• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Inokulum dan Pengamatan Kejadian Penyakit di Lapang Tanaman anggrek yang diduga terinfeksi ORSV diambil dari salah satu sentra pertanaman anggrek yaitu di Gunung Sindur, Jawa Barat, dengan luas lahan minimal sekitar 300-500 m2. Dari tempat tersebut dipilih tiga lokasi pertanaman anggrek secara acak. Dari setiap lokasi diambil 15 tanaman anggrek secara acak sebagai sampel dengan memilih tanaman yang menunjukkan berbagai macam gejala diantaranya mosaik, bercak klorotik, bercak nekrotik dan daun bergelombang atau keriting. Kemudian ke 15 sampel tersebut dilakukan uji serologi dengan metode ELISA untuk mendeteksi keberadaan ORSV. Berdasarkan pada hasil pengamatan pada tanaman anggrek di ketiga lokasi tersebut diperoleh data mengenai jumlah tanaman anggrek yang menunjukkan gejala penyakit akibat virus patogen. Dari 15 tanaman anggrek yang diuji secara serologi dengan metode ELISA untuk deteksi ORSV, ternyata tidak semua sampel tersebut terinfeksi oleh ORSV. Pada lokasi 1, hanya ada satu sampel positif terinfeksi ORSV dengan nilai kejadian penyakit sebesar 6,67%, sedangkan pada lokasi 2 dan 3 memiliki nilai kejadian penyakit yang sama yaitu 26,67%. Data tersebut menunjukkan bahwa ORSV sudah berada di Indonesia walaupun persentase kejadian penyakit yang diperoleh tidak begitu besar. Hal ini dapat dijadikan sebagai indikasi keberadaan ORSV. Sehingga diperlukan tindakan pencegahan agar penyebaran ORSV dapat dikendalikan.

Tabel 4 Data kejadian penyakit virus ORSV di tiga lokasi pengamatan di Gunung Sindur Lokasi Jumlah terinfeksi Total tanaman Kejadian Penyakit (%)

Gejala yang tampak 1 1 15 6.67 Bercak nekrotik, mosaik

2 4 15 26.67 Mosaik

Gejala Infeksi ORSV pada Tanaman Anggrek

Gejala penyakit yang tampak pada tanaman merupakan akibat adanya gangguan fisiologi tanaman. Infeksi virus yang terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat pada tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel serta organel seperti mitokondria dan kloroplas. Gangguan fisiologi tanaman mengakibatkan tanaman menunjukkan gejala di seluruh bagian tanaman. Infeksi virus pada tanaman inang tidak hanya menimbulkan satu tipe gejala penyakit saja, tetapi dapat menimbulkan lebih dari satu tipe gejala.

Gejala penyakit virus di lapangan merupakan data pertama yang diperlukan untuk identifikasi virus. Tipe gejala infeksi virus pada tanaman inang yang khas (tanaman inang diferensial) dapat menjadi petunjuk awal untuk identifikasi virus. Virus yang menular secara mekanis di lapangan hanya terjadi untuk virus yang stabil dan mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam tanaman inang, seperti TMV (Mat Akin 2006).

Jensen (1951) mengemukakan bahwa strain TMV yang pertama kali diisolasi dari anggrek Odontoglossum yang menyebabkan gejala bercak bercincin pada daun yaitu ORSV. Virus ini juga menyebabkan gejala belang (mottle) berbentuk berlian, mosaik dan warna bunga pecah pada Cymbidium sp. serta gejala warna bunga pecah pada Cattleya sp.

ORSV dapat menyerang berbagai macam anggrek diantaranya Aranda spp., Dendrobium spp., Odontoglossum spp., Phalaenopsis spp. dan Grammatophyllum sp. ( Rusmilah Suseno 1976). Biasanya pada daun timbul lingkaran, garis-garis, bercak hijau kekuningan atau coklat. Pada umumnya virus ini tidak menimbulkan gejala pada bunga anggrek. ORSV dapat menimbulkan gejala lesio lokal pada C. amaranticolor, G. globosa, dan N. glutinosa. Pada beberapa jenis anggrek seperti Cattleya sp., gejala infeksi virus ini bervariasi, yaitu berupa garis-garis klorotik, bercak klorotik sampai nekrotik atau bercak berbentuk cincin.

