• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi dan Isolasi Virus Newcastle Disease.

Untuk mendeteksi virus ND di Aceh, dikoleksi sampel kloaka dan orofaring dari 177 ayam kampung yang diambil dari ayam pekarangan dan ayam yang diperjualbelikan di dua pasar unggas yaitu Pasar Lambaro di Kabupaten Aceh Besar dan Pasar Peunayong di Kota Banda Aceh. Sampel ayam pekarangan yang dikumpulkan dari beberapa kecamatan dalam kabupaten Aceh Besar berasal 96 ekor ayam dan sampel di Kota Banda Aceh dikumpulkan dari 51 ekor ayam. Sampel dari Pasar Lambaro dan Pasar Peunayong masing-masing dikoleksi dari 15 ekor ayam. Pengujian dengan rRT-PCR matriks menunjukkan 31 pool kloaka positif dan 30 pool orofaring positif yang merupakan representasi dari 31 pool individu (88.57%) yang menyebar di semua lokasi pengambilan sampel (Gambar 7).

Sebanyak 309 sampel individu yang terdiri dari 157 usap kloaka dan 152 usap orofaring yang berasal dari pool positif ditanam pada TAB SPF. Pertumbuhan virus ND pada TAB menyebabkan kematian dan gangguan pertumbuhan embrio ayam (Kencana et al. 2012). Waktu kematian embrio dapat

Gambar 7 Lokasi pengambilan sampel dan sampel pool positif gen matriks. Deteksi 31 pool individu (88.57%) dari total 35 pool individu dengan rRT-PCR. . 0 1 2 3 4 5 6 Kloaka/Orofaring Kloaka

23 menjadi acuan dalam menentukan virulensi virus pada uji Mean death time (MDT); virus yang mampu mematikan embrio dalam waktu < 60 jam setelah inokulasi digolongkan ke dalam galur velogenik, jika kematian embrio terjadi antara 60-90 jam maka virus tersebut termasuk ke dalam galur mesogenik dan virus yang mematikan embrio dalam waktu > 90 jam termasuk dalam galur lentogenik (Cattoli et al. 2011).

Embrio ayam yang terinfeksi virus ND menunjukkan perbedaan yang cukup jelas apabila dibandingkan dengan embrio ayam normal (Gambar 9). Embrio yang diinfeksi virus ND berwarna merah karena adanya hemoragi, jaringan subkutan berisi darah dan pembuluh darah terlihat menonjol. Lesi makroskopis memperlihatkan hemoragi, ulserasi dan kerontokan bulu. Secara makroskopis, embrio ayam yang mati 45 jam dan 70 jam memperlihatkan perubahan yang lebih parah dibandingkan dengan embrio yang mati pada 125 jam. Embrio yang tidak diinfeksi virus ND tidak memperlihatkan perubahan patologi anatomi dan memiliki ukuran normal dari segi pertumbuhannya.

Keberadaan virus dalam cairan alantois dilihat pada uji HA dan dikonfirmasi dengan rRT-PCR matriks. Dari hasil isolasi diperoleh 69 isolat VND yang berasal dari 51 ekor ayam (Tabel 3). Sebanyak 23 ekor ayam (45.09%) mengeluarkan virus melalui orofaring, 10 ekor (19.61%) mengeluarkan virus melalui kloaka dan 36 isolat dikeluarkan oleh 18 ekor ayam (25.39%) melalui kloaka dan orofaring.

Gambar 8 Amplifikasi rRT-PCR sampel positif gen matriks.

Garis eksponensial yang melewati threshold (garis hijau horizontal) menunjukkan hasil positif.

24

Pengeluaran virus oleh unggas sakit akan menentukan jalur paparan pada ayam sehat. Virus yang diekskresikan oleh unggas terinfeksi dapat mencemari lingkungan, pakan, air, peralatan kandang dalam bentuk droplet, debu atau partikel lain. Ekskresi melalui pernafasan akan mempercepat sirkulasi karena virus dapat ditransmisikan lewat udara. Alexander dan Senne (2008a) menyatakan transmisi VND yang paling besar terjadi melalui aerosol atau droplet yang dikeluarkan oleh unggas yang sensitif. Hal ini menjadi dasar dipergunakannya vaksinasi dengan cara penyemprotan.

