• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Barat

Hasil interpretasi visual citra Landsat tahun 2000 dan 2010, Kabupaten Lampung Barat memiliki 11 kelas penggunaan lahan yaitu belukar, belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, rumput, sawah, tanah kosong dan tubuh air (Gambar 8 dan Gambar 9).

Gambar 8 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000

Proporsi luas penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010 disajikan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Luas penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010

Penggunaan Lahan 2000 2010

(Ha) (%) (Ha) (%)

Belukar 87.905 17,53 74.533 14,86

Belukar Rawa 815 0,16 377 0,08

Hutan Lahan Kering Primer 138.603 27,64 123.025 24,53

Hutan Lahan Kering Sekunder 57.069 11,38 59.648 11,89

Pemukiman 2.590 0,52 2.873 0,57

Pertanian Lahan Kering 15.399 3,07 15.998 3,19

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 178.223 35,54 204.166 40,71

Rumput 658 0,13 608 0,12

Sawah 18.466 3,68 18.850 3,76

Tanah Kosong 505 0,10 153 0,03

Tubuh Air 1.278 0.25 1.280 0.26

Total 501.509 100.00 501.509 100.00

Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Lampung Barat tahun 2000 dan 2010 adalah pertanian lahan kering campur semak. Pada tahun 2000 pertanian lahan kering campur semak memiliki luas 178.223 ha atau 35,54% dari total luas wilayah, namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan pertanian lahan kering campur semak menjadi 40,71%. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah hutan lahan kering primer. Hutan lahan primer yang pada tahun 2000 seluas 138.603 ha. Pada tahun 2010 luas hutan ini menurun sebesar 15.578 ha menjadi 123.025 ha (24,53%). Hutan lahan kering primer di Kabupaten Lampung Barat masih tergolong luas dikarenakan daerah ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Sementara, luas hutan lahan kering sekunder mengalami peningkatan sebesar 2.579 ha selama kurun waktu 2000-2010.

Peningkatan luasan juga terjadi pada pertanian lahan kering, sawah dan pemukiman masing-masing seluas 599 ha, 383 ha dan 283 ha. sebaliknya, belukar mengalami penurunan luas dari tahun 2000 seluas 87.905 ha menjadi 74.533 ha pada tahun 2010. Hal yang sama terjadi pada penggunaan lahan belukar rawa, tanah kosong dan rumput yang mengalami penurunan luasan masing-masing sebesar 438 ha, 352 ha dan 50 ha. Sementara itu, tubuh air cenderung tetap luasannya.

Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat

Deteksi perubahan penggunaan lahan Kabupaten Lampung Barat tahun 2000-2010 dilakukan dengan metode tabulasi silang (crosstab) yang menghasilkan matriks transisi perubahan penggunaan lahan (Lampiran 1). Berdasarkan hasil tabulasi silang, penggunaan lahan yang mengalami perubahan pada periode 2000-2010 adalah belukar, belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, rumput dan tanah kosong. Belukar mengalami perubahan yang sangat besar menjadi pertanian lahan kering campur semak (18.846 ha), pertanian lahan kering (165 ha), pemukiman (51 ha), tanah kosong (43 ha) dan sawah (3 ha). Sementara, belukar rawa berubah menjadi sawah seluas 438 ha.

19

Hutan lahan kering primer mengalami degradasi menjadi hutan lahan kering sekunder (14.852 ha), dikonversi menjadi belukar (227 ha), pertanian lahan kering campur semak (489 ha) dan tanah kosong (20 ha). Hutan lahan kering sekunder juga dikonversi menjadi belukar (2.163 ha) dan pertanian lahan kering campur semak (10.108 ha). Pertanian lahan kering terkonversi menjadi pemukiman seluas 37 ha. Selain itu, pertanian lahan kering campur semak yang tidak dimanfaatkan sebagai usaha tani berubah menjadi belukar (3.129 ha) dan sisanya dikonversi menjadi pemukiman (91 ha) dan pertanian lahan kering (471 ha). Rumput mengalami perubahan menjadi sawah sebesar 49 ha, sedangkan tanah kosong berubah menjadi belukar (217 ha), pertanian lahan kering campur semak (199 ha) dan tubuh air (3 ha). Pemukiman tidak mengalami perubahan ke penggunaan lain, namun mengalami penambahan luas dari penggunaan lahan lainnya yaitu dari penggunaan lahan belukar (51 ha), pertanian lahan kering (37 ha), pertanian lahan kering campur semak (91 ha) dan sawah (107 ha).

