• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase Mortalitas S. asigna

Hasil dari pengamatan persentase mortalitas ulat api (S. asigna) dapat dilihat pada lampiran 2 - 7. Pengambilan data dilakukan pada 1 hsa hingga 6 hsa. Hasil sidik ragam dan uji jarak Duncan (UJD 5%) menunjukkan bahwa pemberian insektisida memberi pengaruh sangat nyata terhadap mortalitas ulat api (S. asigna) untuk semua perlakuan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan persentase mortalitas S. asigna pada setiap perlakuan untuk seluruh pengamatan (hsa)

Perlakuan Pengamatan

1 hsa 2 hsa 3 hsa 4 hsa 5 hsa 6 hsa I0 0,00c 0,00b 0,00b 0,00b 0,00b 26,67b I1 73,33ab 94,44a 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a I2 76,67ab 41,67ab 72,22ab 33,33ab 66,67a 100,00a I3 26,67bc 65,18ab 52,77ab 77,77a 77,77a 100,00a I4 36,67abc 60,00ab 60,00ab 66,67ab 100,00a 100,00a I5 86,67a 66,67ab 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a I6 83,33ab 83,33a 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a I7 40,00ab 65,67ab 75,00a 100,00a 100,00a 100,00a I8 70,00ab 91,67a 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

berbeda sangat nyata menurut Uji Jarak Duncan pada taraf 5%. I0: Kontrol, I1: Deltametrin konsentrasi 0,05%, I2: Klorpirifos konsentrasi 0,05%, I3: Dimehipo konsentrasi 0,05%, I4: Dimetoat konsentrasi 0,05%, I5: Deltametrin konsentrasi 0,1%, I6: Klorpirifos konsentrasi 0,1%, I7: Dimehipo konsentrasi 0,1%, I8: Dimetoat konsentrasi 0,1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diaplikasikan yaitu deltametrin, klorpirifos, dimehipo, dan dimetoat masing-masing dalam konsentrasi 0,05% dan 0,1% efektif dalam mengendalikan S. asigna dimana seluruh perlakuan tersebut menghasilkan persentase mortalitas 100% pada akhir pengamatan (6 hsa). Hal ini karena semua bahan aktif tersebut mampu membunuh

S. asigna dengan cara kerja masing-masing. Bhanu et al. (2011) menyatakan bahwa deltametrin adalah pestisida piretroid sintetik yang dapat membunuh serangga melalui kontak kulit dan pencernaan. Venugopal et al. (2012) menyatakan klorpirifos merupakan insektisida organoposfat yang cukup beracun dan menyebabkan gangguan syaraf, gangguan perkembangan, dan gangguan autoimun. Selanjutnya Prijono (2004) menyatakan bahwa dimehipo merupakan racun syaraf antagonis pada reseptor asetilkolin. Untung (1996) menyatakan bahwa cara kerja dimetoat adalah menghambat bekerjanya enzim asetilkolinesterase yang mengakibatkan terjadinya penumpukan asetilkolin dan terjadilah kekacauan pada sistem penghantar impuls ke sel-sel otot.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada 1 hsa perlakuan I5 (Deltametrin konsentrasi 0,1%) menghasilkan persentase mortalitas tertinggi. Namun pada 3 hsa terdapat 4 perlakuan yang menghasilkan persentase mortalitas 100% yaitu I1 (Deltametrin 0,05%), I5 (Deltametrin 0,1%), I6 (Klorpirifos 0,1%) dan I8 (Dimetoat 0,1%). Hal ini menunjukkan bahwa Deltametrin adalah bahan aktif insektisida yang efektif dan paling efisien dalam membunuh ulat api S. asigna karena dalam konsentrasi 0,05% dapat menghasilkan persentase mortalitas S. asigna yang sama (100% dalam 3 hari) dengan bahan aktif klorpirifos dan dimetoat dalam konsentrasi 0,1%. Hasan (2006) menyatakan bahwa cara kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga dengan merangsang sel-sel saraf untuk menghasilkan efek pengulangan (repetitive) yang berakhir dengan kelumpuhan dan kematian.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan yang menghasilkan persentase mortalitas 100% paling lama (6 hsa) adalah I2 (Klorpirifos 0,05%) dan I3

(Dimehipo 0,05%). Namun ketika insektisida berbahan aktif klorpirifos dan dimehipo diaplikasikan dengan konsentrasi 0,1% (perlakuan I6 dan I7) akan menghasilkan persentase mortalitas 100% dalam waktu yang lebih cepat, yaitu perlakuan I6 dalam 3 hsa dan I7 dalam 4 hsa. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi insektisida berbahan aktif klorpirifos dan dimehipo lebih efektif diaplikasikan dalam konsentrasi 0,1% dibandingkan 0,05% untuk membunuh larva S. asigna. Venugopal et al. (2012) menyatakan klorpirifos merupakan insektisida organoposfat yang cukup beracun dan menyebabkan gangguan syaraf, gangguan perkembangan, dan gangguan autoimun. Selanjutnya Prijono (2004) menyatakan bahwa dimehipo merupakan racun syaraf antagonis pada reseptor asetilkolin.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisida yang diaplikasikan maka semakin cepat persentase mortalitas hama menjadi 100%. Hal ini dilihat dari persentase mortalitas hama pada aplikasi insektisida klorpirifos dan dimehipo dalam konsentrasi 0,05% adalah 100% dalam 6 hsa, namun dalam konsentrasi 0,1% persentase mortalitas hama 100% terjadi dalam 3 hsa dan 4 hsa. Aplikasi insektisida berbahan aktif dimetoat dengan konsentrasi 0,05% menghasilkan persentase mortalitas 100% dalam 5 hsa, sedangkan ketika diaplikasikan dengan konsentrasi 0,1% menghasilkan persentase mortalitas 100% dalam waktu yang lebih cepat yaitu 3 hsa.

