• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Koleksi sampel

Sampel lapang untuk penyaringan brucellosis diperoleh dari susu, cairan amnion dan cairan higroma (Tabel 3). Sampel susu diuji dengan MRT dengan hasil pemeriksaan positif apabila adanya warna biru pada lapisan krim (Gambar 2) Hasil MRT menunjukkan sebanyak 51 sampel negatif, 15 sampel positif +, 10 sampel positif ++, 12 sampel positif +++, dan 3 sampel positif ++++. Sampel susu, higroma dan cairan amnion dilakukan pengujian serologi terhadap serum dengan uji RBT. Hasil RBT positif ditandai dengan adanya aglutinasi, dan negatif apabila tidak adanya aglutinasi (Gambar 3). Hasil uji RBT susu diperoleh 2 sampel positif (+1), 3 sampel positif (+2) dan 2 sampel positif (+3). Selanjutnya sampel susu RBT positif dikonfirmasi dengan CFT. Pada uji CFT diperoleh 5 sampel positif terhadap uji CFT. Hasil uji CFT serum positif ditandai dengan tidak terjadinya hemolisis, sedangkan serum negatif ditandai dengan terjadinya hemolisis (Gambar 4). Uji RBT pada cairan amnion menunjukkan hasil negatif. Pada sampel cairan higroma tidak semua serum diperoleh. Serum yang diperoleh sebanyak 5 buah serum. Pemeriksaan RBT dari serum sampel cairan higroma diperoleh hasil 3 sampel negatif (-), 1 sampel positif (+1) dan 1 sampel positif (+3). Dua sampel cairan higroma positif RBT tersebut dilakukan uji konfirmasi dengan CFT dan hasilnya positif terhadap uji CFT. Hasil uji MRT, RBT dan CFT ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 3 Sampel, hewan, lokasi pengambilan dan jumlah sampel lapang pada uji penyaringan brucellosis

Sampel Hewan Lokasi Pengambilan Jumlah

Susu Sapi perah Bandung, Jawa Barat 91

Cairan amnion Sapi simental Sampel diagnostik Bbalitvet Bogor 1

Gambar 2 Milk Ring Test (MRT) positif yang ditandai dengan warna biru (cincin biru) pada lapisan krim.

Gambar 3 Rose Bengal Test (RBT) positif yang ditandai dengan aglutinasi dan negatif ditandai dengan tidak terjadi aglutinasi.

Gambar 4 Complement Fixation Test (CFT) positif yang ditandai dengan tidak terjadi hemolisis, dan negatif ditandai dengan hemolisis.

Isolasi B. abortus

Sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan sampel dari Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet). Berdasarkan hasil isolasi yang diperoleh (Tabel 4) selanjutnya dipilih masing – masing 1 sampel untuk digunakan penelitian (Tabel 5).

Tabel 4 Hasil pemeriksaan MRT, RBT dan CFT sampel susu, cairan amnion dan cairan higroma Sampel Jumlah sampel MRT RBT CFT Jumlah isolat Hasil pemeriksaan Jumlah Hasil pemeriksaan Jumlah Hasil pemeriksaan Jumlah Susu 91 Negatif Positif 51 40 Negatif Positif 33 7 Positif 5 1 Cairan amnion 1 NA Negatif 1 NA 1 Cairan higroma 15 NA Negatif Positif 3 2 Positif 2 13

Keterangan : NA = Not analyzed

Tabel 5 Sampel lapang yang digunakan pada penelitian

Sampel Kode sampel Pemeriksaan

Susu SBDG-13C MRT (+4), RBT (+2), CFT 1/16

Cairan amnion CAM-08/306 RBT (-)

Cairan higroma CH09-BL NA

Keterangan : NA = not analyzed

Identifikasi dan biotypingB. abortus

Identifikasi digunakan untuk membuktikan bahwa bakteri yang diisolasi murni B. abortus. Hasil kultur B. abortus pada media TSA memperlihatkan gambaran makroskopik yaitu bentuk koloni bulat, halus, permukaan cembung dan tepi rata (Gambar 5). Sampel dari cairan amnion mempunyai kecenderungan lengket pada permukaan media TSA.