Selama infeksi, virus bereplikasi di tempat portal of entry (saluran respirasi/pencernaan), namun galur velogenik dan mesogenik dapat dilepaskan ke pembuluh darah dan bereplikasi pada organ-organ visceral (Tabbu 2003; Alexander dan Senne 2008a). Infeksi galur velogenik menyebabkan lesi pada otak, hemoragi dan nekrosis saluran intestinal, respirasi dan seka tonsil. Hemoragi juga dapat ditemukan pada tembolok, jantung, kulit, dan kelopak mata dan kerusakan organ limpoid dan hiperplasia pada hati. Organ terinfeksi dapat digunakan untuk mengisolasi virus tetapi intestinal dan orofaring merupakan organ yang paling banyak mengandung virus (Cattoli et al. 2011; Hines dan Miller 2012).

Gambar 9 Kematian embrio akibat infeksi VND.

Kematian embrio ditandai dengan kekerdilan dan hemoragi pada embrio yang mati dalam waktu 45 jam (A), 70 jam (B), 125 jam (C), dibandingkan dengan embrio normal umur 16 hari (D).

BA 7.5 C

BJ 3.2 O BA 6.1 C

25 Tabel 3 Hasil isolasi dan identifikasi virus ND di wilayah Aceh.

Sampel TAB (jam) HI Komarov HI BI Elusi PCR F Waktu Galur AC 3.2 C 45 6.3 ± 0.6 5 ± 0 420 ± 0 Velo Undet AC 3.5 C 47 8 ± 0 5 ± 0 101 ± 46 Velo Undet AC 3.5 O Chl 8 ± 0 5 ± 0 49 ± 13 Velo 35.53 AC 4.2 O 60 8 ± 0 5 ± 0 116 ± 10 Velo Undet AC 4.4 O 71 8 ± 0 6.3 ± 0.6 57 ± 2 Meso 31.44 AC 4.5 O Chl 6.3 ± 0.6 4 ± 0 28 ± 4 Lento Undet AC 5. 4 O 46 6.7 ± 0.6 4.7 ± 0.6 186 ± 6 Velo 34.15 AC 5.1.O 46 6 ± 0 5 ± 0 28 ± 3 Lento 36.97 AC 5.2 O 46 6 ± 0 4 ± 0 43 ± 10 Meso 39.02 AC 5.3.O 59 6 ± 0 4 ± 0 273 ± 4 Velo 34.15 AC 5.5 O 45 5.3 ± 0.6 4 ± 0 254 ± 6 Velo 36.18 BJ 2.1 C 44 6 ± 0 4 ± 0 237 ± 21 Velo 34.38 BJ 2.1 O 51 7 ± 0 6.3 ± 0.6 101 ± 32 Velo 38.39 BJ 2.2 C 59 6 ± 0 5 ± 0 196 ± 8 Velo 29.91 BJ 2.2 O 51 7 ± 0 7 ± 0 64 ± 5 Meso Undet BJ 3.1 O 45 7 ± 0 4 ± 0 50 ± 8 Meso 34.25 BJ 3.2 O 45 5.7 ± 0.6 4 ± 0 30 ± 3 Lento 29.35 BJ 3.3 O 46 6.3 ± 0.6 4 ± 0 83 ± 3 Velo 33.01 BJ 3.4 O 45 5.3 ± 0.6 4 ± 0 225 ± 7 Velo 31.28 BJ 3.5 O 45 5 ± 0 4 ± 0 233 ± 17 Velo 30.85 BL 1.1 O 81 6 ± 0 4 ± 0 48 ± 10 Meso Undet BL 1.2 C 47 6.7 ± 0.6 5 ± 0 67 ± 8 Meso Undet BL 1.2 O 47 7.3 ± 0.6 6 ± 0 112 ± 12 Velo 35.06 BL 1. 4 C 24 7.7 ± 0.6 5 ± 0 60 ± 6 Meso 34.08 BL 1.4 O 45 5.7 ± 0.6 4 ± 0 193 ± 12 Velo Undet BL 2.1 C 46 7.7 ± 0.6 4.7 ± 0.6 210 ± 154 Velo Undet BL 2.1 O 29 6 ± 0 4 ± 0 119 ± 1 Velo 39.71 BL 3.1 C 46 7 ± 0 5 ± 0 198 ± 31 Velo Undet BL 3.1 O 50 6 ± 0 5 ± 0 1440 ± 0 Velo 29.84 BL 3.3 C 33 6.7 ± 0.6 4 ± 0 286 ± 6 Velo Undet BL 3.4 C 33 6.3 ± 0.6 4 ± 0 184 ± 6 Velo 29.39 DK 1.2 O 80 6.3 ± 0.6 4 ± 0 174 ± 30 Velo 34.48 DK 3.5 O 47 8 ± 0 4 ± 0 324 ± 23 Velo Undet IDP 1.2 C 27 6 ± 0 5 ± 0 129 ± 76 Velo 27.01 IDP 1.2 O 45 6.7 ± 0.6 4 ± 0 393 ± 468 Velo 34.86 IDP 1.5 C 23 6.3 ± 0.6 4 ± 0 200 ± 14 Velo 30.04 IDP 1.5 O 71 6.7 ± 0.6 4 ± 0 188 ± 4 Velo 29.14 IJ 1.1 O 77 7 ± 0 7 ± 0 29 ± 2 Lento 34.06 IJ 1.5 C 24 7 ± 0 4 ± 0 234 ± 9 Velo 31.15 IJ 1.5 O 68 6 ± 0 5 ± 0 99 ± 12 Velo 39.53