Belukar mengalami perubahan yang sangat besar menjadi pertanian lahan kering campur semak (18.846 ha) dikarenakan sebagian besar pekerjaan penduduk di Kabupaten Lampung Barat masih sangat tergantung pada alam. Pemanfaatan belukar menjadi lahan pertanian menjadi alternatif yang banyak dipilih untuk areal pertanian seperti kopi, lada, cengkeh dan kelapa. Hutan lahan kering primer merupakan kawasan yang harus dijaga areanya karena hutan ini termasuk dalam hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Akan tetapi dari deteksi perubahan penggunaan lahan, hutan lahan kering primer sudah mengalami degradasi dan deforestasi menjadi hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering campur semak dan belukar.

Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode ANN

Luasan hasil analisis perubahan (Change Analysis) yang disajikan pada Gambar 10, menggambarkan penambahan dan pengurangan luas tiap penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat. Warna hijau menunjukkan penambahan dan warna ungu menunjukkan pengurangan luas penggunaan lahan dalam suatu penggunaan lahan. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa penambahan luas penggunaan lahan terbesar yaitu pada pertanian lahan kering campur semak sebesar 29.631 ha dan hanya mengalami pengurangan luas sebesar 3.689 ha. Hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder mengalami pengurangan luas yang cukup drastis yaitu masing-masing sebesar 15.581 ha dan 12.266 ha. Namun, penurunan luas hutan lahan kering sekunder lebih kecil dibandingkan penambahan luasnya sebesar 14.847 ha.

Pengurangan luas yang sangat besar terjadi pada penggunaan lahan belukar sebesar 19.102 ha dan hanya mengalami penambahan luas sebesar 5.733 ha. Pertanian lahan kering mengalami penambahan luas sebesar 636 ha dan hanya berkurang sebesar 37 ha. Penambahan luasan pada sawah sebesar 490 ha, namun terjadi penurunan luas sebesar 107 ha. Tanah kosong mengalami penambahan luas sebesar 63 ha tetapi terjadi penurunan luas sebesar 107 ha. Pemukiman mengalami penambahan luas sebesar 285 ha dan rumput mengalami penurunan luas sebesar 49 ha. Tubuh air tidak terdeteksi mengalami penambahan dan pengurangan luasan dalam analisis perubahan.

Selama periode tahun 2000-2010 terjadi sebanyak 19 kelas perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat (Gambar 11) yang didominasi

oleh perubahan belukar ke pertanian lahan kering campur semak yang ditunjukkan oleh poligon berwarna biru.

Gambar 10 Perubahan luas penggunaan lahan tahun 2000-2010

Gambar 11 Peta perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010

Penentuan kelas perubahan penggunaan lahan (Transition Potentials) merupakan tahap untuk menghitung dan memprediksi lokasi terjadinya suatu perubahan penggunaan lahan. Berdasarkan peta perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 ke tahun 2010, didapatkan nilai peluang perubahan penggunaan lahan. Rata-rata peluang perubahan yang dihasilkan dari pemodelan sebanyak 19 kelas perubahan adalah 0,78 dengan rata-rata akurasi model sebesar 80,21%. Hasil pemodelan 19 kelas perubahan dapat dilihat secara rinci pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis transisi potensial tersebut diketahui bahwa arah atau pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat adalah menjadi pertanian lahan kering camput semak, belukar dan pemukiman. Besarnya luasan ketersediaan suatu lahan akan meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan. Dari kondisi aktual, pertanian lahan kering campur semak, hutan lahan kering primer dan belukar mempunyai luas yang dominan dibandingkan dengan penggunaan lainnya sehingga penggunaan lahan tersebut cenderung berubah ke penggunaan lahan lainnya.

21

Hasil analisis keterkaitan terhadap variabel menunjukkan bahwa variabel kepadatan penduduk, jarak ke pemukiman jarak ke sungai, jarak ke jalan dan jarak ke hutan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan yang terjadi

(Cramer’s V > 0,19), sedangkan faktor lereng tidak berpengaruh besar karena

Kabupaten Lampung Barat mempunyai kemiringan lereng dominan dari landai hingga terjal dan dengan nilai Cramer’s V paling kecil. Masing-masing nilai

Cramer’s Vdapat dilihat pada Lampiran 3.