Gambar 5 Kultur B. abortus isolat lapang pada media TSA.

Hasil pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram (Gambar 6) menunjukkan bakteri tampak berwarna merah, Gram negatif, berbentuk kokobasilus (batang pendek), tidak bergerak, dan memiliki kecenderungan sendiri-sendiri ataupun berpasangan.

Gambar 6 Bakteri Brucella hasil pewarnaan Gram dilihat pada mikroskop perbesaran 10x100.

Tabel 6 Identifikasi B. abortus isolat lapang

Kode sampel Pewarnaan

Gram Uji Oxidase Uji Katalase Uji Sitrat SBDG-13C Gram negatif + + -

CAM-08/306 Gram negatif + + -

CH09-BL Gram negatif + + -

a. b. c.

Gambar 7 Pengujian bakteri yang diisolasi dari susu, cairan amnion dan cairan higroma.

a. Warna biru keunguan di kertas saring pada uji oksidase

b. Terbentuknya gelembung udara di gelas objek pada uji katalase c. Tidak ada perubahan warna pada media Simmon’s citrate agar

Hasil identifikasi biokimiawi ketiga isolat menunjukkan hasil positif pada uji oksidase, katalase dan hasil negatif pada uji sitrat yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 7.

Penentuan biotyping B. abortus terhadap ketiga isolat dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 8 dimana semua isolat membutuhkan CO2 dalam

pertumbuhannya, memproduksi gas H2S, mempunyai kemampuan menghidrolisis

urea, tidak tumbuh pada zat warna basic fuchsin dan tumbuh pada zat warna thionin. Serta pada uji aglutinasi dengan Brucella monospesific A serum

menunjukkan positif sedangkan dengan Brucella monospesific M serum

menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan hasil uji-uji diatas isolat B. abortus

SBDG-13C, CAM-08/306 dan CH09-BL termasuk dalam B. abortus biovar 1.

Tabel 7 Hasil Biotyping tiga isolat lapang B. abortus Isolat Penggunaan CO2 Produksi H2S Aktivitas Urease Pertumbuhan Aglutinasi Thionin BasicFuchin A M SBDG-13C + + + - + + - CAM-08/306 + + + - + + - CH09-BL + + + - + + - Biovar 1 + + + - + + -

a b

c

d

Gambar 8 Pertumbuhan B. abortus pada beberapa media pengujian.

a. Warna kertas saring menjadi hitam kecoklatan pada TSA miring b. Warna purple – pink pada media urea agas base

c. Pertumbuhan bakteri pada TSA yang mengandung basic Fuchsin d. Tidak ada pertumbuhan bakteri pada TSA yang mengandung

thionin

Keterangan : 1. B. abortus SBDG-13C; 2. CAM-08/306; 3. CH09-BL

Iradiasi B. abortus

Pada penelitian ini dibuat kurva standar untuk menghitung jumlah bakteri

Brucella secara tidak langsung. Penentuan jumlah bakteri yang akan diradiasi dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan kurva seperti terlihat pada Gambar 9.

Efek radiasi sinar Gamma terhadap viabilitas B. abortus dapat dilihat pada Gambar 10 dan diperoleh persamaan regresi masing – masing isolat yaitu CAM- 08/306 y = -0.021x - 0.0158, R² = 0.99; CH09-BL y = -0.0193x - 0.0704, R² = 0.97; dan SBDG-13C y = -0.0136x - 0.0574, R² = 0.90. Dengan persamaan regresi tersebut dapat ditentukan nilai LD50 isolat CAM-08/306, CH09-BL dan SBDG-

13C berturut turut adalah: 13,5 ;11,9; dan 17,9 Gy. Dosis tersebut selanjutnya digunakan sebagai dosis untuk melemahkan B. abortus isolat lapang sebagai kandidat vaksin iradiasi.

a.

b. c. Gambar 9 Kurva standar B. abortus.

a. SBDG-13C; b. CAM-08/306; c. CH09-BL

Gambar 10 Efek radiasi sinar Gamma pada isolat B. abortus SBDG-13C, CAM- 08/306 dan CH09-BL.