26 IJ 2.5 O 80 7 ± 0 5.7 ± 0.6 66 ± 12 Meso Undet KB 1. 1 O 47 7.3 ± 0.6 4 ± 0 92 ± 2 Velo 31.81 KB 1. 2 O 51 7.3 ± 0.6 4 ± 0 138 ± 66 Velo 32.15 KB 1.2 C 46 5.7 ± 0.6 4 ± 0 208 ± 7 Velo 23.75 KB 1.4 O 70 6.7 ± 0.6 4 ± 0 191 ± 1 Velo 34.57 KB 1.5 O 51 6.7 ± 0.6 4 ± 0 213 ± 80 Velo 29.1 KTP 2.1 C 47 6.7 ± 0.6 4.7 ± 0.6 1440 ± 5 Velo 35.53 KTP 2.1 O 46 5.7 ± 0.6 4.7 ± 0.6 159 ± 32 Velo 32.97 KTP 2.5 C 46 7.7 ± 0.6 7 ± 0 99 ± 41 Velo Undet KTP 2.5 O 30 5.7 ± 0.6 4 ± 0 164 ± 29 Velo 34.91 MR 1.1 C 21 6 ± 0 4 ± 0 244 ± 16 Velo 37.86 MR 1.1 O 71 6 ± 0 4 ± 0 133 ± 2 Velo 34.07 BA 6.1.C 70 7.7 ± 0.6 6 ± 0 125 ± 26 Velo 36.72 BA 7.5 C Chl 8.7 ± 0.6 6 ± 0 137 ± 3 Velo 34.35 SGL 1.2 O 42 5 ± 0 4 ± 0 43 ± 9 Meso 27.6 SGL 1.4 O 42 6 ± 0 4 ± 0 51 ± 9 Meso 32.49 UK 2.1 C Chl 7 ± 0 6.3 ± 0.6 48 ± 4 Meso 37.9 UK 2.1 O 84 8.7 ± 0.6 6 ± 0 72 ± 3 Velo Undet UK 2.6 C 71 9.3 ± 0.6 4 ± 0 85 ± 7 Velo Undet UK 4.3 C 28 7.7 ± 0.6 4 ± 0 287 ± 12 Velo Undet UK 4.3 O 29 9 ± 0 7 ± 0 67 ± 12 Meso 34.96 UK 4.4 C 97 6.7 ± 0.6 7 ± 0 31 ± 1 Lento Undet UK 5.1 C 23 7.7 ± 0.6 4 ± 0 209 ± 5 Velo 36.22 UK 5.1 O 45 6 ± 0 4 ± 0 95 ± 6 Velo 30.38 UK 5.2 C 27 5.7 ± 0.6 4 ± 0 193 ± 3 Velo 32.8 UK 5.2 O 44 6 ± 0 4.7 ± 0.6 194 ± 6 Velo 36.89 KA 1.3 C 22 7 ± 0 4 ± 0 190 ± 0 Velo 29.75 KA 1.4 C 31 7 ± 0 4.7 ± 0.6 360 ± 0 Velo 32.79 KA 1.4 O 43 5.3 ± 0.6 4 ± 0 265 ± 50 Velo 29.72

Keragaman Antigenik Virus Newcastle Disease

Keragaman virus ND dapat dideteksi dengan pendekatan serologi untuk melihat hambatan aglutinasi oleh serum poliklonal spesifik ND. Serum poliklonal spesifik VND akan mampu menghambat aglutinasi dengan mengikat bagian determinan antigen (hemaglutinin) yang sesuai dengan antigen binding site (paratop) pada antibodi (Spalatin et al. 1970; Alexander dan Senne 2008a). Serum yang homolog akan lebih optimal dalam menghambat reaksi aglutinasi oleh VND karena daya afinitasnya akan semakin besar. Pada uji Haemaglutination inhibition yang menggunakan serum Hitchner B1 dan Komarov, menunjukkan adanya perbedaan afinitas serum terhadap virus (Gambar 10).