Validasi Peta Proyeksi Penggunaan Lahan

Peta prediksi tahun 2014 yang diturunkan dari model, divalidasi terhadap peta penggunaan lahan eksisting tahun 2014 (Lampiran 4). Validasi dilakukan untuk melihat kesesuaian peta proyeksi 2014 yang dimodelkan menggunakan metode ANN dengan peta penggunaan lahan tahun 2014 sebagai acuan dalam akurasi proyeksi penggunaan lahan tahun 2030. Validasi model dilakukan dengan metode tabulasi silang (crosstab) yang disajikan pada Lampiran 5. Nilai Kappa atau kesesuaian antara jumlah kolom dan baris maksimal 1,00. Menurut Altman

dalam Murthi (2011) nilai Kappa 0,81-1,00 menunjukkan kekuatan kesepakatan yang sangat baik, nilai Kappa 0,61-0,80 adalah baik, 0,41-0,60 adalah sedang, 0,21-0,40 adalah kurang dari sedang, dan nilai < 0,20 dikatakan buruk.

Hasil validasi mendapatkan nilai Kappa 0,9713. Nilai ini menunjukkan bahwa prediksi penggunaan lahan tahun 2014 mempunyai kekuatan kesepakatan yang sangat baik terhadap peta penggunaan lahan tahun 2014. Hal ini membuktikan bahwa metode ANN mempunyai tingkat akurasi yang sangat baik untuk memprediksi penggunaan lahan pada tahun 2030. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Ridwan (2014) tentang pemodelan perubahan penutupan/penggunaan lahan dengan pendekatan ANN dan Logistic yang menghasilkan nilai validasi kesepakatan sangat baik untuk pemodelan penggunaan lahan dengan pendekatan ANN.

Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2030

Metode proyeksi yang digunakan adalah Markov Chain. Tahap ini menghasilkan matriks peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan di tahun 2030 (Tabel 6). Peluang perubahan yang terjadi dari tahun 2000-2010 merupakan gambaran peluang terjadinya perubahan di masa yang akan datang. Nilai peluang perubahan pada matriks berkisar antara 0 sampai 1.

Pada komponen on-diagonal (kotak merah) nilai yang mendekati 1 berarti penggunaan lahan tersebut berpeluang besar untuk tidak berubah ke penggunaan lahan lainnya. Terlihat bahwa tubuh air dan pemukiman memiliki nilai peluang 1 berarti tubuh air berpeluang tidak berubah kepenggunaan lahan lainnya. Sawah (0,9884), pertanian lahan kering (0,9952), pertanian lahan kering campur semak (0,9628), rumput (0,8569), hutan lahan kering primer (0,7878), hutan lahan kering sekunder (0,6163) dan belukar (0,6166) memiliki nilai peluang mendekati 1, sehingga penggunaan lahan tersebut berpeluang untuk tidak berubah kepenggunaan lahan lainnya. Sementara, belukar rawa (0,2133) dan tanah kosong (0,0318) mempunyai nilai peluang mendekati 0 sehingga berpeluang besar untuk perubah ke penggunaan lahan lainnya.

Kotak off-diagonal menunjukkan peluang suatu penggunaan lahan untuk berubah ke penggunaan lahan lainnya. Semakin mendekati 1, maka semakin besar

peluang untuk berubah ke penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan yang mempunyai peluang terbesar untuk berubah ke penggunaan lahan lainnya yaitu belukar rawa (0,7835) berpeluang besar berubah menjadi sawah dan tanah kosong (0,5437) yang berpeluang besar menjadi pertanian lahan kering campur semak. Tabel 6 Matriks peluang perubahan penggunaan lahan tahun 2030

Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2030 disajikan pada Gambar 12, sedangkan luasan masing-masing penggunaan lahannya ditabulasi pada Tabel 7. Berdasarkan prediksi penggunaan lahan ke tahun 2030, terjadi penambahan dan pengurangan luasan masing-masing penggunaan lahan. Penurunan luas terjadi pada penggunaan lahan hutan lahan kering primer (26.118 ha), belukar (17.624 ha), hutan lahan kering sekunder (798 ha), belukar rawa (294 ha), rumput (87 ha) dan tanah kosong (85 ha), sedangkan penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas yaitu pertanian lahan kering campur semak (42.966 ha), pertanian lahan kering (1.296 ha), pemukiman (582 ha) dan sawah (162 ha).