Keterangan: N = suspensi bakteri radiasi; No= suspensi bakteri tidak radiasi

Uji in vivoB. abortusiradiasi ke marmot (Cavia cobaya)

Kelompok perlakuan marmot yang digunakan pada uji in vivo terdiri atas 8 kelompok yaitu kelompok I (KI, diinfeksi B. abortus SBDG-13C strain lapang), kelompok II (KII, diinfeksi B. abortus CH09-BL strain lapang), kelompok III (KIII, diinfeksi B. abortus CAM-08/306 strain lapang), kelompok IV (KIV, diinfeksi B. abortus SBDG-13C iradiasi), kelompok V (KV,diinfeksi B. abortus CH09-BL iradiasi), kelompok VI (KVI, diinfeksi B. abortus CAM- 08/306 iradiasi), kelompok VII (KVII, diinfeksi vaksin B. abortus strain S19) dan kelompok VIII (KVIII, kontrol negatif). Sebanyak 32 buah serum marmot perlakuan diperiksa secara serologi terhadap terhadap B. abortus menggunakan metode RBT. Delapan buah serum memberikan hasil positif RBT kemudian pengujian dilanjutkan ke uji CFT dan sebanyak 6 serum memberikan positif CFT (Tabel 8).

Tabel 8 Pengaruh infeksi B. abortus terhadap hasil pemeriksaan serologi RBT dan CFT pada uji in vivo

Perlakuan Minggu ke- 0 1 2 3 RBT CFT RBT CFT RBT CFT RBT CFT KI - NA - NA - NA - NA KII - NA - NA - NA - NA KIII - NA - NA - NA - NA KIV - NA +1 - +2 - +2 1/4 KV - NA - NA +2 1/16 +3 2/128 KVI - NA - NA - NA - NA KVII - NA +1 2/8 +2 2/16 +3 2/8 KVIII - NA - NA - NA - NA

Keterangan : KI (diinfeksi B. abortus SBDG-13C strain lapang), KII (diinfeksi B. abortus CH09- BL strain lapang), KIII (diinfeksi B. abortus CAM-08/306 strain lapang), KIV (diinfeksi B. abortus SBDG-13C iradiasi), KV (diinfeksi B. abortus CH09-BL iradiasi), KVI (diinfeksi B. abortus CAM-08/306 iradiasi), KVII (diinfeksi vaksin

B. abortus strain S19 atau kontrol positif) dan KVIII (kontrol negatif); - : negatif; NA : Not analyzed.

Tabel 9 Pengaruh infeksi bakteri Brucella terhadap rasio berat limpa/bobot badan marmot (Cavia cobaya)

Keterangan : KI (diinfeksi B. abortus SBDG-13C strain lapang), KII (diinfeksi B. abortus CH09- BL strain lapang), KIII (diinfeksi B. abortus CAM-08/306 strain lapang), KIV (diinfeksi B. abortus SBDG-13C iradiasi), KV (diinfeksi B. abortus CH09-BL iradiasi), KVI (diinfeksi B. abortus CAM-08/306 iradiasi), KVII (diinfeksi vaksin

B. abortus strain S19 atau kontrol positif) dan KVIII (kontrol negatif).

Perlakuan Dosis bakteri(CFU)/marmot Rasio berat limpa/bobot badan

KI 103 0.134 KII 103 0.096 KIII 103 0.119 KIV 108 0.136 KV 108 0.348 KVI 108 0.155 KVII 109 0.090 KVIII Saline 0.074

Hasil perlakuan infeksi Brucella ke marmot menunjukkan bahwa dosis inokulasi mempengaruhi berat limpa (Tabel 9) dan jumlah bakteri yang terakumulasi pada limpa marmot ditunjukkan pada Gambar 11. Salah satu pengamatan yang digunakan untuk mengetahui strain Brucella virulen yaitu rasio berat limpa per bobot badan yaitu lebih besar dari 0,2 (Alton et al. 1988). Pada penelitian ini Kelompok V yang diinfeksi dengan B. abortus CH09-BL iradiasi merupakan kelompok dengan rasio tertinggi yaitu 0,348.