27

Uji HI dengan serum B1 memberikan variasi titer antibodi mencapai 3 log (4 Log2 sampai 7 Log2) sedangkan pada serum Komarov menunjukkan perbedaan yang lebih tinggi, yaitu 4 log (5 Log2 sampai 9 Log2). Tiga puluh delapan isolat yang memiliki reaksi homolog pada pengujian dengan serum B1, ternyata memberikan reaksi yang beragam pada saat di uji dengan serum Komarov. Dari hasil uji HI diketahui 95.65% isolat memiliki reaksi yang lebih tinggi terhadap serum Komarov yang mengindikasikan kecendrungan isolat

Gambar 10 Uji HI isolat terisolasi menggunakan serum Komarov dan B1. Titer antibodi terhadap berbagai isolat VND bervariasi dan mencapai 5 Log (A) dan 4 Log (B). Variasi afinitas serum referensi terhadap virus yang di uji (C).

A B

C

28

kepada galur virulen. Oleh karena virus ND hanya memiliki 1 serotipe, kekebalan humoral akan mampu mengenali semua determinan antigen dari VND. Akan tetapi jika virus yang menginfeksi memiliki determinan antigen yang berbeda dengan galur yang menggertak antibodi, walaupun antibodi diproduksi dalam jumlah besar tetapi tidak mampu menahan replikasi dari VND yang disebabkan kurangnya afinitas serum terhadap virus, sehingga ayam tetap akan terinfeksi dan mengeluarkan virus ke lingkungan (Miller et al. 2013).

Perbedaan afinitas virus telah diuji oleh Avery dan Niven (1979) dengan melihat efek silang antibodi Herts H/N dan Texas H/N terhadap pembentukan plak oleh virus dari galur Herts dan Texas. Efek netralisasi oleh antibodi homolog lebih cepat terjadi dibandingkan dengan galur yang heterolog. Antibodi Herts dapat menetralkan protein H/N galur Texas tetapi lebih lambat dibandingkan dengan galur Herts yang mencapai 0 % PFU (plaque performing unit) dalam waktu 30 menit. Sedangkan antibodi Texas dapat menetralkan H/N galur Texas lebih cepat dibandingkan dengan galur Herts. Antisera spesifik ND dapat digunakan untuk mendeteksi variasi diantara galur virus berdasarkan reaktivitas terhadap antibodi. Ibu et al. (2008) mendeteksi keragaman antigenik 13 isolat lapang dengan reaksi silang antibodi dan mendapatkan 89.74% isolat memiliki reaksi heterolog, reaksi isolat lapang dengan antisera La Sota menunjukkan reaksi heterolog 76.92%.

Variasi antigenisitas VND seperti perubahan pada asam amino pada epitop virus, dapat dideteksi menggunakan antibodi monoklonal (ABM) dan digunakan untuk mengelompokkan VND ke dalam subtipe antigenik. Yongolo et al. (2006) menggunakan ABM universal spesifik APMV-1 untuk memisahkan 33 isolat dari 5 grup antigenik (Grup A dan B: velogenik, EL: mirip La Sota, EB: mirip B1, grup G: lentogenik) menjadi 14 sub-cluster antigenik. Dalam penelitian tersebut ditemukan 5 sub-cluster yang berasal dari daerah yang berbeda tetapi memiliki kemiripan antigenik 100%, mengindikasikan adanya penyebaran virus dari sumber yang sama, sementara 9 sub-cluster lain dari daerah sama dan memiliki kemiripan 100% menunjukkan bahwa ND persisten di wilayah tersebut. Selanjutnya Kim et al. (2007) menggunakan 9 ABM untuk mengkaji 58 isolat VND dan mengelompokkannya ke dalam 7 grup yang dikaitkan dengan kelas virus.

Menurut Miller et al. (2013) titer antibodi yang tinggi dapat terjadi jika serum dengan virus bersifat homolog. Serum homolog memiliki afinitas yang lebih tinggi pada epitop permukaan virus sehingga lebih optimal dalam menghambat aglutinasi oleh hemaglutinin. Vaksinasi ayam dengan galur yang berbeda dengan virus yang beredar tidak akan melindungi ayam dari infeksi VND karena serum yang diproduksi tidak mampu menahan kecepatan replikasi dari virus, akibatnya ayam yang telah divaksin akan tetap menunjukkan gejala sakit (Sa'idu dan Abdu 2008).