Waktu Kematian S. asigna

Gambar 6. Histogram Rataan Waktu Kematian S. asigna (hsa)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa rataan waktu kematian larva S. asigna tercepat terdapat pada perlakuan Deltametrin 0,05% dan 0,1% (I1 dan I5), Klorpirifos 0,05% dan 0,1% (I2 dan I6), Dimehipo 0,05% dan 0,1% (I3 dan I7), dan Dimetoat 0,1% (I8) yakni 1 hari setelah aplikasi. Sedangkan rataan waktu kematian larva S. asigna terlama terdapat pada perlakuan Dimetoat 0,05% (I4) yaitu 1,33 hari setelah aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi insektisida berbahan aktif dimetoat yang lebih efektif mengendalikan larva S. asigna dan membutuhkan waktu kematian yang singkat (1 hari setelah aplikasi) adalah 0,1%. 0 1 2 3 4 5 6 7 I0 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8

Tingkat Kerusakan Tanaman

Gambar 7. Histogram Rataan Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa rataan tingkat kerusakan tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan I4 (Dimetoat 0,05%) dan I7 (Dimehipo 0,1%) yaitu 50%. Dimetoat dan dimehipo merupakan racun sistemik, hal ini menyebabkan ketika aplikasi kedua insektisida tersebut larva S. asigna tidak langsung mati dan masih memakan daun kelapa sawit sehingga mengakibatkan tingkat kerusakan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kelapa sawit yang hamanya diaplikasikan dengan insektisida berbahan aktif deltametrin dan klorpirifos. Prijono (2004) menyatakan bahwa dimehipo merupakan racun syaraf antagonis pada reseptor asetilkolin. Untung (1996) menyatakan bahwa cara kerja dimetoat adalah menghambat bekerjanya enzim asetilkolinesterase yang mengakibatkan terjadinya penumpukan asetilkolin dan terjadilah kekacauan pada sistem penghantar impuls ke sel-sel otot.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 I0 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 Tingkat Kerusakan Tanaman (%)

Tingkat kerusakan tanaman terendah terdapat pada perlakuan I1 (Deltametrin 0,05%), I2 (Klorpirifos 0,05%), dan I5 (Deltametrin 0,1%) yaitu 25%. Deltametrin dan klorpirifos merupakan racun kontak, hal ini menyebabkan ketika aplikasi kedua insektisida tersebut sebagian besar larva S. asigna langsung jatuh dari daun kelapa sawit sehingga tidak lagi memakan daun kelapa sawit dan tingkat kerusakan tanamannya lebih rendah dibandingkan tanaman kelapa sawit yang hamanya diaplikasikan dengan insektisida berbahan aktif dimehipo dan dimetoat. Hasan (2006) menyatakan bahwa cara kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga atau mamalia dengan merangsang sel-sel saraf untuk menghasilkan efek pengulangan (repetitive) yang berakhir dengan kelumpuhan dan kematian, efek ini disebabkan oleh rendahnya penutupan saluran natrium dalam akson saraf, sehingga natrium bergerak cepat dalam sel-sel dan merubah fungsi akson saraf. Selanjutnya Venugopal et al. (2012) menyatakan klorpirifos merupakan insektisida organoposfat yang cukup beracun dan menyebabkan gangguan syaraf, gangguan perkembangan, dan gangguan autoimun.

Gambar 8. Tingkat Kerusakan Tanaman Akibat Serangan Setothosea asigna Sumber: Foto Langsung

Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengamatan histopatologi dilakukan terhadap kutikula (c) dan sel epitel (ec). Hasil pengamatan histopatologi menunjukkan bahwa semua sampel mempunyai bentuk kutikula yang sama, namun terdapat perbedaan bentuk sel epitel antara sampel perlakuan dan sampel kontrol. Hal ini menujukkan bahwa insektisida deltametrin, klorpirifos, dimehipo dan dimetoat bekerja sebagai racun kontak namun dengan waktu kematian yang berbeda-beda menyebabkan kerusakan sel-sel pada jaringan

Skala 3 Skala 4

Skala 5

larva S. asigna, namun dapat kita lihat juga bahwa insektisida berbahan aktif dimehipo mengakibatkan kerusakan sel epitel yang paling parah.

Gambar 9. Histopatologi perlakuan kontrol (A), deltametrin (B), klorpirifos (C), dimehipo (D), dan dimetoat (E)

Sumber: Foto Langsung Pembesaran 40 kali

A B

C D

E

c ec c ec ec c c ec c ec

Dokumen terkait