Gambar 11 Jumlah koloni per gram limpa masing-masing kelompok pada media TSA.

Keterangan : KI (diinfeksi B. abortus SBDG-13C strain lapang), KII (diinfeksi B. abortus CH09- BL strain lapang), KIII (diinfeksi B. abortus CAM-08/306 strain lapang), KIV (diinfeksi B. abortus SBDG-13C iradiasi), KV (diinfeksi B. abortus CH09-BL iradiasi), KVI (diinfeksi B. abortus CAM-08/306 iradiasi), KVII (diinfeksi vaksin B. abortus strain S19 atau kontrol positif) dan KVIII (kontrol negatif).

Sedangkan hasil isolasi limpa pada marmot menunjukkan terjadinya pembesaran pada KIV, KV, dan KVI tanpa adanya pembentukan nodul di permukaan limpa (Gambar 12).

KIV KV KVI

Gambar 12 Limpa marmot yang membengkak pada KIV, KV dan KVI.

Keterangan: KIV (diinfeksi B. abortus SBDG-13C iradiasi), KV (diinfeksi B. abortus CH09-BL iradiasi), dan KVI (diinfeksi B. abortus CAM-08/306 iradiasi)

KI KII KIII KIV KV KVI KVII KVIII 6 4 2 0 Kelompok L o g j u m la h k o lo n i/ g ra m

Pembahasan

Brucellosis menyerang beberapa spesies hewan dan pada sapi disebabkan oleh Brucella abortus. Brucellosis di Indonesia dinyatakan sebagai salah satu penyakit hewan menular strategis yang harus dieradikasi (Permentan 2010). Eradikasi brucellosis dapat dilakukan dengan vaksinasi. Vaksin brucellosis dapat dikembangkan dengan beberapa metode seperti mutasi isolat dengan antibiotik (antibiotic-dependent mutans) seperti vaksin B. abortus strain 19, B. melitensis Rev 1, B. abortus Strain RB51, resisten terhadap bakteriophage dan iradiasi dengan 60Co atau iradiasi ultraviolet (Morgan 1982; WHO 1997).

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kandidat isolat B. abortus

strain lapang untuk pengembangan vaksin brucellosis. Tahapan penelitian ini meliputi koleksi sampel, isolasi, identifikasi dan biotyping, iradiasi B. abortus,

dan uji in vivo pada marmot (Cavia cobaya). Teknik pembuatan vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah iradiasi sinar Gamma dari sumber Cobalt - 60.

Pada penelitian ini B. abortus diisolasi dari sampel susu, cairan amnion dan cairan higroma karena B. abortus dapat ditemukan pada susu, cairan amnion dan cairan higroma dari ternak sapi yang terinfeksi Brucella (Spink 1956; OIE 2009). Pada kasus brucellosis kronis dapat terjadi radang persendian kaki yang biasanya akan terakumulasi cairan (higroma). Cairan higroma merupakan pembesaran kantong persendian berisi cairan bening fibropurulen, pada persendian karpus atau tarsus yang cukup mencolok sehingga pat diamati secara makroskopik atau visual. Cairan higroma banyak mengandung bakteri B. abortus

sehingga merupakan spesimen yang baik untuk isolasi B. abortus (Soeharsono 2002).