Deteksi Virulensi dan Keragaman Virus Dengan rRT-PCR Fusion

Uji 69 isolat dengan target gen matriks menunjukkan hasil positif 100% tetapi hanya diperoleh 51 isolat (73.91%) yang positif pada gen F yaitu 39 (73.58%) dari Kabupaten Aceh Besar dan 12 (75%) dideteksi dari Kota Banda Aceh. Variasi genetik dari gen F menyebabkan rRT-PCR tidak dapat

29 membedakan patotipe virus. Variasi nukleotida yang tinggi pada gen F bertanggung jawab pada ketidakcocokan antara oligonukleotida (primer dan probe) dengan nukleotida pada RNA VND (Cattoli et al. 2011).

Metode molekuler seperti rRT-PCR merupakan metode cepat untuk mengidentifikasi dan mengetahui patotipe dari virus berdasarkan karakteristik genetik (Alexander dan Senne 2008b). Keragaman genetik dapat mempengaruhi pengujian secara molekuler jika desain primer tidak sejalan dengan perubahan sekuen nukleotida virus di lapang. Perubahan kecil pada genom akibat kesalahan saat replikasi dapat menyebabkan perubahan virulensi. Substitusi asam amino dasar pada gen fusion (misalnya; arginin atau lysin) dapat meningkatkan kemampuan virus untuk bereplikasi secara sistemik dan menyebabkan penyakit yang parah. Perubahan molekuler harus dipantau untuk menganalisa perubahan pada protein F yang diidentifikasi sebagai peningkatan virulensi. Sekuensing dan rRT-PCR merupakan metode diagnostik yang penting untuk memantau perubahan/mutasi virus (Hines dan Miller 2012).

Deteksi Virulensi Dengan Uji Elusi

Berdasarkan waktu elusi, 50 (72.46%) isolat dikelompokkan ke dalam galur velogenik, 14 (20.29%) isolat mesogenik dan 5 (7.25%) isolat lentogenik. Dari Kabupaten Aceh Besar diperoleh 40 (75%) velogenik, 9 (16.98%) mesogenik dan 4 (7.54%) isolat lentogenik. Sedangkan dari Kota Banda Aceh diperoleh 11 (68.75%) velogenik, 4 (25%) mesogenik dan 1 (6.25%) lentogenik. Stabilitas hemaglutinat antar virus ND bervariasi sesuai patotipenya. Isolat lentogenik menunjukkan waktu elusi 20-42 menit, mesogenik 43-81 dan velogenik 81 menit sampai lebih dari 24 jam, hal ini sesuai dengan penelitian Ezeibe dan Ndip (2005)

dan Spalatin et al. (1970). Uji elusi berguna dalam melakukan karakterisasi virus ND isolat lapang.

Aktivitas enzim neuraminidase berhubungan dengan aktivitas hemaglutinin dalam menentukan patogenisitas virus. Neuraminidase akan menghilangkan residu sialic acid pada progeni virus untuk mencegah reattachment pada sel inang dan self-agregation diantara progeni virus. Aktivitas neuraminidase yang cepat setelah virus keluar dari sel akan mempercepat perlekatan virus pada reseptor cialic acid sel baru melalui aktivitas hemaglutinin. Secara in vitro, aktivitas hemaglutinasi berlangsung maksimal selama satu jam sampai seluruh eritrosit dilepaskan dan mengendap pada dasar sumuran plat (Ezeibe dan Ndip 2005).

Efisiensi uji rRT-PCR F dapat dikonfirmasi dengan uji elusi, isolat mesogenik dan velogenik umumnya dapat terdeteksi dengan rRT-PCR (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan penelitian Cattoli et al. (2011) yang menyatakan uji rRT-PCR memiliki korelasi dengan pengujian patogenitas virus secara in vivo dan sekuensing. Dalam penelitian ini ditemukan 3 isolat lentogenik berdasarkan uji elusi (AC 5.1 O, BJ 3.2 O dan IJ 1.1 O), tetapi dapat terdeteksi pada gen F dan menyebabkan kematian pada embrio ayam.

Perbedaan karakter ini dapat disebabkan oleh adanya mutasi virus. Variasi patotipe isolat pernah dilaporkan oleh Emilia (2013) yang menemukan virus dari galur lentogenik tetapi mampu menimbulkan efek sitopatik pada biakan sel walaupun dengan derajat ringan, sementara berdasarkan uji HI dan Netralisasi

30

Virus menunjukkan kecenderungan terhadap galur mesogenik dan velogenik. Kajian mutasi VND oleh Gould et al. (2003) menunjukkan bahwa virus virulen kelas II genotipe 1a yang menyebabkan wabah tahun 1998-2000 di Australia memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan virus lokal dengan derajat virulensi rendah yang bersirkulasi.