Pada Oncidium sp. bercak nekrotik berwarna hitam tampak nyata pada permukaan bawah daun. Di lapang persentase tanaman anggrek Oncidium sp. terinfeksi virus ini dapat mencapai 100%. Gejala pada bunga, misalnya anggrek

Cattleya sp. berupa mosaik pada sepal dan petal. Bagian tepi dari bunga ini biasanya bergelombang.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada tanaman anggrek Dendrobium sp. yang terinfeksi oleh ORSV menunjukkan adanya gejala berupa mosaik pada permukaan daun, selain itu juga terdapat bercak klorotik yang berwarna hitam yang selanjutnya akan berubah menjadi bercak nekrotik yang menyebar di seluruh permukaan daun (Gambar 1).

Gambar 1 gejala pada tanaman anggrek Dendrobium sp. yang positif terinfeksi ORSV (berdasar uji ELISA), A : gejala pada permukaan atas daun, B : gejala pada permukaan bawah daun

A

Isolasi Virus

Isolasi virus ORSV berhasil diisolasi dari sampel tanaman anggrek Dendrobium sp. yang terinfeksi positif berdasarkan hasil uji serologi dengan DAS-ELISA dengan menggunakan tanaman N. benthamiana dengan cara inokulasi mekanis. ORSV menyebabkan gejala mosaik dan adanya bercak melingkar (ringspot) pada tanaman N. benthamiana, gejala muncul enam hari setelah inokulasi. Gejala awal yang muncul adalah bentuk daun yang agak bergelombang atau abnormal, lalu muncul bercak lesio lokal di permukaan daun. Kemudian bercak menyebar membentuk bercak melingkar (ringspot) yang merata di seluruh permukaan daun. (Gambar 2).

Gambar 2 Gejala infeksi ORSV pada N. benthamiana, A : gejala ringspot pada daun

N. benthamiana, B :perbesaran gambar ringspot pada daun

Deteksi Serologi ORSV

Hasil deteksi serologi dengan metode DAS-ELISA terhadap sampel sap tanaman sakit menunjukkan bahwa semua tanaman indikator yang diuji pada pengujian kisaran inang menunjukkan hasil positif, kecuali cabai IPB 13. Hal ini dibuktikan dengan NAE tanaman uji bernilai 1,5 kali NAE kontrol negatif. Sedangkan NAE cabai IPB 13 kurang dari 1,5 kali NAE kontrol negatif (Tabel 2).

Tabel 5 Hasil deteksi serologi ORSV dengan metode DAS-ELISA

Sampel NAE* Keterangan

Buffer 0.195   Kontrol negatif 0.186   Kontrol positif 1.182   N. tabacum 0.298 +  N. benthamiana 0.283 +  D. stramonium 0.290 +  Physalis sp 0.281 +  C. quinoa 0.301 +  C. amaranticolor 0.316 +  G. globosa 0.296 +  cabai IPB 13 0.244 ‐ 

*= nilai absorban ELISA, uji positif jika NAE tanaman uji 1,5 kali NAE kontrol negatif (tanaman sehat)

Deteksi Molekuler ORSV

Pita DNA yang berukuran 500 bp tampak pada hasil separasi DNA pada 1,2 % agarose gel TAE setelah proses amplifikasi dengan PCR menggunakan pasangan primer CP U dan CP D (Gambar 3). Pita DNA ORSV pada gel agarose tampak jelas, hal ini menunjukkan konsentrasi virus dalam tanaman cukup tinggi. Hasil PCR ini memperkuat bukti bahwa metode tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi ORSV yang menyebabkan tanaman anggrek bergejala mosaik, klorosis, nekrosis atau bercak bercincin (ringspot).

Gambar 3 Hasil amplifikasi genom ORSV pada bagian gen protein mantel dengan RT-PCR. (1) DNA ORSV hasil deteksi, (2) Marker 1000 bp

Morfologi Partikel Virus

Pengamatan partikel virus dengan mikroskop elektron berhasil dilakukan. Partikel ORSV berbentuk batang kaku memanjang, tidak diselubungi enveloped. Ukuran partikel virus ini 300nm x 18 nm, sama seperti Tobacco mosaic virus (gambar partikel virus tidak ditampilkan).

Kajian Kisaran Inang Virus ORSV

Untuk mengetahui kisaran inang dari ORSV, dilakukan uji kisaran inang dengan cara penularan secara mekanis pada beberapa tanaman indikator seperti G. globosa, N. tabacum, N. benthamiana, D. stramonium, Physalis sp, C.amaranticolor, C. quinoa, dancabai IPB 13.