23

Tabel 7 Luas penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030

Penggunaan Lahan 2010 2030

Luas (Ha) Luas (Ha)

Belukar 74.526 56.902

Belukar Rawa 376 81

Hutan Lahan Kering Primer 123.025 96.907

Hutan Lahan Kering Sekunder 59.644 58.847

Pemukiman 2.886 3.467

Pertanian Lahan Kering 16.004 17.300

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 204.172 247.138

Rumput 607 520

Sawah 18.841 19.004

Tanah Kosong 153 68

Tubuh Air 1.278 1.278

Total 501.511 501.511

Ketidakselarasan Pemanfaatan Lahan RTRW Kabupaten Lampung Barat

Analisis ketidakselarasan pemanfaatan lahan dilakukan pada penggunaan lahan tahun 2010 dan peta prediksi tahun 2030 dengan peta RTRWK Lampung Barat periode tahun 2010-2030 (Lampiran 6). Berdasarkan hasil analisis

overlaping peta penggunaan lahan tahun 2010 dengan peta RTRWK diperoleh hasil bahwa 171.489 ha (34,19%) penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tidak selaras (inkonsisten) terhadap arahan RTRWK. Ketidakselarasan terbesar terjadi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebesar 72.657 ha (14,49%). Proporsi luas ketidakselarasan pemanfaatan lahan (Gambar 13) paling besar terjadi pada penggunaan lahan pertanian sebesar 23,34% dari luas total wilayah. Selanjutnya disusul dengan penggunaan lahan rumput/belukar sebesar 10,05%, lahan hutan 0,42%, pemukiman 0,35% dan lahan lainnya 0,01%.

Gambar 13 Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2010

0,42 8,10 10,05 2,66 0,15 2,37 0,03 0,01 0,06 0,15 0,08 0,01 0,83 4,42 1,56 0,57 2,67 0,01 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Hutan Lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kawasan Lindung Lainnya Hutan Produksi Terbatas Hutan Tanaman Rakyat Rencana Hortikultura Rencana Pemukiman Rencana Perkebunan Rencana Tanaman Pangan Lahan Basah Rencana Tanaman Pangan Lahan Kering Lu a s Pen g g u n a a n La h a n (% ) Peruntukan RTRW Lahan Lainnya Rumput/Semak Pemukiman Lahan Pertanian Lahan Hutan

Hasil analisis overlaping pada peta prediksi tahun 2030, ketidakselarasan semakin meningkat menjadi 197.709 ha (39,42%) dan ketidakselarasan terbesar masih terjadi di TNBBS. Penggunaan lahan di TNBBS yang seharusnya hutan, pada tahun 2030 berdasarkan peta prediksi penggunaan lahan akan dijumpai 14,49% lahan pertanian, 4,40% rumput/belukar dan 0,01% pemukiman. Secara keseluruhan, luas masing-masing penggunaan lahan yang tidak selaras dengan peruntukan RTRW Kabupaten Lampung Barat yaitu lahan pertanian sebesar 29,84% dari luas total wilayah, rumput/belukar 8,79%, pemukiman 0,42% dan lahan hutan 0,36%. Luas ketidakselarasan penggunaan lahan pada setiap peruntukan lahan RTRWK disajikan pada Gambar 14. Proporsi luas masing-masing penggunaan lahan tahun 2010 dan prediksi tahun 2030 terhadap RTRWK dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

Data di atas memberikan indikasi bahwa sampai akhir periode RTRWK, ketidakselarasan pemanfaatan lahan semakin meningkat. Ketidakselarasan terbesar yaitu meningkatnya luas penggunaan lahan pertanian yaitu pada pertanian lahan kering campur semak dan diikuti dengan berkurangnya luas hutan di TNBBS. Secara keseluruhan, ketidakselarasan pemanfaatan lahan digunakan untuk pertanian lahan kering campur semak. Hal ini dikarenakan 80% penduduk di wilayah ini bermatapencaharian sebagai petani. Keterbatasan kawasan budidaya yang hanya 24,96% yang dapat dimanfaatkan menyebabkan terjadinya penyimpangan pemanfaatan lahan di kawasan lindung. Selain itu, masalah kepastian penguasaan tanah merupakan persoalan yang ada di Kabupaten Lampung Barat yang berkaitan dengan batas kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Gambar 14 Grafik ketidakselarasan pemanfaatan lahan tahun 2030

Ketidakselarasan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat tidak semuanya bersifat permanen atau tidak bisa kembali lagi keperuntukan yang telah