Subtitusi asam amino pada protein virus dapat meningkatkan virulensi virus. de Leeuw (2003)menguji mutasi 4 isolat dengan merubah susunan asam amino R112G, R113G, R115G dan F pada posisi 117, serta satu isolat dengan subtitusi L117F, menghasilkan mutan yang tidak mampu menghasilkan cytophatic effect karena tidak dapat dipecah oleh protease sel tetapi masih dapat tumbuh pada TAB. Setelah diinfeksikan pada ayam secara intra cerebral, virus mutan menyebabkan kematian pada ayam dengan skor 1.4 - 1.7 dan terjadi subtitusi pada asam amino G112R, G113R dan G115R dan L117F. Tingkat kematian dan Plaque performing unit oleh virus mutan lebih tinggi dibandingkan dengan virus parent virulen walaupun titer HA lebih rendah 2-4 log. Wang dan Iorio (1999) menyatakan,mutasi/subtitusi asam amino L94A akan meningkatkan aktivitas NA dan menurunkan aktivitas HA. Subtitusi asam amino pada antigenic site 23 domain stalk protein HN dapat mengurangi aktifitas NA secara drastis. Selain itu, mutasi pada HN juga akan menurunkan daya absorbsi eritrosit ayam sehingga akan menurunkan patogenitas VND (Sheehan dan Iorio 1992).

Menurut Sheffield et al. (1954), efisensi uji elusi dapat dipengaruhi oleh derajat kejenuhan reseptor sel (eritrosit) yang mampu diikat oleh virus. Jika terlalu banyak sel yang digunakan, akan meninggalkan banyak reseptor bebas yang tidak mampu diikat sehingga terlihat seperti reaksi pelepasan sel oleh virus dan hal ini akan mengurangi efisiensi uji elusi. Selain itu, uji elusi juga dapat dipengaruhi temperatur yang digunakan pada saat pengujian. Hossain (2010) menyatakan waktu elusi akan lebih lama bila virus diinkubasikan pada suhu 4 0C, tetapi akan lebih cepat bila suhu dinaikkan. Hal ini dapat terjadi karena protein HN dapat kehilangan aktifitasnya bila diinkubasikan pada suhu yang tinggi, sehingga untuk melakukan karakterisasi VND harus dilakukan pada suhu yang stabil (Ezeibe dan Ndip 2005; Ibu et al. 2010).

Dalam penelitian ini juga ditemukan 5 isolat mesogenik dan 11 isolat velogenik berdasarkan waktu elusi tetapi tidak terdeteksi pada rRT-PCR F (Tabel 5). Isolat dari galur mesogenik pada uji elusi tetapi negatif PCR F mampu mematikan embrio dalam waktu 51 sampai 84 jam dan uji HI mengarah kepada VND virulen. Isolat velogenik mampu mematikan embrio dalam waktu < 60 jam dan memiliki titer HI yang tinggi dengan serum Komarov. Virus ND yang bersifat virulen tetapi tidak terdeteksi pada rRT-PCR F bisa terjadi jika terdapat Tabel 4 Pengelompokan virus berdasarkan tingkat patogenitas dengan uji elusi dan

deteksi dengan rRT-PCR F. PCR

Elusi Positif Negatif Total

Velogenik 39 11 50

Mesogenik 9 5 14

Lentogenik 3 2 5

31 ketidakcocokan antara primer dan probe yang digunakan dengan template RNA virus. Ketidaksesuaian primer oligonukleotida menyebabkan tidak terjadi hibridisasi antara primer/probe dengan RNA virus sehingga tidak terbaca pada Real-Time PCR system software. Ketidakcocokan ini bisa disebabkan oleh mutasi atau perubahan nukleotida pada gen F (Wise et al. 2004).

Pengaturan suhu annealing dapat mempengaruhi hasil pengujian dengan rRT-PCR. Kim et al. (2006) menemukan isolat Dove/Italy/2736/2000 yang memiliki perbedaan 4 nukleotida dengan primer dan probe pada posisi 1, 6, 13 dan 14 dan tidak terdeteksi pada rRT-PCR F dengan suhu annealing 52 oC - 58 oC tetapi dapat terdeteksi pada suhu 48 oC - 50 oC dengan nilai Ct 19.7 dan 17.2.

Faktor virulensi juga dapat menyebabkan rRT-PCR tidak dapat mendeteksi keberadaan gen F. Selain pada gen F, protein HN juga menentukan virulensi dari VND. Tan et al. (2008) menemukan tiga isolat yang memiliki motif asam amino lentogenik pada gen F (112G-R-Q-G-R-L117) tetapi menunjukkan virulensi yang tinggi pada uji ICPI dan IVPI. Deteksi sekuen nukleotida F menunjukkan kemiripan 3 isolat tersebut dengan La Sota mencapai 99.3% -99.6%, sedangkan pada sekuen nukleotida HN menunjukkan kemiripan dengan La sota hanya 87%-88.8%.

