghilangkan pelarut secara 100% karena propanetriol mempunyai titik didih sebesar 290 oC. Dari berbagai variasi pelarut, pelarut asetoniril merupakan pelarut terbaik untuk menghasilkan cairan ionik.

4.4 PENENTUAN KONSENTRASI [EMIM]Ac BERDASARKAN JENIS PELARUT

Gambar 4.5 Penentuan Konsentrasi Berdasarkan Jenis Pelarut

Gambar 4.5 menampilkan konsentrasi [EMIM]Ac yang diperoleh dari hasil percobaan berdasarkan pengaruh jumlah dan jenis pelarut. Konsentrasi [EMIM]Ac dalam pelarut aseton, asetonitril dan diklorometana ditunjukkan pada gambar 4.5 (a) dan konsentrasi [EMIM]Ac dalam pelarut propanetriol ditunjukkan pada gambar 4.5

-0,05

bertambahnya volume pelarut yang digunakan. Konsentrasi [EMIM]Ac pada pelarut diklorometana mengalami kenaikan sampai volume pelarut 15 ml, kemudian menurun. Konsentrasi [EMIM]Ac pada pelarut asetonitril mengalami penurunan kemudian meningkat pada volume pelarut 25 ml. Konsentrasi [EMIM]Ac pada pelarut propanetriol meningkat seiring bertambahnya volume pelarut yang digunakan.

Berdasarkan definisi konsentrasi:

CA= NVA (Levenspiel, 1999) Maka semakin banyak pelarut yang digunakan, semakin rendah konsentrasi [EMIM]Ac yang diperoleh. Sementara pada gambar 4.5(b), konsentrasi [EMIM]Ac semakin meningkat ketika volume pelarut makjn banyak. Hal ini disebakan oleh pelarut yang tidak berhasil diuapkan karena titik didih propanetriol yang tinggi.

BAB V

Dokumen terkait