Sebelum dilakukan kultur Brucella, sampel susu diuji dengan Milk Ring Test (MRT) yang merupakan uji penyaringan B. abortus. Prinsip uji ini yaitu interaksi antara immunoglobulin dalam susu dengan antigen yang telah diwarnai

haematoxylin. Jika susu mengandung antibodi terhadap Brucella maka antigen akan mengikat butir-butir lemak melalui bagian fragment crystallizable (Fc) dari antibodi sehingga menghasilkan cincin biru pada lapisan krim (Gambar 2) (Nielsen & Yu 2010). Pada penelitian ini sampel susu yang dikultur berasal dari

sampel susu MRT positif (+4) yang menunjukkan adanya kemungkinan sapi terinfeksi Brucella. Uji MRT mempunyai sensitifitas tinggi namun spesifisitasnya rendah karena dapat terjadi reaksi positif palsu misalnya pada kondisi susu mengandung kolostrum, sapi menderita mastitis dan akhir masa laktasi sehingga perlu dilakukan uji konfirmasi lebih lanjut untuk deteksi brucellosis pada sapi

Uji serologi Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test

(CFT) juga dilakukan pada sampel. Jika RBT bereaksi positif dilanjutkan atau dikonfirmasi lebih lanjut dengan CFT. Prinsip RBT yaitu ikatan antara antibodi dalam serum dengan antigen Rose Bengal yang homolog sehingga terjadi aglutinasi (Gambar 3). Sedangkan prinsip CFT berdasarkan ikatan kompleks antigen dan antibodi homolog akan menarik komplemen untuk berikatan dengan bagian Fc dari antibodi sehingga menyebabkan lisisnya antigen. Sistem indikator yang digunakan pada uji CFT adalah sel darah merah domba yang disensitisasi dengan hemolisin. Apabila terdapat antigen dan antibodi homolog maka komplemen akan berikatan dengan kompleks antigen dan antibodi tersebut sehinga sel darah merah tidak akan lisis. Sedangkan apabila antigen dan antibodi tidak homolog maka komplemen akan berikatan dengan kompleks sel darah merah - hemolisin sehingga sel darah merah akan lisis. Lisis dari sel darah merah terlihat dengan munculnya larutan merah jernih yang menunjukkan hasil negatif (Gambar 4). Pada uji CFT memungkinkan deteksi antibodi anti-Brucella yang dapat mengaktifkan komplemen. Imunoglobulin (Ig) yang dapat mengaktifkan komplemen adalah IgG dan IgM (Tizard 1988; Godfroid et al. 2010). Selain dengan RBT dan CFT dapat dilakukan uji ELISA untuk mendeteksi antibodi atau antigen dalam suatu sampel (OIE 2009). Prinsip ELISA adalah antibodi atau antigen yang dikonjugasikan dengan enzim dan substrat. Kadar antigen atau antibodi yang diuji dapat diketahui dari banyaknya enzim yang terikat pada kompleks antigen-antibodi dan intensitas warna yang dihasilkan.

Pada penelitian ini dipilih 3 isolat B. abortus dengan kode SBDG-13C, CAM-08/306 dan CH09-BL. Hasil pemeriksaan serologi RBT dan CFT isolat dengan kode SBDG-13C menunjukkan hasil positif. Kondisi tersebut dapat terjadi karena antibodi tertarik ke uterus dan ke cairan higroma sehingga antibodi didarah perifer rendah.

Pemeriksaan morfologi B. abortus pada media Triptone soya agar (TSA) diperoleh koloni bulat, halus, permukaan cembung dan tepi rata (Gambar 5). B. abortus adalah fastidious bacteria, dimana bakteri sulit untuk tumbuh dan lambat pertumbuhannya (Alton et al. 1988; Ghaffar 2010). Bakteri Brucella

membutuhkan waktu inkubasi sekitar 4 – 5 hari dan dinyatakan negatif setelah 2

– 3 minggu. Setelah dilakukan pengamatan pertumbuhan bakteri di TSA, pemeriksaan ditegaskan lagi dengan tahap identifikasi yang dilanjutkan biotyping. Uji mikrobiologi dengan isolasi bakteri dilakukan untuk menegakkan diagnosa, dan hasil tersebut sebagai gold standard (standar baku) terhadap uji lain yang memerlukan pembanding (OIE 2000; Bricker 2002). Meskipun sebagai gold standard, isolasi B. abortus memiliki beberapa kekurangan yaitu hasil tidak cepat diperoleh karena memerlukan waktu lama, membutuhkan tenaga ahli yang terlatih, dan beresiko terhadap petugas karena B. abortus merupakan bakteri yang zoonosis.