Tabel 5 Isolat virus ND virulen yang tidak terdeteksi pada rRT-PCR. Isolat TAB

(Jam)

HI Komarov HI B1 Elusi Ket

BJ 2.2 O 51 7 ± 0 7 ± 0 64 ± 5 Mesogenik BL 1.1 O 80 6 ± 0 4 ± 0 48 ± 10 BL 1.2 C 48 6.7 ± 0.6 5 ± 0 67 ± 8 IJ 2.5 O 47 7 ± 0 5.7 ± 0.6 66 ± 12 UK 2.1 O 84 8.7 ± 0.6 6 ± 0 72 ± 3 AC 3.2 C 47 6.3 ± 0.6 5 ± 0 420 ± 0 Velogenik AC 3.5 C 45 8 ± 0 5 ± 0 101 ± 46 AC 4.2 O 60 8 ± 0 5 ± 0 116 ± 10 BL 1.4 O 45 5.7 ± 0.6 4 ± 0 193 ± 12 BL 2.1 C 46 7.7 ± 0.6 4.7 ± 0.6 210 ± 154 BL 3.1 C 46 7 ± 0 5 ± 0 198 ± 31 BL 3.3 C 33 6.7 ± 0.6 4 ± 0 286 ± 6 DK 3.5 O 47 8 ± 0 4 ± 0 324 ± 23 KTP 2.5 C 46 7.7 ± 0.6 7 ± 0 99 ± 41 UK 2.6 C 71 9.3 ± 0.6 4 ± 0 85 ± 7 UK 4.3 C 28 7.7 ± 0.6 4 ± 0 287 ± 12

Perbedaan Karakter Virus yang Diekresikan dari Kloaka dan Orofaring

Diantara 36 isolat yang diekskresikan oleh satu individu ayam, 5 isolat menunjukkan perbedaan karakter antara isolat yang diekskresikan melalui kloaka dan yang diekskresikan melalui orofaring (Tabel 6). Perbedaan ini dapat terjadi jika satu individu ayam terinfeksi oleh dua galur virus dalam waktu yang bersamaan/ super infeksi. Super infeksi oleh VND telah dilakukan oleh Li et al.

32

(2012) dengan menginfeksikan dua VND (B1 dan La Sota) pada kultur sel. Pada penelitian tersebut diketahui sel inang dapat terinfeksi oleh 2 patotipe virus. Akan tetapi jika inokulasi dua virus dilakukan pada waktu yang bersamaan, ko-infeksi dapat diamati mencapai 27%. Inokulasi virus dalam waktu yang berbeda dengan interval 1.3, 12 dan 24 jam pasca infeksi, akan menurunkan tingkat infeksi sebesar 1.4%, yang disebabkan oleh adanya produksi interferon oleh sel terinfeksi.

Perbedaan karakter virus juga dapat terjadi oleh adanya mutasi virus selama masa infeksi sehingga virus yang dikeluarkan memiliki karakter yang berbeda dengan virus yang masuk ke dalam tubuh inang. Hal ini telah ditemukan oleh de Leeuw (2003) yang menginfeksikan virus dari galur kurang virulen dan pada isolasi ulang ditemukan adanya peningkatan virulensi virus yang diikuti dengan perubahan pada sekuen asam amino. Sedangkan Kommers (2001) menemukan adanya perubahan reaktifitas virus dengan antibodi monoklonal setelah virus diinfeksikan pada ayam. Isolat yang sebelumnya bereaksi dengan ABM 10D11 mengalami perubahan reaktifitas dengan ABM P10B8, tetapi tidak menunjukkan perubahan pada sekuen nukleotida F. Perubahan ini disebabkan oleh adanya seleksi populasi virus oleh mutasi selama pasase pada ayam.

Tabel 6 Perbedaan karakter virus yang diekskresikam melalui kloaka dan orofaring dari satu individu ayam.