Hasil uji kisaran inang menunjukkan adanya variasi gejala, masa inkubasi dan kejadian penyakit. Munculnya gejala pada tanaman yang diinokulasi menunjukkan bahwa tanaman rentan terhadap serangan ORSV, sedangkan tanaman uji yang tidak menunjukkan gejala mungkin tanaman tersebut tahan

terhadap serangan ORSV atau terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala. Boss (1970) mengemukakan bahwa perbanyakan virus pada tanaman yang rentan

tidak selalu menghasilkan gejala yang dapat dilihat atau disebut juga “gejala laten

± 500 bp

1000 bp

500 bp

atau tersembunyi”. Gejala laten ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan atau tanaman itu sendiri. Keadaan lingkungan tempat tumbuh, pada saat maupun inokulasi juga mempengaruhi perkembangan virus atau respon tanaman terhadap infeksi. Kassanis (dalam Bawden 1964) mengemukakan bahwa dengan menyimpan tanaman indikator pada suhu 37°C selama beberapa waktu sebelum inokulasi juga dapat meningkatkan jumlah lesio lokal yang terbentuk. Perlakuan suhu 37°C setelah inokulasi akan menurunkan jumlah lesio lokal yang terbentuk oleh beberapa virus tertentu. Faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan tidak timbulnya gejala infeksi virus pada tanaman uji ialah tanaman uji tersebut mungkin bukan merupakan inang virus ORSV. Kemungkinan lain adalah jumlah virus yang dalam inokulum yang kurang mencukupi, jenis tanaman yang mengandung zat penghambat sehingga menghilangkan kestabilan virus dalam sap tanaman sakit.

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa masa inkubasi yang diuji pada masing-masing tanaman inangnya berkisar 3-6 hari. Empat spesies tanaman dari famili Solanaceae yaitu N.tabacum, N.benthamiana, D.stramonium, dan Physalis sp. menampakkan gejala setelah diinokulasi dengan ORSV melalui penularan secara mekanis yang semuanya baru menunjukkan gejala enam hari setelah inokulasi.

N. tabacum menunjukkan gejala berupa bercak klorotik yang kemudian meluas dan berubah menjadi bercak nekrotik dan akhirnya membentuk seperti lingkaran (ringspot). Physalis sp menunjukkan gejala berupa bercak klorotik yang berwarna hijau kekuningan di pinggiran atau tepian permukaan daun, dan warna daun pun agak memucat menjadi agak kekuningan. Pada D. stramonium, gejala ditandai dengan adanya bercak klorotik yang lama-kelamaan bercak tersebut akan meluas dan mengering membentuk bercak nekrotik. Pada N.benthamiana, gejala berupa pemucatan warna daun atau adanya mosaik dan terdapat bercak nekrotik yang meluas.

C. quinoa merupakan tanaman yang paling cepat menunjukkan gejala lesio lokal nekrotik berwarna coklat pada permukaan daun yang diinokulasi dengan masa inkubasi tiga hari dengan persentase kejadian penyakit juga cukup tinggi mencapai 80%. Hal ini menunjukkan bahwa C. quinoa merupakan tanaman yang

paling rentan terhadap infeksi ORSV yang diuji diantara tanaman lain yang menunjukkan gejala. Sedangkan C. amaranticolor baru menunjukkan gejala lima

hari setelah inokulasi dengan persentase kejadian penyakit sebesar 100%. G. globosa baru menunjukkan gejala enam hari setelah inokulasi. Gejala ditandai

dengan adanya bercak klorotik di seluruh permukaan daun yang kemudian akan menjadi bercak nekrotik. Sedangkan pada cabai IPB 13, tidak ditemui adanya gejala akibat inokulasi virus.

Tabel 6 Hasil uji kisaran inang ORSV melalui penularan secara mekanis.

*= TR/TK x 100%

TR= jumlah tanaman terinfeksi, TK= jumlah tanaman yang diinokulasi, Kl= klorotik, Nk = nekrotik, Mo = mosaik, Tg = tidak bergejala

Jenis Tanaman

Masa Inkubasi Kejadian Penyakit

Gejala (hari) (TR/TK) (%)* N. tabacum 6 2/5 40 Kl, Nk N. benthamiana 6 5/5 100 Mo, Nk D. stramonium 6 5/5 100 Kl, Nk Physalis sp 6 4/5 80 Kl C. quinoa 3 4/5 80 Nk C. amaranticolor 6 5/5 100 Kl G. globosa 6 5/5 100 Kl, Nk cabai IPB 13 0 0/5 0 Tg

Dokumen terkait