B. abortus sulit untuk tumbuh dan lambat pertumbuhannya sehingga kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan bakteri memerlukan media standar dengan penambahan Brucella selective supplement dan serum. Brucella selective supplement mengandung antibiotik (Polymixin B, Bacitracin, Cycloheximide, Nalidixic acid, Nystatin dan Vancomycin), untuk mencegah kontaminasi bakteri lain. Suplementasi serum (fetal calf serum, FCS) pada medium dapat digunakan untuk mendukung daya hidup dan pertumbuhan sel dalam kultur. Serum yang digunakan dapat diperoleh dari berbagai hewan seperti dari bovine (fetal bovine

serum, FBS), calf (fetal calf serum (FCS), newborne calf serum (NBCS) dan serum kuda. Jumlah serum yang disuplementasi sekitar 5 - 20% (Malole 1990). Serum berfungsi sebagai penyedia faktor pertumbuhan, faktor hormonal, dan faktor pelekat dan penyebar sel (Malole 1990; Kassem 2004).

Hasil identifikasi B. abortus strain lapang terhadap uji oksidase memberikan hasil uji positif yang ditunjukkan dengan perubahan kertas saring menjadi keunguan (Gambar 7a). Perubahan warna ini mengindikasikan adanya enzim sitokrom oksidase yang dimiliki oleh isolat bakteri B. abortus dapat mengoksidasikan larutan reagen oksidase.

Uji lain pada identifikasi B. abortus adalah uji katalase untuk mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase. Hasil uji ketiga kultur menunjukkan hasil positif (Gambar 7b). Enzim katalase yang diproduksi oleh bakteri dapat digunakan pada reaksi penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan gas oksigen (O2) (Barrow & Feltham

1993).

Faktor yang menentukan uji katalase pada uji Brucella yaitu tipe koloni, media pertumbuhan dan kondisi atmosfer. Bakteri B. abortus yang ditumbuhkan dengan 5 % CO2 akan meningkatkan aktivitas katalase 100 % (Huddleson 1961).

Kemampuan menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi oleh bakteri ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi biru. Sitrat dimanfaatkan bakteri sehingga asam hilang dari media. Oleh karena sitrat digunakan bakteri maka amonium dihidrogen fosfat ikut terurai dan ion amonium (NH4+) terlepas sehingga medium menjadi alkalis, dan indikator brom timol biru

berubah dari hijau menjadi biru (Barrow & Feltham 1993). Ketiga isolat yang diuji tidak mengunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi, dimana tidak ada perubahan warna pada media (Gambar 7c).

Pada saat ini semakin penting untuk menentukan biovar Brucella dan tidak hanya mengidentifikasi sampai genus ataupun spesies Brucella. Oleh karena itu pada penelitian ini setelah ketiga kultur teridentifikasi sebagai Brucella, maka selanjutnya dilakukan biotyping.

Pengujian terhadap kebutuhan CO2 menunjukkan hasil bahwa isolat

memerlukan penambahan 5 % CO2 untuk pertumbuhannya. Spesies Brucella

merupakan bakteri aerobik namun beberapa biotipe B. abortus membutuhkan 5 – 10 % untuk pertumbuhannya (Quinn et al. 2002; Lonsway et al. 2010).

Isolat juga diuji terhadap produksi gas H2S yang ditandai dengan

perubahan warna kertas saring menjadi hitam kecoklatan sejak satu hari pengujian (Gambar 8a). Produksi gas H2S dapat terlihat setelah 1 – 5 hari. Proses tersebut

terbentuk asam amino dan dilepaskannya gas H2S yang selanjutnya akan bereaksi

dengan Pb asetat pada kertas saring (Barrow & Feltham 1993).