0,36 8,78 14,49 3,39 0,27 2,90 0,04 0,01 0,07 0,01 0,18 0,10 0,02 0,74 4,40 0,92 0,55 2,18 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 Hutan Lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Kawasan Lindung Lainnya Hutan Produksi Terbatas Hutan Tanaman Rakyat Rencana Hortikultura Rencana Pemukiman Rencana Perkebunan Rencana Tanaman Pangan Lahan Basah Rencana Tanaman Pangan Lahan Kering Lu a s Pen g g u n a a n La h a n (% ) Peruntukan RTRW Lahan Lainnya Rumput/Semak Pemukiman Lahan Pertanian Lahan Hutan

25

ditetapkan dalam RTRWK. Tingkat kesulitan dalam pengembalian fungsi lahan sesuai dengan peruntukannya berbeda-beda pada setiap kelas penggunaan lahan. Pada tahun 2010, penggunaan lahan yang sulit/tidak dapat dikembalikan lagi keperuntukannya sebesar 0,35% yaitu berupa kelas penggunaan lahan pemukiman. Penggunaan lahan dengan tingkat kesulitan sedang untuk berubah keperuntukannya yaitu lahan pertanian sebesar 23,34%, sedangkan penggunaan lahan yang mudah untuk dirubah yaitu penggunaan lahan rumput/semak dan lahan hutan sebesar 10,49%. Secara rinci, luasan tingkat kesulitan masing-masing penggunaan lahan tahun 2010 untuk dirubah keperuntukan RTRWK disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari penggunaan lahan tahun 2010

Peruntukan RTRW

Tingkat Kesulitan dalam Pengembalian ke Peruntukan RTRW

Sulit Sedang Mudah

Luas (%) Pemukiman Lahan Pertanian

Rumput/Semak, Lahan Hutan dan Lahan Lainnya

Hutan Lindung 0,03 8,10 0,83

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 0,01 10,05 4,43

Kawasan Lindung Lainnya 0,06 2,66 1,57

Hutan Produksi Terbatas 0,00 0,15 0,57

Hutan Tanaman Rakyat 0,00 2,37 2,67

Rencana Hortikultura 0,00 0,00 0,00

Rencana Pemukiman 0,00 0,00 0,00

Rencana Perkebunan 0,15 0,00 0,42

Rencana Tanaman Pangan Lahan Basah 0,08 0,00 0,00

Rencana Tanaman Pangan Lahan Kering 0,02 0,00 0,00

Total 0,35 23,34 10,49

Berdasarkan peta prediksi penggunaan lahan tahun 2030, penggunaan lahan pemukiman yang sulit/tidak dapat dikembalikan ke fungsi peruntukan RTRWK semakin meningkat menjadi 0,42%, sedangkan penggunaan lahan dengan tingkat kesulitan sedang dikembalikan ke peruntukan penggunaan lahan RTRWK semakin meningkat menjadi 29,84%. Sementara itu, penggunaan lahan dengan tingkat kesulitan mudah untuk dikembalikan ke fungsi peruntukannya semakin menurun yaitu rumput/semak dan lahan hutan 0,16%. Penurunan luasan penggunaan rumput/belukar bisa jadi berubah keperuntukan penggunaan lahannya atau bisa juga berubah menjadi lahan pertanian maupun pemukiman. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pertanian di Kabupaten Lampung Barat.

Luasan tingkat kesulitan masing-masing prediksi penggunaan lahan tahun 2030 untuk dirubah keperuntukan RTRWK disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil analisis ketidakselarasan penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Barat, ketidakserasan masih dominan pada penggunaan lahan yang dengan tingkat kesulitan sedang untuk dirubah kembali menjadi peruntukannya sesuai dengan RTRWK yang telah ditetapkan.

Tabel 9 Tingkat kesulitan dalam pengembalian ke peruntukan RTRW dari prediksi penggunaan lahan tahun 2030

Peruntukan RTRW

Tingkat Kesulitan dalam Pengembalian ke Peruntukan RTRW

Sulit Sedang Mudah

Luas (%) Pemukiman Lahan Pertanian

Rumput/Semak dan Lahan

Lainnya

Hutan Lindung 0,04 8,78 0,74

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 0,01 14,49 4,40

Kawasan Lindung Lainnya 0,07 3,39 0,92

Hutan Produksi Terbatas 0,00 0,27 0,55

Hutan Tanaman Rakyat 0,01 2,90 2,18

Rencana Hortikultura 0,00 0,00 0,00

Rencana Pemukiman 0,00 0,00 0,00

Rencana Perkebunan 0,18 0,00 0,36

Rencana Tanaman Pangan Lahan Basah 0,10 0,00 0,00

Rencana Tanaman Pangan Lahan Kering 0,02 0,00 0,00

Dokumen terkait