Sampel TAB (Jam) HI Komarov (Log 2) HI B1 (Log2) Elusi PCR F C O C O C O C O C O AC 3.5 27 Chl 8±0 8±0 5±0 5±7 101±45.54 49±12.73 Undet 35.35 UK 4.3 28 29 7.7±0.6 9±0 4±0 4±0 287±11.72 67±12.34 Undet 34.96 BJ 2.2 59 51 6±0 7±0 5±0 7±0 201±0.00 64±4.95 29.91 Undet BL 1.2 47 47 6.7±0.6 7.3±0.6 5±0 6±0 67±7.51 112±12.12 Undet 35.06 BL 1. 4 24 45 7.1±0.6 5.7±0.6 5±0 4±0 46±6.36 193±11.68 34.08 Undet

Virus RNA merupakan virus yang sangat mudah bermutasi karena RNA polymerase virus tidak memiliki proof reading seperti pada virus DNA. Proof reading berguna untuk membaca kembali susunan nukleotida sebelum partikel virus dirakit dan keluar dari sel. Sebagai konsekuensi dari kurangnya aktivitas proof reading exonuclease dari RNA Polymerase, virus varian genetik baru virus terus-menerus terbentuk. Virus RNA mudah beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan sehingga tingkat mutasi lebih tinggi dibandingkan dengan virus DNA (Elena dan Sanjuan 2005).

Perbedaan karakter dan virulensi virus yang disebabkan oleh mutasi virus dapat diketahui dengan melihat sekuen asam amino isolat terisolasi. Urutan asam amino pada daerah pembelahan (cleavage site) protein F merupakan salah satu penentu virulensi pada virus ND. Virus-virus lentogenik mempunyai motif asam amino monobasic pada F cleavage site 112G/E-K/R-Q-G/E-R116 dan L (leucine) pada residu 117 dan terpecah secara ekstraselular oleh enzim protease seperti tripsin yang ditemukan pada saluran pernafasan dan pencernaan, sedangkan virus galur mesogenik dan velogenik mempunyai motif asam amino multibasic pada F cleavage site 112R/K-R-Q/K/R-K/R-R116 dan F (phenylalanine) pada residu 117 dan dapat pecah secara intraseluler oleh enzim protease seperti furin yang terdapat di berbagai jaringan sel inang, sehingga mengakibatkan infeksi sistemik yang fatal

33 (OIE 2012). Analisa sekuen gen fusion harus dilakukan untuk memonitor terjadinya endemik virus dari galur low virulent atau kemungkinan terjadinya mutasi yang menyebabkan perubahan virulensi.

Deteksi Penyebaran VND di Wilayah Aceh

Hasil penelitian menunjukkan penyakit ND masih endemis di wilayah Aceh. Virus ND berhasil diisolasi dari seluruh wilayah yang dilakukan pengambilan sampel dan isolat yang diperoleh didominasi oleh galur virulen dengan antigenisitas yang beragam (Gambar 11).

Tingginya kasus ND di Aceh dapat disebabkan oleh sistem pemeliharaan, pemasaran unggas dan penanganan unggas mati yang tidak tepat. Ayam kampung dipelihara dengan cara diumbar di pekarangan dan tidak jarang unggas air seperti itik dan entog atau bebek dipelihara bercampur dengan ayam dalam satu kandang. Pemasaran unggas hidup dilakukan antar warga, dijual ke pasar atau kepada pengepul unggas yang membeli dan menjual unggas dari masyarakat dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sistem pemeliharaan dan pemasaran tersebut akan mempermudah terjadinya penularan penyakit karena tingginya kontak, baik langsung maupun tidak langsung, antar unggas serta dapat memperluas sirkulasi virus di lapangan. Sirkulasi unggas yang tidak efisien akan meningkatkan risiko terjadi pertukaran antar patotipe VND di area peternakan rakyat.

6 4 8 4 5 2 2 2 5 2 6 3 2 3 3 1 2 3 3 1 1 1 0 2 4 6 8 10 12

Lentogenik Mesogenik Velogenik

Aceh Besar

PCR F (+) PCR F (-)

Banda Aceh

Gambar 11 Sebaran virus ND di wilayah Aceh.

Virus ND dapat diisolasi dari semua area sampling, memiliki antigenesitas yang beragam dan lebih dominan kepada galur virulen.

34

Gambar 13 Sebaran keragaman virus ND di wilayah Aceh.

Keragaman VND dapat ditemukan pada area pasar ( ) dan wilayah yang berdekatan dengan pasar.

Gambar 12 Kondisi perunggasan rakyat di Aceh.

Faktor transmisi yang mempercepat penyebaran virus melalui ayam umbaran (A), pemeliharaan ayam dan bebek dalam satu kandang (B), penanganan ayam mati yang tidak benar (C) dan pemasaran unggas melalui pengepul (D).

A B

35 Wilayah yang dapat diisolasi VND dan ditemukan keragaman virus ND umumnya terjadi di area pasar dan wilayah yang berdekatan dengan pasar (Gambar 13). Sebaran geografi tersebut meneguhkan dugaan jika pasar unggas

Dokumen terkait