Brucella memanfaatkan enzim urease untuk menghidrolisis urea sehingga terbentuk CO2 dan ammonia (NH3). Ammonia yang dilepaskan ke media

mengakibatkan kenaikan pH (bersifat basa) sehingga merubah media pertumbuhan menjadi purple – pink (Barrow & Feltham 1993; Soebronto 2003). Perubahan warna pada media menjadi purple – pink terlihat setelah satu hari inkubasi (Gambar 8b). Reaksi hidrolisis urea menjadi ammonia terlihat pada reaksi berikut:

Urea Air Karbondioksida Air Ammonia

Kemampuan penghambatan pertumbuhan bakteri Brucella terhadap media dengan zat warna (thionin dan fuchsin) secara luas digunakan untuk menentukan spesies Brucella apabila metode molekuler tidak tersedia (Hubbard et al. 2007). Penggunaan beberapa konsentrasi thionin dan basic Fuchin mempunyai sifat bakteriostatik terhadap Brucella sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang peka. Pada percobaan dengan strain Brucella menunjukkan B. abortus ditemukan dengan keberadaan basic Fuchin di cawan Petri tetapi tidak ditemukan pada zat warna thionin. Pengujian pertumbuhan isolat pada zat warna basic Fuchsin dan thionin memperlihatkan bahwa ketiga isolat tumbuh pada basic Fuchin dan sebaliknya ketiga isolat tidak tumbuh pada zat warna thionin (Gambar 5c dan 5d).

Kemampuan pertumbuhan kultur Brucella dengan keberadaan thionin dan fuchsin dapat untuk membedakan 3 spesies Brucella yaitu B. abortus, B. suis dan B. melitensis dan untuk mengetahui biotipe B. abortus (Spink 1956; Alton et al.

1988). B. Suis tumbuh dengan thionin dan B. melitensis tumbuh dengan keberadaan pada kedua konsentrasi warna (Spink 1956, Alton et al.1988, Barrow & Feltham 1993, Trivedy et al. 2010). Perubahan warna pada media kemungkinan dapat menimbulkan positif palsu namun pertumbuhan bakteri di media bisa digunakan dalam menentukan hasil positif (Hubbard et al. 2007).

Pengujian kultur Brucella dengan morfologi smooth atau rough

menggunakan antisera yang sesuai dengan morfologinya. Karena pada penelitian morfologi yang ditemukan yaitu bentuk smooth, sehingga diperiksa untuk aglutinogen yang predominan (abortus, A dan melitensis, M) dengan menggunakan serum monospesifik A dan M. Pada uji aglutinasi tersebut serum monospesifik A dan M hanya akan bereaksi terhadap kultur Brucella yang serupa. Hasil penelitian ini menunjukkan reaksi positif terhadap serum monospesifik B. abortus (A) dan bereaksi negatif terhadap serum monospesifik B. melitensis (M). Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuk aglutinasi (Alton et al. 1988)

Brucella sp. tipe smooth diketahui mengeskpresikan dua antigen yang berbeda pada OPS (O-polyschacaride) yaitu A dan M. Klasifikasi tersebut berdasarkan kemampuan strain Brucella untuk mengaglutinasi serum terhadap salah satu antigen (Douglas & Palmer 1988). Antigen A dan M dari spesies

Brucella dikarakterisasi dengan aglutinasi, aglutinasi silang, absorbsi, dan pola absorbsi silang yang diperoleh dengan antiserum dan strain Brucella heterolog dan homolog. Atas dasar kemampuan kuantitatif dalam membuat serum monospesifik B. abortusterhadap antigen A dan absorbsi terhadap serum seluruh sel B. melitensis dan sebaliknya, maka kedua antigen digunakan secara bersamaan dengan rasio A/M pada B. abortus 20 : 1 dan B. melitensis 1 : 20. Reaksi silang dapat dieliminasi dengan menggunakan serum monospesifik (Diaz et al. 1968).

Berdasarkan hasil identifikasi dan biotyping, isolat B. abortus SBDG-13C, CAM-08/306 dan CH09-BL termasuk dalam B. abortus biovar 1 (Tabel 7). Hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa tipe B. abortus yang menyerang sapi di Indonesia adalah biotipe 1 (Setiawan 1992) dan Sudibyo (1995) hasil biotyping

isolat sampel susu sapi perah di DKI Jakarta paling dominan biotipe 1. Selain biotipe 1, di Indonesia pernah ditemukan biotipe 2 (Sudibyo 1995) dan biotipe 3 (Van Der Schaff & Roza 1940; Sudibyo 1995)

Setelah ketiga isolat teridentifikasi maka dibuat kurva standar Brucella

untuk menghitung jumlah sel B. abortus secara tidak langsung. Dari kurva standar diperoleh persamaan regresi dan koefisien determinasi (R2). Persamaan regresi dengan nilai koefisien determinasi tinggi dapat digunakan untuk memperkirakan pertumbuhan B. abortus berdasarkan nilai absorbansinya. Persamaan garis kurva

standar yaitu y = ax + b, dengan x adalah nilai absorbansi dan y adalah log jumlah sel/ml. Persamaan kurva standar masing-masing isolat SBDG-13C, CAM- 08/306 dan CH09-BL adalah y = 7,219x + 6,7723; y = 3,8891x + 7,5278 dan y = 2,9829X + 7,9612 (Gambar 9).

Teknik iradiasi sinar Gamma telah digunakan untuk inaktivasi mikroorganisme pathogen (Belbe & Tofana 2010). Salah satu sumber sinar Gamma yang digunakan dalam radiasi dihasilkan dari radioisotop Cobalt - 60 (Kochman 2006). Bakteri Gram negatif seperti Escherichia coli, Yersinia enterocolitica, Aeromonas hydrophila and Campylobacter spp. sangat sensitif terhadap radiasi (Belbe &Tofana 2010). Brucella abortus sebagai salah satu bakteri Gram negatif memperlihatkan pola serupa yang ditunjukkan dengan nilai

Lethal Dose 50 (LD50) isolat CAM-08/306, CH09-BL dan SBDG-13C berturut

turut adalah: 13,5 ;11,9; dan 17,9 Gy. Dosis yang diperoleh pada masing-masing isolat berbeda, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dosis radiasi yang sama terhadap bakteri dapat memberikan respon berbeda.

Hasil kultur isolat Brucella abortus iradiasi pada media TSA tidak merubah morfologi koloni bakteri. Berbeda dengan isolat vaksin RB51 yang dibuat melalui passase berulang (51 kali) strain S2308 dengan rifampisin dan penisillin akan merubah koloni dari halus (smooth) menjadi kasar (rough)

(Schurig et al. 1991). Pengamatan secara mikroskopik juga tidak terlihat adanya perubahan bentuk sel bakteri. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Sanakkayala

et al. (2005) struktur bakteri yang diradiasi dengan sinar gamma pada dosis 400 kilorads tidak menunjukkan kerusakan yang nyata.

Pada penelitian pengembangan vaksin Brucella ini digunakan vaksin hidup dengan teknik radiasi yang diuji in vivo ke hewan coba marmot (Cavia cobaya). Bakteri Brucella diradiasi dengan dosis LD50 yaitu dosis yang

menyebabkan kematian bakteri 50 %. Berdasarkan hasil radiasi sinar Gamma bakteri B. abortus (Gambar 10) maka diperoleh dosis LD50 sebagai dosis radiasi

untuk pengembangan vaksin isolat CAM-08/306, CH09-BL dan SBDG-13C berturut turut adalah: 13,5 ;11,9; dan 17,9 Gy.

Uji in vivo pada penelitian ini digunakan marmot (Cavia cobaya) karena marmot merupakan hewan yang paling rentan terhadap infeksi Brucella sp.

Dokumen terkait